Pemungutan suara paralel
Bagian Seri politik |
Sistem pemilihan |
---|
Portal Politik |
Bagian dari seri Politik |
Pemilihan |
---|
Portal Politik |
Pemungutan suara paralel adalah jenis sistem pemilihan campuran yang mana perwakilan dipilih dalam satu kamar dengan menggunakan dua atau lebih sistem yang berbeda, yang paling sering adalah pemungutan suara pemenang undi terbanyak (PUT) dengan representasi proporsional daftar partai (RPDP).[1] Ini adalah bentuk representasi mayoritas anggota campuran yang paling umum, itulah sebabnya istilah-istilah ini sering digunakan secara sinonim satu sama lain. Di beberapa negara, pemungutan suara paralel dikenal sebagai sistem anggota tambahan, sedangkan dalam literatur akademis kadang-kadang disebut metode superposisi dalam sistem campuran.
Pemungutan suara paralel, sebagai bentuk representasi mayoritas anggota campuran (semi-proporsional), digunakan dalam pemilihan parlemen nasional serta pemerintah daerah di berbagai tempat seperti Italia, Jepang, Taiwan, Lituania, Rusia, dan Argentina. Berbeda dengan sistem pemilu campuran yang dikenal dengan istilah representasi proporsional anggota campuran (RPAC) atau sistem anggota tambahan (SAT). Di bawah RPAC/SAT, kursi di daerah pemilihan diisi dan suara partai menentukan pembagian proporsional kursi yang akan diterima masing-masing partai di badan legislatif, melalui “penambahan” kursi di daerah dari partai tersebut. Dalam pemungutan suara paralel, pemilihan kedua kelompok anggota tidak ada hubungannya sama sekali, kecuali mereka akan bertugas di kamar yang sama.
Meskipun PUT dan RPDP adalah pasangan yang paling umum dalam pemungutan suara paralel, masih banyak kombinasi lain yang mungkin dilakukan. Proporsi daftar kursi dibandingkan dengan total kursi sangat beragam; misalnya 30% di Taiwan, 37,5% di Jepang, dan 68,7% di Armenia.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Parallel —". aceproject.org. Diakses tanggal 2022-04-21.
- ^ Reynolds et al (2008), Electoral System Design: The New International IDEA Handbook, Sweden: International Institute for Democracy and Electoral Assistance, pg. 104