Lompat ke isi

Museum Rumah Tanjung Timur: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 6°18′10″S 106°51′23″E / 6.30278°S 106.85639°E / -6.30278; 106.85639
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Update, diterjemahkan dari en.wp
Tag: pranala ke halaman disambiguasi
 
(18 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Image:Huis Groeneveld in Meester Cornelis te Batavia.jpg|thumb|right|Rumah Tanjung Timur, yaitu sebuah bangunan peninggalan abad ke-18 ini difoto sekitar tahun 1930-an. 56 tahun sebelum terjadi kebakaran hebat yang menghangusan seluruh bangunan ini]]
[[Image:Huis Groeneveld in Meester Cornelis te Batavia.jpg|thumb|right|Rumah kongsi Tanjung Timur sekitar dekade 1930-an di Batavia (kini Jakarta). Walaupun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, kurangnya perhatian dan perawatan dari pemerintah membuat kondisi rumah ini memburuk.]]
'''Tanjung Timur''' ([[Bahasa Belanda]]: '''Tandjong Oost''') atau juga dikenal sebagai '''Groeneveld''' ([[Bahasa Indonesia]]: "lapangan hijau"), dulu adalah sebuah [[tanah partikelir]] yang terletak di [[Pasar Rebo, Jakarta Timur]], [[Indonesia]]. Tanjung Timur adalah salah satu dari dua tanah partikelir yang terletak di tepi [[Sungai Ciliwung]]. Tanjung Timur terletak di sisi timur sungai, sementara [[Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan|Tanjung Barat]] terletak di sisi barat sungai.
'''Rumah Tanjung Timur''' (sebutan dalam [[Bahasa Belanda]] '''Groeneveld''' atau '''Tandjong-Oost Huis''') adalah sebuah rumah peninggalan Kolonial Belanda yang terletak di wilayah [[Kramat Jati, Jakarta Timur]]. Bangunan yang dikenal dengan sebutan '''Villa Nova''' ini letaknya tidak jauh dari [[Ci Liwung|kali Ciliwung]] yang mengalir di halaman belakang bangunan ini. Bangunan ini terbakar pada tahun [[1985]] dan kini hanya menyisakan puing-puingnya saja.<ref name=detik-groen>[http://news.detik.com/read/2011/04/03/100148/1607466/10/]. Mengintip Sisa Rumah Tuan Tanah di Pasar Rebo. Detik News. Retrieved February 12, 2015.</ref><ref name=gallus-groen>[http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld]. Landgoed Groeneveld. Familie Wiki. Retrieved February 12, 2015.</ref>


Tanjung Timur juga dilengkapi dengan sebuah [[rumah kongsi]] yang disebut sebagai '''''Landhuis Tandjong Oost'''''. Rumah tersebut terbakar pada tahun 1985, dan reruntuhannya ditelantarkan walaupun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.<ref name=detik-groen>{{cite web|url=http://news.detik.com/read/2011/04/03/100148/1607466/10/
==Sejarah==
|title=Archived copy |accessdate=2015-02-12 |url-status=dead |archiveurl=https://web.archive.org/web/20150212071024/http://news.detik.com/read/2011/04/03/100148/1607466/10/
Pemilik pertama bangunan ini, Pieter van de Velde merupakan salah satu anggota Dewan Hindia yang berasal dari [[Amersfoort]].<ref name="gallus">[http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld] Landgoed Groeneveld. Gallus Magnus.</ref> Setelah meletusnya peristiwa [[Geger pacinan]] yang melanda hampir seluruh [[Batavia|Kota Batavia]], van de Velde membeli sebuah lahan milik Kapiten Ni Hu-Kong dan wilayah lainnya di bagian selatan Meester Cornelis, yaitu di sebelah timur [[Ci Liwung|kali Ciliwung]]. Lahan tersebut dinamakan ''Tandjoeng Oost''. Diatas lahan tersebut dibangunlah sebuah landhuis yang megah pada tahun [[1756]]. Belum lama kemudian Pieter van de Velde meninggal pada tahun [[1759]]. Pemilik selanjutnya Adrian Jubbels membeli landhuis ini pada tahun [[1763]].<ref name="gallus"/> Setelah Adrian Jubbels, landhuis ini kemudian dimiliki oleh Jacobus Johannes Craan di tahun yang sama. Johannes Craan menamai landhuis ini ''Groeneveld'' dan merenovasi seluruh landhuis ini dengan ornamen gaya [[Louis XV dari Perancis|Louis XV]] dan Pintu serta jendela yang mengadopsi gaya [[Tionghoa]]. keseluruhan bangunan ini tidak mengalami perubahan sampai pada akhirnya terbakar pada tahun [[1985]].<ref name="mjd-eyya">[http://mjd-eyya.blogspot.com/] Abdul Majid's blog</ref><ref name=jpost-groen>[http://m.thejakartapost.com/news/2008/01/25/beautiful-dutch-villa-ruins.html]. A beautiful Dutch villa in ruins. Jakarta Post. Retrieved February 12, 2015.</ref>
|archivedate=2015-02-12 }}. Mengintip Sisa Rumah Tuan Tanah di Pasar Rebo. Detik News. Retrieved February 12, 2015.</ref><ref name=gallus-groen>[http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld
]. Landgoed Groeneveld. Familie Wiki. Retrieved February 12, 2015.</ref>


