Haram: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(3 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Ushul fiqih}}{{Islam}}
{{Ushul fiqih}}{{Islam}}


'''Haram''' adalah terlarang. Merujuk pada sesuatu yang saktal tindakan berdosa yang dilarang untuk dilakukan.
'''Haram''' sendiri secara definisi merupakan setiap perbuatan terlarang, dan tercela yang dituntut syar’i untuk ditinggalkan dengan dalil yang tegas dan pasti, serta diikuti dengan acaman hukuman bagi pelakunya dan imbalan bagi orang yang meninggalkannya.
Secara bahasa sendiri '''Haram''' berarti suci, karena manusia itu suci, maka dilarang lah manusia oleh Allah untuk berbuat suatu hal yang berdosa karena akan merusak kesucian manusia itu sendiri.
Oleh agama [[Islam]] sendiri secara definisi merupakan setiap perbuatan terlarang, dan tercela yang dituntut syar’i untuk ditinggalkan dengan dalil yang tegas dan pasti, serta diikuti dengan acaman hukuman bagi pelakunya dan imbalan bagi orang yang meninggalkannya.


== Contoh subjek ==
== Contoh subjek ==

Revisi per 19 Oktober 2023 12.54

Haram adalah terlarang. Merujuk pada sesuatu yang saktal tindakan berdosa yang dilarang untuk dilakukan. Secara bahasa sendiri Haram berarti suci, karena manusia itu suci, maka dilarang lah manusia oleh Allah untuk berbuat suatu hal yang berdosa karena akan merusak kesucian manusia itu sendiri. Oleh agama Islam sendiri secara definisi merupakan setiap perbuatan terlarang, dan tercela yang dituntut syar’i untuk ditinggalkan dengan dalil yang tegas dan pasti, serta diikuti dengan acaman hukuman bagi pelakunya dan imbalan bagi orang yang meninggalkannya.

Contoh subjek

Status hukum lainnya

Hukum kebendaan

Emas

Para ulama dari Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa perkakas yang terbuat dari bahan emas hukumnya haram digunakan untuk makan, minum dan berwudu. Abu Dawud berpendapat bahwa keharaman pemakaian emas hanya berlaku untuk minum. Sedangkan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa perkakas berbahan emas dapat digunakan untuk makan, minum, maupun berwudu. Para ulama juga menyepakati bahwa emas haram digunakan sebagai saluran air.[1]

Perak

Menurut Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hambali, perak hukumnya haram digunakan untuk pembuatan saluran air jika digunakan sebagai hiasan dengan aliran yang besar. Sedangkan Mazhab Hanafi tidak mengharamkan pembuatan saluran air dari bahan perak.[1]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b ad-Dimasyqi 2017, hlm. 13.

Daftar pustaka

  • Ad-Dimasyqi, Muhammad bin 'Abdurrahman (2017). Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi. ISBN 978-602-97157-3-6. 

Pranala luar