Stoikisme: Perbedaan antara revisi
BP21Danang (bicara | kontrib) Tag: BP2014 |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(80 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Paolo Monti - Servizio fotografico (Napoli, 1969) - BEIC 6353768.jpg|jmpl|Patung setengah badan [[Zeno dari Citium]] dalam Koleksi Farnese, [[Napoli]]. Foto oleh Paolo Monti, 1969.]] |
|||
{{inuseBP|BP21Danang|25 April 2014|1 April 2014}} |
|||
'''Stoikisme''', juga disebut '''Stoisisme''' atau '''Stoa''' ({{lang-el|Στοά}}) adalah sebuah aliran atau mazhab [[filsafat Yunani kuno]] yang didirikan di kota [[Athena]], [[Yunani]], oleh [[Zeno dari Citium]] pada awal [[abad ke-3 SM]].<ref name="Long">{{en}}A.A Long., Hellenistic Philosophy,Los Angeles: University of California Press, 1974, Hal. 107-147</ref><ref name="Stumph">{{en}} Samuel Enoch Stumph., Socrates to Sartre: A History of Philosophy,New York: McGraw-Hill, Inc, 1966, Hal. 119-125</ref><ref name="Sandbach">{{en}} F. H. Sandbach., The Stoics, London: Bristol Classical Press, 1989, Hal. 20-dst</ref><ref name="Audi">{{en}} Robert Audi., The Cambridge Dictionary of Philosophy, Edinburg: Cambridge University Press, 1995</ref> Ada pula yang mencatat stoikisme baru resmi muncul pada tahun [[108 SM]].<ref name="Bagus" /> Setelah Zeno, orang yang paling berjasa mempertahankan sekolah stoa dengan alasan [[Kleanthes dari Assos]] dan [[Chrysippus]] dari Soli.<ref name="Sandbach"/> Cleanthes menyumbangkan gagasan tentang hubungan [[etika]] dengan [[iman]] atau [[teologi]].<ref name="Sandbach"/> Chrysippus menuliskan 705 buku (90%) literatur sebagai doktrin stoikisme, yaitu telaah tentang perbintangan [[astronomi]].<ref name="Walton">{{en}} Murray Walton., A Dictionary of Greek and Roman biography and mythology, London: Pottiswoode and Co., Hal. 740-141</ref> |
|||
[[Berkas:Zeno of Citium pushkin.jpg|right|thumb|200px|Zeno dari Citium.]] |
|||
'''Stoikisme''' di dalam bahasa Indonesia juga disebut Stoa ({{lang-el|Στοά}}) adalah suatu mazhab [[filsafat Hellenistik]] yang didirikan di [[Athena (kota)|Athena]], Yunani, oleh [[Zeno dari Citium]] pada awal abad ke-3 SM. <ref name="Long">{{en}}A.A Long., Hellenistic Philosophy,Los Angeles: University of California Press, 1974 </ref> <ref name="Stumph">{{en}} Samuel Enoch Stumph., Socrates to Sartre: A History of Philosophy,New York: McGraw-Hill, Inc, 1966 </ref> <ref name="Sandbach">{{en}} F. H. Sandbach., The Stoics, London: Bristol Classical Press, 1989 </ref><ref name="Audi">{{en}} Robert Audi., The Cambridge Dictionary of Philosophy, Edinburg: Cambridge University Press, 1995 </ref> Stoikisme populer hingga lima abad, hingga abad 3M, dan selanjutnya mempengaruhi banyak pemikir Kristen, baik dalam dunia akademis maupun sikap hidup.<ref name="Sandbach"></ref> Fokus filsafat Stoikisme adalah dalam bidang etika, menurut filsuf Jerman bernama Dilthey, Stoikisme adalah filafat terkuat dan terlama yang dapat diterima ketimbang filsfat lainnya.<ref name="Sandbach"></ref> Stoa memiliki perbedaan tajam dengan gagasan intelektual tua lainnya, yaitu [[epikureanisme]] dan [[skeptisisme]], dan Stoikisme merupakan aliran filsafat yang paling berhasil dan sangat berpengaruh dalam aliran filsafat Yunani Kuno karena relevansinya terhadap sikap manusia dan sistem pemerintahan saat itu.<ref name="Long"></ref> |
|||
Ajaran sekolah atau mazhab stoa sangat luas dan beragam, tetapi dapat disimpulkan bahwa pijakannya adalah meliputi perkembangan logika (terbagi dalam [[retorika]] dan [[dialektika]]), [[fisika]], dan [[etika]] (memuat [[teologi]] dan [[politik]])<ref name="Bagus">{{id}}Lorens Bagus., Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, Hal. 1037</ref> Pandangan yang mencolok tentang [[etika]] adalah bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan ''apatheia'', hidup pasrah atau tawakal menerima keadaannya di dunia.<ref name="Bagus" /> Sikap tersebut merupakan cerminan dari kemampuan nalar manusia, bahkan kemampuan tertinggi dari semua hal.<ref name="Bagus" /> |
|||
==Tokoh-tokoh Stoikisme== |
|||
Semenjak Zeno dari Citium mendirikan sekolah Stoa atau Stoikismenya, muncul beberapa filsuf lainnya yang menjadi tokoh Stoa, misalnya [[Chrisipus]] dari Soli, [[Cleanthes dari Assos]], Lucius Annaeus [[Seneca]] atau Seneca Junior, [[Cicero]], [[Epictetus]], dan [[Marcus Aurelius]].<ref name="Sandbach"></ref> <ref name="Long"></ref> Dalam Kamus Filsafat Cambridge, tokoh dan pandangat Stoa dibagi menjadi tiga: |
|||
1. Sto Awal, teridi dari Zeno (334-262SM), Chrisipus (280-206), dan Cleanthes (331-232).<ref name="Audi"></ref> |
|||
2. Stoa Perantara (''Middle Stoicsm''), dikembangkan oleh Rhodes di bawah Panaetius (185-110SM) dan Posidonius (135-50), mereka sama-sama dipengaruhi oleh Cicero (106-43).<ref name="Audi"></ref> |
|||
3. Kelompok ketiga disebut Stoa Romawi (''Roman Stoicsm'') terdapat Seneca Muda (1-65M), Epictetus (55-135M), dan Marcus Aurelius (121-180M).<ref name="Audi"></ref>.<ref name="Audi"></ref> |
|||
Stoikisme populer hingga kurang lebih lima abad (3 SM-3 M), selanjutnya mempengaruhi banyak pemikir [[Kristen]], baik dalam dunia akademis maupun sikap hidup.<ref name="Sandbach" /> Fokus filsafat stoikisme adalah dalam bidang etika.<ref name="Sandbach" /> Stoa memiliki perbedaan tajam dengan gagasan intelektual tua lainnya, yaitu [[epikureanisme]] dan skeptisisme. Stoikisme merupakan aliran filsafat yang paling berhasil dan sangat berpengaruh dalam aliran Filsafat Yunani Kuno karena relevansinya terhadap sikap manusia dan sistem pemerintahan saat itu.<ref name="Long" /> |
|||
* Tahun-tahun hidup dari tokoh Stoa tidak sama dalam beberapa buku, misalnya jika dibandingkan dalam buku yang ditulis Sanbach, ''the Stoics'', Cleanthes (303-233SM), Epictetus (60-117M), Seneca Muda (4SM-65M).<ref name="Sandbach"></ref> |
|||
== Terminologi == |
|||
Samuel Enoch Stumph menulis (Stumph 1975, 119), rupanya Zeno muda telah terinspirasi oleh ajaran etika Socrates, khususnya keberanian [[Socrates]] dalam menempuh jalan kematian dengan sukarela.<ref name="Sandbach"></ref> Tindakan ini seolah menjadi gambaran ajaran Stoa dalam etika, bahwa seseorang tidak perlu terbawa emosi negatif [[pathos]], namun bahagia dengan kemerdekaan penuh, termasuk menerima cara kematian.<ref name="Stumph"></ref> |
|||
Stoik berasal dari [[bahasa Yunani]] ''stōïkos'', yang berarti "dari stoa [serambi, atau beranda]". Hal ini mengacu pada [[Stoa Poikile]], atau "Beranda Berlukis", di Athena, tempat filsuf stoik [[Zeno dari Citium]], yang berpengaruh besar terhadap stoikisme pernah mengajar.<ref name="etymologymerriam">https://www.merriam-webster.com/dictionary/stoic</ref><ref name="Williamson2015">{{cite book|last=Williamson|first=D.|title=Kant's Theory of Emotion: Emotional Universalism|url=https://books.google.com/books?id=62WCDAAAQBAJ&pg=PA17|date=1 April 2015|publisher=Palgrave Macmillan US|isbn=978-1-137-49810-6|page=17}}</ref> Dalam istilah awam, stoikisme kadang-kadang disebut sebagai "menderita dalam kesunyian", dan etika yang terkait dengan hal itu.<ref>Yong, Hua‐Hie. "Can attitudes of stoicism and cautiousness explain observed age‐related variation in levels of self‐rated pain, mood disturbance and functional interference in chronic pain patients?." European Journal of Pain 10.5 (2006): 399–399.</ref> |
