Jalan Malioboro: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 1: Baris 1:
{{untuk|nama [[kereta api]] yang dioperasikan oleh [[PT Kereta Api Indonesia]] dan [[Daerah Operasi VI Yogyakarta]]|[[Kereta api Malioboro Ekspres|Malioboro Yogya]]}}
{{untuk|nama [[kereta api]] yang dioperasikan oleh [[PT Kereta Api Indonesia]] dan [[Daerah Operasi VI Yogyakarta]]|[[Kereta api Malioboro Ekspres|Kereta api Malioboro Yogya]]}}
[[Berkas:Malioboro Street, Yogyakarta.JPG|lurus|ka|jmpl|300px| Jalan Malioboro dipenuhi toko yang menjual batik dan kerajinan tangan.]]
[[Berkas:Malioboro Street, Yogyakarta.JPG|lurus|ka|jmpl|300px| Jalan Malioboro dipenuhi toko yang menjual batik dan kerajinan tangan.]]



Revisi per 2 Oktober 2018 03.36

Jalan Malioboro dipenuhi toko yang menjual batik dan kerajinan tangan.

Jalan Malioboro (Malbor) (bahasa Jawa: Hanacaraka, ꦢꦭꦤ꧀​ꦩꦭꦶꦲꦧꦫ, Dalan Malioboro) adalah nama salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.

Pada tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X nama dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran Mangkubumi menjadi jalan Margo Utomo, dan Jalan Jenderal Achmad Yani menjadi jalan Margo Mulyo.[1]

Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.


Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg Jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim, dan lain-lain di sepanjang jalan ini.

Saat ini, Jalan Malioboro tampak lebih lebar karena tempat parkir yang ada di pinggir jalan sudah dipindahkan ke kawasan parkir Abu Bakar Ali. Karena Kedepanya Malioboro Akan Menjadi Semi Pedestrian

Sejarah

Berkas:Malioboro1936.jpg
Malioboro pada tahun 1936
Jalan Malioboro pada malam hari

Jalan itu selama bertahun-tahun dua arah, namun pada tahun 1980an menjadi satu jalan saja, dari jalur kereta api (di mana ia memulai) ke selatan - ke pasar Beringharjo, di mana ia berakhir. Hotel terbesar, tertua di Belanda, Hotel Garuda, terletak di ujung utara jalan, di sisi timur yang berdekatan dengan jalur kereta api. Ini memiliki bekas kompleks Perdana Menteri Belanda, kepatihan, di sisi timur.

Selama bertahun-tahun di tahun 1980an dan kemudian, sebuah iklan rokok ditempatkan di bangunan pertama di sebelah selatan jalur kereta api - atau secara efektif bangunan terakhir di Malioboro, yang mengiklankan rokok Marlboro, tidak diragukan lagi menarik bagi penduduk setempat dan orang asing yang akan melihat kata-kata dengan Nama jalan dengan produk asing sedang diiklankan.

Tidak sampai ke tembok atau halaman Keraton Yogyakarta, karena Malioboro berhenti bersebelahan dengan pasar Beringharjo yang sangat besar (di sisi timur juga). Dari titik ini nama jalan berubah menjadi Jalan Ahmad Yani (Jalan Ahmad Yani) dan memiliki bekas kediaman Gubernur di sisi barat, dan Benteng Vredeburg Belanda tua di sisi timur.

Referensi

  • Suyenga, Joan A stroll down Yogyakarta's 'Main Street', pp.165-167 of Oey, Eric (1994) Java 2nd edition Periplus Editions ISBN 962-593-004-3
  • Turner, Peter (1997). Java (1st edition). Melbourne: Lonely Planet. hlm. 215–216. ISBN 0-86442-314-4. 

Pranala luar

Media terkait Jalan Malioboro, Yogyakarta di Wikimedia Commons