Pengguna:Priska Sinta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

APA ITU PANDEMI COVID-19?

Virus Coronavirus 2019 ( COVID-19 ) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus COVID-19 pertama kali diidentifikasi di Wuhan , Cina , pada bulan Desember tahun 2019. Sejak saat itu VIRUS COVID-19 menyebar ke seluruh dunia dan menjadi pandemi. Penderita virus ini mengalami gejala- gejala.

Penyebab Infeksi Coronavirus  

Infeksi coronavirus disebabkan oleh virus corona itu sendiri. Kebanyakan virus corona menyebar seperti virus lain pada umumnya, seperti:

  • Percikan air liur pengidap (bantuk dan bersin).
  • Menyentuh tangan atau wajah orang yang terinfeksi.
  • Menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah memegang barang yang terkena percikan air liur pengidap virus corona.
  • Tinja atau feses (jarang terjadi)

Khusus untuk penderita COVID-19, masa inkubasi belum diketahui secara pasti. Namun, rata-rata gejala yang timbul setelah 2-14 hari setelah virus pertama masuk ke dalam tubuh. Di samping itu, metode transmisi COVID-19 juga belum diketahui dengan pasti. Virus COVID-19 menyebar secara cepat dan telah menjadi pandemi di berbagai negara.

APA SAJA GEJALA PENDERITA VIRUS COVID-19?[sunting | sunting sumber]

Secara Umum, gejala COVID-19 bervariasi, mulai dari gejala ringan, sedang, hingga parah yang terjadi secara bertahap. [1]Gejala umum biasanya ditandai dengan sakit kepala, hilangnya bau dan rasa, hidung tersumbat dan rinorea, batuk kering, sesak napas, nyeri otot, sakit tenggorokan, perubahan warna jari tangan atau jari kaki, demam ≥380C, diare, dan kesulitan bernapas. Jika seseorang pernah melakukan perjalanan ke negara tertentu atau wilayah terjangkit COVID 19 ,lalu dalam 2 minggu atau 14 hari setelah perjalanan tersebut muncul gejala umum COVID 19, maka sebaiknya melakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya.

Orang dengan infeksi penyakit COVID 19 yang sama mungkin memiliki gejala yang berbeda, dan gejalanya dapat berubah seiring waktu.[2] Gejala umum tersebut dikelompokkan menjadi 3 yaitu gejala kategori sedang, ringan, dan parah. Gejala-gejala pada tiap kelompok tersebut adalah;

1) Kelompok gejala ringan: demam ≥38 derajat celsius, batuk, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, flu, mudah lelah, sakit kepala, dan disfungsi penciuman dan perasa (tidak berfungsinya indra penciuman dan perasa sementara waktu).[3] Gejala berlangsung lebih kurang dalam waktu 7-10 hari.

2) Kelompok gejala sedang: sekelompok gejala pencernaan dengan sakit perut, muntah, dan diare, nafsu makan berkurang, demam ≥38 derajat celsius, sesak napas, sakit tenggorokan, dan batuk. Gejala berlangsung 7-14 hari.[4]

3) Kelompok gejala berat: demam ≥38 derajat celsius dan berlangsung lama, mengalami infeksi saluran pernapasan, frekuensi frekuensi pernnapasan (>30x/menit) hingga mengalami sesak napas, batuk, penurunan kesadaran dan nyeri dada.

Perbedaan Gejala FLU dan COVID-19

Penyakit COVID 19 dan Flu sama-sama menyerang sistem pernapasan. Tetapi, Gejala COVID 19 dan FLU berbeda. Perbedaan Gejala COVID 19 dan FLU secara umum : [5]

No GEJALA PENDERITA COVID 19 PENDERITA FLU
1 Sesak Napas Sering terjadi Tidak terjadi
2 Merasa sakit atau mual Sering terjadi Jarang terjadi
3 Sakit kepala Jarang terjadi Sering terjadi
4 Hilangnya indera penciuman atau pengecap Sering terjadi Jarang terjadi

Seseorang yang mengalami gejala COVID-19 dan teridintefikasi VIRUS COVID-19 akan mengalami gejala sakit demam, batuk dan masalah pernapasan sekitar 5 hari setelah terpapar dan hampir selalu dalam dua pekan. [6]

SISTEMIK COVID-19

Sistemik / gejala yang mempengaruhi tubuh secara umum adalah demam, batuk kering dan kelelahan.