|||
== Tokoh-tokoh Stoikisme == |
|||
Prinsip dan ajaran Stoikisme banyak mempengaruhi pemikiran para teolog [[Kristen]] dan filsuf di sepanjang abad, bahkan hingga saat sekarang, dan warisan yang menyolok dari filsafat Stoikisme adalah tentang hidup etis dengan moralitas yang baik, seperti diwarisi oleh beberapa pemikir, yaitu [[Baruch Spinoza]], [[Bishop Buttler]], [[Immanuel Kant]],<ref name="Long"></ref> dan Helmut Richard Niebuhr. <ref name="Niebuhr1"></ref> |
|||
Semenjak [[Zeno dari Citium]] mendirikan aliran Stoa atau Stoikismenya, muncul beberapa filsuf lainnya yang menjadi tokoh Stoa, misalnya [[Chrisippus]] dari Soli, [[Cleanthes dari Assos]], [[Seneca Muda]], [[Cicero]], [[Epictetus]], dan [[Marcus Aurelius]].<ref name="Long" /><ref name="Sandbach" /> Dalam Kamus Filsafat Cambridge, tokoh dan pandangan Stoa dibagi menjadi tiga:<ref name="Audi" /> |
|||
# Stoa Awal, terdiri dari Zeno (334-262SM), Chrisipus (280-206), dan Cleanthes (331-232).<ref name="Audi" /> |
|||
# Stoa Perantara (''Middle Stoicsm''), dikembangkan oleh [[Panaetius]] (185-110 SM) dan [[Posidonius]] (135-50 SM) dari Rhodes, yang mempengaruhi Cicero (106 SM -43 M).<ref name="Audi" /> |
|||
# Stoa Akhir Stoa Romawi (''Roman Stoicsm'') terdapat Cicero (106 SM -43 M), [[Seneca Muda]] (1-65M), [[Epictetus]] (55-135M), dan [[Marcus Aurelius]] (121-180M).<ref name="Audi" /> |
|||
<timeline> |
|||
==Inti-inti Ajaran Stoikisme== |
|||
DateFormat = yyyy |
|||
Orang-orang Stoik percaya bahwa emosi yang menghancurkan dihasilkan dari keputusan yang salah, dan bahwa seorang [[Sage]] atau [[Sophos]], atau orang yang memiliki "kesempurnaan moral dan intelektual," tidak akan pernah mengalami emosi-emosi yang merusak kebahagiaan, misalnya marah berlebihan, panik berlebihan, sedih berlebihan, dsb.<ref name="Stoicism">[http://plato.stanford.edu/entries/stoicism/ Stoicism], Stanford Encyclopedia of Philosophy.</ref> Seorang Stoik, seperti kata Epictetus hendaknya tidak banyak bicara tentang ide-ide besar, apalagi kepada orang-orang awam, melainkan bertindak selaras dengan apa yang dipikirkannya tentang kebaikan.<ref name="Wibowo">{{en}} A. Setyo Wibowo., Stoikisme,Jakarta: Jurnal Filsfat Driyarkara: Senat Mahasiswa STF Driyarkara, 2013 </ref> Hal ini dibedakan dengan istilah filsuf atau filosof (pecinta kebijaksanaan) yang hanya menyukai ide-ide kebijaksanaan, namun biasanya gagal melakukan ide-ide kebijaksanaan itu (sophia).<ref name="Wibowo"></ref> |
|||
ImageSize = width:1000 height:250 |
|||
PlotArea = left:15 right:10 bottom:20 top:0 |
|||
Colors = |
|||
id:bleuclair value:rgb(0.56,0.56,0.86) |
|||
id:rouge value:red |
|||
id:rougeclair value:rgb(0.86,0.56,0.56) |
|||
id:bleu value:rgb(0.76,0.76,0.96) |
|||
id:grilleMinor value:rgb(0.86,0.86,0.86) |
|||
id:grilleMajor value:rgb(0.56,0.56,0.56) |
|||
id:protohistoire value:rgb(1,0.7,0.7) |
|||
id:noir value:black |
|||
id:canvas value:rgb(0.97,0.97,0.97) |
|||
id:Holo value:rgb(0.4,0.8,0.7) |
|||
id:PSup value:rgb(0.5,1,0.5) |
|||
id:PMoy value:rgb(0.6,1,0.6) |
|||
id:PInf value:rgb(0.7,1,0.7) # vert clair |
|||
id:Plio value:rgb(0.8,1,0.8) # vert pile |
|||
id:gris value:gray(0.80) |
|||
id:grilleMajor value:rgb(0.80,0.80,0.80) |
|||
id:Timeperiod value:red |
|||
Ajaran Stoa berpijak pada tiga elemen yang meminjam cara berfilsafat aliran filsafat sekolah milik Aristoteles, [[Akademia]], yakni logika atau rasio, materi atau [[fisika]], dan etika .<ref name="Long"></ref> F.H. Sandbach dalam bukunya ''The Stoics'' mengulas dengan komprehensif tema-tema inti ajaran Stoa, yaitu tentang sistem etika, fisika, dan logika <ref name="Sandbach"></ref> yang sangat mempertimbangkan dimensi manusia sebagai fokus utama, di antaranya mengenai takdir, kehendak bebas, pemeliharaan Ilahi, dan kejahatan.<ref name="Sandbach"></ref> |
|||
id:Timeperiod2 value:rgb(0.86,0.56,0.56) |
|||
Period = from:-400 till:300 |
|||
Ajaran Stoa yang paling menonjol adalah bagaimana manusia bertindak menurut keteraturan hukum alam yang diselenggarakan yang Ilahi.<ref name="Sandbach"></ref><ref name="Audi"></ref> |
|||
TimeAxis = orientation:horizontal format:yyyy |
|||
Cleanthes menulis beberapa versi dalam ekspresi gamblang sebuah daya tarik elemen yang didesakkan oleh imannya, |
|||
AlignBars = justify |
|||
{{cquote|Lead me, O Zeus, and lead me thou, O Fate, |
|||
ScaleMinor = unit:year increment:50 start:-400 gridcolor:grilleMinor |
|||
Unto that place where you have stationed me: |
|||
ScaleMajor = unit:year increment:50 start:-400 gridcolor:grilleMajor |
|||
I shall not flinch, but follow: and if become |
|||
BackgroundColors = canvas:canvas bars:canvas |
|||
Wicked I should refuse, I still must follow|4=[[Cleanthes]] dari [[Assos]]}} |
|||
BarData= |
|||
bar:Timeperiod |
|||
barset:auteurs |
|||
Define $marquerouge = text:"*" textcolor:rouge shift:(0,-3) fontsize:10 |
|||
Sikap hidup yang menyelaraskan diri dengan kehendak ilahi yang tampak dalam sikap hidup menyelaraskan diri dengan keteraturan alam ini disebut sebagai [[etika katekontik]].<ref name="Long"></ref><ref name="Sandbach"></ref><ref name="Wibowo"></ref> Dalam Stoa mula-mula, ajaran Stoa tidak pernah melepaskan diri dari keberadaan para dewa-dewa dalam miologi Yunani Kuno, hal ini juga mempengaruhi pemikir Kristen dalam pemikiran etika, yaitu selalu melibatkan Sang Ilahi, yaitu [[Allah]].<ref name="Long"></ref> |
|||
PlotData= |
|||
width:15 fontsize:M textcolor:noir align:center |
|||
# Époques |
|||
==Etika Katekontik== |
|||
bar:Timeperiod color:Timeperiod shift:(0,-3) |
|||
Menurut para Stoik, manusia dalah binatang bernalar, nalar (''reason'') itu didapatinya dari Yang Ilahi, dan dengan nalar itu, manusia menjadi elemen terpenting bagi Sang Ilahi untuk menyelenggarakan keteraturan dunia.<ref name="Audi"></ref><ref name="Rowe et al"></ref> Namun, manusia bukan satu-satunya elemen, ia hanya bagian dari keseluruhan, ia hanya salah satu organ saja.<ref name="Audi"></ref> Eksistensi manusia selalu terkait dengan eksistensi pihak lain, merusak tatanan sama dengan merusak atau mengancam eksistensi manusia itu sendiri.<ref name="Audi"></ref> Seorang sophis sejati -orang yang hidupnya selaras dengan ide-ide yang ia pelajari-, hendaknya dalam hidupnya yang harus mencari pemenuhan kebutuhan, tidak melupakan relasinya terhadap pihak lain, termasuk Yang Ilahi sebagai penyelenggara tunggal dunia.<ref name="Audi"></ref> Seorang sophis harus sadar bahwa ia hanya bagian dari rangkaian tak terpisahkan keteraturan dunia, bahwa ia setara posisinya dengan ciptaan lain, dan kepentingan dirinya harus terintegrasi terhadap kepentingan orang atau pihal lain itu.<ref name="Rowe et al"></ref> |
|||
from:start till:end color:gris # Arrière plan |
|||
Perspektif kosmik harusnya membayangi kehidupan pribadi, walau tidak menggantikannya secara keseluruhan.<ref name="Rowe et al"></ref> |