==Awal mula==
Setelah Johannes Craan meninggal pada tahun [[1780]], bangunan ini diwariskan kepada putrinya, Catharina Margaretha Craan yang kemudian diambil alih oleh suaminya, Willem Vincent Helvetius van Riemsdijk (anak kedua dari [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]] [[Jeremias van Riemsdijk]]). Helvetius van Riemsdijk sendiri sebelumnya sudah menduduki pangkat tertinggi di bidang administratif [[Pulau Onrust]] ketika masih berumur 17 tahun. Helvetius van Riemsdijk juga memiliki berbagai lahan dan perkebunan tebu di daerah [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]], [[Cibinong, Bogor|Cibinong]], [[Cimanggis, Depok|Cimanggis]], [[Ciampea, Bogor|Ciampea]], [[Cibungbulang, Bogor|Cibungbulang]], [[Sadeng, Leuwisadeng, Bogor|Sadeng]], dan Tanjong-Oost. Semua properti tersebut tetap dimiliki oleh keluarga van Riemsdijk hingga memasuki [[Perang Dunia Kedua]].<ref name="gallus"/>
Pemilik pertama dari tanah partikelir ini adalah [[Pieter van de Velde]] asal [[Amersfoort]], seorang anggota dari ''[[Raad van Indië]]''.<ref name="gallus">[http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld
] Landgoed Groeneveld. Gallus Magnus.</ref> Pasca [[Geger Pacinan]], van de Velde berhasil mengakuisisi tanah partikelir besar yang sebelumnya dimiliki oleh [[Nie Hoe Kong]], '[[Kapitan Cina]]' Batavia. Van de Velde kemudian memperluas tanah partikelir tersebut dengan mengakuisisi tanah di selatan Meester Cornelis (kini [[Jatinegara]]) di sisi timur Sungai Ciliwung, sehingga kemudian terbentuklah tanah partikelir ini dengan nama Tanjung Timur. Pada tahun 1756, ia membangun sebuah '[[rumah kongsi]]' di tanah partikelir ini. Peter van de Velde lalu meninggal pada tahun 1759. Pada tahun 1763, [[Adrian Jubbels]] pun mengakuisisi tanah partikelir ini.<ref name="gallus"/> Pasca Jubbels meninggal, pada tahun 1763, tanah partikelir ini diakuisisi oleh [[Willem Benjamin Craan|Jacobus Johannes Craan]]. Ia lalu mengubah nama dari tanah partikelir ini menjadi ''Groeneveld'' (Bahasa Belanda: "lapangan hijau") dan merenovasi rumah kongsi yang ada di tanah partikelir ini dengan ornamen baru bergaya [[Louis XV dari Prancis]], serta menambahkan sejumlah ornamen khas Tionghoa di pintu dan jendela. Ornamen-ornamen tersebut pun masih bertahan hingga rumah kongsi tersebut terbakar pada tahun 1985.<ref name="mjd-eyya">[http://mjd-eyya.blogspot.com/
] Abdul Majid's blog</ref><ref name=jpost-groen>{{cite web |url=http://m.thejakartapost.com/news/2008/01/25/beautiful-dutch-villa-ruins.html
|title=Archived copy |accessdate=2015-02-12 |url-status=dead |archiveurl=https://web.archive.org/web/20150212062009/http://m.thejakartapost.com/news/2008/01/25/beautiful-dutch-villa-ruins.html
|archivedate=2015-02-12 }}. A beautiful Dutch villa in ruins. Jakarta Post. Retrieved February 12, 2015.</ref>


