Lompat ke isi

Janamejaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 9: Baris 9:
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Ayah = [[Parikesit]]
| Ayah = [[Parikesit]]
| Ibu = Irawati
| Ibu = Madrawati/Irawati
| Istri = Wapustama/Bamustiman
| Istri = Wapustama
| Anak = Satanika
| Anak = Satanika
| Ejaan_Sanskerta = Janamejaya
| Ejaan_Sanskerta = Janamejaya
Baris 17: Baris 17:
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]]
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]]
}}
}}
'''Janamejaya''' {{Sanskerta|जनमेजय|Janamejaya}} adalah nama seorang raja yang memerintah [[Kerajaan Kuru]] pada Zaman Weda Pertengahan (1000 SM).<ref>[[Michael Witzel]] (1989), ''Tracing the Vedic dialects'' in ''Dialectes Dans Les literatures Indo-Aryennes'' ed. [[Colette Caillat|Caillat]], Paris, 97–265.</ref> Bersama [[Parikesit]]―ayah sekaligus pendahulunya―ia memegang peranan penting dalam persatuan negeri Kuru, penyusunan [[sloka]]-sloka ''[[Weda]]'' menjadi suatu himpunan, dan pengembangan upacara-upacara ''[[srauta]]'' yang ortodoks, sehingga mengantarkan negeri Kuru menjadi suatu kawasan politik dan kebudayaan yang dominan di [[India Utara]].
'''Janamejaya''' {{Sanskerta|जनमेजय|Janamejaya}} adalah nama seorang raja dalam legenda [[Hindu]] dan [[sejarah India]]. Menurut konteks sejarah, ia memerintah [[Kerajaan Kuru]] pada Zaman Weda Pertengahan (1000 SM).<ref>[[Michael Witzel]] (1989), ''Tracing the Vedic dialects'' in ''Dialectes Dans Les literatures Indo-Aryennes'' ed. [[Colette Caillat|Caillat]], Paris, 97–265.</ref> Bersama [[Parikesit]]―ayah sekaligus pendahulunya―ia memegang peranan penting dalam persatuan negeri Kuru, penyusunan [[sloka]]-sloka ''[[Weda]]'' menjadi suatu himpunan, dan pengembangan upacara-upacara ''[[srauta]]'' yang ortodoks, sehingga mengantarkan negeri Kuru menjadi suatu kawasan politik dan kebudayaan yang dominan di [[India Utara]].


Janamejaya juga disebutkan dalam [[itihasa|wiracarita]] dan kitab legenda yang disusun di kemudian hari, yaitu ''[[Mahabharata]]'' dan sejumlah ''[[Purana]]''. Menurut catatan dalam ''Mahabharata'' dan ''Purana'', ia memerintah [[Kerajaan Kuru]] dengan pusat pemerintahannya yang bernama [[Hastinapura]]. Menurut ''Mahabharata'', ia anak dari [[Parikesit]], yang memiliki enam adik bernama Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena. Ia diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda setelah ayahnya tewas digit Naga [[Taksaka]]. Janamejaya menyelenggarakan upacara pengorbanan ular demi membalas dendam. Namun, upacara tersebut dibatalkan karena permintaan seorang [[resi]] muda bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Untuk melipur duka sang raja akibat kegagalannya menyelenggarakan pengorbanan ular, cerita ''[[Mahabharata]]'' konon dikisahkan oleh Bagawan [[Wesampayana]] kepadanya.
Janamejaya disebutkan dalam [[itihasa|wiracarita]] dan kitab legenda Hindu, yaitu ''[[Mahabharata]]'' dan sejumlah ''[[Purana]]''. Menurut catatan dalam ''Mahabharata'' dan ''Purana'', ia memerintah [[Kerajaan Kuru]] dengan pusat pemerintahannya yang bernama [[Hastinapura]]. Menurut ''Mahabharata'', ia anak dari [[Parikesit]], yang memiliki enam adik bernama Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena. Ia diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda setelah ayahnya tewas digit Naga [[Taksaka]]. Janamejaya menyelenggarakan upacara pengorbanan ular demi membalas dendam. Namun, upacara tersebut dibatalkan karena permintaan seorang [[resi]] muda bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Untuk melipur duka sang raja akibat kegagalannya menyelenggarakan pengorbanan ular, [[Wesampayana]] mengisahkan cerita ''[[Mahabharata]]'' kepadanya.


[[#Tokoh bernama sama|Janamejaya]] juga merupakan leluhur Raja Janamejaya putra Parikesit.
Dalam himpunan pertama naskah ''Mahabharata'' (''[[Adiparwa]]'') disebutkan seorang [[#Tokoh bernama sama|Janamejaya]] yang merupakan putra Raja [[Puru (mitologi)|Puru]]. Menurut ''Mahabharata'', Janamejaya tersebut merupakan leluhur Raja Janamejaya putra Parikesit.


