Lompat ke isi

Pengurusan hutan di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wiki nashpod (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Fazily (bicara | kontrib)
k Suntingan FazilyFN (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Arya 88
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(25 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
'''Pengurusan Hutan''' adalah keseluruhan tindakan manajemen terhadap sumber daya hutan yang dilakukan dalam rangka mendapatkan totalitas barang-barang, manfaat-manfaat, dan nilai-nilai yang dapat diperoleh dengantetap mempertahankan kelestariannya untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
[[Berkas:Amazonie_deforestation.jpg|ka|jmpl|272x272px|Deforestasi{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} di [[hutan Amazon]] terjadi di sepanjang akses jalan yang dibangun di kawasan hutan]]'''Pengurusan Hutan di Indonesia''' adalah keseluruhan tindakan [[manajemen]] terhadap [[sumber daya hutan]] yang ada di [[Indonesia]] yang dilakukan dalam rangka mendapatkan totalitas barang-barang, manfaat-manfaat, dan nilai-nilai yang dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan kelestariannya untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.


== Ruang Lingkup Pengurusan Hutan ==
== Ruang Lingkup Pengurusan Hutan ==
[[Berkas:Hutan indonesia.jpg|jmpl|Hutan di Indonesia]]
Jadi dilihat dari komponen-komponen kegiatannya, maka kegiatan pengurusan hutan merupakan tindakan manajemen yang di dalamnya terdapat komponen-komponen kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan. Sasarannya adalah keseluruhan hutan sebagai suatu ekosistem berikut keseluruhan hasil, manfaat dan nilai yang dapat diperoleh secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan dating. Dalam praktik pengurusan hutan di Indonesia, istilah pengurusan hutan digunakan untuk menyatakan keseluruhan kegiatan yang terdiri atas perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, serta Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Keseluruhan kegiatan ini dilakukan dalamrangka mendapatkan totalitas manfaat hutan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia serta dapat mendukung system kehidupan di muka bumi, pada saat ini dan generasi yang akan dating, dari seluruh hutan yang ada di Indonesia.
Jadi dilihat dari komponen-komponen kegiatannya, maka kegiatan pengurusan hutan merupakan tindakan manajemen yang di dalamnya terdapat komponen-komponen kegiatan [[perencanaan]], [[pengorganisasian]], [[Pelaksanaan|pelaksanaan kegiatan]], dan [[pengawasan]]. Sasarannya adalah keseluruhan hutan sebagai suatu [[ekosistem]] berikut keseluruhan hasil, manfaat dan nilai yang dapat diperoleh secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Dalam praktik [[pengurusan hutan]] di Indonesia, istilah pengurusan hutan digunakan untuk menyatakan keseluruhan kegiatan yang terdiri atas [[perencanaan kehutanan]], [[pengelolaan hutan]], [[penelitian]] dan [[pengembangan]], serta Pendidikan, pelatihan dan [[penyuluhan kehutanan]], dan [[pengawasan]]. Keseluruhan kegiatan ini dilakukan dalamrangka mendapatkan totalitas manfaat hutan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia serta dapat mendukung system kehidupan di muka [[bumi]], pada saat ini dan generasi yang akan datang, dari seluruh hutan yang ada di Indonesia.


== Periodisasi Masa Pengurusan Hutan di Indonesia ==
== Pengurusan Manajemen Hutan di Indonesia ==
Manajemen hutan merupakan cabang ilmu [[kehutanan]] yang menghubungkan aspek administratif, ekonomi, hukum, dan sosial dengan aspek ilmiah dan teknis seperti [[silvikultur]], [[perlindungan hutan]], dan [[dendrologi]]. Manajemen hutan di Indonesia saat ini mencakup [[estetika]], [[penangkapan ikan]] air tawar, [[rekreasi ruang terbuka]], [[manajemen resapan air]], [[satwa liar]], dan [[hasil hutan]] [[kayu]] maupun [[Hasil hutan non-kayu|non-kayu]].<ref>{{cite web|url=http://www.for.gov.bc.ca/hfd/library/documents/glossary/Glossary.pdf|title=Glossary of Forestry Terms in British Columbia|date=2008-03|publisher=Ministry of Forests and Range (Canada)|format=pdf|accessdate=2009-04-06}}</ref> Sistem manajemen tersebut berdasarkan pada [[konservasi]], [[ekonomi]], maupun kombinasi keduanya. Metode manajemen meliputi ekstraksi [[kayu]], [[aforestasi]], [[reforestasi]], pembangunan akses jalan ke dalam hutan, dan pencegahan [[kebakaran hutan]].Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keberadaan hutan telah menyebabkan peralihan fungsi hutan secara ekonomi dari sumber penghasil uang dari kayu menjadi usaha pelestarian sumber daya alam, termasuk pelestarian [[satwa liar]], [[hutan primer]], [[keanekaragaman hayati]], manajemen kawasan resapan air, juga [[rekreasi]]. Keberadaan keanekaragaman hayati seperti burung, mamalia, amfibi, dan satwa liar lainnya terpengaruh oleh rencana dan tipe pengelolaan hutan.<ref>* Philip Joseph Burton. 2003. ''Towards sustainable management of the boreal forest'' 1039 pages</ref> Permodelan [[sistem informasi geografis]] telah dikembangkan untuk melakukan [[inventarisasi hutan]] dan perencanaan manajemen.<ref>[http://sapiens.revues.org/index734.html Mozgeris, G. (2008) “The continuous field view of representing forest geographically: from cartographic representation towards improved management planning”. ''S.A.P.I.EN.S.'' '''1''' (2)]</ref> Hasil permodelan dapat dipublikasikan ke masyarakat.