==Rumah kongsi==
Pada masa [[Perang Dunia Kedua]], bangunan ini dipakai oleh tentara Jepang sebagai gudang. Setelah Perang Dunia Kedua selesai, bangunan ini dipakai sebagai markas [[Barisan Pelopor]] yang dipimpin oleh [[Soekarno]], Beliau kemudian memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia dan diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Pertama. Setelah terjadinya [[Agresi Militer Belanda I]] dan [[Agresi Militer Belanda II|II]], bangunan ini diambil alih oleh [[NICA]] dan untuk dijadikan tempat perkebunan karet.<ref name="jakartapost"/>
Rumah kongsi dua lantai yang ada di tanah partikelir ini dibangun dengan [[Gaya Hindia|Gaya Hindia Lama]]. Gaya tersebut menunjukkan kombinasi antara arsitektur Belanda, Tionghoa, dan Hindia Belanda. Arsitektur Hindia yang digunakan pada rumah kongsi tersebut mirip seperti arsitektur dari gedung [[Arsip Nasional Republik Indonesia]]. Rumah kongsi tersebut terdiri dari tiga paviliun. Pintu dari ruangan di dalam rumah kongsi tersebut dihias dengan ukiran kayu jati dengan motif tumbuhan. Di atas pintu utama, ornamen dihias dengan sebuah derek, simbol dari keluarga Craan. Terdapat juga pemakaman keluarga di Groeneveld.


==Keluarga Craan dan van Riemsdijk==
Terakhir bangunan ini dimiliki oleh Haji Sarmili yang kemudian dijadikan hotel lalu dijadikan tempat perkantoran. Pada tahun [[1962]], Haji Sarmili menjual propertinya kepada [[Polda Metro Jaya]]. Pada tahun [[1985]], Bangunan ini hangus terbakar karena adanya ledakan yang berasal dari dapur bangunan ini. Alhasil bangunan ini menyisakan puing puingnya saja tanpa adanya perbaikan. Status lahan ini dilindungi, tetapi struktur bangunan ini dibiarkan saja hingga sekarang.<ref name="jakartapost">[http://m.thejakartapost.com/news/2008/01/25/beautiful-dutch-villa-ruins.html] Beautiful Dutch Villa Ruins. Jakarta Post.</ref>
Setelah Craan meninggal pada tahun 1780, Groeneveld diwariskan ke putrinya, [[Catharina Margaretha Craan]], dan menantunya, [[Willem Vincent Helvetius van Riemsdijk]], putra kedua dari [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]] [[Jeremias van Riemsdijk]]. Walaupun masih muda, Willem Helvetius van Riemsdijk telah memiliki jabatan dan kekayaan tinggi. Pada usia 17 tahun, ia telah menjadi administrator dari [[Pulau Onrust]]. Ia juga memiliki sejumlah tanah partikelir dan kebun tebu, antara lain [[Tanah Abang]], [[Cibinong]], [[Cimanggis]], [[Ciampea]], Cibungbulan, Sadeng, dan kemudian bertambah Tanjung Timur. Tanah partikelir Tanjung Timur, beserta rumah kongsinya, pun tetap dimiliki oleh keluarga van Riemsdijk hingga pecahnya [[Perang Dunia II]].<ref name="gallus"/>


Tanah partikelir ini kemudian dikembangkan oleh [[Daniel Cornelius Helvetius van Riemsdijk]] hingga ia meninggal pada tahun 1860. Tanah partikelir ini lalu diwariskan putrinya, Dina Cornelia. Dina Cornelia menikahi [[Tjalling Ament]] dari [[Dokkum]]. Ament pun melanjutkan pertanian di Groeneveld. Pada pertengahan abad ke-19, terdapat 6.000 ekor sapi di tanah partikelir ini. Hingga tahun 1942, keluarga van Riemsdijk mengelola tanah partikelir ini, dan juga mengembangkan permukiman untuk pekerjanya di dalam tanah partikelir ini, yang dikenal sebagai [[Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur|Kampung Gedong]], karena permukiman tersebut terletak di dekat rumah kongsi yang berukuran besar ([[Bahasa Betawi]]: gedong). Pekerja-pekerja tersebut kemudian menjadi nenek moyang dari [[Suku Betawi]] di [[Kramat Jati, Jakarta Timur#Condet|Condet]], yang mengembangkan bentuk kebudayaan Betawi yang khas.<ref name="mjd-eyya">[http://mjd-eyya.blogspot.com/
==Kondisi Sekarang==
] Abdul Majid's blog</ref>
Kondisi bangunan ini sungguh sangat memprihatinkan. Namun pada tahun [[2015]], [[Daftar Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Gubernur DKI Jakarta]] [[Basuki Tjahaja Purnama]] (disapa Ahok) merencanakan agar bangunan ini dibangun kembali bersamaan dengan pengoptimalisasi [[Ci Liwung|Kali Ciliwung]]. Bahkan Ahok sudah bekerja sama dengan [[Kodam Jaya]], [[Komando Pasukan Khusus|Kopassus]], dan komunitas-komunitas warga yang mendiami kawasan tersebut. Sebut saja Komunitas Ciliwung Condet. Nantinya, kawasan tersebut akan dijadikan kawasan tempat wisata, konservasi, dan ekosistem [[Ci Liwung|Kali Ciliwung]]. <ref>[http://news.detik.com/berita/2974342/villa-nova-aset-di-sisi-ciliwung-yang-menarik-perhatian-ahok] Villa Nova, Aset di Sisi Ciliwung yang Menarik Perhatian Ahok. Detik News.</ref>