Demam

Demam adalah salah satu gejala paling umum yang dirasakan oleh pasien COVID-19. Demam merupakan gejala COVID-19 yang menandakan reaksi tubuh melawan virus sebelum timbul antibodi. Antibodi adalah senjata/ penangkal yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Pasien penderita COVID-19mengalami gejala demam dengan suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius. Demam pada minggu pertama infeksi COVID-19 merupakan bagian dari respon imun alami tubuh; Namun, jika infeksi berkembang menjadi badai sitokin, demam menjadi kontraproduktif. Pada September 2020, sedikit penelitian telah difokuskan pada menghubungkan intensitas demam dengan hasil. Tinjauan sistematis bulan Juni 2020 melaporkan prevalensi demam sebesar 75-81%. Pada Juli 2020, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) melaporkan tingkat prevalensi ~ 45% untuk demam. [7]

Batuk kering

Batuk kering merupakan gejala COVID-19 yang tidak disertai dahak/ tanpa mengeluarkan dahak. Batuk kering yang berkesinambungan dan terjadi terus-menerus bisa membuat penderita sesak napas karena iritasi pada paru-paru. Selain itu, penderita akan mengalami batuk kering yang berkepanjangan. Gejala ini juga disertai dengan sesak napas dan nyeri otot.[8] Menurut Dr. Holmes, batuk kering bisa terasa seperti tanpa dahak. Menurut Dr. Parikh seperti dilansir dari Prevention, batuk apapun yang juga ditandai demam di atas 100,4 Fahrenheit (38 derajat Celcius) harus diwaspadai. Jika batuk kering dirasa sudah terlalu mengganggu, sebaiknya Anda menghubungi dokter di rumah sakit atau klinik terdekat. Pastikan Anda tetap menerapkan protokol kesehatan saat berkonsultasi langsung dengan dokter.

Batuk kering berbeda dengan batuk basah:

Batuk kering ( batuk non-produktif) terjadi karena tidak ada dahak yang keluar," jelas Dr. Waleed Javaid, dari Rumah Sakit Mount Sinai, dilansir dari Merdeka, Sabtu (28/3/2020).

Selain tidak adanya dahak yang keluar, batuk kering juga bisa ditandai dengan hal lain seperti di munculnya rasa gatal yang mengganggu di tenggorokan. Sedangkan, batuk berdahak memproduksi lendir dan bisa terasa bergerak pada dada seseorang. Hal ini juga bisa menyebabkan seseorang bersin-bersin dan mengeluarkan banyak lendir.

Batuk berdahak bisa menjadi gejala penyakit demam atau alergi. penyakit lain yang ditandai dengan gejala batuk berdahak adalah bronkitis serta penumonia.

Pada penderita COVID-19, hanya sedikit yang mengalami gejala berupa batuk berdahak serta bersin-bersin. Itulah mengapa perlu untuk lebih mewaspadai ketika terjadi batuk kering.

Menurut Javaid, Batuk itu sendiri bisa jadi satu masalah, namun batuk kering merupakan masalah yang harus lebih dipedulikan. Lebih lanjut, batuk yang disertai demam berkepanjangan merupakan hal yang harus sangat diwaspadai. [9]Menurut javaid, gabungan dari gejala lebih penting. Berbagai jenis batuk dan demam harus sangat diwaspadai. bukan berarti orang yang mengalami batuk kering bisa didakwa dengan terkena COVID-19. Hal tersebut harus melalui tahapan pengecekan kesehatan yang dinamakan swab.

KARDIOVASKULAR

kardiovaskular/sistem dalam tubuh yang mengedarkan darah untuk keperluan pertukaran zat dan gas. Sistem transpor tubuh ini membawa gas-gas pernapasan, nutrisi, hormon dan zat zat lain.

Komponen sistem kardiovaskular adalah darah, jantung, dan pembuluh darah.

Komplikasi kardiovaskular mungkin termasuk gagal jantung, aritmia, radang jantung, dan pembekuan darah.