Tipe pengelolaan hutan di Indonesia bervariasi, yaitu tidak menyentuh suatu kawasan hutan sama sekali dan membiarkannya tumbuh secara alami, hingga pengelolaan silvikultural secara intensif dengan pemantauan secara periodik. Pengelolaan hutan akan meningkat ketika digunakan untuk mencapai kriteria ekonomi (peningkatan hasil kayu dan [[Hasil hutan non-kayu|non-kayu]]) dan kriteria ekologi tertentu (pelestarian spesies, [[sekuestrasi karbon]]).<ref>Classification of Forest Management Approaches: A New Conceptual Framework and Its Applicability to European Forestry Philipp S. Duncker 1, Susana M. Barreiro 2, Geerten M. Hengeveld 3, Torgny Lind 4, William L. Mason 5, Slawomir Ambrozy 6 and Heinrich Spiecker 1|http://www.ecologyandsociety.org/vol17/iss4/art51/</ref>
=== Zaman Perang Kemerdekaan Tahun 1945-1949 ===
Pengurusan hutan dilaksanakan oleh jawatan Kehutanan Republik Indonesia, Oengurusan hutan yang dilaksanakan dalam periode ini terdiri dari :


== Hubungan Pengurusan Kehutanan di Indonesia dengan Uni Eropa ==
* Perencanaan hutan dikerjakan oleh bagian pengaturan hutan, mencakup kegiatan pengaturan Kawasan hutan, pembuatanalur, perisalahan hutan, pembuatan peta, dan penyusunan rencana perusahaan (berlaku 10 Tahun).
[[Hubungan Indonesia dengan Uni Eropa]] dengan persoalan kehutanan yaitu dituangkan dalam Peraturan Kayu Uni Eropa yang di mana lebih menitik beratkan produk hutan berlaku untuk semua kayu dan produk kayu dan kerja sama menjaga kelestarian hutan di Indonesia.
* Pemanfaatan hutan bersifat terbatas sebagai akibat rusaknya hutan selam pemerintahan bala tantara jepang, hanya ditujukan memenuhi rakyat, jawatan kereta api dan pemenuhan pertukangan kayu.
* Pembinaan hutan yaitu penanaman kembali yang dirusak oleh peninggalan jepang, membangun hutan industry dan reboisasi di sumatera serta reboisasi dalam produksi pertanian.


=== Peraturan Kayu Uni Eropa atau EU Timber Regulation (EUTR) ===
=== Zaman Demokrasi Liberal (1950-1959) ===
Sejak Maret 2013, semua kayu yang diimpor ke Uni Eropa harus berasal dari sumber resmi yang dapat diverifikasi. Pembeli Uni Eropa yang menempatkan kayu atau produk kayu di pasar untuk pertama kalinya harus menunjukkan uji tuntas. Selain itu, EUTR mengharuskan pelaku usaha untuk menelusuri produk mereka pada sumber awal. Artinya bahwa apabila pemasok memasok kayu yang sah tapi tidak dapat menyediakan jaminan keabsahan yang didokumentasikan dengan baik mereka tidak akan mampu memasok ke pasar Uni Eropa.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Senjani|first=Yayu Putri|date=2015-09-01|title=MANAJEMEN LABA AKRUAL DAN RIIL SEBELUM DAN SETELAH ADOPSI WAJIB IFRS DI UNI EROPA|url=http://dx.doi.org/10.15408/etk.v12i1.1905|journal=ETIKONOMI|volume=12|issue=1|doi=10.15408/etk.v12i1.1905|issn=2461-0771}}</ref>
Pengurusan hutan dilaksanakan oleh jawatan kehutanan Republik Indonesia di bawah Lementerian Pertanian, berpusat di Jakarta dengan tugas menguasai, mengatur, serta mempergunakan hutan untuk kepentingan masyarakat dan negara.