|||
Rasio atau nalar manusia harus terintegrasi terhadap penyelenggaraan kosmis Ilahi.<ref name="Audi"></ref> Jika seseorang bertindak selaras (katekontik atau katorthomata), ia akan merasa bahagia, merdeka, bertindak secara tepat dalam kebaikan, dan hidup dalam harmoni yang sempurna. <ref name="Audi"></ref> |
|||
from:-400 till:300 text: "The Stoics" color:Timeperiod2 |
|||
=Tokoh Etika Masa Kini yang sangat Stoik== |
|||
Tokoh [[etika]] terkenal dari Amerika yang sangat dipengaruhi oleh cara berpikir Stoa misalnya [[Helmut Richard Niebuhr]].<ref name="Niebuhr1">{{en}}H.R. Niebuhr., Responsible Self,New York: Harper and Row, 1963 </ref> Selain Niebuhr membangun diskursus etika yang sangat radikal mengakui peran Ilahi dalam berbagai peristiwa kehidupan dunia yang nampak dalam salah satu karyanya berjudul ''Radical Monotheism'', Niebuhr juga sangat menekankan tindakan manusia untuk tidak secara dikotomis memisahkan unsur-unsur alam secara bertentangan, yang kemudian hanya akan melahirkan permusuhan antar manusia.<ref name="Niebuhr1"></ref> Niebuhr mengajak manusia menyelaraskan diri terhadap perubahan-perubahan dalam masyarakat dengan tidak panik, tidak melakukan perlawanan yang menghasilkan kekerasan, melainkan mengajak manusia bertindak bertanggungjawab mulai dari diri sendiri.<ref name="Niebuhr1"></ref> |
|||
# auteurs |
|||
==Stoikisme dan Politik Yunani== |
|||
width:6 align:left fontsize:M shift:(5,-5) anchor:till |
|||
Tokoh-tokoh Stoa atau para Stoik, dalam sikap politik terbagi dalam dua golongan, yang anti-politik atau menjauhi keterlibatan politik, dan yang terlibat aktif dalam politik. Kedua kelompok tersebut memiliki pandangan yang berbeda.<ref name="Rowe et al"></ref> Para Stoik awal, Zeno, Chrisipus, Cleanthes jelas menjauhi dunia politik. Alasannya, mereka masih sangat dipengaruhi oleh aliran [[Sinisme]] yang sangat membenci dunia [[politik]]. Seperti kutipan Plutarch (Moralia, 329A), dari [[Politeia]] karya Zeno<ref name="Sandbach"></ref>, |
|||
barset:auteurs |
|||
from:-335 till:-264 text:"[[Zeno of Citium]]" color:Pinf |
|||
from:-330 till:-232 text:"[[Cleanthes]]" color:Pinf |
|||
from:-281 till:-205 text:"[[Chrysippus]]" color:Pinf |
|||
from:-240 till:-152 text:"[[Diogenes of Babylon]]" color:Pinf |
|||
from:-210 till:-129 text:"[[Antipater of Tarsus]]" color:Pinf |
|||
from:-180 till:-100 text:"[[Panaetius]]" color:Pinf |
|||
from:-140 till:-51 text:"[[Posidonius]]" color:Pinf |
|||
from:-106 till:-43 text:"[[Cicero]]" color:Pinf |
|||
from:-4 till:65 text:"[[Seneca the Younger|Seneca]]" color:Pinf |
|||
from:55 till:135 text:"[[Epictetus]]" color:Pinf |
|||
from:121 till:180 text:"[[Marcus Aurelius]]" color:Pinf |
|||
</timeline> |
|||
Sebagai catatan: tahun-tahun hidup dari tokoh Stoa tidak sama dalam beberapa buku, misalnya jika dibandingkan dalam buku ''the Stoics'', terpapar masa hidup Cleanthes (303-233SM), Epictetus (60-117M), dan Seneca Muda (4SM-65M).<ref name="Sandbach"/> |
|||
{{cquote|Kita seharusnya hidup tidak dalam kota-kota atau wilayah yang terorganisasi, masing-masing kelompok dibedakan oleh pandangan kebaikan sendiri, tetapi seharusnya berpikir semua orang adalah warga dan anggota, dan seharusnya ada satu jalan hidup dan satu tatanan, seperti segerumbul rumput menyatu di padang|4=[[Zeno]] dari [[Citium]]}} |
|||
Rupanya Zeno muda telah terinspirasi oleh ajaran etika [[Socrates]], khususnya keberanian [[Socrates]] dalam menempuh jalan kematian dengan sukarela.<ref name="Sandbach" /> Tindakan ini seolah menjadi gambaran ajaran Stoa dalam etika, bahwa seseorang tidak perlu terbawa emosi negatif (pathos), takut misalnya, tetapi bahagia dengan kemerdekaan penuh, termasuk menerima cara kematian.<ref name="Stumph" /> |
|||
Bagi para Stoik juga menolak sistem dan ajaran pendidikan yang mengabaikan pentingnya hidup bersama dalam persahabatan, persaudaraan, dan anti permusuhan. {Para Stoik awal memang menolak sistem pemerintahan kala itu yang sangat tiran.<ref name="Rowe et al"></ref> Setiap sistem politik agaknya mereka tolak, bahkan penggunaan mata uang pun mereka tidak anjurkan.<ref name="Rowe et al"> Christoper Rowe, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane., Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi, Jakarta:PT. Grafindo Persada, 2001</ref> |
|||
Prinsip dan ajaran Stoikisme banyak mempengaruhi pemikiran para teolog [[Kristen]] dan filsuf di sepanjang abad, bahkan hingga saat sekarang, dan warisan yang menyolok dari filsafat Stoikisme adalah tentang hidup etis dengan moralitas yang baik, seperti diwarisi oleh beberapa pemikir, yaitu [[Baruch Spinoza]], [[Joseph Butler]], [[Immanuel Kant]],<ref name="Long" /> dan Helmut Richard Niebuhr.<ref name="Niebuhr1" /> Menurut filsuf [[Jerman]] bernama Dilthey, Stoikisme adalah filsafat terkuat dan terlama yang dapat diterima ketimbang filsafat lainnya.<ref name="Rowe et al" /> |
|||
Sedangkan para Stoik yang kemudian, misalnya Cicero, Seneca, dan Markus Aerilius justru terlibat dalam kancah politik, Cicero adalah salah satu anggota dewan Kota, Seneca pernah jadi penasihat Kaisar Nero, dan Markus Aerilius adalah seorang Kaisar.<ref name="Rowe et al"></ref> Jadi, Stoa memang memiliki paradoks ajaran dalam berpolitik, ada yang anti-politik, dan ada pula yang justru dalam lingkaran politik.<ref name="Rowe et al"></ref> |
|||
==Etika |
== Tokoh Etika Masa Kini yang sangat Stoik == |
||
Tokoh [[etika]] terkenal dari [[Amerika]] yang sangat dipengaruhi oleh cara berpikir Stoa misalnya [[H. Richard Niebuhr]].<ref name="Niebuhr1">{{en}}H.R. Niebuhr., Responsible Self,New York: Harper and Row, 1963, Hal. 17, 58, 60,87</ref> Selain Niebuhr membangun diskursus etika yang sangat radikal mengakui peran Ilahi dalam berbagai peristiwa kehidupan dunia yang tampak dalam salah satu karyanya berjudul ''Radical Monotheism'', Niebuhr juga sangat menekankan tindakan manusia untuk tidak secara dikotomis memisahkan unsur-unsur [[alam]] secara bertentangan, yang kemudian hanya akan melahirkan permusuhan antar manusia.<!--kalimat terlalu panjang--><ref name="Niebuhr1" /> Niebuhr mengajak manusia menyelaraskan diri terhadap perubahan-perubahan dalam masyarakat dengan tidak panik, tidak melakukan perlawanan yang menghasilkan kekerasan, melainkan mengajak manusia bertindak bertanggungjawab mulai dari diri sendiri.<ref name="Niebuhr1" /> |
|||
Etika Stoikisme |
|||
== Inti-inti Ajaran Stoikisme == |
|||