== Pustaka ''Weda'' ==
== Pustaka ''Weda'' ==
Baris 32: Baris 32:


Kitab ''[[Panchavimsha Brahmana|Pañcaviṃśa Brāhmaṇa]]'' menyebutkan seseorang bernama Janamejaya yang menjadi pendeta dalam suatu upacara pengorbanan ular, tetapi cendekiawan Macdonell dan Keith menganggapnya sebagai Janamejaya yang berbeda dengan penguasa negeri Kuru.<ref name=":0b">{{Cite book|last=Macdonell|first=Arthur Anthony|title=Vedic Index of Names and Subjects|last2=Keith|first2=Arthur Berriedale|publisher=John Murray|year=1912|volume=I|pages=78–79, 273–274, 314|language=}}</ref>
Kitab ''[[Panchavimsha Brahmana|Pañcaviṃśa Brāhmaṇa]]'' menyebutkan seseorang bernama Janamejaya yang menjadi pendeta dalam suatu upacara pengorbanan ular, tetapi cendekiawan Macdonell dan Keith menganggapnya sebagai Janamejaya yang berbeda dengan penguasa negeri Kuru.<ref name=":0b">{{Cite book|last=Macdonell|first=Arthur Anthony|title=Vedic Index of Names and Subjects|last2=Keith|first2=Arthur Berriedale|publisher=John Murray|year=1912|volume=I|pages=78–79, 273–274, 314|language=}}</ref>

== Konteks sejarah ==

[[File: Late_Vedic_Culture_(1100-500_BCE).png|right|thumb|Peta [[India]], menggambarkan letak [[Kerajaan Kuru]] beserta kerajaan-kerajaan lainnya selama [[Periode Weda]].]]
Sejarawan India [[Hem Chandra Raychaudhuri|H.C. Raychaudhuri]] menyimpulkan bahwa zaman [[Parikesit]], ayah Janamejaya, pada [[abad ke-9 SM]].{{sfn|Raychaudhuri|2006|pp=29-30}} [[Indolog]] [[Michael Witzel]] menyatakan bahwa Dinasti Parikesit (''Pārikṣita'') ada kaitannya dengan keberadaan kebudayaan gerabah hitam dan merah di [[Punjab]] serta bagian barat dan selatan [[India Utara]], yang secara [[arkeologi]] muncul pada masa 1180 SM.<ref>Michael Witzel (1989), [http://www.people.fas.harvard.edu/~witzel/dialects.pdf ''Tracing the Vedic dialects''], p.141</ref>

Sejarawan H. C. Raychaudhuri menyatakan bahwa ada dua Parikesit dan Janamejaya pada silsilah yang tercatat pada naskah ''[[Itihasa]]'' dan ''[[Purana]]'', tetapi meyakini bahwa deskripsi tentang Janamejaya yang kedua lebih cocok sebagai raja [[Periode Weda]], sementara deskripsi tentang yang pertama amat jarang dan tidak konsisten. Namun Raychaudhuri juga mempertanyakan apakah memang ada dua raja berbeda yang bernama sama. Ia menyimpulkan bahwa ada penyisipan pada naskah-naskah silsilah pada tradisi Pasca-Periode Weda Akhir, yang juga menyebabkan adanya dua nama Parikesit, mungkin diciptakan oleh para penulis silsilah untuk menanggulangi [[anakronisme]] pada bagian-bagian akhir ''[[Mahabharata]]'', sebagai penggandaan nama dari satu orang yang sama yang tidak meninggalkan suatu tradisi yang bertahan dalam genealogi kerajaan Kuru.<ref>Raychaudhuri (1996), pp.2-19</ref>

Empat lempeng inskripsi tembaga yang diduga berasal dari zaman pemerintahan Janamejaya ditemukan pada [[abad ke-20]]. Namun, para sejarawan membuktikan bahwa benda tersebut merupakan [[artefak]] palsu.<ref>{{cite book |author=Richard Salomon |title=Indian Epigraphy: A Guide to the Study of Inscriptions in Sanskrit, Prakrit, and the Other Indo-Aryan Languages |url=https://books.google.com/books?id=t-4RDAAAQBAJ&pg=PA167 |year=1998 |publisher=Oxford University Press, USA |isbn=978-0-19-509984-3 |page=167 }}</ref><ref>{{cite book |author=Shankar Goyal |title=History writing of early India: new discoveries and approaches |url=https://books.google.com/books?id=pS9uAAAAMAAJ |year=1996 |publisher=Kusumanjali |oclc=34752382 |page=1}}</ref>


