Lompat ke isi

Klasifikasi tanah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berbagai jenis tanah hasil klasifikasi tanah.

Klasifikasi tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan kategorisasi tanah berdasarkan karakteristik yang membedakan masing-masing jenis tanah. Klasifikasi tanah merupakan sebuah subjek yang dinamis yang mempelajari struktur dari sistem klasifikasi tanah, definisi dari kelas-kelas yang digunakan untuk penggolongan tanah, kriteria yang menentukan penggolongan tanah, hingga penerapannya di lapangan. Tanah sendiri dapat dipandang sebagai material maupun sumber daya.

Prasyarat

[sunting | sunting sumber]

Manusia memiliki tabiat untuk memberi nama kepada apa saja yang ada di alam. Tujuannya untuk mempermudah pengenalan dan pembedaan suatu benda dengan benda lainnya dengan cara yang sistematis. Manusia juga mengelompokkan benda-benda yang memiliki kemiripan. Semua pengelompokan benda oleh manusia bertujuan untuk kesejahteraan manusia, begitu pula untuk sumber daya tanah. Secara visual, manusia telah membuat klasifikasi tanah sederhana. Manusia menawai suatu jenis tanah berdasarkan kawasannya, misalnya tanah rawa, tanah hutan, tanah ladang, tanah sawah dan tanah darat. Namun, seluruh penamaan ini sifatnya umum dan tidak mewakili ciri dan sifat dari tanah tersebut.[1]

Klasifikasi tanah dapat dilakukan karena tanah sendiri terbentuk melalui banyak faktor. Lima faktor utama yang membuat klasifikasi tanah dapat terjadi adalah bahan induk tanah, iklim, makhluk hidup, relief permukaan Bumi dan waktu.[2]

Klasifikasi tanah merupakan cara cerdas yang dibuat oleh para ahli tanah dalam memudahkan identifikasi jenis tanah. Tujuannya untuk mengatasi masalah pembedaan jenis tanah yang jumlahnya dapat mencapai jutaan jenis pada skala pengenalan yang terkecil.[3] Caranya dengan mengumpulkan dan mengelompokkan tanah berdasarkan kriteria-kriteria mengenai kesamaan dan kemiripan. Melalui klasifikasi tanah, sistematika pengelompokan tanah dapat diketahui.[4]

Kesamaan dan kemiripan dapat ditinjau dari segi sifat dan ciri morfologi, fisika dan kimia, serta mineralogi. Setelah dikelompokkan, masing-masing jenis tanah diberi nama agar mudah dikenal, diingat, dipahami dan digunakan. Penamaan juga bertujuan untuk dapat membedakan jenis tanah yang satu dengan yang lainnya. Klasifikasi tanah berlaku pada tanah yang berbentuk padatan dan terbuat secara alami. Bahan penyusunnya berupa bahan mineral dan bahan organik. Selain itu, klasifikasi tanah juga berlaku pada cairan dan gas yang terbentuk di permukaan Bumi. Syaratnya adalag gas dan cairan ini harus merupakan hasil dari pelapukan bahan induk. Pelapukan ini juga harus melalui proses interaksi faktor iklim, relief, makhluk hidup dan waktu serta terjadi secara berlapis-lapis. Hasil pelapukan juga harus mampu mendukung pertumbuhan tumbuhan sedalam 2 meter atau sampai batas aktivitas biologi tanah.[5]

Perluasan definisi tanah hingga ke wujud gas dan cairan dan pertumbuhan tanaman bertujuan agar klasifikasi tanah dapat mencakup tanah-tanah di wilayah Antarktika. Di Antarktika, iklim bersifat ekstrim tetapu proses pedogenesis tetap dapat berlangsung. Definisi ini membuat cakupan klasifikasi tanah termasuk pada tanaman tingkat tinggi.[6]

Klasifikasi tanah pada umumnya dibedakan menjadi klasifikasi alami dan klasifikasi teknis. Klasifikasi alami merupakan klasifikasi yang hanya dilakukan berdasarkan pada sifat tanah. Sementara tujuan dari penggunaan tanah tidak dimasukkan sebagai pertimbangan klasifikasi. Klasifikasi alami memberikan informasi dasar mengenai sifat fisika, kimia, dan mineralogi tanah pada tiap kelas tanah. Informasi ini kemudian digunakan sebagai landasan pengelolaan tanah. Sementara klasifikasi teknis memerhatikan sifat-sifat tanah yang berkaitan dengan penggunaannya pada suatu kepentingan tertentu. Misalnya pada tanah yang akan digunakan sebagai lahan perkebunan.[7]