Orang-orang Stoik percaya bahwa emosi negatif yang menghancurkan manusia dihasilkan dari keputusan yang salah, dan bahwa seorang [[sophis]], yaitu orang yang memiliki "kesempurnaan moral dan intelektual," tidak akan pernah mengalami emosi-emosi yang merusak kebahagiaan, misalnya marah berlebihan, panik berlebihan, sedih berlebihan, dsb.<ref name="Stoicism">[http://plato.stanford.edu/entries/stoicism/ Stoicism], Stanford Encyclopedia of Philosophy.</ref> Seorang Stoik, seperti kata Epictetus hendaknya tidak banyak bicara tentang ide-ide besar, apalagi kepada orang-orang awam, melainkan bertindak selaras dengan apa yang dipikirkannya tentang kebaikan.<ref name="Wibowo">{{en}} A. Setyo Wibowo., Stoikisme,Jakarta: Jurnal Filsfat Driyarkara: Senat Mahasiswa STF Driyarkara, 2013, Hal. 14-36</ref> Hal ini dibedakan dengan istilah filsuf atau filosof (pecinta kebijaksanaan) yang hanya menyukai ide-ide kebijaksanaan, tetapi biasanya gagal melakukan ide-ide kebijaksanaan itu (sophia).<ref name="Wibowo" /> Stoikisme adalah cara hidup yang menekankan dimensi internal manusia, seorang Stoik dapat hidup bahagia ketika ia tidak terpengaruh oleh hal-hal di luar dirinya.<ref name="Wibowo" /> Di mata kaum Stoa, ''Logos'' Universal (Sang Ilahi) adalah yang menata alam semesta ini dengan rasional, senegatif apa pun kejadian yang menimpa, seorang Stoa yang bijak akan melihat kejadian tersebut sebagai bagian dari tenunan indah ilahi atau [[Logos]].<ref name="Wibowo" /> Ia akan menyesuaikan kodrat [[rasio]]nal dirinya sebagai manusia dengan hukum alam (hukum sebab akibat) dari Alam Semesta.<ref name="Wibowo" /> |
|||
Landasan ajaran Stoa meminjam tiga elemen filsafat yang berkembang di Akademia yang didirikan oleh [[Aristoteles]] yakni [[logika]] atau rasio, materi atau [[fisika]], dan etika.<ref name="Long" /> Tema-tema yang sering dibicarakan terkait dimensi manusia sebagai fokus utama, di antaranya mengenai [[takdir]], [[kehendak bebas]], pemeliharaan Ilahi, dan [[kejahatan]].<ref name="Sandbach" /> |
|||
== Catatan kaki == |
|||
Ajaran Stoa yang paling menonjol adalah bagaimana manusia bertindak menurut keteraturan hukum alam yang diselenggarakan yang Ilahi.<ref name="Sandbach" /><ref name="Audi" /> |
|||
Kleanthes menulis beberapa versi dalam ekspresi gamblang sebuah daya tarik elemen yang didesakkan oleh imannya, |
|||
{{cquote|ἄγου δέ μ', ὦ Ζεῦ, καὶ σύ γ' ἡ πεπρωμένη, |
|||
ὅποι ποθ' ὑμῖν εἰμι διατεταγμένος: |
|||
ὡς ἕψομαί γ' ἄοκνος· ἢν δέ γε μὴ θέλω |
|||
κακὸς γενόμενος, οὐδὲν ἧττον ἕψομαι.<ref>Translatio a Seneca facta (''Epistulae ad Lucilium'' 107.11) admodum libera esse videtur, sed ipse se Ciceronis aemulum largiter laudat. De fonte huius versus additi ambigitur; v. Marcovich (1959).</ref> |
|||
Terjemahan harfiah dalam bahasa Indonesia: |
|||
Bimbing aku, oh [[Zeus]], bimbing aku, wahai penciptaku |
|||
Hingga di tempat di mana Engkau akan menghantarku |
|||
Aku tidak akan lari darimu, namun mengikutimu, dan seandainya hatiku berontak, |
|||
Aku tetap akan ikut dikau|4=[[Kleanthes dari Assos|Kleanthes]] dari [[Assos]]}} |
|||
Sikap hidup yang menyelaraskan diri dengan kehendak ilahi yang tampak dalam sikap hidup menyelaraskan diri dengan keteraturan alam ini disebut sebagai [[etika katekontik]].<ref name="Long" /><ref name="Sandbach" /><ref name="Wibowo" /> Dalam Stoa mula-mula, ajaran Stoa selalu melibatkan peran dewa-dewa dalam miologi Yunani Kuno. Demikian para pemikir etika Kristen yang dipengaruhi filsafat Stoa juga selalu melibatkan [[Allah]] dalam konstruksi etikanya.<ref name="Long" /> |
|||
== Etika Katekontik == |
|||
Menurut para Stoik, manusia adalah binatang bernalar, nalar (''reason'') itu didapatinya dari Yang Ilahi, dan dengan nalar itu, manusia menjadi [[elemen]] terpenting bagi Sang Ilahi untuk menyelenggarakan keteraturan dunia.<ref name="Audi" /> Namun, manusia bukan satu-satunya elemen, ia hanya salah satu bagian dari semesta, ia hanya salah satu organ saja.<ref name="Audi" /> Eksistensi manusia selalu terkait dengan eksistensi pihak lain, merusak tatanan semesta berarti merusak atau mengancam eksistensi manusia itu sendiri.<ref name="Audi" /> Seorang bijak sejati -orang yang hidupnya selaras dengan ide-ide yang ia pelajari-, hendaknya dalam hidup mencari pemenuhan kebutuhan, tidak melupakan relasinya terhadap pihak lain, termasuk Yang Ilahi sebagai penyelenggara tunggal dunia.<ref name="Audi" /> Seorang yang bijak harus sadar bahwa ia hanya bagian dari rangkaian tak terpisahkan keteraturan dunia, bahwa ia setara posisinya dengan ciptaan lain, dan kepentingan dirinya harus terintegrasi terhadap kepentingan orang atau pihak lain itu.<ref name="Rowe et al" /> |
|||
Perspektif kosmik (kesadaran akan alam) harusnya membayangi kehidupan pribadi, walau tidak menggantikannya secara keseluruhan.<ref name="Rowe et al" /> |
|||
Rasio atau nalar manusia harus terintegrasi terhadap penyelenggaraan [[kosmis]] Ilahi.<ref name="Audi" /> Jika seseorang bertindak selaras (''katekontik'') sebagai tindakan yang sejati (''katorthomata'') sebagai tindakan yang tepat, ia akan merasa bahagia, merdeka, bertindak secara tepat dalam kebaikan, dan hidup dalam harmoni yang sempurna.<ref name="Audi" /> |
|||
== Stoikisme dan Politik Yunani == |
|||
Tokoh-tokoh Stoa atau para Stoik, dalam etika politik terbagi dalam dua golongan, yang anti-politik atau menjauhi keterlibatan politik, dan yang terlibat aktif dalam politik.<ref name="Sandbach" /><ref name="Rowe et al" /> Kedua kelompok tersebut memiliki pandangan yang berbeda.<ref name="Rowe et al" /> Bagi yang menjauhi dunia politik, alasan mereka adalah karena muak dengan perilaku elit politik, dan meyakini bahwa hukum yang patut ditaati bukanlah hukum negara, melainkan hukum alam yang diatur oleh sang ilahi.<ref name="Sandbach" /><ref name="Rowe et al" /> Selain itu, mereka masih sangat dipengaruhi oleh aliran [[Sinisisme]] yang mengecam keras pemerintahan tiran kala itu.<ref name="Rowe et al" /> Sedangkan yang memilih terlibat dan berkarier dalam dunia politik, Cicero misalnya, mengatakan bahwa tugas politik terdapat tugas suci yang dibebankan oleh Tuhan kepada manusia, ganjarannya adalah sorga.<ref name="Rowe et al" /> Dalam relasi dengan manusia lain, kita tak butuh hukum politik, tetapi harus hidup dalam persahabatan dan kekeluargaan dengan semua makhluk, seperti kutipan [[Plutarch]] (Moralia, 329A) dari [[Politeia]] karya Zeno,<ref name="Sandbach" /> |
|||
{{cquote|Kita seharusnya hidup tidak dalam kota-kota atau wilayah yang terorganisasi, masing-masing kelompok dibedakan oleh pandangan kebaikan sendiri, tetapi seharusnya berpikir semua orang adalah warga dan anggota, dan seharusnya ada satu jalan hidup dan satu tatanan, seperti segerumbul rumput menyatu di padang|4=[[Zeno dari Citium]]}} |
|||
Alasannya sederhana, para Stoik awal menolak sistem pemerintahan kala itu, pemerintahan yang sangat tirani.<ref name="Rowe et al" /> Para Stoik awal juga menolak sistem dan ajaran pendidikan yang mengabaikan pentingnya hidup bersama dalam persahabatan, persaudaraan, dan anti permusuhan.<ref name="Rowe et al" /> Setiap sistem politik agaknya mereka tolak, bahkan penggunaan mata uang pun mereka tidak anjurkan.<ref name="Rowe et al">Christoper Rowe, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane., Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001, Hal. 522, 562,718,681</ref> |
|||
Sedangkan para Stoik yang kemudian, misalnya Cicero, [[Seneca Muda]], dan Markus Aurelius justru terlibat dalam kancah politik, Cicero adalah salah satu anggota dewan Kota, Seneca pernah jadi penasihat Kaisar Nero, dan Marcus Aurelius adalah seorang Kaisar.<ref name="Rowe et al" /> Jadi, Stoa memang memiliki paradoks ajaran dalam berpolitik, ada yang anti-politik, dan ada pula yang justru dalam lingkaran politik.<ref name="Rowe et al" /> |
