Lompat ke isi

Kayu bersertifikat: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi 'thumb|350px|[[Hutan di Pulau San Juan yang dikelola dengan baik]] '''Kayu bersertifikat''' adalah kayu yang dihasilkan dar...'
 
Partofme00 (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan.
 
(17 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Forest on San Juan Island.jpg|thumb|350px|[[Hutan]] di [[Pulau San Juan]] yang dikelola dengan baik]]
[[Berkas:Forest on San Juan Island.jpg|jmpl|350px|[[Hutan]] di [[Pulau San Juan]] yang dikelola dengan baik]]
'''Kayu bersertifikat''' adalah kayu yang dihasilkan dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab, sesuai dengan standar yang telah didefinisikan. Dengan sertifikasi, akan berkembang standar [[manajemen hutan]] yang baik.<ref>[http://www.metafore.org/index.php?p=About+Certification&s=153 Metafore Forest Certification Resource Center]</ref>
'''Kayu bersertifikat''' adalah kayu yang dihasilkan dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam skema sertifikasi oleh pihak ketiga, suatu lembaga penyusun standar yang independen membuat sebuah standar pengelolaan hutan yang baik (misalnya [[standar pengelolaan hutan lestari]]), yang pada gilirannya standar itu digunakan oleh suatu lembaga sertifikasi—yang juga independen—untuk menilai kinerja pengelolaan hutan yang diselenggarakan oleh suatu unit pengelola hutan (atau, unit manajemen hutan). Dengan sertifikasi, akan berkembang standar [[manajemen hutan]] yang baik.<ref>{{Cite web |url=http://www.metafore.org/index.php?p=About+Certification&s=153 |title=Metafore Forest Certification Resource Center |access-date=2013-08-29 |archive-date=2009-04-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090405013048/http://www.metafore.org/index.php?p=About+Certification&s=153 |dead-url=yes }}</ref>


== Syarat ==
== Syarat ==
Program sertifikasi hutan umumnya membutuhkan praktek manajemen hutan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Dasar persyaratan atau karakteristik dari sertifikasi hutan mencakup:<ref>[http://stateforesters.org/files/2008.Forest%20Certification.pdf National Association of State Foresters Policy Statement 2008]</ref>
Program sertifikasi hutan umumnya membutuhkan praktik manajemen hutan yang sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Dasar persyaratan atau karakteristik dari sertifikasi hutan mencakup:<ref>{{Cite web |url=http://stateforesters.org/files/2008.Forest%20Certification.pdf |title=National Association of State Foresters Policy Statement 2008 |access-date=2013-08-29 |archive-date=2016-04-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160408020837/http://www.stateforesters.org/files/2008.Forest%20Certification.pdf |dead-url=yes }}</ref>


* Perlindungan keaneka ragaman hayati, spesies dan habitan satwa liar yang dalam ancaman
* Perlindungan [[keanekaragaman hayati]], spesies dan habitat satwa liar yang terancam kepunahan
* Tingkat pemanenan kayu yang berkelanjutan
* Tingkat pemanenan kayu yang berkelanjutan
* Perlindungan kualitas air
* Perlindungan kualitas air
* Aktivitas regenerasi hutan (seperti penanaman kembali dan [[reforestasi]])
* Aktivitas [[Regenerasi (biologi)|regenerasi]] hutan (seperti penanaman kembali dan [[reforestasi]])
* Sertifikasi dan audit dari pihak ketiga yang dilakukan oleh badan sertifikasi terakreditasi
* Sertifikasi dan audit dari pihak ketiga yang dilakukan oleh badan sertifikasi terakreditasi
* Keterlibatan pemegang kepentingan usaha kehutanan yang lebih dari satu
* Keterlibatan [[pemangku kepentingan]] (''stakeholder'') usaha kehutanan yang lebih dari satu
* Adanya proses komplain dan pengajuan gugatan
* Tersedianya mekanisme komplain dan pengajuan gugatan