== Dalam legenda ==
== Dalam legenda ==
Menurut kitab ''[[Mahabharata]]'', Janamejaya adalah putra Raja [[Parikesit]] dengan Ratu Madrawati.{{sfn|Raychaudhuri|2006|p=15, 35n}} Ia merupakan cucu kesatria [[Abimanyu]], dan merupakan cicit dari kesatria [[Arjuna]], kesatria masyhur dalam ''Mahabharata''. Ia diangkat menjadi raja setelah ayahnya mangkat. Peran pentingnya dalam ''Mahabharata'' ialah sebagai pendengar bagi narasi tentang para leluhur Janamejaya, yang disampaikan oleh [[Wesampayana]], murid [[Byasa]]. Wesampayana menceritakan kisah para leluhur Janamejaya setelah sang raja gagal melangsungkan ''sarpa satra'' (upacara pengorbanan ular) yang diadakan untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Sebelumnya, isi ''Mahabharata'' telah dituturkan oleh Byasa kepada Wesampayana.<ref>Vaidya P.L. and A.D. Pusalkar (1962, reprint 2003). ''The Mahabharata: Its History and Character'' in S. Radhakrishnan (ed.) ''The Cultural Heritage of India'', Vol.II, Kolkata: The Ramakrishna Mission Institute of Culture, {{ISBN|81-85843-03-1}}, p.60</ref>
Menurut kitab ''[[Mahabharata]]'', Janamejaya adalah putra Raja [[Parikesit]] dengan Ratu Madrawati atau Irawati.{{sfn|Raychaudhuri|2006|p=15, 35n}} Ia merupakan cucu kesatria [[Abimanyu]], dan merupakan cicit dari kesatria [[Arjuna]], kesatria masyhur dalam ''Mahabharata''. Ia diangkat menjadi raja setelah ayahnya mangkat. Peran pentingnya dalam ''Mahabharata'' ialah sebagai pendengar bagi narasi tentang para leluhur Janamejaya, yang disampaikan oleh [[Wesampayana]], murid [[Byasa]]. Wesampayana menceritakan kisah para leluhur Janamejaya setelah sang raja gagal melangsungkan ''sarpa satra'' (upacara pengorbanan ular) yang diadakan untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Sebelumnya, isi ''Mahabharata'' telah dituturkan oleh Byasa kepada Wesampayana.<ref>Vaidya P.L. and A.D. Pusalkar (1962, reprint 2003). ''The Mahabharata: Its History and Character'' in S. Radhakrishnan (ed.) ''The Cultural Heritage of India'', Vol.II, Kolkata: The Ramakrishna Mission Institute of Culture, {{ISBN|81-85843-03-1}}, p.60</ref>


=== Upacara pengorbanan ular ===
=== Upacara pengorbanan ular ===
Baris 42: Baris 51:
Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, sang raja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu [[ular]] ([[naga]]) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, Janamejaya menghentikan upacaranya.
Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, sang raja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu [[ular]] ([[naga]]) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, Janamejaya menghentikan upacaranya.


Setelah Astika menggagalkan upacara yang dilangsungkan sang raja, Janamejaya merasa kecewa karena upacaranya tidak sempurna. Sebagai gantinya, Resi [[Wesampayana]] menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya―[[Pandawa]] dan [[Korawa]]―hingga [[perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]].
Setelah Astika menggagalkan upacara yang dilangsungkan sang raja, Janamejaya dikunjungi oleh Resi [[Byasa]] beserta murid-muridnya, salah satunya ialah [[Wesampayana]]. Janamejaya memohon agar Byasa menuturkan kisah para leluhurnya, tetapi Byasa melimpahkannya kepada Wesampayana. Wesampayana pun menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya―[[Pandawa]] dan [[Korawa]]―hingga [[perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]].


=== Penuturan ''Mahabharata'' ===
=== Penuturan ''Mahabharata'' ===


Dalam naskah ''Mahabharata'' terjemahan [[Kisari Mohan Ganguli]], penuturan kisah utama ''Mahabharata''—perselisihan antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]]—dimulai pada kitab ''[[Adiparwa]]'', himpunan pertama ''Mahabharata'', bagian ''Adiwangsawatarana-parwa'', bab 59. Bab tersebut diawali dengan permohonan Janamejaya agar Wesampayana menceritakan kisah para leluhurnya, sebagaimana yang sudah dicatat oleh Byasa.
Sesuai keinginan Janamejaya, [[Wesampayana]] memulai dari kisah para leluhur sang raja, yaitu [[Bharata (raja)|Bharata]], serta kakek moyangnya yang bernama [[Yayati]], keturunan [[Pururawa]], yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di [[India]]. Lima suku tersebut diturunkan oleh [[Yadu]], [[Tuwasu]], [[Druhyu]], [[Anu (Hindu)|Anu]], dan [[Puru]]. Leluhur Janamejaya diturunkan oleh Puru. Garis keturunan berlanjut kepada [[Bharata (raja)|Bharata]], [[Kuru (raja)|Kuru]], [[Pratipa]], [[Santanu]], dan keluarga keraton [[Hastinapura]] ([[Pandu]], [[Dretarastra]], [[Pandawa]], [[Korawa]], dan lain-lain).