|||
Bagi Seneca, Cicero, dan Marcus Aurelius, seseorang yang memiliki jabatan politik harus memiliki integritas diri. Pemerintahan yang baik seharusnya bukan hanya dihuni orang-orang yang tahu kebijaksanaan -seperti pernah digagas oleh Plato dalam sistem pemerintahan Aristokrasi-, melainkan harus juga seorang sophis, yaitu orang yang benar-benar melakukan kebijaksanaan.<ref name="Rowe et al" /> Marcus Aurelius sendiri mengarang buku berjudul [[Meditations]] hingga 4 jilid yang berisi pentingnya seorang pejabat publik melakukan perenungan diri supaya dalam memerintah ia memiliki ketenangan batin, dan berjiwa pengorbanan.<ref name="Rowe et al" /><ref name="Marcus Aurelius">{{en}} Great Books of the Western World, Edited by [[Mortimer J. Adler]], London: Encyclopedia Britannica, Inc., 2003</ref> Jadi, Stoa memang memiliki paradoks ajaran dalam berpolitik, ada yang anti-politik, dan ada pula yang justru dalam lingkaran politik. |
|||
== Etika Stoikisme == |
|||
'''Etika Stoikisme''' berpijak pada prinsip bahwa kebajikanlah (''virtue'') yang baik, selain hal itu, buruk adanya.<ref name="Audi" /> Hal-hal lain sifatnya netral saja (Inggris: ''indifferent'', Yunani: ''adiaphora''), walaupun beberapa di antaranya, misalnya [[kesehatan]], [[makmur|kemakmuran]], [[kehormatan]] secara alamiah dianjurkan, sedangkan yang berseberangan dari itu tidak dianjurkan.<ref name="Audi" /> Misalnya, kepemilikan pribadi sama sekali tidak dianjurkan karena tidak selaras dengan prinsip manusia yang ingin bahagia.<ref name="Audi" /> Jika manusia tidak sadar terhadap godaan hal-hal yang netral itu, ia dapat terjebak pada tindakan menghalalkan cara untuk mencapai hal-hal yang netral, atau ia justru tidak bahagia ketika diperalat hal-hal yang netral itu.<ref name="Audi" /> Misalnya, seseorang yang mengejar harta benda terus menerus, sesungguhnya ia tak lagi dapat bahagia, karena dirinya telah dikuasai hal-hal yang seharusnya tidak merintanginya untuk berbahagia.<ref name="Audi" /> Pertarungan paling sengit adalah mengenai kebijaksanaan dan pengendalian diri manusia melawan kesenangan pribadi.<ref name="Stumph" /> |
|||
Selain Stoa menolak pengaruh hal-hal yang bersifat eksternal (kekayaan, kesehatan, reputasi), Stoa juga menolak pengaruh hal-hal yang membengkokkan nalar, misalnya takut terhadap [[kematian]], takut kepada Dewa atau Tuhan, dan peristiwa-peristiwa buruk yang akan mengganggu kebahagiaan.<ref name="Stumph" /> Caranya adalah, bukan memutus hubungan terhadap hal-hal yang menakutkan itu, melainkan dengan meluruskan nalar kita supaya tidak dikendalikan oleh emosi-emosi yang muncul dari hal-hal itu.<ref name="Stumph" /> Kebahagiaan tidak dapat direnggut oleh peristiwa-peristiwa tersebut, walaupun kita tidak dapat mengendalikan semua peristiwa di tangan kita.<ref name="Stumph" /> Dengan memperbaiki nalar, kita mampu mengendalikan perilaku kita dalam menghadapinya.<ref name="Stumph" /> Ketakutan ketika menghadapi peristiwa-peristiwa yang tidak kita harapkan sebenarnya lebih besar daripada akibat-akibat menakutkan yang akan ditimbulkan peristiwa-peristiwa itu sendiri.<ref name="Stumph" /> |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
== Bacaan lanjutan == |
|||
[[Kategori:filsafat]] |
|||
=== Sumber primer === |
|||
* [[A. A. Long]] and [[David Sedley|D. N. Sedley]], ''The Hellenistic Philosophers'' Cambridge: Cambridge University Press, 1987. |
|||
* Inwood, Brad & Gerson LLoyd P. (eds.) ''The Stoics Reader: Selected Writings and Testimonia'' Indianapolis: Hackett 2008. |
|||
* [[George Long (scholar)|Long, George]] ''Enchiridion'' by Epictetus, Prometheus Books, Reprint Edition, January 1955. |
|||
* Gill C. ''Epictetus, The Discourses'', Everyman 1995. |
|||
* Irvine, William, ''A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy'' (Oxford: Oxford University Press, 2008) {{ISBN|978-0-19-537461-2}} |
|||
* Hadas, Moses (ed.), ''Essential Works of Stoicism'', Bantam Books 1961. |
|||
* Harvard University Press ''Epictetus Discourses Books 1 and 2'', Loeb Classical Library Nr. 131, June 1925. |
|||
* Harvard University Press ''Epictetus Discourses Books 3 and 4'', Loeb Classical Library Nr. 218, June 1928. |
|||
* Long, George, ''Discourses of Epictetus'', Kessinger Publishing, January 2004. |
|||
* Lucius Annaeus Seneca the Younger (transl. Robin Campbell), ''Letters from a Stoic: Epistulae Morales Ad Lucilium'' (1969, reprint 2004) {{ISBN|0-14-044210-3}} |
|||
* [[Marcus Aurelius]], ''[[Meditations]]'', translated by Maxwell Staniforth; {{ISBN|0-14-044140-9}}, or translated by Gregory Hays; {{ISBN|0-679-64260-9}}. |
|||
* Oates, Whitney Jennings, ''The Stoic and Epicurean Philosophers, The Complete Extant Writings of Epicurus, Epictetus, Lucretius and Marcus Aurelius'', Random House, 9th printing 1940. |
|||
=== Studi === |
|||
* Bakalis, Nikolaos, ''Handbook of Greek Philosophy: From Thales to the Stoics. Analysis and Fragments'', Trafford Publishing, May 2005, {{ISBN|1-4120-4843-5}} |
|||
* [[Lawrence C. Becker|Becker, Lawrence C.]], ''A New Stoicism'' (Princeton: Princeton Univ. Press, 1998) {{ISBN|0-691-01660-7}} |
|||
* Brennan, Tad, ''The Stoic Life'' (Oxford: Oxford University Press, 2005; paperback 2006) |
|||
* Brooke, Christopher. ''Philosophic Pride: Stoicism and Political Thought from Lipsius to Rousseau'' (Princeton UP, 2012) [http://press.princeton.edu/titles/9737.html excerpts] |
|||
* Inwood, Brad (ed.), ''The Cambridge Companion to The Stoics'' (Cambridge: Cambridge University Press, 2003) |
|||
* [[John Lachs|Lachs, John]], ''[http://www.themontrealreview.com/2009/Stoic-Pragmatism.php Stoic Pragmatism]'' (Indiana University Press, 2012) {{ISBN|0-253-22376-8}} |
|||
* [[A. A. Long|Long, A. A.]], ''Stoic Studies'' (Cambridge University Press, 1996; repr. University of California Press, 2001) {{ISBN|0-520-22974-6}} |
|||
* Robertson, Donald, [https://books.google.com/books?id=XsOFyJaR5vEC&lpg ''The Philosophy of Cognitive-Behavioral Therapy: Stoicism as Rational and Cognitive Psychotherapy''] (London: Karnac, 2010) {{ISBN|978-1-85575-756-1}} |
|||
* Sellars, John, ''Stoicism'' (Berkeley: University of California Press, 2006) {{ISBN|1-84465-053-7}} |
|||
* [[William O. Stephens|Stephens, William O.]], ''[http://www.bloomsbury.com/us/stoic-ethics-9780826496089 Stoic Ethics: Epictetus and Happiness as Freedom]'' (London: Continuum, 2007) {{ISBN|0-8264-9608-3}} |
|||
* Strange, Steven (ed.), ''Stoicism: Traditions and Transformations'' (Cambridge: Cambridge Univ. Press, 2004) {{ISBN|0-521-82709-4}} |
|||
* [[Eduard Zeller|Zeller, Eduard]]; Reichel, Oswald J., [https://books.google.com/books?id=tfEYAAAAYAAJ&printsec=titlepage ''The Stoics, Epicureans and Sceptics''], Longmans, Green, and Co., 1892 |
|||
== Pranala luar == |
|||
{{Wikiquote}} |
|||
* {{cite SEP |url-id=stoicism |title=Stoicism |last=Baltzly |first=Dirk}} |