== Program ==
== Sejarah singkat ==
Isu sertifikasi pengelolaan hutan tidak bisa dilepaskan dari maraknya aksi [[boikot kayu tropis]] yang dikampanyekan berbagai ornop (organisasi non-pemerintah) tingkat dunia di akhir dekade 1980-an. Aksi-aksi tersebut dilandasi oleh keprihatinan masyarakat dunia akan nasib [[hutan tropis]] yang terus mengalami kehancuran dan kerusakan lingkungan. Pada tahun 1987 dibentuk Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO, ''[[International Tropical Timber Organization]]'') untuk menyepakati perlunya pengelolaan hutan yang lestari, sekaligus untuk memastikan bahwa pemanfaatannya (dan perdagangan kayunya) dapat terus berlangsung bagi kepentingan masyarakat dan hutan. Pada saat yang kurang lebih bersamaan, timbul kesadaran dan keinginan di kalangan industriawan dan konsumen kayu internasional untuk mengetahui asal-usul kayu yang digunakan, dan bahwa kayu-kayu itu berasal dari sumber yang dikelola secara bertanggung jawab, baik secara sosial maupun lingkungan.<ref name=cert>{{aut|Nussbaum, R. & M. Simula}}. 2006. ''Buku pegangan sertifikasi hutan''. (terjemahan). p.4-10. Bogor:INRR & Persaki.</ref>
Saat ini, terdapat lebih dari 50 program sertifikasi di seluruh dunia<ref>[http://www.naturallywood.com/uploadedFiles/General/Sustainable_Forests/Third_Party_Forest_Certification.pdf Third-Party Forest Certification in British Columbia]</ref> yang mencakup berbagai jenis hutan dengan masa berlaku yang berbeda-beda. Dua program sertifikasi hutan internasional terbesar yaitu [[Forest Stewardship Council]] (FSC) dan [[Programme for the Endorsement of Forest Certification]] (PEFC). PEFC adalah yang terbesar dengan sertifikasi mencakup dua per tiga dari seluruh hutan yang tersertifikasi. Sedangkan FSC terus berkembang.<ref>[http://timber.unece.org/fileadmin/DAM/publications/sp-25.pdf UNECE/FAO 2009-2010 Forest Products Annual Market Review page 115]</ref>


Sejak saat itu muncul berbagai inisiatif dan gagasan untuk membangun standar sertifikasi; mulanya diawali oleh ornop-ornop seperti [[Greenpeace]], [[Rainforest Alliance]] dan lain-lain, tetapi juga oleh [[Soil Association]] (SA). Masing-masing ornop menyusun standar, dan kemudian atas permintaan konsumen yang menghubunginya, menyelenggarakan suatu penilaian sertifikasi terhadap unit pengelola hutan tertentu sesuai permintaan. Di Indonesia, [[Perum Perhutani]] adalah yang pertama memperoleh sertifikat pengelolaan hutan lestari pada tahun 1990, menurut standar sertifikasi ''SmartWood'' yang dilansir oleh Rainforest Alliance.<ref>Tim Penulis LEI. 2004. ''Memoar satu dekade pergulatan sertifikasi di Indonesia'': 12. Bogor:Pustaka LEI.</ref>
Sertifikasi hutan pihak ketiga dilakukan pertama kali di awal tahun 1990an oleh FSC, dengan kolaborasi antara [[organisasi lingkungan]] [[lembaga non-pemerintah|swadaya]], perusahaan produk kehutanan, dan masyarakat. Segera program dan sistem yang sama muncul di seluruh dunia. Namun berbagai kalangan menilai bahwa banyaknya sistem dan standar yang berkembang diatur oleh perusahaan kehutanan yang secara spesifik bertujuan untuk membingungkan konsumen dengan peraturan yang kurang ketat namun memiliki nama yang hampir sama.<ref>{{cite book | last = Diamond | first = Jared | authorlink = Jared Diamond | coauthors = | title = Collapse: How Societies Choose to Fail Or Succeed | publisher = Penguin | year = 2005 | location = London | url = http://books.google.com/books?id=QyzHKSCYSmsC | doi = | id = | isbn =0-14-303655-6 | page = 479 }}</ref>


Standar sertifikasi hutan pihak ketiga disediakan pertama kali oleh FSC (Forest Stewardship Council) pada tahun 1993, dengan kolaborasi antara [[organisasi lingkungan]] [[lembaga non-pemerintah|swadaya]], perusahaan produk kehutanan, dan masyarakat. Segera program dan sistem yang serupa muncul di seluruh dunia. Namun banyak kalangan yang menilai bahwa banyak pula sistem dan standar yang ternyata dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan kehutanan, yang secara spesifik bertujuan untuk mengelabui konsumen melalui nama yang bermiripan namun dengan standar yang kurang ketat.<ref>{{cite book|last = Diamond|first = Jared|authorlink = Jared Diamond|coauthors =|title = Collapse: How Societies Choose to Fail Or Succeed|publisher = Penguin|year = 2005|location = London|url = http://books.google.com/books?id=QyzHKSCYSmsC|doi =|id =|isbn =0-14-303655-6|page = 479 }}</ref>
Di Indonesia, sistem sertifikasi kayu dilakukan oleh [[Departemen Kehutanan Republik Indonesia|Departemen Kehutanan]] dalam program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010. Sistem ini telah diinformasikan ke 144 negara di dunia agar dipastikan bahwa negara tersebut hanya menerima kayu dari Indonesia yang telah disertifikasi dan tidak menerima kayu ilegal.<ref>[http://silk.dephut.go.id/index.php?act=about Sistem Informasi Legalitas Kayu: About us].</ref>