EUTR adalah bagian dari Rencana Aksi dari ''Forest Law Enforcement, Governance and Trade'' (FLEGT). Selain EUTR, rencana aksi lainnya dari [[FLEGT]] adalah V''oluntary Partnership Agreements'' (VPAs) yaitu kesepakatan perdagangan sukarela antara Uni Eropa dengan negara pengekspor kayu. Dalam hal negara menerapkan skema perizinan nasional yang mengakomodasi skema perizinan [[ekspor kayu nasional]], semua kayu yang diekspor dari negara tersebut dipertimbangkan sah/legal. Cara lain untuk membuktikan kepatuhan dengan melalui dan sertifikasi pengelolaan hutan lestari. Untuk spesies kayu langka Anda akan memerlukan izin dari CITES. Izin CITES akan juga membuktikan kepatuhan pada FLEGT. Bagi Anda memungkinkan untuk menyediakan dokumen keabsahan asal kayu untuk setiap pengiriman kayu atau produk kayu.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Dwiprabowo|first=Hariyatno|last2=Suwarno|first2=Eno|date=2013-08-01|title=KOMPONEN DAN BOBOT DARI KRITERIA DAN INDIKATOR TATA KELOLA PERUSAHAAN KEHUTANAN|url=http://dx.doi.org/10.20886/jakk.2013.10.2.118-133|journal=Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan|volume=10|issue=2|pages=118–133|doi=10.20886/jakk.2013.10.2.118-133|issn=0216-0897}}</ref>
* Perencanaan hutan dilaksanakan oleh Bagian Planologi Kehutanan di bawah Jawatan Kehutanan, meliputu kegiatan-kegiatan untuk menetapkan dan mengatur wilayah hutan sesuadengan perundang-undangan yang berlaku.
* Pembinaan hutan meliputi kegiatan-kegiatan seperti reboisasi, perlindungan hutan dan rehabilitasi lahan.


=== Penerapan hutan lestari Uni Eropa di Indonesia ===
=== Zaman Demokrasi Terpimpin (1960-1965) ===
Di Indonesia adopsi pengelolaan hutan lestari merupakan kewajiban bagi pelaku usaha sektor kehutanan yang diatur pada [[Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41/1999 tentang Kehutanan]]. [[Kerjasama Sertifikasi Kehutanan Indonesia]] telah disetujui menjadi anggota Badan Pemerintah Nasional untuk menyediakan jasa sertifikasi. Implementasi efektif dari SFM akan menjamin bahwa sumber daya hutan Indonesia akan terus menyediakan pelayanan ekologis, ekonomi, sosial dan kebudayaan dengan cara yang terbaik, berimbang dan berkelanjutan. Di Indonesia, semua kayu dari hutan milik negara atau hutan milik swasta wajib untuk mengadopsi verifikasi legalitas. Prosedur ini adalah untuk menjamin kayu tersebut berasal dari sumber yang sah. Dalam industri primer dan sekunder, kayu untuk bahan baku dan produk akhirnya juga harus menjalani verifikasi seperti ini. Produk kayu untuk ekspor membutuhkan Dokumen V-Legal. Informasi lebih lanjut dari dilihat di ''Timber Legality Assurance System'' (SVLK).<ref name=":3" />
Dalam periode ini berhasil disusun Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahp Pertama (1961-1969) oleh dewan perancang nasional (DPERNAS), dan mulai dilaksanakan desentralisasi urusan kehutanan dan perusahaan-perusahaan kehutanan negara.


Dengan penerapan [[EUTR]], [[Uni Eropa]] tidak lagi menjadi pasar untuk penjualan kayu sesaat. Apabila Anda memutuskan untuk mempertahankan pangsa pasar Uni Eropa, harap diingat bahwa jaminan keabsahan kayu adalah aspek penting dalam perdagangan selain harga dan kualitas. Informasi tentang EUTR dapat dilihat pada Dokumen Panduan untuk EUTR, Sejak diperkenalkannya EUTR, masih banyak hal-hal yang belum jelas mengenai dampak dan konsekuensinya. Untuk melihat berbagai skenario dari penerapan EUTR dapat merujuk pada dokumen Dampak dari EUTR untuk Eksportir Kayu SME dari Negara Berkembang.<ref name=":3" />
* Pengurusan hutan dilaksanakan oleh departemen kehutanan yang untuk pertama kalinya berdiri (1964) setelah Indonesia merdeka dan merupakan bagian dari kabinet Dwikora atau Kabinet 100 Menteri.
* Perencanaan dalam periode ini mulai dilakukan perencanaan yang bersifat sistematis, mencakup rencana perusahaan (PERHUTANI) dan rencana Departemen Kehutanan, Rencana ini mencakup kegiatan-kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan hutan dan perencanaan hutan, reboisasi dan penghijauan, kegiatan kehutanan dalam produksi bahan makanan, industry kehutanan, proyek kehutanan sehubungan dengan jalan lintas Sumatera, pelestarian dan pengawetan alam serta penelitian, Pendidikan dan pelatihan kehutanan.
* Pemanfaatan dalam periode ini kayu telah dimasukkan dalam barang ekspor untuk menghasilkan devisa negara dengan target US $52,5 Juta serta meningkatkan kinerja untuk melindungi bumi.
* Pembinaan Hutan kegiatan ini dilakukan untuk menanggulangi banjir yang saat ini sudah mulai terasa terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS): Citarum, Cimanuk, Cipunagara. Serta menyediakan habitat Flora dan Fauna yang hampir punah ataupun yang belum punah.


