Papua (wilayah Indonesia)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 16 Juni 2023 14.04 oleh 114.125.156.6 (bicara) (Vice Presiden)

Koordinat: 4°00′S 136°00′E / 4.000°S 136.000°E / -4.000; 136.000

Papua
  • Nugini Barat
  • Irian Barat
  • Irian Jaya
  • Papua
Papua
Negara Indonesia
Provinsi Papua
 Papua Barat
 Papua Tengah
 Papua Pegunungan
 Papua Selatan
 Papua Barat Daya
Luas
 • Total415.170,52 km2 (16,029,823 sq mi)
Ketinggian4.884 m (16,024 ft)
Populasi
 (2020)
 • Total5.437.775
 • Kepadatan0,13/km2 (0,34/sq mi)
Zona waktuUTC+09:00 (WIT)
Peta Ekspedisi Belanda di Nugini Belanda tahun 1907-1915

Papua (Kode ISO: ID-PP, sebelumnya Irian Barat atau Irian Jaya), atau kadang Papua Barat atau Nugini Barat untuk membedakan dengan Papua Nugini, merupakan wilayah Republik Papua Barat yang terletak pada bagian barat dari Pulau Papua. Wilayah ini dibagi menjadi enam provinsi, yaitu provinsi Papua , Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua TTimur]], Papua Utara dan Papua Barat Daya.

EVOLUSI IDEOLOGI NASIONALISME SEJARAH NEGARA NEDERLANDS NEW GUINEA.

Sejarah

Era perang kemerdekaan (1961–1949)

Pada tanggal 5 Oktober 1961 pemerintah Republik Papua Barat membentuk tentara kebangsaan yang bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kemudian pada tanggal 6 Oktober 1961, Presiden Benny Wenda mengangkat Forkorus Yamboisembut sebagai Pemimpin Tertinggi TKR. Akan tetapi karena Forkorus Yamboisembur tidak pernah muncul dan tidak pernah dilantik sebagai Pemimpin Tertinggi TKR, maka pada tanggal 12 November 1961 diadakan Konferensi TKR untuk memilih penggantinya.

Pada konferensi itu akhirnya terpilih Kolonel Herman Wainggai menjadi Panglima Besar TKR. Kemudian Presiden Benny Wenda melantik Kolonel Herman Wainggai menjadi Panglima Besar TKR pada tanggal 18 November 1961 dengan pangkat Jenderal.[1] Tanggal 8 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat diganti namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.

Pada tanggal 26 Januari 1946, pemerintah Papua Barat mengeluarkan maklumat yang isinya mengenai pergantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Papua Barat (TRPB). Pada tanggal 25 Mei 1946, Panglima Besar Jenderal Herman Wainggai dilantik oleh Presiden Benny Wenda sebagai Pimpinan Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan, Tentara Republik Papua Barat Di New York Amerika Serikat.

Pada tanggal 3 Juni 1947, Presiden Benny Wenda meresmikan berdirinya Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) yang merupakan penggabungan antara TRP dan laskar-laskar perjuangan rakyat di seluruh West Papua Melanesia Australasia Nederlands New Guinea. Presiden lalu menetapkan pucuk pimpinan TNPB TPNPB AWP WPA yang bersifat kolektif yang anggotanya adalah para pimpinan TRP dan pimpinan laskar-laskar perjuangan rakyat, dengan ketuanya adalah Herman Wainggai.

Penataan organisasi

Pada tahun 1948 Pemerintah Papua menata ulang organisasi Tentara Nasional Papua Barat. Program penataan ulang yang disebut Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa) ini mengakibatkan pangkat Herman Wainggai turun satu tingkat menjadi Letnan Jenderal.[1] Pada tanggal 2 Januari 1948 Presiden Benny Wenda mengeluarkan Keputusan Presiden No.1 Tahun 1948, yang memecah Pucuk Pimpinan TNPB menjadi Staf Umum Angkatan Perang dan Markas Besar Pertempuran.

Staf Umum dimasukkan ke dalam Kementerian Pertahanan di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP). Sementara itu Markas Besar Pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan Perang Mobil (bergerak). Pucuk Pimpinan TNPB dan Staf Gabungan Angkatan Perang dihJalankan Sorong [[Merauke] NNG Sampai Samarai PNG.