==Perang Dunia II, Revolusi, dan Kemerdekaan==
==Referensi==
[[File:Landhuis Groeneveld, oorspronkelijke achterzijde - 20653003 - RCE.jpg|thumb|left|Tanjung Timur pada tahun 1972 menunjukkan tanda-tanda kerusakan setelah diakuisisi oleh [[Polda Metro Jaya]].]]
{{reflist}}
Selama Perang Dunia II, rumah kongsi yang ada di dalam tanah partikelir ini digunakan oleh pasukan pendudukan Jepang sebagai gudang. Pasca Perang Dunia II, selama [[Revolusi Indonesia]], rumah kongsi tersebut menjadi kantor pusat dari [[Barisan Pelopor]], sebuah gerakan bawah tanah yang bertujuan untuk melawan upaya Belanda yang ingin menduduki kembali Indonesia. Pasca [[Agresi Militer Belanda I]] dan [[Agresi Militer Belanda II]], tanah partikelir ini diambil alih oleh [[Netherlands Indies Civil Administration]], yang kemudian mengubah tanah partikelir ini menjadi perkebunan karet.<ref name="jakartapost"/>

Setelah Indonesia merdeka, rumah kongsi tersebut diakuisisi oleh [[Haji Sarmili]], yang lalu mengubahnya menjadi sebuah hotel, dan kemudian kembali mengubahnya menjadi perkantoran. Pada tahun 1962, Haji Sarmili menjual rumah kongsi tersebut ke [[Polda Metro Jaya]].<ref name="jakartapost"/> Pada bulan Mei 1985, rumah kongsi tersebut terbakar setelah terjadi ledakan di dapur. Rumah kongsi tersebut pun hancur. Walaupun rumah kongsi tersebut telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, struktur yang masih tersisa ditelantarkan. Rumah kongsi tersebut kini terletak di dalam kompleks Asrama Polri Tanjung Timur.<ref name="jakartapost">{{cite web |url=http://m.thejakartapost.com/news/2008/01/25/beautiful-dutch-villa-ruins.html
|title=Archived copy |accessdate=2015-02-12 |url-status=dead |archiveurl=https://web.archive.org/web/20150212062009/http://m.thejakartapost.com/news/2008/01/25/beautiful-dutch-villa-ruins.html
|archivedate=2015-02-12 }} Beautiful Dutch Villa Ruins. Jakarta Post.</ref>

Pada tahun [[2015]], [[Daftar Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Gubernur DKI Jakarta]] [[Basuki Tjahaja Purnama]] merencanakan agar rumah kongsi tersebut dibangun kembali bersamaan dengan optimalisasi [[Sungai Ciliwung]]. Bahkan Ahok sudah bekerja sama dengan [[Kodam Jaya]], [[Komando Pasukan Khusus|Kopassus]], dan komunitas-komunitas warga yang mendiami kawasan tersebut, antara lain Komunitas Ciliwung Condet. Nantinya, kawasan tersebut akan dijadikan kawasan tempat wisata, konservasi, dan ekosistem [[Sungai Ciliwung]].<ref>[http://news.detik.com/berita/2974342/villa-nova-aset-di-sisi-ciliwung-yang-menarik-perhatian-ahok] Villa Nova, Aset di Sisi Ciliwung yang Menarik Perhatian Ahok. Detik News.</ref>