{{cquote|
Wahai [[brahmana]], engkau telah melihat dengan mata kepalamu sendiri, tingkah polah para [keturunan] [[Korawa|Kuru]] dan [[Pandawa]]. Aku bersemangat untuk mendengarkan sejarah mereka darimu. Apa penyebab perpecahan di antara mereka yang diakibatkan oleh perbuatan luar biasa tersebut? Mengapa pula pertempuran besar—yang menyebabkan kematian insan yang tak terhitung banyaknya, terjadi antara para leluhurku—telah mengaburkan akal sehat mereka atas takdir? Wahai brahmana mulia, ceritakanlah kepadaku segala hal yang terjadi sejelas-jelasnya.
|author=Janamejaya, dalam ''Adiparwa'', ''Adiwansawatarana-parva'': 60
}}

Sesuai keinginan Janamejaya, [[Wesampayana]] memulai dari ikhtisar perseteruan antara Pandawa dan Korawa. Kemudian kisah berlanjut tanpa kronologis dan meloncat-loncat karena mengikuti kehendak sang raja, mana cerita yang didahulukan dan mana yang belakangan. Kilas balik yang tercatat meliputi kisah [[Santanu]] dan [[Satyawati]], kemudian kelahiran [[Karna]] dan [[Kresna]], kisah awal mula kehidupan [[Drona]], kisah para leluhur sang raja, yaitu [[Bharata (raja)|Bharata]], serta kakek moyangnya yang bernama [[Yayati]] (keturunan [[Pururawa]]) yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di [[India]]. Lima suku tersebut diturunkan oleh [[Yadu]], [[Tuwasu]], [[Druhyu]], [[Anu (Hindu)|Anu]], dan [[Puru]]. Leluhur Janamejaya diturunkan oleh Puru. Garis keturunan berlanjut kepada keluarga keraton [[Hastinapura]] ([[Pandu]], [[Dretarastra]], [[Pandawa]], [[Korawa]]).


Janamejaya juga menyuruh [[Wesampayana]] untuk menuturkan kisah Kakek buyutnya yaitu [[Arjuna]], yang bertarung dengan sepupu mereka yaitu para [[Korawa]], yang dipimpin oleh [[Duryodana]]. Pertempuran tersebut kemudian dikenal sebagai [[Perang di Kurukshetra|pertempuran besar di daratan Sang Kuru]] ([[Kurukshetra]]) atau [[Bharatayuddha]] (perang antara keturunan Sang [[Bharata (raja)|Bharata]]).
Secara garis besar, ''Mahabharata'' merupakan cerita berbingkai, dengan setiap cerita diawali oleh percakapan antara Janamejaya dan Wesampayana. Klimaksnya ialah pertikaian Pandawa melawan sepupu mereka yaitu para Korawa, yang dipimpin oleh [[Duryodana]]. Pertikaian tersebut memuncak jadi suatu pertempuran, yang kemudian dikenal sebagai [[Perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di daratan [[Kurukshetra]] {{Sanskerta|कुरुक्षोत्रयुद्ध|Kurukṣetrayuddha}} atau [[Bharatayuddha]] (perang antara keturunan [[Bharata (raja)|Bharata]]).


== Peninggalan ==
== Peninggalan ==


Upacara pengorbanan dilakukan di tepi [[sungai Arind]] di [[Bardan]], sekarang dikenal sebagai [[Parham]]. Sebuah kolam batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandai lokasi upacara, dikenal sebagai ''Parikshit kund'', masih ada di Distrik [[Mainpuri]]. Di dekat kota tersebut ada ''khera'' yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja [[Parikesit]].
Upacara pengorbanan dilakukan di tepi [[sungai Arind]] di Bardan, sekarang dikenal sebagai [[Parham]], [[Uttar Pradesh]]. Sebuah kolam batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandai lokasi upacara, dikenal sebagai ''Parikshit kund'', masih ada di [[Distrik Mainpuri]]. Di dekat kota tersebut ada ''khera'' yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja [[Parikesit]].


== Keluarga dan keturunan ==
== Keluarga dan keturunan ==


Dalam kitab ''[[Mahabharata]]'', disebutkan bahwa Janamejaya memiliki enam saudara: Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena.<ref>'' Journal of the Department of Letters'' by University of Calcutta (Dept. of Letters), Publ. Calcutta University Press, 1923, p2</ref> Janamejaya menikahi Wapustama atau Bamustiman, dan memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika menikahi putri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata.
Dalam kitab ''[[Mahabharata]]'', disebutkan bahwa Janamejaya memiliki enam saudara: Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena.<ref>'' Journal of the Department of Letters'' by University of Calcutta (Dept. of Letters), Publ. Calcutta University Press, 1923, p2</ref> Janamejaya menikahi Wapustama, putri Suwarnawarma, penguasa [[kerajaan Kasi|negeri Kasi]].<ref>{{citation|url=https://sacred-texts.com/hin/m01/m01045.htm| title=Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa| chapter=Astika Parva: Section XLIV|author=Kisari Mohan Ganguli| year=1883–1896|publisher=Sacred-Texts.com}}</ref> Mereka memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika menikahi putri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata.