Informasi tentang VPA dan informasi perkembangan negara Anda pada proses VPA atau FLEGT dapat dilihat pada portal FLEGT tentang ''Voluntary Partnership Agreements''. EUTR hanya menangani permasalahan penjualan [[kayu ilegal]] tetapi tidak menyelesaikan secara langsung permasalahan deforestasi. Rujuk Pesyaratan Umum untuk informasi pengelolaan hutan lestari.<ref>{{Cite journal|date=2000-01-01|title=Endangered Species Threatened Convention|url=http://dx.doi.org/10.4324/9781315071503|doi=10.4324/9781315071503}}</ref>
=== Zaman Era Orde Baru (1965-1998) ===
Pengurusan hutan dilaksanakan oleh Direktoral Jenderal Kehutanan di bawah Departemen Pertanian. Namun kemudian diubah kembali menjadi Departemen Kehutanan pada Kabinet Pembangunan IV melalui KEPPRES RI No. 4/M/Tahun 1983 tentang kabinet pembangunan IV.


=== produk kayu untuk bahan konstruksi di Negara Uni Eropa ===
* Perencanaan hutan selama periode ini keguatan perencanaan hutan difokuskan pada kegiatan pengukuhan dan penataan hutan, dilaksanakan untuk menunjang kegiatan tata ruang nasional. Perubahan tata guna hutan pertama yang dilakukan periode ini adalah tata guna hutan kesepakatan (TGHK), dilakukan setiap provinsi. Melalui TGHK, fungsi penggunaan hutan ditetapkan menjadi hutan suaka alam dan hutan wisata, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Kayu atau produk kayu yang termasuk pada pekerjaan konstruksi harus ditandai dengan CE. Hal ini untuk menunjukkan bahwa produk tersebut sesuai dengan persyaratan ketahanan, stabilitas, keselamatan (dalam kebakaran), kesehatan dan lingkungan. Sejak bulan Juli [[2013]], produsen produk akhir kayu bahan konstruksi harus menyediakan deklarasi kinerja - ''Declaration of Performance'' (DoP). Karena tidak biasa bagi [[eksportir]] dari Indonesia untuk memasok produk akhir kayu bahan konstruksi ke Uni Eropa, persyaratan tanda CE tidak perlu diterapkan bagi Anda sebagai pemasok komponen kayu. Sebagai pemasok komponen kayu Anda harus menyediakan informasi tentang karakteristik penting produk Anda kepada pembeli.
* Pemanfaatan hutan dalam periode ini ditekankan pada pemanfaatan hutan produksi untuk tujuan menghasilkan kayu dengan cara pemberian konsesi hutan kepada swasta dalam bentuk hak pengusahaan hutan (HPH).
* Pembinaan Hutan dilaksanakan dengan kegiatan reboisasi yang dilakukan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kritis dan pelestarian alam dilakukan dengan menetapkan 16 taman nasional agar menjaga siklus alam di Indonesia serta menjaga habitat flora dan fauna di Indonesia.


* Keterangan tentang karakteristik produk yang penting dapat dilihat pada Panduan tentang [[Peraturan Produk Konstruksi]] dan Implementasinya untuk perusahaan manufaktur.
=== Zaman Era Reformasi (1998-Sekarang) ===
* Informasi lebih lanjut tentang Tanda CE pada produk konstruksi
Pengurusan hutan diindonesia mulai lebih serius ketika Zaman Era Reformasi Lahir dengan Prof. BJ. Habibie yang menjadi presiden Indonesia pada saat mulainya reformasi setelah Presiden soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Presiden BJ. Habibie pun saat dilantik sebagai presiden membentuk sebuah kabinet reformasi. Dalam Kabinet ini pengurusan hutan dilakukan oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Dan ada dua buah undang-undang yang berhubungan langsung dengan pengurusan hutan diindonesia.
* Apabila ada pihak yang ingin memasok jenis kayu yang hampir punah atau spesies langka maka hanya akan mampu menebang dan [[ekspor kayu]] apabila kayu tersebut ada pada daftar CITES (''international convention on trade in endangered species''). Dalam hal ini pihak terkait harus mendapatkan izin (permit) dari [[CITES]]. Dengan izin CITES Anda secara otomatis mematuhi persyaratan Regulasi Kayu Uni Eropa dan kayu Anda dipertimbangkan diperoleh secara legal.<ref name=":2" />


== Referensi ==
1.     Undang-undang- Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah, disahkan pada 7 Mei 1999
<references />


== Lihat pula ==
2.     Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, disahkan pada 30 September 1999. Sebagai mengganti Undang-undang No. 5 Tahun 1967 Tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.


* [[Biodiversitas]]
Pengurusan hutan selama periode ini tidak lepas dari upaya pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang telah terpuruk sejak penghujung era Orde Baru. Dalam upaya pemulihan ekonomi ini pemerintah Indonesia meminta bantuan IMF (''international Moneter Fund'') dan Bersama-sama membuat kesepakatan tentang langkah-langkah pemulihan ekonomi yang akan diambil dan kesepakatan ini dituangkan dalam bentuk ''Letter of Intent'' (LOI).
* [[Biologi konservasi]]
* [[Eksploitasi berlebihan]]
* [[Informatika hutan]]
* [[Inventarisasi hutan]]
* [[Kayu bersertifikat]]
* [[Kehutanan masyarakat]]
* [[Konservasi habitat]]
* [[Lanskap alami]]
* [[Manajemen hutan berkelanjutan]]
* [[Pembangunan berkelanjutan]]
* [[Perlindungan lingkungan]]
* [[Permodelan pertumbuhan dan hasil]]
* [[Sumber daya alam terbarukan]]
* [[Wanatani]]


== Bahan bacaan terkait ==
Beberapa komitmen Pemerintah Indonesia yang terkait dengan kehutanan dan perkebunan adalah sebagai berikut.