NEUROLOGIS

Neurologis Pasien dengan COVID-19 dapat diketahui dengan gejala neurologis yang dapat dibagi menjadi keterlibatan sistem saraf pusat, seperti sakit kepala, pusing, perubahan kondisi mental, dan disorientasi, serta keterlibatan sistem saraf tepi, seperti anosmia dan dysgeusia. Beberapa pasien mengalami disfungsi kognitif yang disebut "kabut COVID-19", atau "kabut otak COVID-19", yang melibatkan kehilangan ingatan, kurangnya perhatian, konsentrasi yang buruk, atau disorientasi. Manifestasi neurologis lainnya termasuk kejang, stroke, ensefalitis, dan sindrom Guillain-Barré (yang mencakup hilangnya fungsi motorik) .[10]

Kehilangan penciuman[sunting | sunting sumber]

COVID-19 menyebabkan beberapa orang kehilangan indra penciuman untuk sementara waktu.[11] Gejala ini, jika ada, sering muncul di awal penyakit. [35] Serangannya sering dilaporkan terjadi secara tiba-tiba. Bau biasanya kembali normal dalam waktu satu bulan. Namun, untuk beberapa pasien, hal ini membaik dengan sangat lambat dan dikaitkan dengan bau yang dianggap tidak menyenangkan atau berbeda dari yang semula (parosmia), dan untuk beberapa orang bau tidak kembali setidaknya selama berbulan-bulan.Para peneliti berusaha lebih memahami bau yang berubah pada pasien positif COVID-19, dengan menentukan jenis sel yang paling rentan terhadap SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19. Melalui analisis yang telah dilakukan, mereka menemukan bahwa virus COVID-19 menyerang sel-sel yang mendukung neuron sensorik indra penciuman. Sel-sel ini juga mendeteksi dan mengirimkan sinyal penciuman ke otak.

Menurut Sandeep Robert Datta, profesor neurobiologi di Harvard Medical School, dikutip dari New York Post, temuannya menunjukkan, novel coronavirus (COVID-19) mengubah indra penciuman pada pasien bukan dengan menginfeksi neuron secara langsung, tetapi dengan memengaruhi fungsi sel pendukung. Ini artinya, virus tidak mungkin bisa menyebabkan kerusakan permanen pada sistem saraf penciuman. Pasien dengan COVID-19 bisa memulihkan indra penciumannya kembali. Ini adalah gejala yang tidak biasa untuk penyakit pernapasan lainnya, jadi ini digunakan untuk skrining berdasarkan gejala. Kehilangan penciuman memiliki beberapa konsekuensi. Kehilangan penciuman meningkatkan penyakit bawaan makanan karena ketidakmampuan untuk mendeteksi makanan busuk, dan dapat meningkatkan bahaya kebakaran karena ketidakmampuan untuk mendeteksi asap. Itu juga dikaitkan dengan depresi. Jika penciuman tidak kembali, pelatihan penciuman adalah pilihan yang potensial. Kadang-kadang satu-satunya gejala yang dilaporkan, menyiratkan bahwa penyakit ini memiliki dasar neurologis yang terpisah dari hidung tersumbat. Pada Januari 2021, diyakini bahwa gejala-gejala ini disebabkan oleh infeksi sel-sel yang mendukung dan memberikan nutrisi ke neuron-neuron sensorik di hidung, daripada infeksi pada neuron-neuron itu sendiri. Sel sustentacular memiliki banyak reseptor ACE2 pada permukaannya, sedangkan neuron sensorik penciuman tidak. Kehilangan penciuman juga bisa disebabkan oleh peradangan pada olfaktorius. Tinjauan sistematis Juni 2020 menemukan 29–54% prevalensi disfungsi penciuman untuk orang dengan COVID-19, [35] sementara studi Agustus 2020 menggunakan tes identifikasi bau melaporkan bahwa 96% orang dengan COVID-19 memiliki beberapa disfungsi penciuman , dan 18% mengalami kehilangan bau total. Tinjauan sistematis Juni 2020 lainnya melaporkan prevalensi hiposmia 4-55%. Pada Juli 2020, ECDC melaporkan tingkat prevalensi ~ 70% untuk kehilangan penciuman. Gangguan pada bau atau rasa lebih sering ditemukan pada orang yang lebih muda, dan mungkin karena itu, hal ini berkorelasi dengan risiko komplikasi medis yang lebih rendah.