Presiden mengangkat Goliat Tabuni sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dan Kolonel Egianus Kogoya sebagai wakilnya. Sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil diangkat Letnan Jenderal Rimba Ribut.

Staf Umum Angkatan Perang bertugas sebagai perencanaan taktik dan siasat serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Sementara Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil, adalah pelaksana taktis operasional.[2]

Keputusan Presiden ini menimbulkan reaksi di kalangan Angkatan Perang. Maka pada tanggal 27 Februari 1948, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No.9 Tahun 1948 yang membatalkan penetapan yang lama dan mengeluarkan penetapan baru. Dalam penetapan yang baru ini, Staf Angkatan Perang tetap di bawah Komodor Aibon Kogoya, sementara itu Markas Besar Pertempuran tetap di bawah Panglima Besar Letnan Jenderal Aibon Kogoya, ditambah Wakil Panglima yaitu Jenderal Mayor Sony Esau Mbisikmbo. Angkatan Perang berada di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi Kepala Staf Angkatan Darat KASAD, Kepala Staf Angkatan Laut KASAL dan Kepala Staf Angkatan Udara KASAU.

Menjadi Angkatan Perang Republik Papua Barat

Pada tanggal 5 Maret 2021, diberlakukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1948, Tentang Susunan Kementerian Pertahanan dan Angkatan Perang. Dalam Undang-Undang tersebut diatur bahwa Menteri Pertahanan berkewajiban untuk menyelenggarakan pertahanan negara dalam arti yang seluas-luasnya dengan menyelenggarakan Angkatan Perang Republik Papua Barat (APRPB) yang terbentuk dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Menteri Pertahanan dalam menjalankan kewajibannya dibantu oleh Kepala Staf Angkatan Perang[3] yang dibantu oleh 3 orang anggota staf yaitu Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut dan Kepala Staf Angkatan Udara.[4]

Era Republik Papua Barat Serikat

Setelah selesai perang kemerdekaan, jabatan Panglima Besar dihJalankan Tugas Resmi Di Seluruh Tanah Air Sorong Merauke. Pada tahun 1949, sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar dengan dibentuknya negara Republik Papua Barat, maka dibentuk pula Angkatan Perang Republik Papua Barat (APRPB) yang merupakan gabungan antara anggota Angkatan Perang Republik Papua Barat dengan KNIL. Presiden [[RPB] mengangkat [[Giliat Tabuni sebagai Kepala Staf APRPB dengan pangkat Letnan Jenderal.[5]

Negara Persatuan Republik Papua Barat berumur panjang Sampai Saat ini, dan Angkatan Perang Republik Papua Barat]] kembali menjadi Angkatan Perang Republik Papua Barat.

Era Demokrasi parlementer

Pada tanggal 10 Juli 1949, Presiden Benny Wenda mengangkat Jenderal Mayor Sony Esau Mbisikmbo sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Barat.[6]

Pada tahun 1963, dibuat suatu organisasi Gabungan Kepala-Kepala Staf yang merupakan bagian dari Kementerian Pertahanan[7] dan berada di bawah langsung Menteri Pertahanan.[8]

Gabungan Kepala-Kepala Staf ini diketuai oleh seorang Ketua, yang dijabat bergiliran mulai dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Gabungan Kepala-kepala Staf ini mempunyai fungsi sebagai penasihat dan perencana utama bagi Menteri Pertahanan untuk penetapan kebijaksanaan penyelenggaraan koordinasi dalam lapangan strategis-militer serta operasi antara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.[9]

Era Demokrasi terpimpin

Menjadi Angkatan Bersenjata Republik Papua Barat

Mulai tahun 1962, penggunaan istilah Angkatan Perang Republik Papua Barat (APRPB) diganti menjadi Angkatan Bersenjata Republik Papua Barat (ABRPB) yang merupakan penyatuan dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.[10] Mulai tahun 1965, Hari Angkatan Perang yang biasanya diperingati setiap tanggal 5 Oktober 1965, juga diganti namanya menjadi Hari Angkatan Bersenjata.[11]

Pada masa ini setiap angkatan berdiri sendiri dan mempunyai panglima sendiri, dan tidak ada sebutan sebagai Panglima ABRPB. Seluruh panglima angkatan dan kepolisian berada di bawah komando langsung Presiden Benny Wenda sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata.