Klasifikasi tanah tererosi

[sunting | sunting sumber]

Sifat tanah dapat berubah secara kuantitatif maupun kualitatif pada kondisi erosi dalam jangka waktu yang lama. Kedalaman tanah pada bagian permukaan akan berkurang selama erosi berlangsung secara terus-menerus. Sementara sifat tanah dan kesuburan tanah berubah akibat erosi. Pada tanah yang tererosi, klasifikasi tanah memerlukan pertimbangan atas proporsi tanah di permukaan yang hilang beserta tingkat kehilangannya.[8]

Dalam kalsifikasi tanah, terdapat beberapa tingkatan. Tingkatan yang tertinggi disebut orde. Setiap tipe dari orde diberi akhiran -sol.[9] Setelah orde, tingkatan klasifikasi tanah meliputi suborde, agrik, oksik, grup besar, subgrup, famili dan seri. Suborde ditentukan berdasarkan tingkat kelembapan tanah, bahan induk dan pengaruh regitasi. Agrik ditetapkan berdasarkan jumlah bahan organik di bawah lapisan bajak. Oksik ditetapkan berdasarkan tingkat pencampuran aluminium, besi dan mineral dengan proporsi 1:1. Grup besar ditentukan berdasarkan variasi dan karakteristik hoprison. Subgrup ditentukan berdasarkan perbedaan konsep pada taksa dan gradasi. Famili ditentukan berdasarkan ciri penting pada tanah yang berkaitan dengan pertumbuhan akar tanaman. Sedangkan seri ditentukan variasi jumlah, susunan dan ciri horison dalam profit tanah.[10]

Sistem klasifikasi

[sunting | sunting sumber]
Segitiga tekstur tanah berdasarkan ukuran partikel yang disusun oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat.

Insinyur geoteknik umumnya mengklasifikasikan tanah berdasarkan karakteristik tekniknya dan hubungannya dalam membangun pondasi dan bangunan di atasnya. Sistem klasifikasi modern didesain untuk memudahkan perkiraan sifat dan perilaku tanah berdasarkan observasi di lapangan.

Sistem klasifikasi keteknikan yang paling banyak digunakan adalah Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah. memiliki tiga kelompok utama, yaitu tanah dengan ukuran partikel kasar (mengandung pasir dan kerikil), partikel halus (tanah lempung dan tanah liat), dan tanah dengan kadar organik tinggi (misal tanah gambut). Sistem tanah untuk keteknikan lainnya yaitu Sistem Klasifikasi Asosiasi Jalan Raya Negara Bagian Amerika Serikat dan Pejabat Transportasi (Sistem Klasifikasi AASHTO) dan the Modified Burmister.[11]

Sistem Klasifikasi AASHTO

[sunting | sunting sumber]

Sistem Klasifikasi Asosiasi Jalan Raya Negara Bagian Amerika Serikat dan Pejabat Transportasi (Sistem Klasifikasi AASHTO) adalah sebuah sistem klasifikasi tanah yang dibuat pada tahun 1929. Pada tahun 1945, Sistem AASHTO telah disempurnakan dengan berbagai perbaikan. Perbaikan ini dikerjakan oleh Komite Klasifikasi Bahan untuk Tipe Jalan Tanah dan Butiran pada Badan Penelitian Jalan Raya. Tanah diklasifikan dengan kode A-1 hingga A-7. Kriteria ukuran butir standar berdasarkan kepada ayakan nomor 20. Kriteria A-4 sampai A-7 umumnya adalah lanau dan lempung.[12] Sistem AASHTO umumnya digunakan untuk perencanaan timbunan jalan sebagai penentu kualitas tanah.[13]

Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah

[sunting | sunting sumber]

Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah disempurnakan oleh Biro Reklamasi Amerika Serikat pada tahun 1952.[14] Landasan penyempurnaannya dari Sistem Klasifikasi Lapangan Udara [15] Sistem Klasifikasi Lapangan Udara awalnya dibuat oleh Arthur Casagrande pada awal tahun 1940.[16] Tujuan pembuatannya sebagai pedoman pembuatan lapangan terbang bagi Korps Zeni Angkatan Darat Amerika Serikat pada tahun 1942. Sistem Klasifikasi Lapangan Udara hanya digunakan selama Perang Dunia II.[15] Pada tahun 1969, American Standard Testing and Material mengadopsi Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah sebagai metode standar klasifikasi tanah. Adopsi secara resmi dinyatakan melalui penerbitan ASTM 2487.[17]

Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah mengelompokkan tanah dengan menggunakan simbol huruf tertentu.[18] Simbol yang digunakan sebanyak dua huruf.[19] Susunan simbol dalam Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah berlaku secara universal.[20] Penerapan Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah pada mekanika tanah.[21] Acuan dasar untuk klasifikasi tanah pada Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah adalah ukuran butir partikel tanah, gradasi dan plastisitas tanah.[15] Pengelompokan tanah pada Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah terbagi menjadi tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah dengan kadar organik yang tinggi.[22]

Sistem Klasifikasi USDA

[sunting | sunting sumber]

Sistem Klasifikasi USDA adalah sistem klasifikasi yang dibuat oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat. Klasifikasi berlaku pada tingkat subgrup tanah.[23]

Sistem Klasifikasi Dudal–Soepraptohardjo

[sunting | sunting sumber]

Sistem Klasifikasi Dudal–Soepraptohardjo didasarkan pada sifat-sifat morfologi tanah yang dapat diukur dan dikuantifikasi. Syarat klasifikasi ada tiga, yaitu jenis bahan induk tanah, iklim dan ketinggian tempat.[24]

Sistem Tekstur Segitiga

[sunting | sunting sumber]

Sistem Tekstur Segitiga merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah pada geoteknik. Penggunaannya umum bersama dengan Sistem Klasifikasi AASHTO dan Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah.[25]

Sistem Klasifikasi Tanah FAO/UNESCO

[sunting | sunting sumber]

Sistem Klasifikasi Tanah FAO/UNESCO menggunakan hierarki tanah hingga subunit tanah tingkat ketiga. Penetapan nama untuk subunit tidak diberikan, tetapi pedoman untuk pemberian nama disediakan. Sistem Klasifikasi Tanah FAO/UNESCO direvisi pada tahun 1990 dan dapat diterapkan pada skala global dalam penggambaran legenda.[26]

Ciri pembeda

[sunting | sunting sumber]

Klasifikasi secara menyeluruh membutuhkan banyak data yang terdiri dari warna, kadar air, kekuatan tekan, dan sifat lainnya.

Warna tanah

[sunting | sunting sumber]

Dalam sistem klasifikasi tanah, warna tanah menjadi salah satu ciri pembeda tanah. Warna tanah dijadikan sebagai salah satu penciri pada Sistem Taksonomi Departemen Pertanian Amerika Serikat. Penerapannya misalnya pada orde tanah Mollisol. Tanah yang berwarna gelap ditetapkan memiliki kualitas baik. Karena tanah yang gelap memiliki kandungan bahan organik yang relatif tinggi, agregat yang stabil dan tingkat kesuburan yang tinggi.[27]

Klasifikasi tanah berdasarkan pH dapat terbagi menjadi 4 macam, yaitu tanah netral, tanah basa, tanah asam dan tanah sangat asam. Tanah netral memiliki pH sebesar 6,5–7,5 pH. Tanah basa memiliki pH lebih dari 7,5 pH. Tanah asam memiliki pH kurang dari 6,5 pH. Tanah yang sangat masam memiliki pH kurang dari 5,5 pH.[28]

Kematangan tanah

[sunting | sunting sumber]

Kematangan tanah dapat diketahui dengan cara meremas bagian tanah yang dalam keadaan basah. Tujuan klasifikasi kematangan tanah untuk mengetahui kestabilan tanah. Informasi ini berguna untuk keperluan mekanis dan teknis. Pada tanah Andosol, klasifikasi kematangan tanah penting untuk mengetahui sifat licin dari tanah.[29]

Kematangan tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu tanah matang, tanah agak matang dan tanah mentah.Tanah yang diremas dengan kekuatan penuh dan tidak ada bagian tanah yang jatuh melalui sela-sela jari, maka disebut tanah matang. Jika tanah termasuk tanah agak matang, setelah diperas akan berjatuhan beberapa bagian tanah di sela-sela tangan. Namun, sebagian besar masih berada di telapak tangan. Sedangkan ciri tanah mentah adalah jatuh ketika sedikit tenaga diberikan untuk memerasnya dan tanah jatuh dari sela-sela jari. Tanah yang tertinggal sangat sedikit di telapak tangan.[30]

Diameter butiran

[sunting | sunting sumber]