* {{cite journal|last=Shindler|first=Bruce|authorlink=|date=|year=1999|title=Shifting Public Values for Forest Management: Making Sense of Wicked Problems|url=http://www.fs.fed.us/eco/eco-watch/wickedpr.html|journal=Western Journal of Applied Forestry|language=|location=|publisher=Society of American Foresters|volume=14|issue=1|pages=28–34|bibcode=|doi=|issn=0885-6095|oclc=|pmc=|pmid=|id=|accessdate=2008-08-25|laysource=|laydate=|quote=|quotes=|coauthors=Lori A. Cramer|month=January|laysummary=}}
# Menggalan kerja sama dankoordinasi dengan Departemen/Instansi terkait menentukan prosedur/cara memerangi penebangan liar, terutama penebangan liar dalam taman nasional, serta menutup industri-industri yang tidak legal.
# Mempercepat penilaian kembali sumber daya hutan sebagai dasar untuk mutasi Program Kehutanan Nasional (PKN).
# Mengevaluasi kebijakan konversi hutan dan menghentikan sementara konversi hutan alam sampai PKN disetujui.
# Mengurangi kapasitas dan reksturisasi industri perkayuan dalam rangka menyeimbangkan antara persediaan dan permintaan bahan baku, dalam rangka meningkatkan daya saing industri perkayuan di Indonesia.
# Menutup industri perkayuan yang mempunyai hutang besar dan di bawah BPPN serta mengaitkan penghapusan utang dengan pengurangan kapasitas.
# Mengaitkan program penghutanan kembali dengan industri perkayuan yang ada dan yang dalam proses pengembangan.
# Menghitung kembali nilai nyata kayu.
# Memanfaatkan proses desentralisasi sebagai alat untuk mengembangkan pengelolaan hutan berkelanjutan (SFM).


<br />{{Kehutanan}}
Kemudian dikembangkan dengan menambahkan empat isu tambahan yang juga dianggap penting dalam bidang kehutanan.
{{Authority control}}

# Penanggulangan dan pencegahan kebekaran hutan.
# Penyelesaian Program Kehutanan Nasional (PKN).
# Penyelesaian masalah yang terkait dengan sistem tenurial lahan hutan.
# Perumusan sistem pengelolaan hutan yang memungkinkan terselenggaranya PHL atau SFM.

Dari 12 isu penting tersebut lahir karena untuk menjaga lingkungan alam di Indonesia agar tetap lestari dan pemanfaatannya dipakai sebaik-baiknya tanpa ada kata mengekspolitasi secara massif tetapi tetap memakai asas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

== Hubungan Pengurusan Kehutanan di Indonesia dengan Uni Eropa ==
Hubungan Indonesia dengan Uni eropa dengan persoalan kehutanan yaitu dituangkan dalam Peraturan Kayu Uni Eropa yang dimana lebih menitik beratkan produk hutan berlaku untuk semua kayu dan produk kayu dan kerja sama menjaga kelestarian hutan di Indonesia.

=== '''Peraturan Kayu Uni Eropa atau EU Timber Regulation (EUTR):''' ===
Sejak Maret 2013, semua kayu yang diimpor ke Uni Eropa harus berasal dari sumber resmi yang dapat diverifikasi. Pembeli Uni Eropa yang menempatkan kayu atau produk kayu di pasar untuk pertama kalinya harus menunjukkan uji tuntas (due diligence). Selain itu, EUTR mengharuskan pelaku usaha untuk menelusuri produk mereka pada sumber awal. Artinya bahwa apabila pemasok memasok kayu yang sah tapi tidak dapat menyediakan jaminan keabsahan yang didokumentasikan dengan baik mereka tidak akan mampu memasok ke pasar Uni Eropa

EUTR adalah bagian dari Rencana Aksi dari Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT). Selain EUTR, rencana aksi lainnya dari FLEGT adalah Voluntary Partnership Agreements (VPAs) yaitu kesepakatan perdagangan sukarela antara Uni Eropa dengan negara pengekspor kayu. Dalam hal negara menerapkan skema perizinan nasional yang mengakomodasi skema perizinan (licensing) ekspor kayu nasional, semua kayu yang diekspor dari negara tersebut dipertimbangkan sah/legal. Cara lain untuk membuktikan kepatuhan dengan melalui voluntary legality verification systems dan sertifikasi pengelolaan hutan lestari. Untuk spesies kayu langka Anda akan memerlukan izin dari CITES. Izin CITES akan juga membuktikan kepatuhan pada FLEGT. Bagi Anda memungkinkan untuk menyediakan dokumen keabsahan asal kayu untuk setiap pengiriman kayu atau produk kayu.