== Referensi ==
{{reflist|2}}


{{Batavia}}
{{Batavia}}
{{coord|6|18|10|S|106|51|23|E|type:landmark|display=title}}


[[Kategori:Bangunan dan struktur di Jakarta]]
[[Kategori:Bangunan bersejarah di Jakarta]]
[[Kategori:Bangunan bersejarah di Jakarta]]
[[Kategori:Kota Jakarta Timur]]
[[Kategori:Kota Administrasi Jakarta Timur]]

Revisi terkini sejak 24 Januari 2024 00.37

Rumah kongsi Tanjung Timur sekitar dekade 1930-an di Batavia (kini Jakarta). Walaupun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, kurangnya perhatian dan perawatan dari pemerintah membuat kondisi rumah ini memburuk.

Tanjung Timur (Bahasa Belanda: Tandjong Oost) atau juga dikenal sebagai Groeneveld (Bahasa Indonesia: "lapangan hijau"), dulu adalah sebuah tanah partikelir yang terletak di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia. Tanjung Timur adalah salah satu dari dua tanah partikelir yang terletak di tepi Sungai Ciliwung. Tanjung Timur terletak di sisi timur sungai, sementara Tanjung Barat terletak di sisi barat sungai.

Tanjung Timur juga dilengkapi dengan sebuah rumah kongsi yang disebut sebagai Landhuis Tandjong Oost. Rumah tersebut terbakar pada tahun 1985, dan reruntuhannya ditelantarkan walaupun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.[1][2]

Awal mula

[sunting | sunting sumber]

Pemilik pertama dari tanah partikelir ini adalah Pieter van de Velde asal Amersfoort, seorang anggota dari Raad van Indië.[3] Pasca Geger Pacinan, van de Velde berhasil mengakuisisi tanah partikelir besar yang sebelumnya dimiliki oleh Nie Hoe Kong, 'Kapitan Cina' Batavia. Van de Velde kemudian memperluas tanah partikelir tersebut dengan mengakuisisi tanah di selatan Meester Cornelis (kini Jatinegara) di sisi timur Sungai Ciliwung, sehingga kemudian terbentuklah tanah partikelir ini dengan nama Tanjung Timur. Pada tahun 1756, ia membangun sebuah 'rumah kongsi' di tanah partikelir ini. Peter van de Velde lalu meninggal pada tahun 1759. Pada tahun 1763, Adrian Jubbels pun mengakuisisi tanah partikelir ini.[3] Pasca Jubbels meninggal, pada tahun 1763, tanah partikelir ini diakuisisi oleh Jacobus Johannes Craan. Ia lalu mengubah nama dari tanah partikelir ini menjadi Groeneveld (Bahasa Belanda: "lapangan hijau") dan merenovasi rumah kongsi yang ada di tanah partikelir ini dengan ornamen baru bergaya Louis XV dari Prancis, serta menambahkan sejumlah ornamen khas Tionghoa di pintu dan jendela. Ornamen-ornamen tersebut pun masih bertahan hingga rumah kongsi tersebut terbakar pada tahun 1985.[4][5]

Rumah kongsi

[sunting | sunting sumber]

Rumah kongsi dua lantai yang ada di tanah partikelir ini dibangun dengan Gaya Hindia Lama. Gaya tersebut menunjukkan kombinasi antara arsitektur Belanda, Tionghoa, dan Hindia Belanda. Arsitektur Hindia yang digunakan pada rumah kongsi tersebut mirip seperti arsitektur dari gedung Arsip Nasional Republik Indonesia. Rumah kongsi tersebut terdiri dari tiga paviliun. Pintu dari ruangan di dalam rumah kongsi tersebut dihias dengan ukiran kayu jati dengan motif tumbuhan. Di atas pintu utama, ornamen dihias dengan sebuah derek, simbol dari keluarga Craan. Terdapat juga pemakaman keluarga di Groeneveld.