Diameter butiran tanah dijadikan sebagai ciri klasifikasi dengan mengamati kelipatan nilainya. Pada klasifikasi ini, pengelompokan berdasarkan kepada persentase jumlah kerikil, pasir, lanau dan lempung.[31]

Perlengkapan

[sunting | sunting sumber]

Alat uji penetrasi konus

[sunting | sunting sumber]

Alat uji penetrasi konus berbentuk kerucut. Diameter alat ini adalah 35,7 mm dengan sudut segitiga sebesar 60º. Penggunaan alat ini dengan cara menekan tanah secara terus-menerus dengan kecepatan 20 mm/detik secara konstan. Data hasil pengujian alat uji penetrasi konus digunakan untuk klasifikasi tanah. Jenis data yang dihasilkan oleh alat ini meliputi tahanan ujung konus, gesekan lengan, dan rasio gesekan.[32] Alat uji penetrasi konus berfungsi dengan menggunakan energi listrik.[33]

Pengumpulan data

[sunting | sunting sumber]

Pengumpulan data tanah melalui analisis tanah. Data yang dikumpulkan berupa sifat kimia, status unsur hara dan sifat fisika dari tanah. Analisis tanah setelah uji tanah kemudian digunakan untuk klasifikasi tanah.[34] Analisis kimi dan analisis fisika pada tanah dibutuhkan untuk klasifikasi taksonomi tanah secara lengkap.[35]

Klasifikasi tanah diperlukan jika tanah yang diberi deskripsi digunakan untuk tujuan tertentu.[36] Bagi perencana di bidang teknik sipil, klasifikasi tanah membantu pengarahan secara empiris atas pengalaman yang telah lalu. Namun, bantuan ini tidak bersifat mutlak karena tanah memiliki perilaku yang sukar diperkirakan. Permasalahan perilaku tanah yang tidak terduga tetap menjadi penyebab kegagalan konstruksi.[37]

Ilmu terkait

[sunting | sunting sumber]

Pedogenesis

[sunting | sunting sumber]

Pedogenesis adalah ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah beserta dengan faktor-faktor pembentuknya. Perubahan-perubahan atau evolusi yang terjadi dalam tubuh tanah juga dipelajari bersama dengan deskripsi dan interpretasi sifat-sifat profil tanah. Dalam pedogenesisi juga dipelajari pola penyebaran dari jenis-jenis tanah. Selama pembahasan pedogenesis, klasifikasi tanah dan survei tanah juga dibahas. Dalam pedogenesis, kalsifikasi tanah masuk dalam bidang pedologi. Karena adanya klasifikasi tanha, pedologi umumnya digunakan sebagai kata yang setara untuk ilmu tanah.[38]

Permasalahan

[sunting | sunting sumber]