Menurut kitab ''[[Bayupurana]]'' dan ''[[Matsyapurana]]'', terjadi perselisihan antara dia dengan Wesampayana. Kemungkinannya, setelah perselisihan tersebut, ia makzul lalu digantikan oleh putranya, Satanika.<ref>Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, {{ISBN|81-7276-413-8}}, p.278</ref> Menurut sumber lain, Janamejaya digantikan oleh Aswamedadata, cucunya.<ref>{{Cite book |last=Raychaudhuri |first=Hem Channdra |url=http://archive.org/details/politicalhistory00raycuoft |title=Political history of ancient India, from the accession of Parikshit to the extinction of the Gupta dynasty |date=1923 |publisher=Calcutta, Univ. of Calcutta |others=Robarts - University of Toronto}}</ref><ref>{{Cite book |last=Wilson |first=Horace H. |url=https://books.google.com/books?id=0Od1eFINWVkC&dq=aswamedhadatta&pg=PA163 |title=Select Works: "The" Vishnu Purana ; 4 : a system of Hindu mythology and tradition ; translated from the original Sanskrit, and illustrated by notes derived chiefly from other Puranas |date=1868 |publisher=Trübner |language=en}}</ref> Cucu Aswamedadata yaitu Nicaksu mendirikan klan Watsa, percabangan klan Kuru.<ref name="rh">{{cite book |last=Raychaudhuri |first=Hemchandra |title=Political History of Ancient India |publisher=University of Calcutta |year=1972 |location=Calcutta, India}}</ref>{{rp|p.117–8}} <ref>Pargiter, F.E. (1972) ''Ancient Indian Historical Tradition'', Chaunan, Delhi, pp.269-70</ref>
Menurut kitab ''[[Bayupurana]]'' dan ''[[Matsyapurana]]'', terjadi perselisihan antara dia dengan Wesampayana. Kemungkinannya, setelah perselisihan tersebut, ia makzul lalu digantikan oleh putranya, Satanika.<ref>Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, {{ISBN|81-7276-413-8}}, p.278</ref> Menurut sumber lain, Janamejaya digantikan oleh Aswamedadata, cucunya.<ref>{{Cite book |last=Raychaudhuri |first=Hem Channdra |url=http://archive.org/details/politicalhistory00raycuoft |title=Political history of ancient India, from the accession of Parikshit to the extinction of the Gupta dynasty |date=1923 |publisher=Calcutta, Univ. of Calcutta |others=Robarts - University of Toronto}}</ref><ref>{{Cite book |last=Wilson |first=Horace H. |url=https://books.google.com/books?id=0Od1eFINWVkC&dq=aswamedhadatta&pg=PA163 |title=Select Works: "The" Vishnu Purana ; 4 : a system of Hindu mythology and tradition ; translated from the original Sanskrit, and illustrated by notes derived chiefly from other Puranas |date=1868 |publisher=Trübner |language=en}}</ref> Cucu Aswamedadata yaitu Nicaksu mendirikan klan Watsa, percabangan klan Kuru.<ref name="rh">{{cite book |last=Raychaudhuri |first=Hemchandra |title=Political History of Ancient India |publisher=University of Calcutta |year=1972 |location=Calcutta, India}}</ref>{{rp|p.117–8}} <ref>Pargiter, F.E. (1972) ''Ancient Indian Historical Tradition'', Chaunan, Delhi, pp.269-70</ref>

Revisi per 22 Mei 2024 15.08

Janamejaya
जनमेजय
Ilustrasi Janamejaya dalam suatu lukisan yang menggambarkan upacara pengorbanan ular, dari Razmnama atau Mahabharata versi bahasa Persia (abad ke-17).
Ilustrasi Janamejaya dalam suatu lukisan yang menggambarkan upacara pengorbanan ular, dari Razmnama atau Mahabharata versi bahasa Persia (abad ke-17).
Tokoh legenda India
NamaJanamejaya
Ejaan Dewanagariजनमेजय
Ejaan IASTJanamejaya
Kitab referensiMahabharata, Bhagawatapurana, dan Purana lainnya.
AsalHastinapura, Kerajaan Kuru
KediamanHastinapura
Kastakesatria
Profesiraja
DinastiKuru
AyahParikesit
IbuMadrawati/Irawati
IstriWapustama
AnakSatanika

Janamejaya (Dewanagari: जनमेजय; ,IASTJanamejaya, जनमेजय) adalah nama seorang raja dalam legenda Hindu dan sejarah India. Menurut konteks sejarah, ia memerintah Kerajaan Kuru pada Zaman Weda Pertengahan (1000 SM).[1] Bersama Parikesit―ayah sekaligus pendahulunya―ia memegang peranan penting dalam persatuan negeri Kuru, penyusunan sloka-sloka Weda menjadi suatu himpunan, dan pengembangan upacara-upacara srauta yang ortodoks, sehingga mengantarkan negeri Kuru menjadi suatu kawasan politik dan kebudayaan yang dominan di India Utara.

