Candi Arjuna
Candi Arjuna ꦕꦤ꧀ꦢꦶꦄꦂꦗꦸꦤ | |
---|---|
Informasi umum | |
Gaya arsitektur | Candi Jawa Tengahan |
Kota | Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. |
Negara | Indonesia |
Koordinat | 7°12′18″S 109°54′25″E / 7.2050892°S 109.9068403°E |
Rampung | 809 |
Cagar budaya Indonesia Percandian Dieng | |
Peringkat | Nasional |
Kategori | Kawasan |
No. Regnas | CB.1408 |
Lokasi keberadaan | Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah |
No. SK |
|
Tanggal SK |
|
Pemilik | Tanah Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakalan Jawa Tengah |
Nama sebagaimana tercantum dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya |
Candi Arjuna adalah sebuah bangunan candi Hindu yang terletak di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia.
Candi Arjuna merupakan salah satu bangunan candi di Kompleks Percandian Arjuna, Dieng. Candi Arjuna diperkirakan sebagai candi tertua, candi ini diperkirakan dibangun pada abad 8 Masehi oleh Dinasti Sanjaya dari Mataram Kuno. Di kompleks ini juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian di kompleks tersebut. Sementara itu, Candi Semar adalah candi perwara atau pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua bangunan candi ini saling berhadapan.
Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan nama tokoh pewayangan Mahabarata sebagai nama candi.
Selain itu, tempat tersebut dijadikan sebagai tuan rumah Dieng Cunture Festival.[1]
Arsitektur
[sunting | sunting sumber]Candi Arjuna menghadap ke barat, di mana terdapat tangga menuju pintu masuk candi yang berada di bagian barat candi. Terdapat delapan anak tangga menuju bagian pintu candi di mana di bagian pinggir tangga terdapat penil dengan ujung berkepala naga. Bagian pintu candi terdapat bilik penampil selebar satu meter. Di atas pintu terdapat ukiran kalamakara. Dan di bagian atap dari ruang penampil berbentuk lancip seperti rumah limasan pada umumnya.[2]
Di samping ruang penampil terdapat bilik penampil yang berada di kedua sisi bagian depan candi. Di mana biasanya diletakkan arca di bagian bilik penampil. Di atas bilik penampil juga terdapat ukiran kalamakara tanpa rahang yang terlihat melotot. Di bagian samping bilik penampil terdapat bingkai dengan ukiran bunga kertas khas India, sedangkan pada bagian bawah bingkai terdapat ukiran kepala naga. Di bagian utara, timur dan selatan dinding candi terdapat relung yang biasanya digunakan untuk meletakkan arca. Di atas relung ini juga teradapat ukiran kalamakara. Serta di bagian sekitar relung teradapat bingkai yang mengelilingi relung. Bagian samping relung terdapat ukiran berbentuk bunga kertas. Sedangkan di bagian bawah relung dibingkai dengan ukiran naga dengan mulut menganga. Setelah itu, di bawah relung, terdapat jalawara yang terletak di tengah bagian bawah candi ini.[2]
Bagian atap Candi Arjuna memiliki bentuk seperti piramida yang mengerucut tetapi lebih tinggi, dan semakin ke atas ukurannya semakin kecil. Terdapat tiga tingkat, di mana setiap tingkat memiliki bilik penampil dengan ukuran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan bilik penampil di bagian dinding candi. Semakin ke atas, bilik penampil juga semakin kecil, yang berada tepat di tengah-tengah setiap sisi candi. Di setiap sudut bagian atap candi terdapat hiasan yang memiliki bentuk mahkota bulat dengan ujung runcing. Namun, saat ini hiasan di setiap ujung atap banyak yang sudah rusak.[2]
Di bagian dalam candi ini terdapat ruang untuk menaruh sesaji, atau yang biasa disebut dengan yoni. Yoni tersebut berbentuk segi empat dengan bentuk mirip seperti meja, di mana di bagian atas lebih menjorok keluar. Di bagian atas terdapat lubang yang juga berbentuk segi empat, di mana lubang ini berfungsi untuk menampung air dari atap candi. Apabila air di lubang ini sudah penuh, air akan mengalir melalui jalur yang sudah disediakan, lalu dialirkan menuju bagian lingga yang kemudian dialirkan menuju bagian luar candi.[2]
Di kelompok candi Arjuna ditemukan bekas-bekas pondasi, bangunan-bangunan, dan benda-benda yang bernilai sejarah kepubakalaan. Salah saitu diantaranya yang ditemukan di belakang Candi Puntadewa, seperti periuk bundar berkaki. Di kompleks ini juga pernah ditemukan inskripsi yang berangka tahun saka 731 atau 890 M.[3]
Pemeliharaan dan pemanfaatan
[sunting | sunting sumber]Lingkungan sekitar candi juga kurang mendukung pemeliharaan. Lahannya sudah lama digarap penduduk untuk lahan pertanian tanaman kentang, sayur-mayur, dan bunga-bungaan.
Saat ini, para wisatawan yang mengunjungi Candi Arjuna atau juga candi-candi lainnya tak akan menjumpai arca atau patung yang biasa dijumpai di dalam candi. Sebagian besar arca-arca tersebut disimpan di Museum Kailasa.[4]
Mulai tahun 2010, kompleks Candi Arjuna mulai digunakan untuk pengembangan wisata yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Perayaan ini dinamakan Dieng Culture Festival. Selain itu, acara tahunan lainnya yang dilaksanakan bersamaan dengan perayaan ini adalah Jazz Atas Awan.[5]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Kesatuan Candi Arjuna dan Candi Semar.
-
Tampak depan.
-
Relung di sisi utara dengan cerat di bagian bawah.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Nurlaili, Aulia Putri (2021-09-29). "15 Tempat Wisata di Banjarnegara Jawa Tengah, Nomor 6 Konon Bisa Bikin Awet Muda". iNews.ID. Diakses tanggal 2023-10-01.
- ^ a b c d "Sejarah Candi Arjuna Dieng Wonosobo (Jawa Tengah)". Diakses tanggal 15 Maret 2019.
- ^ Mertadiwangsa, S. Ardisarwono (2013). Banjarnegara, Sejarah dan Babadnya. Banjarnegara: Pemda Kabupaten Banjarnegara. hlm. 316. ISBN 978-602-991-8-32-8.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaWisata
- ^ "Candi Arjuna, Pesona Mahakarya Mataram Kuno di Dataran Tinggi Dieng". Diakses tanggal 15 Maret 2019.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) "Kondisi Candi Arjuna Semakin Memprihatinkan" Diarsipkan 2007-03-12 di Wayback Machine., KOMPAS, 3 Oktober 2005
- (Indonesia) "Candi Arjuna di Dieng Terancam Ambruk"[pranala nonaktif permanen], Media Indonesia, 8 Agustus 2005
- (Indonesia) "Konservasi Situs Purbakala Dieng Masih Dilematis", KOMPAS, 8 September 2005