Menurut penelitian yang ada, virus COVID-19 menyerang melalui neuron penciuman, tarjadi bau di udara dan mengangkutnya ke otak. Dalam studi tentang otak, perilaku, dan imunitas, ilmuwan saraf Nicolas Meunier dari Universitas Paris-Saclay yang berbasis di Prancis menggunakan penelitian pada hewan hamster.[12]

Peneliti sengaja menginfeksi hidung hamster dengan SARS-CoV-2. Beberapa hari kemudian, sekitar setengah dari sel hamster yang bertahan hidup, akhirnya terinfeksi. Namun, neuron penciuman tidak terinfeksi bahkan setelah dua minggu.

Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian, meski neuron penciuman tidak terinfeksi, sel silia mereka benar-benar hilang. “Sehingga menghilangkan reseptor penciuman, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi bau,” kata peneliti seperti dilansir Science Times.

Pada dasarnya, gangguan epitel olfaktorius dapat menjelaskan hilangnya bau. Namun, masih belum jelas apakah kerusakan disebabkan oleh virus itu sendiri, atau menyerang sel kekebalan, seperti yang diamati oleh Meunier setelah infeksi.

Laporan tentang temuan ini menjelaskan bahwa para peneliti juga telah menemukan beberapa petunjuk tentang hilangnya bau, meskipun mereka kurang yakin tentang bagaimana SARS-CoV-2 menyebabkan hilangnya rasa. Sel pendukung lain di lidah memiliki reseptor yang mungkin memberikan beberapa tanda mengapa indera perasa menghilang. Meski begitu peneliti masih perlu

Kehilangan perasa dan kemestesis[sunting | sunting sumber]

Pada beberapa orang, COVID-19 menyebabkan orang untuk sementara mengalami perubahan rasa makanan (dysgeusia atau ageusia). [35] [36] Perubahan pada chemesthesis, yang mencakup sensasi yang dipicu secara kimiawi seperti pedas, juga dilaporkan. Pada Januari 2021, mekanisme rasa dan gejala kemestesis tidak dipahami dengan baik. [36] Tinjauan sistematis Juni 2020 menemukan 24–54% prevalensi disfungsi gustatori untuk orang dengan COVID-19. [35] Tinjauan sistematis lainnya pada bulan Juni 2020 melaporkan prevalensi hipogeusia sebesar 1-8%. [2] Pada Juli 2020, ECDC melaporkan tingkat prevalensi ~ 54% untuk disfungsi gustatori. [3]

PENULARAN GEJALA

Gejala yang muncul harus segera diatasi. Tindakan sadar gejala dan konsultasi dengan melakukan tes dan penanganan adalah langkah utama penyebaran COVID-19.

Langkah Jika Mengalami Gejala Covid-19[sunting | sunting sumber]

Gejala-gejala Covid-19 umumnya muncul pada 1-14 hari setelah seseorang terpapar virus corona. Masa 1-14 hari merupakan periode inkubasi virus bernama resmi SARS-CoV-2 tersebut. masa inkubasi adalah waktu yang dibutuhkanuntuk masuknya (materi penyebab penyakit) sampai mulai menimbulkan gejala-gejala sakit untuk pertama kalinya.Umumnya masa inkubasi virus corona berlangsung 5 hari.

Oleh karena gejala Covid-19 umumnya mirip flu biasa maka perlu dilakukan tes untuk memastikan seseorang terinfeksi virus corona. Tes swab gratis sudah tersedia di sejumlah rumah sakit rujukan bagi orang yang mengalami gejala-gejala Covid-19, dan bisa dilakukan atas dasar perintah dokter.

Tes swab (PCR) untuk mendeteksi Covid-19 saat ini juga bisa dilakukan secara mandiri di sejumlah rumah sakit. Harga tes swab mandiri dipatok oleh pemerintah paling mahal Rp900 ribu.


Laman Satgas Penanganan Covid-19 menginformasikan, jika seseorang mengalami gejala infeksi virus corona, ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebagai berikut:

1. Segera cari pertolongan pertama ke sarana kesehatan (puskesmas/klinik/RS) dan ikuti perintah dari tenaga kesehatan.

2. Ikuti saran dokter. Bila dokter menyarankan perawatan di rumah dan pasien mampu (isolasi mandiri), si pasien itu harus ditempatkan di ruang terpisah yang memiliki akses ke kamar mandi. Jangan melanggar.

3. Pasien harus memakai masker (saat isolasi). Masker dianjurkan dan diperlukan untuk mencegah penyebaran virus melalui interaksi antar pasien terinfeksi ke orang lain.