Janamejaya disebutkan dalam wiracarita dan kitab legenda Hindu, yaitu Mahabharata dan sejumlah Purana. Menurut catatan dalam Mahabharata dan Purana, ia memerintah Kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahannya yang bernama Hastinapura. Menurut Mahabharata, ia anak dari Parikesit, yang memiliki enam adik bernama Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena. Ia diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda setelah ayahnya tewas digit Naga Taksaka. Janamejaya menyelenggarakan upacara pengorbanan ular demi membalas dendam. Namun, upacara tersebut dibatalkan karena permintaan seorang resi muda bernama Astika. Untuk melipur duka sang raja akibat kegagalannya menyelenggarakan pengorbanan ular, Wesampayana mengisahkan cerita Mahabharata kepadanya.

Dalam himpunan pertama naskah Mahabharata (Adiparwa) disebutkan seorang Janamejaya yang merupakan putra Raja Puru. Menurut Mahabharata, Janamejaya tersebut merupakan leluhur Raja Janamejaya putra Parikesit.

Pustaka Weda

Dalam kitab Aitareya Brāhmaṇa termaktub bahwa Janamejaya merupakan seorang penakluk yang agung, dan purohita-nya (pendeta keluarga) bernama Tura Kawaseya (Kāvaṣeya) memahkotainya sebagai raja dan mengurus upacara aswamedha (korban kuda) yang diselenggarakannya. Tertulis pula bahwa pada suatu upacara ia tidak menggunakan jasa pendeta dari klan Kasyapa (Kaśyapa) melainkan klan Butawira (Bhūtawīra). Kemudian keluarga Asitamrega (Asitamr̥ga) yang merupakan keturunan dari klan Kasyapa digunakan jasanya kembali oleh Janamejaya.

Kitab Śatapatha Brāhmaṇa disebutkan bahwa ia dan para saudaranya—Ugrasena, Bimasena (Bhīmasena), dan Srutasena (Śrutasena)—melaksanakan upacara aswamedha, dipimpin oleh Indrota Daiwapa Sonaka (Daivāpa Śaunaka), untuk membersihkan diri mereka dari kekotoran batin. Kedua kitab Brāhmaṇa tersebut tadi menyatakan bahwa ibukota sang raja adalah Asandiwanta (Āsandīvant).

Kitab Gopatha Brāhmaṇa mengandung cerita yang "absurd" tentang Janamejaya dan dua angsa jantan.[2][3]

Kitab Pañcaviṃśa Brāhmaṇa menyebutkan seseorang bernama Janamejaya yang menjadi pendeta dalam suatu upacara pengorbanan ular, tetapi cendekiawan Macdonell dan Keith menganggapnya sebagai Janamejaya yang berbeda dengan penguasa negeri Kuru.[4]

Konteks sejarah

Peta India, menggambarkan letak Kerajaan Kuru beserta kerajaan-kerajaan lainnya selama Periode Weda.

Sejarawan India H.C. Raychaudhuri menyimpulkan bahwa zaman Parikesit, ayah Janamejaya, pada abad ke-9 SM.[5] Indolog Michael Witzel menyatakan bahwa Dinasti Parikesit (Pārikṣita) ada kaitannya dengan keberadaan kebudayaan gerabah hitam dan merah di Punjab serta bagian barat dan selatan India Utara, yang secara arkeologi muncul pada masa 1180 SM.[6]

Sejarawan H. C. Raychaudhuri menyatakan bahwa ada dua Parikesit dan Janamejaya pada silsilah yang tercatat pada naskah Itihasa dan Purana, tetapi meyakini bahwa deskripsi tentang Janamejaya yang kedua lebih cocok sebagai raja Periode Weda, sementara deskripsi tentang yang pertama amat jarang dan tidak konsisten. Namun Raychaudhuri juga mempertanyakan apakah memang ada dua raja berbeda yang bernama sama. Ia menyimpulkan bahwa ada penyisipan pada naskah-naskah silsilah pada tradisi Pasca-Periode Weda Akhir, yang juga menyebabkan adanya dua nama Parikesit, mungkin diciptakan oleh para penulis silsilah untuk menanggulangi anakronisme pada bagian-bagian akhir Mahabharata, sebagai penggandaan nama dari satu orang yang sama yang tidak meninggalkan suatu tradisi yang bertahan dalam genealogi kerajaan Kuru.[7]

Empat lempeng inskripsi tembaga yang diduga berasal dari zaman pemerintahan Janamejaya ditemukan pada abad ke-20. Namun, para sejarawan membuktikan bahwa benda tersebut merupakan artefak palsu.[8][9]