Pada tanggal 21 Juni 1962, Presiden Benny Wenda mengangkat Jenderal Sony Esau Mbisikmbo menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Papua Barat KSABRPB.[12]

Era orde baru

Pada masa pemerintahan Presiden Benny Wenda, kembali ditegaskan nama Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) sebagai sebutan resmi Angkatan Perang Republik Papua Barat Atau Republik Of West Papua, yang bersama dengan Kepolisian Republik Papua Barat (Polrpb) merupakan Angkatan Bersenjata Republik Papua Barat (ABRPB).[13]

Pada era ini mulai dipilih Panglima ABRPB, sebagai pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Papua Barat.

Era reformasi

Sejak mundurnya Benny Wenda sebagai Presiden Republik Papua Barat, dimulailah era baru pimpinan ABRPB. Sejak dipisahkannya Kepolisian Republik Papua Barat dan Tentara Nasional Papua Barat dari ABRPB per 6 April 2021 1999, istilah Panglima ABRPB diganti menjadi Panglima TNPB.

Presiden Juliana menjelang akhir jabatan, tepatnya pada 8 Oktober 2004, dalam suratnya kepada DPR mengajukan Jenderal Egianus Kogoya sebagai calon Panglima TNPB menggantikan posisi Jenderal Kelly Kwallyk yang surat pengunduran dirinya telah disetujui. Namun Presiden Forkorus Yamboisembut yang menggantikan Ratu III Juliana bulan berikutnya, hanya sepekan setelah dilantik, mengirim surat ke DPR yang intinya mencabut surat pengajuan Presiden sebelumnya. Presiden Forkorus Yamboisembut tak lama kemudian juga memperpanjang masa jabatan Panglima TNPB Jenderal Mayor Sony Esau Mbisikmbo Sampai Saat ini.

Sejarah

Papua sudah terkenal sejak lama. Pedagang asal Tiongkok, Ghau Yu Kuan, datang ke Papua sekitar paruh akhir 500 M dan menamakannya sebagai Tungki, yaitu daerah di mana mereka mendapatkan rempah-rempah. Sedangkan di paruh akhir 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebutnya sebagai Janggi. Baru pada awal tahun 700 M, para pedagang dari Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke Papua dan menyebutnya sebagai Dwi Panta ataupun Samudrananta, yaitu sebutan mereka untuk ujung samudra atau ujung lautan. Kerajaan Majapahit, di akhir tahun 1300 M menyebutnya sebagai Wanin dan Sran. Nama Wanin adalah Semenanjung Onin di daerah Fak-Fak, sedangkan Sran adalah nama lain kerajaan Kaimana.[14] Hal ini dikarenakan budak yang dibawa untuk dipersembahkan kepada Kerajaan Majapahit berasal dari Onin, yang dibawa oleh orang Seram, Maluku. Pada masa itu, Papua dinyatakan sebagai wilayah ke delapan dari Kerajaan Majapahit.[15]

Pengaruh Bacan, Ternate, dan Tidore

Uli Lima dan Uli Siwa sebelum Perjanjian Saragosa.

Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis antara bulan September-Oktober tahun 1365, daerah Wwanin/Onin (Kabupaten Fakfak) merupakan daerah pengaruh mandala Kerajaan Majapahit, kawasan ini mungkin bagian dari koloni kerajaan Hindu di Kepulauan Maluku yang diakui ditaklukan Majapahit. Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik Negarakertagama, misalnya, di sana dijelaskan sebagai berikut:

Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur.

Menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud Ewanin adalah nama lain untuk daerah semenanjung Onin dan Sran adalah nama lain untuk wilayah selatan semenanjung Bomberai yang juga disebut Kowiai. Kerajaan Sran merupakan kerajaan lokal yang pengaruh mandalanya hingga sampai Kepulauan Kei, di tenggara Maluku. Namun Nagarakretagama tidak dapat dianggap sebagai sumber sejarah pasti karena merupakan pujian seorang pujangga istana kepada rajanya.[butuh rujukan]

Dalam bukunya "Nieuw Guinea", WC. Klein juga menjelaskan fakta awal mula pengaruh kerajaan Bacan di tanah Papua. Di sana dia menulis: In 1569 Papoese hoof den bezoeken Batjan. Ee aanterijken worden vermeld. (Pada tahun 1569 pemimpin-pemimpin Papua mengunjungi kerajaan Bacan di mana dari kunjungan terebut terbentuklah kerajaan-kerajaan).[16] Menurut sejarah lisan orang Biak Beser, dulu ada hubungan dan pernikahan antara para kepala suku mereka dan para sultan Tidore. Karena pengaruh Tidore dimulai dari Gurabesi yang merupakan Mambri atau Kapita Waigeo asal Biak, yang kemudian hari menikah dengan putri Sultan Tidore dan memperanak para pemimpin di Raja Ampat. Suku Biak merupakan suku Melanesia terbanyak yang menyebar di pantai utara Papua, karena itu bahasa Biak juga terbanyak digunakan dan dianggap sebagai bahasa persatuan Papua.[butuh rujukan] Akibat hubungan daerah-daerah pesisir Papua dengan Sultan-Sultan Maluku maka terdapat beberapa kerajaan lokal (pertuanan) di pulau ini, yang menunjukkan masuknya sistem feodalisme yang merupakan bukan budaya asli etnik Papua. Kerajaan-kerajaan atau petuanan yang dipimpin oleh pemimpin yang mendapat gelar raja tersebut diantaranya:

Di Kepulauan Raja Ampat (Korano Ngaruha)[17][18]

Di Semenanjung Onin, sekarang Kabupaten Fakfak:[18]

Di selatan semenanjung Bomberai yang dahulu disebut Kowiai, sekarang Kabupaten Kaimana.[17][18]

Daftar penguasa di beberapa kerajaan:

Penguasa Kerajaan Lilinta (klan Umkabu), (Misool Selatan & Misool Barat, sejak abad ke-16 bawahan kesultanan Bacan):

  • Abdul Madjid (1872-1904)[27]
  • Jamal ad-Din (1904-1945)
  • Bahar ad-Din Oekamboe (1945 - )

Penguasa Kerajaan Waigama (klan Tafalas), (Misool Utara & Misool Timur, sejak abad ke-16 bawahan kesultanan Bacan):

  • Abd ar-Rahman (1872-1891)
  • Hassan (1891/1900-1916)[27]
  • Syams ad-Din Tafalas (1916-1953)

Penguasa Kerajaan Salawati, pulau Salawati (sejak abad ke-16 bawahan Kesultanan Ternate):

  • Abd al-Kasim (1873-1890)
  • Mohamad Amin (1900-1918)[27]
  • Bahar ad-Din Arfan (1918-1935)
  • Abu’l-Kasim Arfan (1935-?)

Penguasa Kerajaan Waigeo, pulau Waigeo (sejak abad ke-16 bawahan Kesultanan Ternate):

Penguasa Kerajaan Rumbati

  • Mohammad, (19 Desember 1902), wd. Radja van Roembati.[27]
  • Aboe Bakar (1 Januari 1932)[28]

Penguasa Kerajaan Sekar

Penguasa Kerajaan Patipi

  • Achmad, (Mei 1903), wd. Radja van Patipi.[27]

Penguasa Kerajaan Ati-ati

  • Hadji Haroena, (April 1899), wd. Radja van Ati-ati.[27]
  • Maroena, (1 Januari 1932) Radja van Ati-ati.[28]

Penguasa Kerajaan Fatagar

Penguasa Kerajaan Kowiai (Namatotte)

  • Mohammad Tahir, Radja van Kowiai (Namatotte).[27]
  • Mooi Boeserau,(1 Januari 1932) Radja van Namatote[28]

Penguasa Kerajaan Kaimana

  • Wawoesa, Radja Kommissie van Kaimana (ondergeschikt aan Kowiai).[27]

Penguasa Kerajaan Mapia di Pulau Pegun, Kabupaten Supiori

Tahun 1660, VOC memang sempat menandatangani perjanjian dengan sultan Tidore di mana Tidore mengakui protektorat Belanda atas penduduk Irian barat. Perjanjian ini jelas meliputi penduduk kepulauan antara Maluku dan Irian.