=== '''Penerapan hutan lestari Uni Eropa di Indonesia''' ===
Di Indonesia adopsi pengelolaan hutan lestari merupakan kewajiban bagi pelaku usaha sektor kehutanan yang diatur pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. The Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) atau Kerjasama Sertifikasi Kehutanan Indonesia telah disetujui menjadi anggota Badan Pemerintah Nasional untuk menyediakan jasa sertifikasi. Implementasi efektif dari SFM akan menjamin bahwa sumber daya hutan Indonesia akan terus menyediakan pelayanan ekologis, ekonomi, sosial dan kebudayaan dengan cara yang terbaik, berimbang dan berkelanjutan. Di Indonesia, semua kayu dari hutan milik negara atau hutan milik swasta wajib untuk mengadopsi verifikasi legalitas. Prosedur ini adalah untuk menjamin kayu tersebut berasal dari sumber yang sah. Dalam industri primer dan sekunder, kayu untuk bahan baku dan produk akhirnya juga harus menjalani verifikasi seperti ini. Produk kayu untuk ekspor membutuhkan V-Legal Document.Informasi lebih lanjut dari dilihat di Timber Legality Assurance System (SVLK).

Dengan penerapan EUTR, Uni Eropa tidak lagi menjadi pasar untuk penjualan kayu sesaat. Apabila Anda memutuskan untuk mempertahankan pangsa pasar Uni Eropa, harap diingat bahwa jaminan keabsahan kayu adalah aspek penting dalam perdagangan selain harga dan kualitas. Informasi tentang EUTR dapat dilihat pada Guidance Document for the EUTR (Dokumen Panduan untuk EUTR), Sejak diperkenalkannya EUTR, masih banyak hal-hal yang belum jelas mengenai dampak dan konsekuensinya. Untuk melihat berbagai skenario dari penerapan EUTR dapat merujuk pada dokumen Impact of the EUTR for SME exporters from developing countries (Dampak dari EUTR untuk Eksportir Kayu SME dari Negara Berkembang.)

Informasi tentang VPA dan informasi perkembangan negara Anda pada proses VPA atau FLEGT dapat dilihat pada portal FLEGT tentang Voluntary Partnership Agreements. EUTR hanya menangani permasalahan penjualan kayu ilegal tetapi tidak menyelesaikan secara langsung permasalahan deforestasi. Rujuk Pesyaratan Umum untuk informasi pengelolaan hutan lestari.

=== '''produk kayu untuk bahan konstruksi di Negara Uni Eropa''' ===
Kayu atau produk kayu yang termasuk pada pekerjaan konstruksi harus ditandai dengan CE (CE Marking). Hal ini untuk menunjukkan bahwa produk tersebut sesuai dengan persyaratan ketahanan, stabilitas, keselamatan (dalam kebakaran), kesehatan dan lingkungan. Sejak bulan Juli 2013, produsen produk akhir kayu bahan konstruksi harus menyediakan deklarasi kinerja - Declaration of Performance (DoP). Karena tidak biasa bagi eksportir dari Indonesia untuk memasok produk akhir kayu bahan konstruksi ke Uni Eropa, persyaratan tanda CE tidak perlu diterapkan bagi Anda sebagai pemasok komponen kayu. Sebagai pemasok komponen kayu Anda harus menyediakan informasi tentang karakteristik penting produk Anda kepada pembeli.

* Keterangan tentang karakteristik produk yang penting dapat dilihat pada Panduan tentang Peraturan Produk Konstruksi dan Implementasinya untuk perusahaan manufaktur.
* Informasi lebih lanjut tentang Tanda CE pada produk konstruksi
* Apabila ada pihak yang ingin memasok jenis kayu yang hampir punah atau spesies langka maka hanya akan mampu menebang dan ekspor kayu apabila kayu tersebut ada pada daftar CITES (international convention on trade in endangered species). Dalam hal ini pihak terkait harus mendapatkan izin (permit) dari CITES. Dengan izin CITES Anda secara otomatis mematuhi persyaratan Regulasi Kayu Uni Eropa dan kayu Anda dipertimbangkan diperoleh secara legal.

== Referensi ==
<br />


[[Kategori:Hutan]]
{{Sedang ditulis}}
[[Kategori:Uni Eropa]]
[[Kategori:Indonesia]]
[[Kategori:Artikel EUforia Wiki4Climate]]

Revisi terkini sejak 13 Desember 2022 07.01

Deforestasi[pranala nonaktif permanen] di hutan Amazon terjadi di sepanjang akses jalan yang dibangun di kawasan hutan

Pengurusan Hutan di Indonesia adalah keseluruhan tindakan manajemen terhadap sumber daya hutan yang ada di Indonesia yang dilakukan dalam rangka mendapatkan totalitas barang-barang, manfaat-manfaat, dan nilai-nilai yang dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan kelestariannya untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Ruang Lingkup Pengurusan Hutan[sunting | sunting sumber]

Hutan di Indonesia

Jadi dilihat dari komponen-komponen kegiatannya, maka kegiatan pengurusan hutan merupakan tindakan manajemen yang di dalamnya terdapat komponen-komponen kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan. Sasarannya adalah keseluruhan hutan sebagai suatu ekosistem berikut keseluruhan hasil, manfaat dan nilai yang dapat diperoleh secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Dalam praktik pengurusan hutan di Indonesia, istilah pengurusan hutan digunakan untuk menyatakan keseluruhan kegiatan yang terdiri atas perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, serta Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Keseluruhan kegiatan ini dilakukan dalamrangka mendapatkan totalitas manfaat hutan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia serta dapat mendukung system kehidupan di muka bumi, pada saat ini dan generasi yang akan datang, dari seluruh hutan yang ada di Indonesia.