|||
* {{cite IEP |url-id=s/stoicism.htm |title=Stoicism}} |
|||
* {{cite IEP |url-id=s/stoiceth.htm |title= Stoic Ethics}} |
|||
* {{cite IEP |url-id=s/stoicmind.htm |title= Stoic Philosophy of Mind}} |
|||
* {{Cite EB1911|wstitle=Stoics |authorlink=Robert Drew Hicks |first=Robert Drew |last=Hicks |short=x}} |
|||
* [http://www.ibiblio.org/stoicism/ The Stoic Library] |
|||
* [http://puffin.creighton.edu/phil/Stephens/rebirth_of_stoicism.htm The Rebirth of Stoicism] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20091231164830/http://puffin.creighton.edu/phil/Stephens/rebirth_of_stoicism.htm |date=2009-12-31 }} |
|||
* [http://www.historyoflogic.com/logic-stoics.htm Stoic Logic: The Dialectic from Zeno to Chrysippus] |
|||
* [http://www.historyoflogic.com/biblio/logic-stoics-biblio-one.htm Annotated Bibliography on Ancient Stoic Dialectic] |
|||
* {{cite web|url=http://stoicfoundation.host-ed.me/bibliography.htm|title=A bibliography on Stoicism by the Stoic Foundation|archiveurl=https://www.webcitation.org/6At6hE72Q?url=http://stoicfoundation.host-ed.me/bibliography.htm|archivedate=2012-09-23|deadurl=yes|access-date=2018-02-11}} |
|||
* [http://www.bbc.co.uk/radio4/history/inourtime/inourtime_20050303.shtml BBC Radio 4's In Our Time programme on Stoicism] (requires [[Adobe Flash|Flash]]) |
|||
* [http://users.hartwick.edu/burringtond/stoics/intro.html An introduction to Stoic Philosophy] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120313013645/http://users.hartwick.edu/burringtond/stoics/intro.html |date=2012-03-13 }} |
|||
* [http://www.newstoa.com/ Online Stoic Community: New Stoa] |
|||
* [http://blogs.exeter.ac.uk/stoicismtoday/ Stoicism Today Project] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20121130223331/http://blogs.exeter.ac.uk/stoicismtoday/ |date=2012-11-30 }} |
|||
{{Stoikisme}} |
|||
{{Topik filsafat}} |
|||
{{Authority control}} |
|||
[[Kategori:Stoikisme| ]] |
|||
[[Kategori:Filsafat]] |
|||
[[Kategori:Filsafat Yunani]] |
[[Kategori:Filsafat Yunani]] |
||
[[Kategori:Stoikisme|Stoikisme]] |
|||
[[Kategori:Etika]] |
[[Kategori:Etika]] |
||
[[Kategori:Moral]] |
[[Kategori:Moral]] |
||
{{Link GA|en}} |
Revisi terkini sejak 4 Februari 2024 16.52
Stoikisme, juga disebut Stoisisme atau Stoa (bahasa Yunani: Στοά) adalah sebuah aliran atau mazhab filsafat Yunani kuno yang didirikan di kota Athena, Yunani, oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM.[1][2][3][4] Ada pula yang mencatat stoikisme baru resmi muncul pada tahun 108 SM.[5] Setelah Zeno, orang yang paling berjasa mempertahankan sekolah stoa dengan alasan Kleanthes dari Assos dan Chrysippus dari Soli.[3] Cleanthes menyumbangkan gagasan tentang hubungan etika dengan iman atau teologi.[3] Chrysippus menuliskan 705 buku (90%) literatur sebagai doktrin stoikisme, yaitu telaah tentang perbintangan astronomi.[6]
Ajaran sekolah atau mazhab stoa sangat luas dan beragam, tetapi dapat disimpulkan bahwa pijakannya adalah meliputi perkembangan logika (terbagi dalam retorika dan dialektika), fisika, dan etika (memuat teologi dan politik)[5] Pandangan yang mencolok tentang etika adalah bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia, hidup pasrah atau tawakal menerima keadaannya di dunia.[5] Sikap tersebut merupakan cerminan dari kemampuan nalar manusia, bahkan kemampuan tertinggi dari semua hal.[5]
Stoikisme populer hingga kurang lebih lima abad (3 SM-3 M), selanjutnya mempengaruhi banyak pemikir Kristen, baik dalam dunia akademis maupun sikap hidup.[3] Fokus filsafat stoikisme adalah dalam bidang etika.[3] Stoa memiliki perbedaan tajam dengan gagasan intelektual tua lainnya, yaitu epikureanisme dan skeptisisme. Stoikisme merupakan aliran filsafat yang paling berhasil dan sangat berpengaruh dalam aliran Filsafat Yunani Kuno karena relevansinya terhadap sikap manusia dan sistem pemerintahan saat itu.[1]
Terminologi
[sunting | sunting sumber]Stoik berasal dari bahasa Yunani stōïkos, yang berarti "dari stoa [serambi, atau beranda]". Hal ini mengacu pada Stoa Poikile, atau "Beranda Berlukis", di Athena, tempat filsuf stoik Zeno dari Citium, yang berpengaruh besar terhadap stoikisme pernah mengajar.[7][8] Dalam istilah awam, stoikisme kadang-kadang disebut sebagai "menderita dalam kesunyian", dan etika yang terkait dengan hal itu.[9]
Tokoh-tokoh Stoikisme
[sunting | sunting sumber]Semenjak Zeno dari Citium mendirikan aliran Stoa atau Stoikismenya, muncul beberapa filsuf lainnya yang menjadi tokoh Stoa, misalnya Chrisippus dari Soli, Cleanthes dari Assos, Seneca Muda, Cicero, Epictetus, dan Marcus Aurelius.[1][3] Dalam Kamus Filsafat Cambridge, tokoh dan pandangan Stoa dibagi menjadi tiga:[4]
- Stoa Awal, terdiri dari Zeno (334-262SM), Chrisipus (280-206), dan Cleanthes (331-232).[4]
- Stoa Perantara (Middle Stoicsm), dikembangkan oleh Panaetius (185-110 SM) dan Posidonius (135-50 SM) dari Rhodes, yang mempengaruhi Cicero (106 SM -43 M).[4]
- Stoa Akhir Stoa Romawi (Roman Stoicsm) terdapat Cicero (106 SM -43 M), Seneca Muda (1-65M), Epictetus (55-135M), dan Marcus Aurelius (121-180M).[4]
Sebagai catatan: tahun-tahun hidup dari tokoh Stoa tidak sama dalam beberapa buku, misalnya jika dibandingkan dalam buku the Stoics, terpapar masa hidup Cleanthes (303-233SM), Epictetus (60-117M), dan Seneca Muda (4SM-65M).[3]
Rupanya Zeno muda telah terinspirasi oleh ajaran etika Socrates, khususnya keberanian Socrates dalam menempuh jalan kematian dengan sukarela.[3] Tindakan ini seolah menjadi gambaran ajaran Stoa dalam etika, bahwa seseorang tidak perlu terbawa emosi negatif (pathos), takut misalnya, tetapi bahagia dengan kemerdekaan penuh, termasuk menerima cara kematian.[2]
Prinsip dan ajaran Stoikisme banyak mempengaruhi pemikiran para teolog Kristen dan filsuf di sepanjang abad, bahkan hingga saat sekarang, dan warisan yang menyolok dari filsafat Stoikisme adalah tentang hidup etis dengan moralitas yang baik, seperti diwarisi oleh beberapa pemikir, yaitu Baruch Spinoza, Joseph Butler, Immanuel Kant,[1] dan Helmut Richard Niebuhr.[10] Menurut filsuf Jerman bernama Dilthey, Stoikisme adalah filsafat terkuat dan terlama yang dapat diterima ketimbang filsafat lainnya.[11]
Tokoh Etika Masa Kini yang sangat Stoik
[sunting | sunting sumber]Tokoh etika terkenal dari Amerika yang sangat dipengaruhi oleh cara berpikir Stoa misalnya H. Richard Niebuhr.[10] Selain Niebuhr membangun diskursus etika yang sangat radikal mengakui peran Ilahi dalam berbagai peristiwa kehidupan dunia yang tampak dalam salah satu karyanya berjudul Radical Monotheism, Niebuhr juga sangat menekankan tindakan manusia untuk tidak secara dikotomis memisahkan unsur-unsur alam secara bertentangan, yang kemudian hanya akan melahirkan permusuhan antar manusia.[10] Niebuhr mengajak manusia menyelaraskan diri terhadap perubahan-perubahan dalam masyarakat dengan tidak panik, tidak melakukan perlawanan yang menghasilkan kekerasan, melainkan mengajak manusia bertindak bertanggungjawab mulai dari diri sendiri.[10]
Inti-inti Ajaran Stoikisme