4. Pasien terinfeksi harus menghindari kontak dengan orang lain, termasuk anggota keluarga (saat isolasi). Menghindari kontak mencegah penyebaran virus.

5. Pasien tidak boleh meninggalkan rumah kecuali untuk berobat (saat isolasi).

6. Secara teratur bersihkan dengan disinfektan permukaan benda-benda atau bagian-bagian di rumah yang sering disentuh tangan, termasuk kamar mandi yang dipakai penderita yang tengah diisolasi setiap selesai digunakan.

7. Cuci tangan atau gunakan handsanitizer sesering mungkin untuk mencegah penyebaran Virus COVID-19.

8. Hindari tempat umum (tempat kerja, sekolah, transportasi umum) guna mencegah penyebaran virus corona.[13]

Pencegahan Gejala[sunting | sunting sumber]

Infografis oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, menjelaskan cara menghentikan penyebaran kuman Sembari menunggu pembagian vaksinasi secara merata. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terjangkit virus ini. Berikut upaya yang bisa dilakukan:

  • Mencuci tangan dengan sabun dan air selama 20 detik dengan benar hingga bersih.
  • Hindari menyentuh wajah, hidung, atau mulut saat tangan dalam keadaan kotor atau belum dicuci.
  • Hindari kontak langsung atau berdekatan dengan orang yang sakit
  • Hindari kerumunan yang terlalu ramai..
  • Hindari menyentuh hewan atau unggas liar.
  • Membersihkan dan mensterilkan permukaan benda yang sering digunakan dengan penyemprotan disinfektan.
  • Tutuplah hidung dan mulut ketika bersin atau batuk menggunakan siku atau dengan tisu. jika menggunakan tisu, jangan lupa langsung membuang tisu bekas tersebut ke tempat sampah.
  • Jangan keluar rumah dalam keadaan sakit. Lebih baik di dalam rumah untuk menghindari penyebaran VIRUS COVID-19
  • Kenakan masker dan segera berobat ke fasilitas kesehatan ketika mengalami gejala penyakit saluran napas.

Selain itu, kamu juga bisa perkuat sistem kekebalan tubuh dengan konsumsi vitamin dan suplemen sebagai bentuk pencegahan dari virus ini.

Negara-negara terdampak COVID-19:

