Panitia Sembilan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
R.A Aziz H (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k ~cite
 
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 11: Baris 11:
# [[Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim]] (anggota)
# [[Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim]] (anggota)
# Mr. [[Mohammad Yamin]] (anggota)
# Mr. [[Mohammad Yamin]] (anggota)

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalisme) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan [[Piagam Jakarta]] (Jakarta Charter) yang berisi:
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalisme) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan [[Piagam Jakarta]] (Jakarta Charter) yang berisi:


Baris 27: Baris 26:


== Perubahan pada UUD 45 dalam piagam jakarta ==
== Perubahan pada UUD 45 dalam piagam jakarta ==
Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Hatta mengusungkan 4 perubahan pada UUD 45 yang telah disusun oleh panitia sembilan dalam piagam Jakarta yaitu:
Pada sidang [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]] tanggal 18 Agustus 1945, [[Mohammad Hatta|Hatta]] mengusungkan 4 perubahan pada [[Konstitusi|UUD]] 45 yang telah disusun oleh panitia sembilan dalam piagam Jakarta yaitu:


1) Kata “Mukadimah” diganti dengan kata “Pembukaan”.
1) Kata “Mukadimah” diganti dengan kata “Pembukaan”.


2) Dalam Preambul (Piagam Jakarta), anak kalimat “berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2) Dalam Preambul (Piagam Jakarta), anak kalimat “berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat [[Islam]] bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.


3) Pasal 6 ayat 1 “presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” kata-kata “beragama Islam” di coret.
3) Pasal 6 ayat 1 “[[Presiden Indonesia|presiden]] ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” kata-kata “beragama Islam” di coret.


4) Sejalan dengan perubahan yang kedua di atas, maka pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.<ref>{{Cite journal|first=Sasmiarti|last2=Rosman|first2=Edi|date=2018|title=Implementasi Politik Hukum Islam Dalam Perumusan Piagam Jakarta.|journal=ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies|volume=02|issue=1|pages=1-16}}</ref>
4) Sejalan dengan perubahan yang kedua di atas, maka pasal 29 ayat 1 menjadi “[[Negara]] berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.<ref>{{Cite journal|first=Sasmiarti|last2=Rosman|first2=Edi|date=2018|title=Implementasi Politik Hukum Islam Dalam Perumusan Piagam Jakarta.|journal=ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies|volume=02|issue=1|pages=1-16}}</ref>


== Tokoh yang mengusulkan 5 dasar negara untuk dicantumkan ke dalam piagam Jakarta ==
== Tokoh yang mengusulkan 5 dasar negara untuk dicantumkan ke dalam piagam Jakarta ==
Musyawarah pengukuhan BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membahas tentang pokok-pokok dasar negara. Dengan demikian, terbukti bahwa BPUPKI memperdebatkan pembentukan dasar negara pada muktamar pertama yang berujung pada pembentukan Pancasila. Tiga peserta rapat mengemukakan lima prinsip negara untuk piagam Jakarta, antara lain:
Musyawarah pengukuhan [[Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan|BPUPKI]] yang berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membahas tentang pokok-pokok dasar negara. Dengan demikian, terbukti bahwa BPUPKI memperdebatkan pembentukan dasar negara pada [[muktamar]] pertama yang berujung pada pembentukan [[Pancasila]]. Tiga peserta rapat mengemukakan lima prinsip negara untuk piagam Jakarta, antara lain:


Moh. Yamin dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 mengemukakan 5 (lima) dasar negara Indonesia yakni:
Moh. Yamin dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 mengemukakan 5 (lima) dasar negara Indonesia yakni:
Baris 53: Baris 52:





Namun pada akhir pidatonya Moh, Yamin secara tertulis menyampaikan gagasannya tersebut yang rumusan kalimatnya agak berbeda sebagai berikut:
Namun pada akhir pidatonya [[Mohammad Yamin|Moh. Yamin]] secara tertulis menyampaikan gagasannya tersebut yang rumusan kalimatnya agak berbeda sebagai berikut:


1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
Baris 63: Baris 63:
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan;


5. Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia. <ref>{{Cite journal|last=Muslimin|first=Husein|date=2016|title=TANTANGAN TERHADAP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
5. Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.<ref>{{Cite journal|last=Muslimin|first=Husein|date=2016|title=TANTANGAN TERHADAP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
DAN DASAR NEGARA PASCA REFORMASI|journal=Jurnal Cakrawala Hukum|volume=07|issue=1|pages=30-38}}</ref>
DAN DASAR NEGARA PASCA REFORMASI|journal=Jurnal Cakrawala Hukum|volume=07|issue=1|pages=30-38}}</ref>





Tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Soepomo mengusulkan dasar negara sebagai berikut:
Tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. [[Soepomo]] mengusulkan dasar negara sebagai berikut:


- Persatuan;
- Persatuan;
Baris 73: Baris 74:
- Kekeluargaan;
- Kekeluargaan;


- Keseimbangan lahir dan batin;        
- Keseimbangan lahir dan batin;


- Musyawarah;
- Musyawarah;
Baris 80: Baris 81:





Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan lima hal yang menjadi dasar negara merdeka, yaitu:
Ir. [[Soekarno]] dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan lima hal yang menjadi dasar negara merdeka, yaitu:


- Kebangsaan Indonesia;
- Kebangsaan Indonesia;
Baris 92: Baris 94:
- Ketuhanan yang berkebudayaan.
- Ketuhanan yang berkebudayaan.