[sunting | sunting sumber]Orang-orang Stoik percaya bahwa emosi negatif yang menghancurkan manusia dihasilkan dari keputusan yang salah, dan bahwa seorang sophis, yaitu orang yang memiliki "kesempurnaan moral dan intelektual," tidak akan pernah mengalami emosi-emosi yang merusak kebahagiaan, misalnya marah berlebihan, panik berlebihan, sedih berlebihan, dsb.[12] Seorang Stoik, seperti kata Epictetus hendaknya tidak banyak bicara tentang ide-ide besar, apalagi kepada orang-orang awam, melainkan bertindak selaras dengan apa yang dipikirkannya tentang kebaikan.[13] Hal ini dibedakan dengan istilah filsuf atau filosof (pecinta kebijaksanaan) yang hanya menyukai ide-ide kebijaksanaan, tetapi biasanya gagal melakukan ide-ide kebijaksanaan itu (sophia).[13] Stoikisme adalah cara hidup yang menekankan dimensi internal manusia, seorang Stoik dapat hidup bahagia ketika ia tidak terpengaruh oleh hal-hal di luar dirinya.[13] Di mata kaum Stoa, Logos Universal (Sang Ilahi) adalah yang menata alam semesta ini dengan rasional, senegatif apa pun kejadian yang menimpa, seorang Stoa yang bijak akan melihat kejadian tersebut sebagai bagian dari tenunan indah ilahi atau Logos.[13] Ia akan menyesuaikan kodrat rasional dirinya sebagai manusia dengan hukum alam (hukum sebab akibat) dari Alam Semesta.[13]
Landasan ajaran Stoa meminjam tiga elemen filsafat yang berkembang di Akademia yang didirikan oleh Aristoteles yakni logika atau rasio, materi atau fisika, dan etika.[1] Tema-tema yang sering dibicarakan terkait dimensi manusia sebagai fokus utama, di antaranya mengenai takdir, kehendak bebas, pemeliharaan Ilahi, dan kejahatan.[3]
Ajaran Stoa yang paling menonjol adalah bagaimana manusia bertindak menurut keteraturan hukum alam yang diselenggarakan yang Ilahi.[3][4] Kleanthes menulis beberapa versi dalam ekspresi gamblang sebuah daya tarik elemen yang didesakkan oleh imannya,
ἄγου δέ μ', ὦ Ζεῦ, καὶ σύ γ' ἡ πεπρωμένη,
ὅποι ποθ' ὑμῖν εἰμι διατεταγμένος: ὡς ἕψομαί γ' ἄοκνος· ἢν δέ γε μὴ θέλω κακὸς γενόμενος, οὐδὲν ἧττον ἕψομαι.[14]
Terjemahan harfiah dalam bahasa Indonesia:
Bimbing aku, oh Zeus, bimbing aku, wahai penciptaku Hingga di tempat di mana Engkau akan menghantarku Aku tidak akan lari darimu, namun mengikutimu, dan seandainya hatiku berontak,
Aku tetap akan ikut dikau
Sikap hidup yang menyelaraskan diri dengan kehendak ilahi yang tampak dalam sikap hidup menyelaraskan diri dengan keteraturan alam ini disebut sebagai etika katekontik.[1][3][13] Dalam Stoa mula-mula, ajaran Stoa selalu melibatkan peran dewa-dewa dalam miologi Yunani Kuno. Demikian para pemikir etika Kristen yang dipengaruhi filsafat Stoa juga selalu melibatkan Allah dalam konstruksi etikanya.[1]
Etika Katekontik
[sunting | sunting sumber]Menurut para Stoik, manusia adalah binatang bernalar, nalar (reason) itu didapatinya dari Yang Ilahi, dan dengan nalar itu, manusia menjadi elemen terpenting bagi Sang Ilahi untuk menyelenggarakan keteraturan dunia.[4] Namun, manusia bukan satu-satunya elemen, ia hanya salah satu bagian dari semesta, ia hanya salah satu organ saja.[4] Eksistensi manusia selalu terkait dengan eksistensi pihak lain, merusak tatanan semesta berarti merusak atau mengancam eksistensi manusia itu sendiri.[4] Seorang bijak sejati -orang yang hidupnya selaras dengan ide-ide yang ia pelajari-, hendaknya dalam hidup mencari pemenuhan kebutuhan, tidak melupakan relasinya terhadap pihak lain, termasuk Yang Ilahi sebagai penyelenggara tunggal dunia.[4] Seorang yang bijak harus sadar bahwa ia hanya bagian dari rangkaian tak terpisahkan keteraturan dunia, bahwa ia setara posisinya dengan ciptaan lain, dan kepentingan dirinya harus terintegrasi terhadap kepentingan orang atau pihak lain itu.[11] Perspektif kosmik (kesadaran akan alam) harusnya membayangi kehidupan pribadi, walau tidak menggantikannya secara keseluruhan.[11] Rasio atau nalar manusia harus terintegrasi terhadap penyelenggaraan kosmis Ilahi.[4] Jika seseorang bertindak selaras (katekontik) sebagai tindakan yang sejati (katorthomata) sebagai tindakan yang tepat, ia akan merasa bahagia, merdeka, bertindak secara tepat dalam kebaikan, dan hidup dalam harmoni yang sempurna.[4]
Stoikisme dan Politik Yunani
[sunting | sunting sumber]Tokoh-tokoh Stoa atau para Stoik, dalam etika politik terbagi dalam dua golongan, yang anti-politik atau menjauhi keterlibatan politik, dan yang terlibat aktif dalam politik.[3][11] Kedua kelompok tersebut memiliki pandangan yang berbeda.[11] Bagi yang menjauhi dunia politik, alasan mereka adalah karena muak dengan perilaku elit politik, dan meyakini bahwa hukum yang patut ditaati bukanlah hukum negara, melainkan hukum alam yang diatur oleh sang ilahi.[3][11] Selain itu, mereka masih sangat dipengaruhi oleh aliran Sinisisme yang mengecam keras pemerintahan tiran kala itu.[11] Sedangkan yang memilih terlibat dan berkarier dalam dunia politik, Cicero misalnya, mengatakan bahwa tugas politik terdapat tugas suci yang dibebankan oleh Tuhan kepada manusia, ganjarannya adalah sorga.[11] Dalam relasi dengan manusia lain, kita tak butuh hukum politik, tetapi harus hidup dalam persahabatan dan kekeluargaan dengan semua makhluk, seperti kutipan Plutarch (Moralia, 329A) dari Politeia karya Zeno,[3]
Kita seharusnya hidup tidak dalam kota-kota atau wilayah yang terorganisasi, masing-masing kelompok dibedakan oleh pandangan kebaikan sendiri, tetapi seharusnya berpikir semua orang adalah warga dan anggota, dan seharusnya ada satu jalan hidup dan satu tatanan, seperti segerumbul rumput menyatu di padang
Alasannya sederhana, para Stoik awal menolak sistem pemerintahan kala itu, pemerintahan yang sangat tirani.[11] Para Stoik awal juga menolak sistem dan ajaran pendidikan yang mengabaikan pentingnya hidup bersama dalam persahabatan, persaudaraan, dan anti permusuhan.[11] Setiap sistem politik agaknya mereka tolak, bahkan penggunaan mata uang pun mereka tidak anjurkan.[11]
Sedangkan para Stoik yang kemudian, misalnya Cicero, Seneca Muda, dan Markus Aurelius justru terlibat dalam kancah politik, Cicero adalah salah satu anggota dewan Kota, Seneca pernah jadi penasihat Kaisar Nero, dan Marcus Aurelius adalah seorang Kaisar.[11] Jadi, Stoa memang memiliki paradoks ajaran dalam berpolitik, ada yang anti-politik, dan ada pula yang justru dalam lingkaran politik.[11]
Bagi Seneca, Cicero, dan Marcus Aurelius, seseorang yang memiliki jabatan politik harus memiliki integritas diri. Pemerintahan yang baik seharusnya bukan hanya dihuni orang-orang yang tahu kebijaksanaan -seperti pernah digagas oleh Plato dalam sistem pemerintahan Aristokrasi-, melainkan harus juga seorang sophis, yaitu orang yang benar-benar melakukan kebijaksanaan.[11] Marcus Aurelius sendiri mengarang buku berjudul Meditations hingga 4 jilid yang berisi pentingnya seorang pejabat publik melakukan perenungan diri supaya dalam memerintah ia memiliki ketenangan batin, dan berjiwa pengorbanan.[11][15] Jadi, Stoa memang memiliki paradoks ajaran dalam berpolitik, ada yang anti-politik, dan ada pula yang justru dalam lingkaran politik.