Klasifikasi tanah yang berbeda-beda pada tiap ahli tanah menimbulkan masalah bagi pengembangan teknologi tanah. Keberagaman konsep mengenai tanah telah menjadi pengakuan umum. Karena para ahli memberikan konsepnya masing-masing atas tanah. Beberapa istilah baku telah diusulkan untuk membedakan jenis-jenis tanah termasuk pedon. Tujuannya untuk mengatasi permasalaahan penamaan tanah yang tidak konsisten oleh para ahli tanah.[39]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Utomo, Muhajir (2016). Ilmu Tanah: Dasar-Dasar dan Pengelolaan. Jakarta: Kencana. hlm. 277. ISBN 978-602-0895-92-5. 
  2. ^ Fangohoi, Latarus (2019). Pengelolaan Media Tanam (PDF). Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. hlm. 26. ISBN 978-602-6367-56-3. 
  3. ^ Salam, Abdul Kadir (2020). Ilmu Tanah (PDF). Bandar Lampung: Global Madani Press. hlm. 205. ISBN 978-602-19849-9-4. 
  4. ^ Fiantis, Dian. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas. hlm. 2. 
  5. ^ Subardja, S., D., dkk. (2014). Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional (PDF). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm. 1. ISBN 978-602-8977-85-2. 
  6. ^ Soil Survey Staff (2015). Kunci Taksonomi Tanah [Keys to Soil Taxonomy]. Diterjemahkan oleh Anda, M., dkk. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. hlm. 1. ISBN 978-602-6759-08-5. 
  7. ^ Khumairah, Fiqriah Hanum (2021). Pengantar Ilmu Tanah. Tanesa. hlm. 126. ISBN 978-623-985-185-9. 
  8. ^ Sutikno, Dibyosaputro, S., dan Haryono, E. (2020). Nadilah, ed. Geomorfologi Dasar Bagian 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 142. ISBN 978-602-386-396-9. 
  9. ^ Noor, Djauhari (2014). Geomorfologi. Sleman: Deepublish. hlm. 51. ISBN 978-602-280-242-6. 
  10. ^ Priyono, Kuswaji Dwi (2021). Kajian Tanah dalam Perspektif Geografi. Cirebon: Penerbit Insania. hlm. 564–565. ISBN 978-623-5770-05-5. 
  11. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-15. Diakses tanggal 2014-03-18. 
  12. ^ Putri, A. M., dan Adinegoro, Y. (2020). Mekanika Tanah 1. Yayasan Kita Menulis. hlm. 32. ISBN 978-623-6512-83-8. 
  13. ^ Putra, M. Sang Gumilang Panca (2020). Tanah Longsor dan Upaya Pencegahannya. Sukoharjo: CV. Media Sarana Sejahtera. hlm. 6. ISBN 978-623-937-265-1. 
  14. ^ Mina, E., Kusuma, R. I., dan Susilo, R. E. (2019). "Pemanfaatan Abu Sisa Pembakaran Daun Bambu untuk Stabilisasi Tanah dan Pengaruhnya terhadap Nilai Kuat Tekan Bebas (Studi Kasus: Jl. Munjul–Malingpin, Desa Pasir Tenjo, Kecamatan Sindang Resmi, Kabupaten Pandeglang". Teknika: Jurnal Sains dan Teknologi. 15 (2): 86. 
  15. ^ a b c Mulyono 2017, hlm. 15.
  16. ^ Tata Cara Pengklasifikasian Tanah untuk Keperluan Teknik dengan Sistem Klasifikasi Unifikasi Tanah (PDF). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. 2015. hlm. 1. 
  17. ^ Fathurrozi dan Rezqi, F. (2016). "Sifat-Sifat Fisis dan Mekanis Tanah Timbunan Badan Jalan Kuala Kapuas" (PDF). Jurnal Poros Teknik. 8 (1): 17. ISSN 2085-5761. 
  18. ^ Sutarman, Encu (2013). Chistian, Putri, ed. Konsep & Aplikasi Pengantar Teknik Sipil. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm. 152. ISBN 978-979-29-2295-0. 
  19. ^ Rinaldi, A., dan Irawan, D. E. (2020). Suwarman, Rusmawan, ed. Hidrogeologi Tanah Tak Jenuh Air. Bandung: ITB Press. hlm. 10. ISBN 978-623-297-011-3. 
  20. ^ Allen, Edward (2005). Dasar-Dasar Konstruksi Bangunan: Bahan-Bahan dan Metodenya. Jakarta: Erlangga. hlm. 19. ISBN 979-741-906-1. 
  21. ^ Wesley, Laurence D. (2010). Mekanika Tanah untukTanah EndaPan dan Residu (PDF). Penerbit ANDI. hlm. 45. ISBN 978-979-29-2633-0. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-10-01. Diakses tanggal 2022-10-01. 
  22. ^ Pusdiklat JP3IW & Badan Pengembangan SDM, hlm. 53.
  23. ^ Notohadiprawiro, T., dkk. (2022). Utami, Sri Nuryani Hidayah, ed. Tantangan Pengembangan Sumberdaya Lahan Rawa Dan Gambut. Sleman: Deepublish. hlm. 43. ISBN 978-623-02-5126-9. 
  24. ^ Sukarman dan Dariah, A. (2014). Yanah Andosol di Indonesia: Karakteristik, Potensi, Kendala, dan Pengelolaannya untuk Pertanian (PDF). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. hlm. 4. ISBN 978-602-8977-84-5. 
  25. ^ Kurniawan, P., dan Hadimujono, B. (2020). Risky, Giovanny, ed. Applied Geotechnics for Engineers 1. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm. 149. ISBN 978-623-01-1036-8. 
  26. ^ Hariyanto, S., dkk. (2016). Lingkungan Abiotik Jilid II: Mineral, Batuan, Gempa, Tanah dan Iklim. Surabaya: Airlangga University Press. hlm. 110. ISBN 978-602-7924-94-9. 
  27. ^ Saidy, Akhmad Rizalli (2018). Bahan Organik Tanah: Klasifikasi, Fungsi dan Metode Studi (PDF). Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press. hlm. 38. ISBN 978-602-6483-65-2. 
  28. ^ Taisa, R., dkk. (2021). Karim, Abdul, ed. Ilmu Kesuburan Tanah dan Pemupukan (PDF). Yayasan Kita Menulis. hlm. 31. ISBN 978-623-342-165-2. 
  29. ^ Sukarman, dkk. 2017, hlm. 100.
  30. ^ Sukarman, dkk. 2017, hlm. 100-101.
  31. ^ Kodoatie, Robert J. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm. 113. ISBN 978-979-29-3250-8. 
  32. ^ Suhartati, Siska Triwahyuni (2019). "Pembuatan Program Bantu Klasifikasi Jenis Tanah Berdasarkan Uji CPT(u) engan Metode Robertson (1990) Menggunakan Microsoft Excel". Prosiding Seminar Intelektual Muda. 1: 85. ISBN 978-623-91368-0-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-01. Diakses tanggal 2022-10-01. 
  33. ^ Gultom, T. H. M., dan Daniel, C. G. (2021). Mekanika Tanah (PDF). Banyumas: Penerbit CV. Pena Persada. hlm. 174. ISBN 978-623-315-553-3. 
  34. ^ Eviati dan Sulaeman (2009). Prasetyo, B.H., Santoso, D., dan Retno W., L., ed. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk (PDF). Bogor: Balai Penelitian Tanah. hlm. i. ISBN 978-602-8039-21-5. 
  35. ^ Kartikasari, S. N., MAshall, A. J., dan Beehler, B. M., ed. (2007). Ekologi Papua. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Conservation International. hlm. 92. ISBN 978-979-461-796-0. 
  36. ^ Panjaitan, N. H., Suhairiani, dan Sinaga, E. K. (2020). Modul Pembelajaran Stabilisasi Tanah Lempung. Yayasan Kita Menulis. hlm. 4. ISBN 978-623-764-526-9. 
  37. ^ Novianti, Diah (2020). Rahmawati, Fitri Ani, ed. Implementasi Teori "Cracked Soil" pada Identifikasi Kelongsoran. Surabaya: CV. Kajad Media Publishing. hlm. 16. ISBN 978-623-6551-95-0. 
  38. ^ Gunawan, J., Hazriani, R., dan Mahardika, R. Y. Buku Ajar Morfologi dan Klasifikasi Tanah (PDF). Pontianak: Jurusan dan Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. hlm. 1. 
  39. ^ Notohadiprawiro, Tejoyuwono (2021). Tanah. Lingkungan dan Pertanian Berkelanjutan. Sleman: Deepublish. hlm. 39. ISBN 978-623-02-3392-0. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