Pengurusan Manajemen Hutan di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Manajemen hutan merupakan cabang ilmu kehutanan yang menghubungkan aspek administratif, ekonomi, hukum, dan sosial dengan aspek ilmiah dan teknis seperti silvikultur, perlindungan hutan, dan dendrologi. Manajemen hutan di Indonesia saat ini mencakup estetika, penangkapan ikan air tawar, rekreasi ruang terbuka, manajemen resapan air, satwa liar, dan hasil hutan kayu maupun non-kayu.[1] Sistem manajemen tersebut berdasarkan pada konservasi, ekonomi, maupun kombinasi keduanya. Metode manajemen meliputi ekstraksi kayu, aforestasi, reforestasi, pembangunan akses jalan ke dalam hutan, dan pencegahan kebakaran hutan.Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keberadaan hutan telah menyebabkan peralihan fungsi hutan secara ekonomi dari sumber penghasil uang dari kayu menjadi usaha pelestarian sumber daya alam, termasuk pelestarian satwa liar, hutan primer, keanekaragaman hayati, manajemen kawasan resapan air, juga rekreasi. Keberadaan keanekaragaman hayati seperti burung, mamalia, amfibi, dan satwa liar lainnya terpengaruh oleh rencana dan tipe pengelolaan hutan.[2] Permodelan sistem informasi geografis telah dikembangkan untuk melakukan inventarisasi hutan dan perencanaan manajemen.[3] Hasil permodelan dapat dipublikasikan ke masyarakat.

Tipe pengelolaan hutan di Indonesia bervariasi, yaitu tidak menyentuh suatu kawasan hutan sama sekali dan membiarkannya tumbuh secara alami, hingga pengelolaan silvikultural secara intensif dengan pemantauan secara periodik. Pengelolaan hutan akan meningkat ketika digunakan untuk mencapai kriteria ekonomi (peningkatan hasil kayu dan non-kayu) dan kriteria ekologi tertentu (pelestarian spesies, sekuestrasi karbon).[4]

Hubungan Pengurusan Kehutanan di Indonesia dengan Uni Eropa[sunting | sunting sumber]

Hubungan Indonesia dengan Uni Eropa dengan persoalan kehutanan yaitu dituangkan dalam Peraturan Kayu Uni Eropa yang di mana lebih menitik beratkan produk hutan berlaku untuk semua kayu dan produk kayu dan kerja sama menjaga kelestarian hutan di Indonesia.

Peraturan Kayu Uni Eropa atau EU Timber Regulation (EUTR)[sunting | sunting sumber]

Sejak Maret 2013, semua kayu yang diimpor ke Uni Eropa harus berasal dari sumber resmi yang dapat diverifikasi. Pembeli Uni Eropa yang menempatkan kayu atau produk kayu di pasar untuk pertama kalinya harus menunjukkan uji tuntas. Selain itu, EUTR mengharuskan pelaku usaha untuk menelusuri produk mereka pada sumber awal. Artinya bahwa apabila pemasok memasok kayu yang sah tapi tidak dapat menyediakan jaminan keabsahan yang didokumentasikan dengan baik mereka tidak akan mampu memasok ke pasar Uni Eropa.[5]

EUTR adalah bagian dari Rencana Aksi dari Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT). Selain EUTR, rencana aksi lainnya dari FLEGT adalah Voluntary Partnership Agreements (VPAs) yaitu kesepakatan perdagangan sukarela antara Uni Eropa dengan negara pengekspor kayu. Dalam hal negara menerapkan skema perizinan nasional yang mengakomodasi skema perizinan ekspor kayu nasional, semua kayu yang diekspor dari negara tersebut dipertimbangkan sah/legal. Cara lain untuk membuktikan kepatuhan dengan melalui dan sertifikasi pengelolaan hutan lestari. Untuk spesies kayu langka Anda akan memerlukan izin dari CITES. Izin CITES akan juga membuktikan kepatuhan pada FLEGT. Bagi Anda memungkinkan untuk menyediakan dokumen keabsahan asal kayu untuk setiap pengiriman kayu atau produk kayu.[6]

Penerapan hutan lestari Uni Eropa di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Di Indonesia adopsi pengelolaan hutan lestari merupakan kewajiban bagi pelaku usaha sektor kehutanan yang diatur pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Kerjasama Sertifikasi Kehutanan Indonesia telah disetujui menjadi anggota Badan Pemerintah Nasional untuk menyediakan jasa sertifikasi. Implementasi efektif dari SFM akan menjamin bahwa sumber daya hutan Indonesia akan terus menyediakan pelayanan ekologis, ekonomi, sosial dan kebudayaan dengan cara yang terbaik, berimbang dan berkelanjutan. Di Indonesia, semua kayu dari hutan milik negara atau hutan milik swasta wajib untuk mengadopsi verifikasi legalitas. Prosedur ini adalah untuk menjamin kayu tersebut berasal dari sumber yang sah. Dalam industri primer dan sekunder, kayu untuk bahan baku dan produk akhirnya juga harus menjalani verifikasi seperti ini. Produk kayu untuk ekspor membutuhkan Dokumen V-Legal. Informasi lebih lanjut dari dilihat di Timber Legality Assurance System (SVLK).[6]