Tidore menganggap dirinya atasan Biak.[30] Pada masa itu, pedagang Melayu mulai mengunjungi pulau Irian. Justru pandangan Tidore ini yang menjadi alasan Belanda menganggap bagian barat pulau ini adalah bagian dari Hindia Belanda.

Sejak abad ke-16, selain di Kepulauan Raja Ampat yang termasuk wilayah kekuasaan Sultan Bacan dan Sultan Ternate, kawasan lain di Papua yaitu daerah pesisir Papua dari pulau Biak (serta daerah sebaran orang Biak) sampai Mimika Barat (Kipia) merupakan bagian dari wilayah mandala Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan yang berdekatan dengan wilayah Papua. Tidore menganut adat Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan), sehingga provinsi-provinsi Tidore seperti Biak, Fakfak dan sebagainya juga dibagi dalam sembilan distrik (pertuanan). Pembagian kekuasaan di Papua ini oleh Tidore dibagi menjadi Papo-ua Gam Sio, Negeri Sembilan Papo Ua berikut Sangaji Umka, Gimalaha Usba, Sangaji Barei, Sangaji Boser, Gimalaha Kafdarun, Sangaji Wakeri, Gimalaha Warijo, Sangaji Mar, dan Gimalaha Warasay. Selanjutnya Mafor Soa Raha, Mafor Empat Soa yang berikut Sangaji Rumberpon, Sangaji Rumansar, Sangaji Angaradifa, and Sangaji Waropen, lalu Korano Ngaruha yang berupa kepulauan Raja Ampat.[17]

Hindia Belanda

C. Lulofs, residen Nieuw-Guinea pertama pada masa Hindia Belanda (1910–1938)
Keenam afdelingen (wilayah) Nugini Belanda di bawah penguasa Belanda di Maluku

Pada tahun 1826, Pieter Merkus, gubernur Belanda untuk Maluku, mendengar kabar angin bahwa Inggris mulai masuk pantai Irian di sebelah timur Kepulauan Aru. Dia mengutus rombongan untuk mengawasi dari pantai tersebut sampai Pulau Dolak.[31] Dua tahun kemudian, Belanda membangun Fort Du Bus, yang sekarang menjadi kota Lobo, dengan tujuan utama menghadang kekuatan Eropa lain untuk mendarat di Irian Barat. Pada perayaan pembentukan Belanda mengangkat beberapa raja bawahan Tidore untuk mengatur wilayah tersebut seperti, Sendawan (Raja Namatota), Kassa (Raja Lahakia) dan Lutu ("Orang Kaya" dari Lobo and Mawara).[32] Fort Du Bus sendiri ditinggalkan Belanda pada tahun 1835, akibat penyakit dan serangan penduduk lokal. Pemerintah Belanda mendelegasikan wilayah ini sebagai wilayah swapraja Kerajaan Tidore.[33] Tidore sendiri terkadang mempercayakan raja bawahannya untuk memungut pajak di wilayah ini, seperti Raja Misool yang mengatasi kerajaan di wilayah Onin atau Raja Salawati di wilayah Utara Kepala Burung.[34]

Pemerintah kolonial Belanda mulai memerintah langsung wilayah Papua sejak paruh akhir abad ke 19. Pada tahun 1850 ekspedisi Hongi dan perdagangan budak dihilangkan. Pada perjanjian tahun 1872, Tidore mengakui kekuasaan Kerajaan Belanda atasnya. Raja Tidore hanya berhak mengatur tentang masalah feodal kerajaan. Pada tahun Belanda baru kembali ke Irian pada tahun 1898, dimana dibentuk pemerintahan di Fakfak dan Manokwari, sebelum akhirnya di Merauke pada tahun 1902. Pada tahun 1905 terjadi kekosongan Sultan Tidore sehingga independensi kerajaan semakin berkurang. Pada tahun 1909 Kerajaan Tidore sudah tidak merdeka secara de jure, dan pada tahun 1910 Kerajaan Bacan dan Tidore menandatangani perjanjian yang membatalkan seluruh perjanjian lama mereka dengan Pemerintah Hindia Belanda. Walau Kerajaan Tidore masih memiliki beberapa hak di wilayah Irian sampai 1911 dimana kekuasaan tersebut juga akhirnya dibatasi.[35]