Pemikiran ketiga orang tersebut kemudian dikaji oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juli 1945, yang pada akhirnya melahirkan suatu rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta, yang memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan dasar negara Indonesia merdeka.<ref>{{Cite journal|last=Putri Utami|first=Lensi|title=Sumber sosiologis pancasila sebagai dasar negara|url=https://osf.io/wch53/download|journal=osf.io}}</ref>
Pemikiran ketiga orang tersebut kemudian dikaji oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, yang pada akhirnya melahirkan suatu rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta, yang memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan dasar negara Indonesia [[merdeka]].<ref>{{Cite journal|last=Putri Utami|first=Lensi|title=Sumber sosiologis pancasila sebagai dasar negara|url=https://osf.io/wch53/download|journal=osf.io}}</ref>


==Referensi ==
==Referensi ==
Baris 101: Baris 103:
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan]]
[[Kategori:Pahlawan]]
[[Kategori:PPKI]]
[[Kategori:BPUPKI]]
[[Kategori:Pancasila]]

Revisi terkini sejak 21 Februari 2024 14.44

Hasil rapat Panitia Sembilan

Panitia Sembilan adalah kelompok yang dibentuk pada tanggal 1 Juni 1945, diambil dari suatu Panitia Kecil ketika sidang pertama BPUPKI. Panitia Sembilan dibentuk setelah Ir. Soekarno memberikan rumusan Pancasila. Adapun anggotanya adalah sebagai berikut:

  1. Ir. Sukarno (ketua)
  2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
  3. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
  4. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
  5. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
  6. H. Agus Salim (anggota)
  7. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
  8. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
  9. Mr. Mohammad Yamin (anggota)

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalisme) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi:

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang bersidang sesudah Proklamasi Kemerdekaan, menjadikan Piagam Jakarta sebagai Pendahuluan bagi Undang-Undang Dasar 1945, dengan mencoret bagian kalimat dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Alasannya.Untuk menjaga persatuan dan kesatuan karena ada keberatan oleh pihak lain yang tidak beragama Islam.[2]

Perubahan pada UUD 45 dalam piagam jakarta[sunting | sunting sumber]

Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Hatta mengusungkan 4 perubahan pada UUD 45 yang telah disusun oleh panitia sembilan dalam piagam Jakarta yaitu:

1) Kata “Mukadimah” diganti dengan kata “Pembukaan”.

2) Dalam Preambul (Piagam Jakarta), anak kalimat “berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

3) Pasal 6 ayat 1 “presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” kata-kata “beragama Islam” di coret.

4) Sejalan dengan perubahan yang kedua di atas, maka pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.[3]

Tokoh yang mengusulkan 5 dasar negara untuk dicantumkan ke dalam piagam Jakarta[sunting | sunting sumber]

Musyawarah pengukuhan BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membahas tentang pokok-pokok dasar negara. Dengan demikian, terbukti bahwa BPUPKI memperdebatkan pembentukan dasar negara pada muktamar pertama yang berujung pada pembentukan Pancasila. Tiga peserta rapat mengemukakan lima prinsip negara untuk piagam Jakarta, antara lain:

Moh. Yamin dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 mengemukakan 5 (lima) dasar negara Indonesia yakni:

- Peri Kebangsaan;

- Peri Kemanusiaan;

- Peri Ketuhanan;

- Peri Kerakyatan;

- Kesejahteraan Rakyat.


Namun pada akhir pidatonya Moh. Yamin secara tertulis menyampaikan gagasannya tersebut yang rumusan kalimatnya agak berbeda sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa;

2. Kebangsaan Persatuan Indonesia;

3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan;

5. Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.[4]


Tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Soepomo mengusulkan dasar negara sebagai berikut:

- Persatuan;

- Kekeluargaan;

- Keseimbangan lahir dan batin;

- Musyawarah;

- Keadilan rakyat.


Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan lima hal yang menjadi dasar negara merdeka, yaitu:

- Kebangsaan Indonesia;

- Internasionalisme atau kemanusiaan;

- Mufakat atau demokrasi;

- Kesejahteraan sosial;

- Ketuhanan yang berkebudayaan.

Pemikiran ketiga orang tersebut kemudian dikaji oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, yang pada akhirnya melahirkan suatu rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta, yang memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan dasar negara Indonesia merdeka.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Jakarta, 22-6-1945
  2. ^ Hatta, Mohammad (2015). Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977). Jakarta: Kompas. hlm. 310. ISBN 9789797099671. 
  3. ^ Rosman, Edi (2018). "Implementasi Politik Hukum Islam Dalam Perumusan Piagam Jakarta". ISLAM TRANSFORMATIF: Journal of Islamic Studies. 02 (1): 1–16. 
  4. ^ Muslimin, Husein (2016). "TANTANGAN TERHADAP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA PASCA REFORMASI". Jurnal Cakrawala Hukum. 07 (1): 30–38.  line feed character di |title= pada posisi 46 (bantuan)
  5. ^ Putri Utami, Lensi. "Sumber sosiologis pancasila sebagai dasar negara". osf.io.