Pandemi COVID-19
Negara dan teritori Kasus Kematian Sembuh Ref.
Seluruh dunia 124.971.776 2.746.581 70.893.740
Amerika Serikat 30.223.587 550.726
Brasil 12.227.179 301.087 10.689.646
Rusia 4.492.692 96.612 4.109.281
India 11.734.058 160.441 11.205.160
Britania Raya 4.312.908 126.382
Peru 1.492.519 50.656 1.406.304
Spanyol 3.241.345 74.064
Chili 947.783 22.402 888.826
Italia 3.440.862 106.339 2.773.215
Iran 1.815.712 61.951 1.555.766
Jerman 2.689.205 75.708 2.433.531
Turki 3.091.282 30.462 2.881.643
Meksiko 2.208.755 199.627 1.748.317
Pakistan 640.988 14.028 588.975
Prancis 4.313.073 92.908
Arab Saudi 385.834 6.618 375.165
Bangladesh 580.808 8.763 527.609
Kanada 941.855 22.732 882.868
Afrika Selatan 1.540.009 52.372 1.466.595
Qatar 175.919 281 161.815
Tiongkok Daratan 90.115 4.636 85.321
Kolombia 2.347.224 62.274 2.239.936
Belgia 849.090 22.786
Belarus 314.993 2.193 305.560
Swedia 773.690 13.373
Mesir 197.350 11.720 151.444
Ekuador 316.807 16.540 271.847
Belanda 1.213.366 16.339
Indonesia 1,482,559 40,081 1,317,199
Uni Emirat Arab 448.637 1.466 431.773
Argentina 2.261.524 54.823 2.043.919
Singapura 60.184 30 60.022
Kuwait 223.042 1.256 207.392
Portugal 819.210 16.814 770.448
Ukraina 1.596.575 31.135 1.283.020
Polandia 2.154.821 50.860 1.722.856
Swiss 590.164 9.621 317.600
Irak 803.041 14.066 723.286
Filipina 693.048 13.095 580.062
Oman 153.105 1.644 140.220
Afganistan 56.016 2.460 49.536
Republik Dominika 250.177 3.283 206.736
Korea Selatan 100.276 1.709 92.068
Austria 519.980 9.121 477.940
Norwegia 90.104 656 54.004
Denmark 227.894 2.405 215.770
Malaysia 338.168 1.248 322.416
Jepang 460.897 8.938 437.702
Australia 29.220 909
Republik Ceko 1.495.361 25.450 1.295.205
Israel 829.689 6.122 808.869
Irlandia 232.164 4.628
Yunani 242.347 7.582
Luksemburg 59.622 726 55.761
Finlandia 74.242 815 31.000
Islandia 6.158 29 6.040
Slovenia 208.588 3.994
Thailand 28.443 92 26.946
Rumania 919.794 22.719 825.208
Bahrain 128.428 476 121.776
Estonia 100.437 836 71.376
Hong Kong 11.429 204 10.963
Panama 352.082 6.065 340.974
Lebanon 444.865 5.850 349.223
San Marino 4.356 79 3.805
Slowakia 354.182 9.313
Armenia 183.713 3.348 168.289
Republik Tiongkok 1.012 10 971
Serbia 571.895 5.075
Kroasia 262.309 5.838 248.064
Bulgaria 317.116 12.413 242.311
Latvia 98.870 1.851 89.910
Uruguay 87.812 843 71.588
Vietnam 2.576 35 2.265
Aljazair 116.349 3.066 80.981
Bosnia dan Herzegovina 160.163 6.144 127.799
Kosta Rika 213.438 2.908 190.950
Hongaria 586.123 18.703 378.176
Yordania 553.727 6.077 447.888
Brunei Darussalam 205 3 188
Maroko 491.834 8.769 479.557
Makedonia Utara 122.227 3.545 102.652
Andorra 11.591 113 11.050
Siprus 42.993 246
Albania 122.295 2.171 87.193
Sri Lanka 91.018 552 87.630
Malta 28.612 378 26.148
Tunisia 244.776 8.506 211.561
Selandia Baru 2.043 26 1.945
Kazakhstan 235.095 2.941 212.908
Kamboja 1.872 5 1.056
Moldova 219.988 4.661 193.562
Lituania 211.804 3.521 196.067
Palestina 221.391 2.406 196.678
Azerbaijan 246.304 3.351 232.876
Venezuela 152.508 1.511 141.831
Burkina Faso 12.450 145 11.998
Senegal 38.134 1.023 35.508
Republik Turki Siprus Utara 3.913 24 3.509
Uzbekistan 80.247 622 78.939
Liechtenstein 2.636 56 2.548
Georgia 278.628 3.722 270.922
Honduras 184.821 4.506 69.935
Kosovo 84.498 1.803 69.887
Kamerun 35.714 551 32.594
Republik Demokratik Kongo 26.737 712 22.432
Makau 48 0 46
Bolivia 267.059 12.107 214.988
Kuba 68.986 405 65.177
Ghana 89.893 734 86.248
Jamaika 29.912 484 15.059
Maladewa 22.662 66 20.135
Montenegro 88.550 1.224 79.632
Paraguay 200.823 3.869 164.401
Guatemala 190.208 6.749 173.301
Jersey 3.225 69 3.162
Mauritius 641 10 590
Nigeria 162.178 2.031 148.726
Monako 1.981 26 1.754
Rwanda 20.896 292 19.214
Etiopia 192.575 2.718 150.642
Pantai Gading 34.935 200 32.513
Togo 8.918 104 7.225
Trinidad dan Tobago 7.865 141 7.573
Kenya 124.707 2.066 90.770
Guinea Khatulistiwa 6.780 101 6.244
Kirgizstan 87.462 1.490 84.223
Mongolia 5.610 9 3.947
Seychelles 3.862 18 3.299
Tanzania
Barbados 3.582 40 3.401
Guyana 9.732 218 8.602
Suriname 9.077 177 8.568
Bahama 8.600 181 7.415
Republik Kongo 9.564 134 7.514
Gabon 18.078 108 15.654
Madagaskar 22.113 340 20.996
Namibia 42.771 498 39.694
Benin 6.818 90 5.552
Bhutan 870 1 867
Afrika Tengah 5.088 64 1.924
Guernsey 821 14 806
Haiti 12.732 251 9.923
Liberia 2.023 85 1.890
Mauritania 17.658 447 16.938
Saint Lucia 4.149 57 3.963
Puerto Riko 96.252 2.100
Sudan 29.542 2.003 23.858
Zambia 87.318 1.191 83.895
Antigua dan Barbuda 1.080 28 715
Tanjung Verde 16.555 163 15.845
Chad 4.161 140 3.607
Djibouti 6.294 63 5.854
El Salvador 63.766 1.990 61.009
Eswatini 17.274 664 15.981
Fiji 67 2 64
Gambia 5.122 160 4.686
Guinea 19.084 113 16.132
Pulau Man 1.091 25 431
Nepal 276.244 3.019 272.097
Niger 4.740 172 4.250
Nikaragua 6.489 174
Papua Nugini 2.658 36 846
Saint Vincent dan Grenadine 98 0 81
Somalia 10.369 453 4.564
Mali 9.330 368 6.603
Yaman 3.703 800 1.577
Vatikan 29 0 27
Zimbabwe 36.717 1.516 34.447
Laos 49 0 45
Komoro 3.601 146 3.423
Pada 1 Maret 2021 (UTC)
Catatan
  1. ^ Negara dan teritori, serta kendaraan internasional tempat kasus didiagnosis. Kewarganegaraan dan lokasi infeksi asli mungkin bervariasi. Di beberapa negara, kasus meliputi beberapa teritori, dengan catatan yang sesuai.
  2. ^ Kasus terkonfirmasi yang dilaporkan. Jumlah kasus aktual mungkin lebih tinggi, tetapi tidak mungkin untuk dipastikan.
  3. ^ Total kematian belum tentu bertambah karena frekuensi pembaruan nilai untuk setiap lokasi individu.
  4. ^ tanda "–" menunjukkan bahwa tidak ada data yang dapat diandalkan yang tersedia untuk wilayah tersebut saat ini, bukan berarti nilainya nol.
  5. ^ Spanyol