Keluarga Craan dan van Riemsdijk

[sunting | sunting sumber]

Setelah Craan meninggal pada tahun 1780, Groeneveld diwariskan ke putrinya, Catharina Margaretha Craan, dan menantunya, Willem Vincent Helvetius van Riemsdijk, putra kedua dari Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk. Walaupun masih muda, Willem Helvetius van Riemsdijk telah memiliki jabatan dan kekayaan tinggi. Pada usia 17 tahun, ia telah menjadi administrator dari Pulau Onrust. Ia juga memiliki sejumlah tanah partikelir dan kebun tebu, antara lain Tanah Abang, Cibinong, Cimanggis, Ciampea, Cibungbulan, Sadeng, dan kemudian bertambah Tanjung Timur. Tanah partikelir Tanjung Timur, beserta rumah kongsinya, pun tetap dimiliki oleh keluarga van Riemsdijk hingga pecahnya Perang Dunia II.[3]

Tanah partikelir ini kemudian dikembangkan oleh Daniel Cornelius Helvetius van Riemsdijk hingga ia meninggal pada tahun 1860. Tanah partikelir ini lalu diwariskan putrinya, Dina Cornelia. Dina Cornelia menikahi Tjalling Ament dari Dokkum. Ament pun melanjutkan pertanian di Groeneveld. Pada pertengahan abad ke-19, terdapat 6.000 ekor sapi di tanah partikelir ini. Hingga tahun 1942, keluarga van Riemsdijk mengelola tanah partikelir ini, dan juga mengembangkan permukiman untuk pekerjanya di dalam tanah partikelir ini, yang dikenal sebagai Kampung Gedong, karena permukiman tersebut terletak di dekat rumah kongsi yang berukuran besar (Bahasa Betawi: gedong). Pekerja-pekerja tersebut kemudian menjadi nenek moyang dari Suku Betawi di Condet, yang mengembangkan bentuk kebudayaan Betawi yang khas.[4]

Perang Dunia II, Revolusi, dan Kemerdekaan

[sunting | sunting sumber]
Tanjung Timur pada tahun 1972 menunjukkan tanda-tanda kerusakan setelah diakuisisi oleh Polda Metro Jaya.

Selama Perang Dunia II, rumah kongsi yang ada di dalam tanah partikelir ini digunakan oleh pasukan pendudukan Jepang sebagai gudang. Pasca Perang Dunia II, selama Revolusi Indonesia, rumah kongsi tersebut menjadi kantor pusat dari Barisan Pelopor, sebuah gerakan bawah tanah yang bertujuan untuk melawan upaya Belanda yang ingin menduduki kembali Indonesia. Pasca Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II, tanah partikelir ini diambil alih oleh Netherlands Indies Civil Administration, yang kemudian mengubah tanah partikelir ini menjadi perkebunan karet.[6]

Setelah Indonesia merdeka, rumah kongsi tersebut diakuisisi oleh Haji Sarmili, yang lalu mengubahnya menjadi sebuah hotel, dan kemudian kembali mengubahnya menjadi perkantoran. Pada tahun 1962, Haji Sarmili menjual rumah kongsi tersebut ke Polda Metro Jaya.[6] Pada bulan Mei 1985, rumah kongsi tersebut terbakar setelah terjadi ledakan di dapur. Rumah kongsi tersebut pun hancur. Walaupun rumah kongsi tersebut telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, struktur yang masih tersisa ditelantarkan. Rumah kongsi tersebut kini terletak di dalam kompleks Asrama Polri Tanjung Timur.[6]

Pada tahun 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama merencanakan agar rumah kongsi tersebut dibangun kembali bersamaan dengan optimalisasi Sungai Ciliwung. Bahkan Ahok sudah bekerja sama dengan Kodam Jaya, Kopassus, dan komunitas-komunitas warga yang mendiami kawasan tersebut, antara lain Komunitas Ciliwung Condet. Nantinya, kawasan tersebut akan dijadikan kawasan tempat wisata, konservasi, dan ekosistem Sungai Ciliwung.[7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-12. Diakses tanggal 2015-02-12.  . Mengintip Sisa Rumah Tuan Tanah di Pasar Rebo. Detik News. Retrieved February 12, 2015.
  2. ^ [http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld ]. Landgoed Groeneveld. Familie Wiki. Retrieved February 12, 2015.
  3. ^ a b c [http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld ] Landgoed Groeneveld. Gallus Magnus.
  4. ^ a b [http://mjd-eyya.blogspot.com/ ] Abdul Majid's blog
  5. ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-12. Diakses tanggal 2015-02-12.  . A beautiful Dutch villa in ruins. Jakarta Post. Retrieved February 12, 2015.
  6. ^ a b c "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-12. Diakses tanggal 2015-02-12.  Beautiful Dutch Villa Ruins. Jakarta Post.
  7. ^ [1] Villa Nova, Aset di Sisi Ciliwung yang Menarik Perhatian Ahok. Detik News.

6°18′10″S 106°51′23″E / 6.30278°S 106.85639°E / -6.30278; 106.85639