Kriteria dan Indikator Pengelolaan Lestari untuk Hutan Tropis Alami (''Criteria and Indicators for The Sustainable Management of Natural Tropical Forest'') dihasilkan oleh ITTO pada tahun 1998, setelah sebelas tahun berproses.<ref name=cert/> Sementara di Indonesia, berdasarkan adaptasi atas versi-versi awal kriteria dan pedoman ITTO, pada tahun 1993 [[Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia]] (APHI) menerbitkan rancangan kriteria penilaian pengelolaan hutan Indonesia; namun standar ini kurang memperoleh sambutan sehingga akhirnya hanya digunakan secara internal. Dalam pada itu, antara 1993 hingga 1998, dirintis pembentukan organisasi [[Lembaga Ekolabel Indonesia]] (LEI) dan penyusunan kriteria dan indikator Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) yang kemudian diterapkan secara voluntari (sukarela) bagi pengelolaan hutan di Indonesia.<ref name=lei>Tim Penulis LEI. 2004. ''op. cit.'': 15-30.</ref>

== Program ==
Saat ini, terdapat lebih dari 50 program sertifikasi di seluruh dunia<ref>{{Cite web |url=http://www.naturallywood.com/uploadedFiles/General/Sustainable_Forests/Third_Party_Forest_Certification.pdf |title=Third-Party Forest Certification in British Columbia |access-date=2013-08-29 |archive-date=2020-04-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200407152538/http://www.naturallywood.com/uploadedFiles/General/Sustainable_Forests/Third_Party_Forest_Certification.pdf |dead-url=yes }}</ref> yang mencakup berbagai jenis hutan dengan masa berlaku yang berbeda-beda. Dua program sertifikasi hutan internasional terbesar yaitu [[Forest Stewardship Council]] (FSC) dan [[Programme for the Endorsement of Forest Certification]] (PEFC). PEFC adalah yang terbesar dilihat dari wilayah hutan yang disertifikasi olehnya, yang mencakup dua per tiga dari seluruh hutan yang tersertifikasi. Sedangkan FSC adalah yang tercepat berkembang.<ref>{{Cite web |url=http://timber.unece.org/fileadmin/DAM/publications/sp-25.pdf |title=UNECE/FAO 2009-2010 Forest Products Annual Market Review page 115 |access-date=2013-08-29 |archive-date=2010-08-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100820151542/http://timber.unece.org/fileadmin/DAM/publications/sp-25.pdf |dead-url=yes }}</ref>

Di Indonesia, sistem sertifikasi kayu yang bersifat mandatori (wajib) dilakukan oleh [[Departemen Kehutanan Republik Indonesia|Departemen Kehutanan]] dalam program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010. Sistem ini telah diinformasikan ke 144 negara di dunia agar dipastikan bahwa negara tersebut hanya menerima kayu dari Indonesia yang telah disertifikasi dan tidak menerima kayu ilegal.<ref>[http://silk.dephut.go.id/index.php?act=about Sistem Informasi Legalitas Kayu: About us] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140502000602/http://silk.dephut.go.id/index.php?act=about |date=2014-05-02 }}.</ref> Indonesia adalah negara pertama di dunia yang melakukan sertifikasi kayu,<ref>[http://www.antaranews.com/berita/394442/indonesia-negara-pertama-lakukan-sertifikasi-produk-kayu Indonesia negara pertama lakukan sertifikasi produk kayu]. Antara. Diakses 8 September 2013</ref> sedangkan negara lain selama ini menyerahkan program sertifikasi produk kayunya kepada lembaga non pemerintah. Akan tetapi berlainan dengan sertifikat pengelolaan hutan lestari, sertifikat VLK hanya menyatakan bahwa produk kayu (yang tersertifikasi) tersebut memiliki asal-usul yang sah secara legal.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
*[[Audit lingkungan]]
* [[Audit lingkungan]]
*[[Perlindungan hutan]]
* [[Perlindungan hutan]]
*[[Bangunan hijau]]
* [[Bangunan hijau]]
*[[Pembalakan liar]]
* [[Pembalakan liar]]
*[[Programme for the Endorsement of Forest Certification]]
* [[Programme for the Endorsement of Forest Certification]]
*[[Manajemen hutan berkelanjutan]]
* [[Manajemen hutan berkelanjutan]]
*[[Manajemen berkelanjutan]]
* [[Manajemen berkelanjutan]]
*[[Manajemen kayu]]
* [[Manajemen kayu]]