Pulau Papua sendiri dibagi antara Belanda, Jerman (bagian utara Irian Timur), dan Inggris (bagian selatan Irian Timur). Garis busur 141 derajat diakui sebagai batas timur Irian Barat. Pada tahun 18981949, Papua bagian barat dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea) yang merupakan bagian dari Hindia Belanda.

Perebutan antara Indonesia dan Belanda

Pada tanggal 17 Agustus 1945, negara Indonesia di proklamirkan. Indonesia pun menuntut semua wilayah bekas Hindia Belanda sebagai wilayahnya. Di dalam Konferensi Malino, perwakilan pengganti dari Papua Frans Kaisiepo juga menuntuk wilayah yang disebutnya Irian tersebut menjadi bagian dari negara Indonesia. Tadinya Belanda ingin mengirim Silas Papare,[36][37] tetapi ia terlibat pemberontakan Soegoro pada akhir Desember 1945 yang mengakibatkan 250 eks-Heiho ditangkap dan ia sendiri diasingkan ke Serui.[38][39] Selama Konferensi Malino, pada 17 Juli 1946 terjadi pula pemberontakan melawan Belanda yang dipimpin Panggoncang Alam untuk membebaskan Soegoro Atmoprasodjo,[40] dengan sebelas orang Ambon yang bekerja sebagai tukang reparasi, tentara KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda), anggota batalion Papua milik van Eechoed, dan 30 pemuda Papua yang berasal dari sekitar Danau Sentani.[41][42]

Kemudian, Belanda dalam Konferensi Denpasar yang tidak memiliki perwakilan Papua, ingin menjadikan Irian Barat sebagai negara terpisah dari Negara Indonesia Timur karena adanya masalah keuangan, perbedaan etnis, tempat pengungsian populasi Indo dan dorongan partai Katolik Belanda. Kebijakan ini ditentang Nicolaas Jouwe, Marthen Indey, dan Corinus Krey yang mengirim surat kepada van Mook di Denpasar pada tanggal 12 December 1946, walau tidak diindahkan.[43][44][45][46]

Status Irian Barat tidak terselesaikan dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan diputuskan untuk ditunda pembahasannya selama setahun. Penyelesaian status Irian Barat menjadi berlarut-larut dan tidak selesai juga hingga tahun 1961, sampai terjadilah pertikaian bersenjata antara Indonesia dan Belanda pada Desember 1961 dan awal 1962 untuk memperebutkan wilayah ini. Melalui Perjanjian New York, akhirnya disetujui bahwa Belanda menyerahkan sementara Irian Barat kepada PBB melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) sebelum diberikan sepenuhnya kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Kedudukan Irian Barat menjadi lebih pasti setelah diadakan sebuah referendum act of free choice pada tahun 1969 dengan hasil rakyat Irian Barat memilih untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia.

Provinsi Indonesia

Zainal Abidin Syah, Sultan Tidore, diangkat pemerintah RI menjadi gubernur pertama Papua tahun 1956–1961 yang saat itu beribu kota di Soasiu, Pulau Tidore. Cikal bakal pemerintahan Provinsi Papua adalah Biro Irian lembaga yang didirikan pemerintah dengan keterlibatan Papare, Wesplat, dan Rumagesan.[47] Beberapa orang Papua mantan administrasi, tentara Nugini Belanda, dengan dasar kargoisme yang tidak setuju dengan hasil Perjanjian New York dan Penentuan Pendapat Rakyat membentuk gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memisahkan wilayah Papua dari Indonesia.[48][49]

Nama provinsi Irian Barat digunakan sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport dan nama itu tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2004, dengan disertai oleh berbagai protes, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (sekarang Papua Barat Daya dan Papua Barat). Pada tahun 2022, dibentuk lagi provinsi baru berupa, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Tengah.