Dalam legenda

Menurut kitab Mahabharata, Janamejaya adalah putra Raja Parikesit dengan Ratu Madrawati atau Irawati.[10] Ia merupakan cucu kesatria Abimanyu, dan merupakan cicit dari kesatria Arjuna, kesatria masyhur dalam Mahabharata. Ia diangkat menjadi raja setelah ayahnya mangkat. Peran pentingnya dalam Mahabharata ialah sebagai pendengar bagi narasi tentang para leluhur Janamejaya, yang disampaikan oleh Wesampayana, murid Byasa. Wesampayana menceritakan kisah para leluhur Janamejaya setelah sang raja gagal melangsungkan sarpa satra (upacara pengorbanan ular) yang diadakan untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Sebelumnya, isi Mahabharata telah dituturkan oleh Byasa kepada Wesampayana.[11]

Upacara pengorbanan ular

Ilustrasi dari tahun 1920-an, menggambarkan Sarpasatra yang dilangsungkan Raja Janamejaya.

Dalam Adiparwa, himpunan pertama Mahabharata dikisahkan bahwa Janamejaya menaklukkan daerah Taksasila (Taxila). Di sana, sang raja bertemu seorang brahmana bernama Utangka. Ia memberitahu Janamejaya bahwa seekor naga bernama Taksaka bertanggung jawab atas kematian Parikesit, ayah sang raja.[12] Janamejaya meneliti kebenaran cerita tersebut, dan para menterinya membenarkan. Akhirnya ia mengadakan upacara pengorbanan ular untuk menyapu seluruh spesies mereka dari muka Bumi. Upacara tersebut dikenal dengan sebutan Sarpasatra atau Sarpahoma.[13]

Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, sang raja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu ular (naga) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama Astika. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, Janamejaya menghentikan upacaranya.

Setelah Astika menggagalkan upacara yang dilangsungkan sang raja, Janamejaya dikunjungi oleh Resi Byasa beserta murid-muridnya, salah satunya ialah Wesampayana. Janamejaya memohon agar Byasa menuturkan kisah para leluhurnya, tetapi Byasa melimpahkannya kepada Wesampayana. Wesampayana pun menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya―Pandawa dan Korawa―hingga pertempuran besar di Kurukshetra.

Penuturan Mahabharata

Dalam naskah Mahabharata terjemahan Kisari Mohan Ganguli, penuturan kisah utama Mahabharata—perselisihan antara Pandawa dan Korawa—dimulai pada kitab Adiparwa, himpunan pertama Mahabharata, bagian Adiwangsawatarana-parwa, bab 59. Bab tersebut diawali dengan permohonan Janamejaya agar Wesampayana menceritakan kisah para leluhurnya, sebagaimana yang sudah dicatat oleh Byasa.

Wahai brahmana, engkau telah melihat dengan mata kepalamu sendiri, tingkah polah para [keturunan] Kuru dan Pandawa. Aku bersemangat untuk mendengarkan sejarah mereka darimu. Apa penyebab perpecahan di antara mereka yang diakibatkan oleh perbuatan luar biasa tersebut? Mengapa pula pertempuran besar—yang menyebabkan kematian insan yang tak terhitung banyaknya, terjadi antara para leluhurku—telah mengaburkan akal sehat mereka atas takdir? Wahai brahmana mulia, ceritakanlah kepadaku segala hal yang terjadi sejelas-jelasnya.

— Janamejaya, dalam Adiparwa, Adiwansawatarana-parva: 60

Sesuai keinginan Janamejaya, Wesampayana memulai dari ikhtisar perseteruan antara Pandawa dan Korawa. Kemudian kisah berlanjut tanpa kronologis dan meloncat-loncat karena mengikuti kehendak sang raja, mana cerita yang didahulukan dan mana yang belakangan. Kilas balik yang tercatat meliputi kisah Santanu dan Satyawati, kemudian kelahiran Karna dan Kresna, kisah awal mula kehidupan Drona, kisah para leluhur sang raja, yaitu Bharata, serta kakek moyangnya yang bernama Yayati (keturunan Pururawa) yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di India. Lima suku tersebut diturunkan oleh Yadu, Tuwasu, Druhyu, Anu, dan Puru. Leluhur Janamejaya diturunkan oleh Puru. Garis keturunan berlanjut kepada keluarga keraton Hastinapura (Pandu, Dretarastra, Pandawa, Korawa).

Secara garis besar, Mahabharata merupakan cerita berbingkai, dengan setiap cerita diawali oleh percakapan antara Janamejaya dan Wesampayana. Klimaksnya ialah pertikaian Pandawa melawan sepupu mereka yaitu para Korawa, yang dipimpin oleh Duryodana. Pertikaian tersebut memuncak jadi suatu pertempuran, yang kemudian dikenal sebagai pertempuran besar di daratan Kurukshetra (Dewanagari: कुरुक्षोत्रयुद्ध; ,IASTKurukṣetrayuddha, कुरुक्षोत्रयुद्ध) atau Bharatayuddha (perang antara keturunan Bharata).