==Referensi==
== Referensi ==
{{Reflist|2}}
{{Reflist|2}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
{{portal|Pertanian}}
{{portal|Pertanian}}
* [http://www.certifiedwood.org/ Forest Certification Resource Center]
* [http://www.certifiedwood.org/ Forest Certification Resource Center] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200129212216/http://www.certifiedwood.org/ |date=2020-01-29 }}
* [http://www.fsc.org/ Forest Stewardship Council]
* [http://www.fsc.org/ Forest Stewardship Council]
* [http://www.sfiprogram.org/ Sustainable Forestry Initiative]
* [http://www.sfiprogram.org/ Sustainable Forestry Initiative]
* [http://www.pefc.org/ PEFC International website]
* [http://www.pefc.org/ PEFC International website]
* [http://www.dovetailinc.org/files/DovetailCertReport0310b.pdf Dovetail Partners Forest Certification: A Status Report (2010)]
* [http://www.dovetailinc.org/files/DovetailCertReport0310b.pdf Dovetail Partners Forest Certification: A Status Report (2010)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130531220823/http://www.dovetailinc.org/files/DovetailCertReport0310b.pdf |date=2013-05-31 }}



{{kehutanan}}
{{kehutanan}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Bahan bangunan]]
[[Kategori:Bahan bangunan]]

Revisi terkini sejak 29 November 2023 09.26

Hutan di Pulau San Juan yang dikelola dengan baik

Kayu bersertifikat adalah kayu yang dihasilkan dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam skema sertifikasi oleh pihak ketiga, suatu lembaga penyusun standar yang independen membuat sebuah standar pengelolaan hutan yang baik (misalnya standar pengelolaan hutan lestari), yang pada gilirannya standar itu digunakan oleh suatu lembaga sertifikasi—yang juga independen—untuk menilai kinerja pengelolaan hutan yang diselenggarakan oleh suatu unit pengelola hutan (atau, unit manajemen hutan). Dengan sertifikasi, akan berkembang standar manajemen hutan yang baik.[1]

Program sertifikasi hutan umumnya membutuhkan praktik manajemen hutan yang sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Dasar persyaratan atau karakteristik dari sertifikasi hutan mencakup:[2]

  • Perlindungan keanekaragaman hayati, spesies dan habitat satwa liar yang terancam kepunahan
  • Tingkat pemanenan kayu yang berkelanjutan
  • Perlindungan kualitas air
  • Aktivitas regenerasi hutan (seperti penanaman kembali dan reforestasi)
  • Sertifikasi dan audit dari pihak ketiga yang dilakukan oleh badan sertifikasi terakreditasi
  • Keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) usaha kehutanan yang lebih dari satu
  • Tersedianya mekanisme komplain dan pengajuan gugatan

Sejarah singkat

[sunting | sunting sumber]

Isu sertifikasi pengelolaan hutan tidak bisa dilepaskan dari maraknya aksi boikot kayu tropis yang dikampanyekan berbagai ornop (organisasi non-pemerintah) tingkat dunia di akhir dekade 1980-an. Aksi-aksi tersebut dilandasi oleh keprihatinan masyarakat dunia akan nasib hutan tropis yang terus mengalami kehancuran dan kerusakan lingkungan. Pada tahun 1987 dibentuk Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO, International Tropical Timber Organization) untuk menyepakati perlunya pengelolaan hutan yang lestari, sekaligus untuk memastikan bahwa pemanfaatannya (dan perdagangan kayunya) dapat terus berlangsung bagi kepentingan masyarakat dan hutan. Pada saat yang kurang lebih bersamaan, timbul kesadaran dan keinginan di kalangan industriawan dan konsumen kayu internasional untuk mengetahui asal-usul kayu yang digunakan, dan bahwa kayu-kayu itu berasal dari sumber yang dikelola secara bertanggung jawab, baik secara sosial maupun lingkungan.[3]