Dengan penerapan EUTR, Uni Eropa tidak lagi menjadi pasar untuk penjualan kayu sesaat. Apabila Anda memutuskan untuk mempertahankan pangsa pasar Uni Eropa, harap diingat bahwa jaminan keabsahan kayu adalah aspek penting dalam perdagangan selain harga dan kualitas. Informasi tentang EUTR dapat dilihat pada Dokumen Panduan untuk EUTR, Sejak diperkenalkannya EUTR, masih banyak hal-hal yang belum jelas mengenai dampak dan konsekuensinya. Untuk melihat berbagai skenario dari penerapan EUTR dapat merujuk pada dokumen Dampak dari EUTR untuk Eksportir Kayu SME dari Negara Berkembang.[6]

Informasi tentang VPA dan informasi perkembangan negara Anda pada proses VPA atau FLEGT dapat dilihat pada portal FLEGT tentang Voluntary Partnership Agreements. EUTR hanya menangani permasalahan penjualan kayu ilegal tetapi tidak menyelesaikan secara langsung permasalahan deforestasi. Rujuk Pesyaratan Umum untuk informasi pengelolaan hutan lestari.[7]

produk kayu untuk bahan konstruksi di Negara Uni Eropa[sunting | sunting sumber]

Kayu atau produk kayu yang termasuk pada pekerjaan konstruksi harus ditandai dengan CE. Hal ini untuk menunjukkan bahwa produk tersebut sesuai dengan persyaratan ketahanan, stabilitas, keselamatan (dalam kebakaran), kesehatan dan lingkungan. Sejak bulan Juli 2013, produsen produk akhir kayu bahan konstruksi harus menyediakan deklarasi kinerja - Declaration of Performance (DoP). Karena tidak biasa bagi eksportir dari Indonesia untuk memasok produk akhir kayu bahan konstruksi ke Uni Eropa, persyaratan tanda CE tidak perlu diterapkan bagi Anda sebagai pemasok komponen kayu. Sebagai pemasok komponen kayu Anda harus menyediakan informasi tentang karakteristik penting produk Anda kepada pembeli.

  • Keterangan tentang karakteristik produk yang penting dapat dilihat pada Panduan tentang Peraturan Produk Konstruksi dan Implementasinya untuk perusahaan manufaktur.
  • Informasi lebih lanjut tentang Tanda CE pada produk konstruksi
  • Apabila ada pihak yang ingin memasok jenis kayu yang hampir punah atau spesies langka maka hanya akan mampu menebang dan ekspor kayu apabila kayu tersebut ada pada daftar CITES (international convention on trade in endangered species). Dalam hal ini pihak terkait harus mendapatkan izin (permit) dari CITES. Dengan izin CITES Anda secara otomatis mematuhi persyaratan Regulasi Kayu Uni Eropa dan kayu Anda dipertimbangkan diperoleh secara legal.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Glossary of Forestry Terms in British Columbia" (pdf). Ministry of Forests and Range (Canada). 2008-03. Diakses tanggal 2009-04-06. 
  2. ^ * Philip Joseph Burton. 2003. Towards sustainable management of the boreal forest 1039 pages
  3. ^ Mozgeris, G. (2008) “The continuous field view of representing forest geographically: from cartographic representation towards improved management planning”. S.A.P.I.EN.S. 1 (2)
  4. ^ Classification of Forest Management Approaches: A New Conceptual Framework and Its Applicability to European Forestry Philipp S. Duncker 1, Susana M. Barreiro 2, Geerten M. Hengeveld 3, Torgny Lind 4, William L. Mason 5, Slawomir Ambrozy 6 and Heinrich Spiecker 1|http://www.ecologyandsociety.org/vol17/iss4/art51/
  5. ^ a b Senjani, Yayu Putri (2015-09-01). "MANAJEMEN LABA AKRUAL DAN RIIL SEBELUM DAN SETELAH ADOPSI WAJIB IFRS DI UNI EROPA". ETIKONOMI. 12 (1). doi:10.15408/etk.v12i1.1905. ISSN 2461-0771. 
  6. ^ a b c Dwiprabowo, Hariyatno; Suwarno, Eno (2013-08-01). "KOMPONEN DAN BOBOT DARI KRITERIA DAN INDIKATOR TATA KELOLA PERUSAHAAN KEHUTANAN". Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 10 (2): 118–133. doi:10.20886/jakk.2013.10.2.118-133. ISSN 0216-0897. 
  7. ^ "Endangered Species Threatened Convention". 2000-01-01. doi:10.4324/9781315071503. 

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Bahan bacaan terkait[sunting | sunting sumber]