Peninggalan

Upacara pengorbanan dilakukan di tepi sungai Arind di Bardan, sekarang dikenal sebagai Parham, Uttar Pradesh. Sebuah kolam batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandai lokasi upacara, dikenal sebagai Parikshit kund, masih ada di Distrik Mainpuri. Di dekat kota tersebut ada khera yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja Parikesit.

Keluarga dan keturunan

Dalam kitab Mahabharata, disebutkan bahwa Janamejaya memiliki enam saudara: Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena.[14] Janamejaya menikahi Wapustama, putri Suwarnawarma, penguasa negeri Kasi.[15] Mereka memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika menikahi putri dari Kerajaan Wideha, kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata.

Menurut kitab Bayupurana dan Matsyapurana, terjadi perselisihan antara dia dengan Wesampayana. Kemungkinannya, setelah perselisihan tersebut, ia makzul lalu digantikan oleh putranya, Satanika.[16] Menurut sumber lain, Janamejaya digantikan oleh Aswamedadata, cucunya.[17][18] Cucu Aswamedadata yaitu Nicaksu mendirikan klan Watsa, percabangan klan Kuru.[19]:p.117–8 [20]

Tokoh bernama sama

Selain Janamejaya putera Parikesit, terdapat Janamejaya lain yang merupakan:

  • Seorang tokoh dalam Mahabharata, putra Puru dan Kosalya, leluhur Pandawa dan Korawa. Janamejaya melangsungkan upacara aswamedha sebanyak tiga kali, sebelum dia mangkat. Janamejaya menikah dengan Ananta, dan memiliki putra bernama Pracinwan.
Didahului oleh:
Puru
Raja Dinasti Candra
ke-6
Diteruskan oleh:
Pracinwan

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Michael Witzel (1989), Tracing the Vedic dialects in Dialectes Dans Les literatures Indo-Aryennes ed. Caillat, Paris, 97–265.
  2. ^ Macdonell, Arthur Anthony; Keith, Arthur Berriedale (1912). Vedic Index of Names and Subjects. I. John Murray. hlm. 72, 78–79, 273–274, 314. 
  3. ^ Raychaudhuri 1923, hlm. 11.
  4. ^ Macdonell, Arthur Anthony; Keith, Arthur Berriedale (1912). Vedic Index of Names and Subjects. I. John Murray. hlm. 78–79, 273–274, 314. 
  5. ^ Raychaudhuri 2006, hlm. 29-30.
  6. ^ Michael Witzel (1989), Tracing the Vedic dialects, p.141
  7. ^ Raychaudhuri (1996), pp.2-19
  8. ^ Richard Salomon (1998). Indian Epigraphy: A Guide to the Study of Inscriptions in Sanskrit, Prakrit, and the Other Indo-Aryan Languages. Oxford University Press, USA. hlm. 167. ISBN 978-0-19-509984-3. 
  9. ^ Shankar Goyal (1996). History writing of early India: new discoveries and approaches. Kusumanjali. hlm. 1. OCLC 34752382. 
  10. ^ Raychaudhuri 2006, hlm. 15, 35n.
  11. ^ Vaidya P.L. and A.D. Pusalkar (1962, reprint 2003). The Mahabharata: Its History and Character in S. Radhakrishnan (ed.) The Cultural Heritage of India, Vol.II, Kolkata: The Ramakrishna Mission Institute of Culture, ISBN 81-85843-03-1, p.60
  12. ^ Mani, Vettam (1975). Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Reference to the Epic and Puranic Literature. Delhi: Motilal Banarsidass. ISBN 0-8426-0822-2. 
  13. ^ "Section L (Astika Parva continued) Mahabharata". Sacred texts.com. 
  14. ^ Journal of the Department of Letters by University of Calcutta (Dept. of Letters), Publ. Calcutta University Press, 1923, p2
  15. ^ Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "Astika Parva: Section XLIV", Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa, Sacred-Texts.com 
  16. ^ Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, ISBN 81-7276-413-8, p.278
  17. ^ Raychaudhuri, Hem Channdra (1923). Political history of ancient India, from the accession of Parikshit to the extinction of the Gupta dynasty. Robarts - University of Toronto. Calcutta, Univ. of Calcutta. 
  18. ^ Wilson, Horace H. (1868). Select Works: "The" Vishnu Purana ; 4 : a system of Hindu mythology and tradition ; translated from the original Sanskrit, and illustrated by notes derived chiefly from other Puranas (dalam bahasa Inggris). Trübner. 
  19. ^ Raychaudhuri, Hemchandra (1972). Political History of Ancient India. Calcutta, India: University of Calcutta. 
  20. ^ Pargiter, F.E. (1972) Ancient Indian Historical Tradition, Chaunan, Delhi, pp.269-70

Pranala luar


Didahului oleh:
Parikesit
Raja Hastinapura
Dinasti Kuru
Diteruskan oleh:
Satanika