Etika Stoikisme
[sunting | sunting sumber]Etika Stoikisme berpijak pada prinsip bahwa kebajikanlah (virtue) yang baik, selain hal itu, buruk adanya.[4] Hal-hal lain sifatnya netral saja (Inggris: indifferent, Yunani: adiaphora), walaupun beberapa di antaranya, misalnya kesehatan, kemakmuran, kehormatan secara alamiah dianjurkan, sedangkan yang berseberangan dari itu tidak dianjurkan.[4] Misalnya, kepemilikan pribadi sama sekali tidak dianjurkan karena tidak selaras dengan prinsip manusia yang ingin bahagia.[4] Jika manusia tidak sadar terhadap godaan hal-hal yang netral itu, ia dapat terjebak pada tindakan menghalalkan cara untuk mencapai hal-hal yang netral, atau ia justru tidak bahagia ketika diperalat hal-hal yang netral itu.[4] Misalnya, seseorang yang mengejar harta benda terus menerus, sesungguhnya ia tak lagi dapat bahagia, karena dirinya telah dikuasai hal-hal yang seharusnya tidak merintanginya untuk berbahagia.[4] Pertarungan paling sengit adalah mengenai kebijaksanaan dan pengendalian diri manusia melawan kesenangan pribadi.[2]
Selain Stoa menolak pengaruh hal-hal yang bersifat eksternal (kekayaan, kesehatan, reputasi), Stoa juga menolak pengaruh hal-hal yang membengkokkan nalar, misalnya takut terhadap kematian, takut kepada Dewa atau Tuhan, dan peristiwa-peristiwa buruk yang akan mengganggu kebahagiaan.[2] Caranya adalah, bukan memutus hubungan terhadap hal-hal yang menakutkan itu, melainkan dengan meluruskan nalar kita supaya tidak dikendalikan oleh emosi-emosi yang muncul dari hal-hal itu.[2] Kebahagiaan tidak dapat direnggut oleh peristiwa-peristiwa tersebut, walaupun kita tidak dapat mengendalikan semua peristiwa di tangan kita.[2] Dengan memperbaiki nalar, kita mampu mengendalikan perilaku kita dalam menghadapinya.[2] Ketakutan ketika menghadapi peristiwa-peristiwa yang tidak kita harapkan sebenarnya lebih besar daripada akibat-akibat menakutkan yang akan ditimbulkan peristiwa-peristiwa itu sendiri.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g (Inggris)A.A Long., Hellenistic Philosophy,Los Angeles: University of California Press, 1974, Hal. 107-147
- ^ a b c d e f g h (Inggris) Samuel Enoch Stumph., Socrates to Sartre: A History of Philosophy,New York: McGraw-Hill, Inc, 1966, Hal. 119-125
- ^ a b c d e f g h i j k l m n (Inggris) F. H. Sandbach., The Stoics, London: Bristol Classical Press, 1989, Hal. 20-dst
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q (Inggris) Robert Audi., The Cambridge Dictionary of Philosophy, Edinburg: Cambridge University Press, 1995
- ^ a b c d (Indonesia)Lorens Bagus., Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, Hal. 1037
- ^ (Inggris) Murray Walton., A Dictionary of Greek and Roman biography and mythology, London: Pottiswoode and Co., Hal. 740-141
- ^ https://www.merriam-webster.com/dictionary/stoic
- ^ Williamson, D. (1 April 2015). Kant's Theory of Emotion: Emotional Universalism. Palgrave Macmillan US. hlm. 17. ISBN 978-1-137-49810-6.
- ^ Yong, Hua‐Hie. "Can attitudes of stoicism and cautiousness explain observed age‐related variation in levels of self‐rated pain, mood disturbance and functional interference in chronic pain patients?." European Journal of Pain 10.5 (2006): 399–399.
- ^ a b c d (Inggris)H.R. Niebuhr., Responsible Self,New York: Harper and Row, 1963, Hal. 17, 58, 60,87
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o Christoper Rowe, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane., Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001, Hal. 522, 562,718,681
- ^ Stoicism, Stanford Encyclopedia of Philosophy.
- ^ a b c d e f (Inggris) A. Setyo Wibowo., Stoikisme,Jakarta: Jurnal Filsfat Driyarkara: Senat Mahasiswa STF Driyarkara, 2013, Hal. 14-36
- ^ Translatio a Seneca facta (Epistulae ad Lucilium 107.11) admodum libera esse videtur, sed ipse se Ciceronis aemulum largiter laudat. De fonte huius versus additi ambigitur; v. Marcovich (1959).
- ^ (Inggris) Great Books of the Western World, Edited by Mortimer J. Adler, London: Encyclopedia Britannica, Inc., 2003
Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]Sumber primer
[sunting | sunting sumber]- A. A. Long and D. N. Sedley, The Hellenistic Philosophers Cambridge: Cambridge University Press, 1987.
- Inwood, Brad & Gerson LLoyd P. (eds.) The Stoics Reader: Selected Writings and Testimonia Indianapolis: Hackett 2008.
- Long, George Enchiridion by Epictetus, Prometheus Books, Reprint Edition, January 1955.
- Gill C. Epictetus, The Discourses, Everyman 1995.
- Irvine, William, A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy (Oxford: Oxford University Press, 2008) ISBN 978-0-19-537461-2
- Hadas, Moses (ed.), Essential Works of Stoicism, Bantam Books 1961.
- Harvard University Press Epictetus Discourses Books 1 and 2, Loeb Classical Library Nr. 131, June 1925.
- Harvard University Press Epictetus Discourses Books 3 and 4, Loeb Classical Library Nr. 218, June 1928.
- Long, George, Discourses of Epictetus, Kessinger Publishing, January 2004.
- Lucius Annaeus Seneca the Younger (transl. Robin Campbell), Letters from a Stoic: Epistulae Morales Ad Lucilium (1969, reprint 2004) ISBN 0-14-044210-3
- Marcus Aurelius, Meditations, translated by Maxwell Staniforth; ISBN 0-14-044140-9, or translated by Gregory Hays; ISBN 0-679-64260-9.
- Oates, Whitney Jennings, The Stoic and Epicurean Philosophers, The Complete Extant Writings of Epicurus, Epictetus, Lucretius and Marcus Aurelius, Random House, 9th printing 1940.
Studi
[sunting | sunting sumber]- Bakalis, Nikolaos, Handbook of Greek Philosophy: From Thales to the Stoics. Analysis and Fragments, Trafford Publishing, May 2005, ISBN 1-4120-4843-5
- Becker, Lawrence C., A New Stoicism (Princeton: Princeton Univ. Press, 1998) ISBN 0-691-01660-7
- Brennan, Tad, The Stoic Life (Oxford: Oxford University Press, 2005; paperback 2006)
- Brooke, Christopher. Philosophic Pride: Stoicism and Political Thought from Lipsius to Rousseau (Princeton UP, 2012) excerpts
- Inwood, Brad (ed.), The Cambridge Companion to The Stoics (Cambridge: Cambridge University Press, 2003)
- Lachs, John, Stoic Pragmatism (Indiana University Press, 2012) ISBN 0-253-22376-8
- Long, A. A., Stoic Studies (Cambridge University Press, 1996; repr. University of California Press, 2001) ISBN 0-520-22974-6
- Robertson, Donald, The Philosophy of Cognitive-Behavioral Therapy: Stoicism as Rational and Cognitive Psychotherapy (London: Karnac, 2010) ISBN 978-1-85575-756-1
- Sellars, John, Stoicism (Berkeley: University of California Press, 2006) ISBN 1-84465-053-7
- Stephens, William O., Stoic Ethics: Epictetus and Happiness as Freedom (London: Continuum, 2007) ISBN 0-8264-9608-3
- Strange, Steven (ed.), Stoicism: Traditions and Transformations (Cambridge: Cambridge Univ. Press, 2004) ISBN 0-521-82709-4
- Zeller, Eduard; Reichel, Oswald J., The Stoics, Epicureans and Sceptics, Longmans, Green, and Co., 1892
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Inggris) Entri Stoicism di Stanford Encyclopedia of Philosophy
- Stoikisme catatan di Internet Encyclopedia of Philosophy
- Stoikisme catatan di Internet Encyclopedia of Philosophy
- Stoikisme catatan di Internet Encyclopedia of Philosophy
- Hicks, Robert Drew (1911). "Stoics". Encyclopædia Britannica (edisi ke-11).
- The Stoic Library
- The Rebirth of Stoicism Diarsipkan 2009-12-31 di Wayback Machine.
- Stoic Logic: The Dialectic from Zeno to Chrysippus
- Annotated Bibliography on Ancient Stoic Dialectic
- "A bibliography on Stoicism by the Stoic Foundation". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-23. Diakses tanggal 2018-02-11.
- BBC Radio 4's In Our Time programme on Stoicism (requires Flash)
- An introduction to Stoic Philosophy Diarsipkan 2012-03-13 di Wayback Machine.
- Online Stoic Community: New Stoa
- Stoicism Today Project Diarsipkan 2012-11-30 di Wayback Machine.