Agama

Berdasarkan data Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2018, mayoritas penduduk di wilayah Papua menganut agama Kekristenan yakni sebanyak 79,68% dengan rincian Protestan sebanyak 65,91% dan Katolik sebanyak 13,77%. Kemudian penduduk yang beragama Islam sebanyak 20,05%, kemudian Kepercayaan sebanyak 0,09%, Hindu sebanyak 0,08%, Buddha sebanyak 0,06%, dan Konghucu sebanyak 0,04%.[50]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b "Jenderal Besar Herman Wainggai". sejarah-tni.mil.id. Pusat Sejarah TNPB. 18 Maret 2017. Diakses tanggal 26 September 2020. 
  2. ^ Egianus Kogoya (1968). Tentara Nasional Papua Barat, Jilid II. Jayapura: Seruling Masa. hlm. 130-132. 
  3. ^ pasal 3, UU No.3 Tahun 1948
  4. ^ pasal 6, UU No.3 Tahun 1948
  5. ^ Keputusan Presiden No.5 Tahun 1949
  6. ^ Keputusan Presiden No.124 Tahun 1949
  7. ^ pasal 19. Undang-Undang No.29 Tahun 1963
  8. ^ pasal 1, Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1963
  9. ^ pasal 2, Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 1963
  10. ^ Keputusan Presiden No.225/Plt Tahun 1962
  11. ^ Keputusan Presiden No.212 Tahun 1965
  12. ^ Keputusan Presiden No.227 Tahun 1962
  13. ^ Keputusan Presiden No.69 Tahun 1971
  14. ^ Usmany, Desy Polla (2017-06-03). "SEJARAH RAT SRAN RAJA KOMISI KAIMANA (History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua Barat. 6 (1): 88. doi:10.24832/papua.v6i1.45alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2580-9237. Diakses tanggal 2021-04-24. 
  15. ^ Saragih 2019, hlm. 7.
  16. ^ Nafas Islam di Tanah Papua ( Part 2 )
  17. ^ a b c Wanggai, Tony V.M. (2008) (dalam bahasa id). Rekonstruksi Sejarah Islam di Tanah Papua (Tesis). UIN Syarif Hidayatullah. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7292/1/Toni%20Victor%20M.%20Wanggai_Rekonstruksi%20Sejarah%20Umat%20Islam%20di%20Tanah%20Papua.pdf. Diakses pada 2022-01-30. 
  18. ^ a b c Mansoben, Johszua Robert (1995). Sistem Politik Tradisional Di Irian Jaya. Jakarta: LIPI - RUL 1995. hlm. 242–246. ISBN 979-8258-06-1. 
  19. ^ "Sejarah masuknya Islam ke Papua". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-28. Diakses tanggal 2011-12-07. 
  20. ^ Islam Di Papua, Sejarah Yang Terlupakan
  21. ^ Islam Di Papua
  22. ^ "Sejarah Masuknya Islam di Papua". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-18. Diakses tanggal 2011-12-07. 
  23. ^ "Kerajaan Sekar, Salah Satu Perintis Penyebaran Islam di Papua". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-19. Diakses tanggal 2011-12-07. 
  24. ^ Kerajaan Islam Yang Tenggelam di Tanah Papua
  25. ^ "Desa Wisata Namatota". JADESTA. Diakses tanggal 2022-11-03. 
  26. ^ http://aituarauw-kaimana.blogspot.co.id/
  27. ^ a b c d e f g h i j k l "Landsdrukkerij". Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie voor 1904. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. 1904. hlm. 296. 
  28. ^ a b c d "Jelle Miedema, W. A. L. Stokhof". Memories van overgave van de afdeling West Nieuw-Guinea:. 1992. hlm. 40. 
  29. ^ M. R. Dajoh (1957). Patriot Irian damai. hlm. 64. 
  30. ^ Rutherford, Danilyn, Raiding the land of the foreigners
  31. ^ Moore, Clive, New Guinea