Sejak saat itu muncul berbagai inisiatif dan gagasan untuk membangun standar sertifikasi; mulanya diawali oleh ornop-ornop seperti Greenpeace, Rainforest Alliance dan lain-lain, tetapi juga oleh Soil Association (SA). Masing-masing ornop menyusun standar, dan kemudian atas permintaan konsumen yang menghubunginya, menyelenggarakan suatu penilaian sertifikasi terhadap unit pengelola hutan tertentu sesuai permintaan. Di Indonesia, Perum Perhutani adalah yang pertama memperoleh sertifikat pengelolaan hutan lestari pada tahun 1990, menurut standar sertifikasi SmartWood yang dilansir oleh Rainforest Alliance.[4]

Standar sertifikasi hutan pihak ketiga disediakan pertama kali oleh FSC (Forest Stewardship Council) pada tahun 1993, dengan kolaborasi antara organisasi lingkungan swadaya, perusahaan produk kehutanan, dan masyarakat. Segera program dan sistem yang serupa muncul di seluruh dunia. Namun banyak kalangan yang menilai bahwa banyak pula sistem dan standar yang ternyata dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan kehutanan, yang secara spesifik bertujuan untuk mengelabui konsumen melalui nama yang bermiripan namun dengan standar yang kurang ketat.[5]

Kriteria dan Indikator Pengelolaan Lestari untuk Hutan Tropis Alami (Criteria and Indicators for The Sustainable Management of Natural Tropical Forest) dihasilkan oleh ITTO pada tahun 1998, setelah sebelas tahun berproses.[3] Sementara di Indonesia, berdasarkan adaptasi atas versi-versi awal kriteria dan pedoman ITTO, pada tahun 1993 Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menerbitkan rancangan kriteria penilaian pengelolaan hutan Indonesia; namun standar ini kurang memperoleh sambutan sehingga akhirnya hanya digunakan secara internal. Dalam pada itu, antara 1993 hingga 1998, dirintis pembentukan organisasi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan penyusunan kriteria dan indikator Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) yang kemudian diterapkan secara voluntari (sukarela) bagi pengelolaan hutan di Indonesia.[6]

Saat ini, terdapat lebih dari 50 program sertifikasi di seluruh dunia[7] yang mencakup berbagai jenis hutan dengan masa berlaku yang berbeda-beda. Dua program sertifikasi hutan internasional terbesar yaitu Forest Stewardship Council (FSC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). PEFC adalah yang terbesar dilihat dari wilayah hutan yang disertifikasi olehnya, yang mencakup dua per tiga dari seluruh hutan yang tersertifikasi. Sedangkan FSC adalah yang tercepat berkembang.[8]

Di Indonesia, sistem sertifikasi kayu yang bersifat mandatori (wajib) dilakukan oleh Departemen Kehutanan dalam program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010. Sistem ini telah diinformasikan ke 144 negara di dunia agar dipastikan bahwa negara tersebut hanya menerima kayu dari Indonesia yang telah disertifikasi dan tidak menerima kayu ilegal.[9] Indonesia adalah negara pertama di dunia yang melakukan sertifikasi kayu,[10] sedangkan negara lain selama ini menyerahkan program sertifikasi produk kayunya kepada lembaga non pemerintah. Akan tetapi berlainan dengan sertifikat pengelolaan hutan lestari, sertifikat VLK hanya menyatakan bahwa produk kayu (yang tersertifikasi) tersebut memiliki asal-usul yang sah secara legal.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Metafore Forest Certification Resource Center". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-05. Diakses tanggal 2013-08-29. 
  2. ^ "National Association of State Foresters Policy Statement 2008" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-04-08. Diakses tanggal 2013-08-29. 
  3. ^ a b Nussbaum, R. & M. Simula. 2006. Buku pegangan sertifikasi hutan. (terjemahan). p.4-10. Bogor:INRR & Persaki.
  4. ^ Tim Penulis LEI. 2004. Memoar satu dekade pergulatan sertifikasi di Indonesia: 12. Bogor:Pustaka LEI.
  5. ^ Diamond, Jared (2005). Collapse: How Societies Choose to Fail Or Succeed. London: Penguin. hlm. 479. ISBN 0-14-303655-6. 
  6. ^ Tim Penulis LEI. 2004. op. cit.: 15-30.
  7. ^ "Third-Party Forest Certification in British Columbia" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-04-07. Diakses tanggal 2013-08-29. 
  8. ^ "UNECE/FAO 2009-2010 Forest Products Annual Market Review page 115" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-08-20. Diakses tanggal 2013-08-29. 
  9. ^ Sistem Informasi Legalitas Kayu: About us Diarsipkan 2014-05-02 di Wayback Machine..
  10. ^ Indonesia negara pertama lakukan sertifikasi produk kayu. Antara. Diakses 8 September 2013

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]