[14]Kasus menurut negara, diplot pada skala logaritma

Pencegahan penyebaran COVID-19 melalui vaksinasi[sunting | sunting sumber]

konsep dasar imunisasi[15][sunting | sunting sumber]

Imunisasi adalah upaya untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit, sehingga ketika terkena penyakit seseorang tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

Imunisasi berbeda dengan vaksin. imusinasi adalah suatu upaya, sedangkan vaksin adalah suatu produk.

Vaksin adalah produk biologi antigen yang diberikan ke seseorang. vaksin dapat menimbulkan kekebalan tertentu secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu,

Penyelenggara imunisasi:

Pemerintah yang bekerjasama dengan masyarakat, swasta, dan pihak-pihak terkait akan melaksanakan pelayanan imunisasi.

Tujuan penting imunisasi:

Menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pembentukan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit atau infeksi secara aktif bila dilakukan secara alamiah melalui penderita

Hubungan Vaksin, Imunisasi, dan Kekebaan kelompok (Herd Immunity)

Vaksin membuat tubuh mengenali bakteri/ virus penyebab COVID-19 menjadi kuat dan lebih kebal. cakupan imunisasi yang tinggi dan merata sehingga dapat mencegah penularan maupun penyakit Virus COVID-19. Vaksin yang telah beredar akan dijamin keamanannya dan tidak akan menimbulkan suatu penyakit.

Cara kerja vaksin:

merangsang pembentukan kekebalan tubh terhadap bakteri/virus penyebab suatu penyakit. HAl ini menyebabkan, seseorang akan bisa terhindar dari enularan ataupun sakit parah akibat suatu penyakit tersebut.

Kandungan Vaksin yang dapat memicu sistem imun tubuh pada umumnya :

-Antigen

Antigen adalah virus atau bakteri yang sudah dibunuh atau dilemahkan. hal ini menyebabkan tubuh menjadi terlatih untuk mengendalikan dan melawan penyakitnya jika terkena di masa yang akan datang.

-Adjuvant

Substansi yang memperkuat dan mempercepat respons imun terhadap antigen secara cepat dan tepat.

-Pengawet

Memastikan vaksin tetap efektif.

-Stabilisator

Untuk melindung vaksin selama penyimpanan dan pendistribusian.

Perbedaan vaksin dan obat:

Vaksin dan obat berbeda. Vaksin bukan obat. vaksin adaah pendorong kekebalan pda penyakit COVID-19 supaya terhindar dari penularan.

Skema distribusi Vaksin COVID-19:

-Diberikan kepada garda terdepan dengan resiko tinggi terkena penularan dan penyebaran COVID 19. Garda terdepan yaitu tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik.