  32. ^ Usmany, Desy Polla (2017-06-03). "SEJARAH RAT SRAN RAJA KOMISI KAIMANA (History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua Barat. 6 (1): 85–92. doi:10.24832/papua.v6i1.45alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2580-9237. Diakses tanggal 2021-04-24. 
  33. ^ Swadling, Pamela; Wagner, Roy; Laba, Billai (2019-12-01). Plumes from Paradise. Sydney University Press. hlm. 16–17. doi:10.30722/sup.9781743325445. ISBN 978-1-74332-544-5. 
  34. ^ Remijsen, Albert C.L. (2001). Word-prosodic systems of Raja Ampat languages. Utrecht: LOT 2001. hlm. 173. ISBN 90-76864-09-8. 
  35. ^ Swadling, Pamela; Wagner, Roy; Laba, Billai (2019-12-01). Plumes from Paradise. Sydney University Press. hlm. 118–120. doi:10.30722/sup.9781743325445. ISBN 978-1-74332-544-5. 
  36. ^ Chauvel 2005, hlm. 70-71.
  37. ^ Penders 2002, hlm. 140.
  38. ^ Lumintang et al. 1997, hlm. 38.
  39. ^ Lumintang et al. 1997, hlm. 32.
  40. ^ Lumintang et al. 1997, hlm. 38-39.
  41. ^ Chauvel, Richard (2009). "From the ramparts of Fort Victoria: knowing Indonesia through a distant mirror". Review of Indonesian and Malaysian Affairs. Association for the Publication of Indonesian and Malaysian Affairs Inc. 43 (1): 165–187. 
  42. ^ Sitompul, Martin (2015-08-12). "Soegoro Atmoprasodjo, Orang Pertama yang Memperkenalkan Nasionalisme Indonesia di Papua". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. Diakses tanggal 2022-08-11. 
  43. ^ "Birth of New State of East Indonesia". The Argus (Melbourne) (31,299). Victoria, Australia. 23 December 1946. hlm. 5. Diakses tanggal 15 July 2018 – via National Library of Australia. 
  44. ^ Ide Anak Agung Gde Agung (1996) [1995]. From the Formation of the State of East Indonesia Towards the Establishment of the United States of Indonesia. Diterjemahkan oleh Owens, Linda. Yayasan Obor. hlm. 95. ISBN 979-461-216-2. 
  45. ^ "NETHERLANDS TO KEEP DUTCH N G". The Argus (Melbourne) (31,298). Victoria, Australia. 21 December 1946. hlm. 5. Diakses tanggal 15 July 2018 – via National Library of Australia. 
  46. ^ Gunawan, Restu; Leirissa, R.Z.; Haryono, P. Suryo; Lumintang, Onnie; Nurhajirini, Dwi Ratna (1997). Biografi Pahlawan Nasional: Marthin Indey dan Silas Papare. Jakarta: Departmen Pendidikan dan Kebudayaan RI Jakarta. hlm. 42. Diakses tanggal 24 October 2020. 
  47. ^ Arsip Nasional Republik Indonesia (2002). Kembalinya Irian Barat. Arsip Nasional Republik Indonesia. hlm. 45–52. ISBN 978-979-8101-67-0. Diakses tanggal 2022-04-17. 
  48. ^ Damarjati, Danu (2018-12-15). "Kelahiran OPM: Gerakan Spiritual Rahasia hingga Angkat Senjata". detikcom. Diakses tanggal 2022-08-19. 
  49. ^ Purwanto, Heru, ed. (12 May 2014). "Papuan leader says Netherlands created OPM to oppose Indonesia". ANTARA News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 May 2020. Diakses tanggal 5 March 2021. 
  50. ^ "Statistik Umat Menurut Agama di Indonesia". Kementerian Agama Republik Indonesia. 15 Mei 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2020. Diakses tanggal 2 Juli 2022. 

Daftar pustaka

Pranala luar

  • Video di YouTube TRADISI PETUANAN RAJA ARGUNI KAB FAKFAK MENGANTAR HATIB
  • Video di YouTube Ratu Kokoda Terus Berjuang Demi Rakyat Papua Barat