Bahan bacaan terkait

[sunting | sunting sumber]

Sistem klasifikasi internasional

[sunting | sunting sumber]
  • Eswaran, H., Rice, T., Ahrens, R., & Stewart, B. A. (Eds.). (2002). Soil classification: a global desk reference. Boca Raton, Fla.: CRC Press.
  • Buol, S.W., Southard, R.J., Graham, R.C., and McDaniel, P.A. (2003). Soil Genesis and Classification, 5th Edition. Iowa State Press - Blackwell, Ames, IA.
  • Driessen, P., Deckers, J., Spaargaren, O., & Nachtergaele, F. (Eds.). (2001). Lecture notes on the major soils of the world. Rome: FAO.
  • Zech, W., Schad, P., Hintermaier-Erhard, G.: Soils of the World. Springer, Berlin 2022. ISBN 978-3-540-30460-9
  • IUSS Working Group WRB: World Reference Base for Soil Resources, fourth edition. International Union of Soil Sciences, Vienna 2022. ISBN 979-8-9862451-1-9 ([1]).

Sistem klasifikasi teknik

[sunting | sunting sumber]
  • American Society for Testing and Materials, 1985, D 2487-83, Classification of Soils for Engineering Purposes: Annual Book of ASTM Standards. Vol. 04.08, pp 395–408.
  • Boorman, D. B., Hollis, J. M., & Lilly, A. (1995). Hydrology of soil types: a hydrologically-based classification of the soils of the United Kingdom (No. 126): UK Institute of Hydrology.
  • Klingebiel, A. A., & Montgomery, P. H. (1961). Land capability classification. Washington, DC: US Government Printing Office.
  • Sanchez, P. A., Palm, C. A., & Buol, S. W. (2003). Fertility capability soil classification: a tool to help assess soil quality in the tropics. Geoderma, 114(3-4), 157-185.