-Selanjutnya, secara bertahap akan diberikan ke seluruh masyarakat.

Vaksin COVID-19 telah diuji klinis dibatasi untuk usia 18-59 tahun. Alasan utamanya karena seseorang yang berumur 18-59 tahun merupakan usia beresiko terpapar COVID-19.

Mengapa vaksin penting ?

Pemberian vaksin adalah upaya penyelamatan jiwa banyak orang, melindungi diri, keluarga, dan masyarakat dari berbagai penyakit yang meular dengan cepat dan berbahaya. Menurut WHO, 2-3 jtuta jiwa terselamatkan tiap tahunnya karena adanya dan penggunaan vaksin. semenjak vaksin ditemukan, penyak yang mematikan dapat dihinduari dan bahkan sangat jarang terjadi serta mendekati kepunahan. Tidak hanya itu, vaksin diperuntukkan bagi smeua orang bukan hanya individu, vaksin dapat memberi perlindungan bagi orang-orang yang tidak dapat diimunisasi. contohnya: sesorang pada usia tertentu dengan penyakit bawaan tertentu. Semua vaksin yang telah beredar dan tersedia bagi masyarakat sudah melalui uji klinis keamanan dan keefektivitasan yang sangat ketat sebelum disetujui untuk diproduksi, tersebar, dan dapat digunakan. Semakin banyak dan cepat masyarakat yang diimunisasi, maka semakin cepat pula langkah terhentinya penyebaran virus COVID-19. Banyaknya orang yang terimunisasi dapat memutus rantai peredaran virus berbahaya COVID-19. Efek rasa tidak nyaman akibat kejadian sakit yang terjadi setelah/pasca imunisasi (KIPI) bersifat ringan dan sementara. KIPI yang berat sangat langka terjadi.

Menurut keputusan Fatwa MUI selain aman, vaksin COVID-19 yang telah disahkan oleh pemerintah untuk diedarkan dijamin kehalalannya oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia.[16]

  1. ^ "QA for public". www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-24. 
  2. ^ "Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI". infeksiemerging.kemkes.go.id. Diakses tanggal 2021-03-24. 
  3. ^ "Jangan Panik, Hilang Penciuman Adalah Gejala Ringan Terpapar Covid-19". suara.com. 2021-01-08. Diakses tanggal 2021-03-24. 
  4. ^ "Gejala Ringan, Sedang , dan Berat Penderita COVID-19 yang Sebaiknya Kamu Ketahui - Halaman 4 - Kids". kids.grid.id. Diakses tanggal 2021-03-24. 
  5. ^ "4 Perbedaan Utama Gejala Flu dan COVID-19 yang Perlu Diperhatikan". www.msn.com. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  6. ^ SINDOnews. "Gejala Virus Corona, Covid-19, Biasanya Muncul dalam 5 Hari | SINDOnews". LINE TODAY. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  7. ^ "Clinical characteristics of COVID-19". European Centre for Disease Prevention and Control (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-25. 
  8. ^ "Ciri Batuk yang Bisa Jadi Pertanda COVID-19". www.msn.com. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  9. ^ Liputan6.com (2020-03-28). "Perbedaan Batuk Kering dan Batuk Berdahak, Gejala Corona COVID-19 Paling Berbahaya". liputan6.com. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  10. ^ "neurologis penyakit - Bing". www.bing.com. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  11. ^ Karnesyia, Annisa. "Peneliti Temukan Penyebab Pasien COVID-19 Kehilangan Indra Penciuman". trending. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  12. ^ JawaPos.com (2020-11-20). "Ilmuwan Prancis Temukan Fakta Soal Hilangnya Bau pada Pasien Covid-19". JawaPos.com. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  13. ^ "Tanda dan Gejala Covid-19 Serta yang Harus Dilakukan Jika Mengalami". tirto.id. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  14. ^ "Pandemi COVID-19 berdasarkan negara". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2021-03-01. 
  15. ^ COVID-19, Website Resmi Penanganan. "Buku Saku #InfoVaksin - Berita Terkini". covid19.go.id. Diakses tanggal 2021-03-25. 
  16. ^ COVID-19, Website Resmi Penanganan. "Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 02 Tahun 2021 - Berita Terkini". covid19.go.id. Diakses tanggal 2021-03-26.