Nusantara: Perbedaan antara revisi
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(93 revisi perantara oleh 55 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{For2|calon ibu kota negara Indonesia|[[Nusantara (kota terencana)]]|kegunaan lain|[[Nusantara (disambiguasi)]]}} |
|||
[[Berkas:Indonesian Archipelago and Students.JPG|jmpl|ka|300px|Peta kepulauan Nusantara berlapis emas melambangkan tanah air Negara Kesatuan Republik Indonesia di Ruang Kemerdekaan [[Monas]], Jakarta]] |
[[Berkas:Indonesian Archipelago and Students.JPG|jmpl|ka|300px|Peta kepulauan Nusantara menurut Indonesia yang berlapis emas melambangkan tanah air Negara Kesatuan Republik Indonesia di Ruang Kemerdekaan [[Monas]], Jakarta]] |
||
'''Nusantara''' adalah sebuah [[Lakuran (linguistik)|istilah]] yang berasal dari perkataan dalam [[bahasa Kawi]] (sebuah bentuk [[bahasa Jawa Kuno]] yang banyak dipengaruhi oleh [[bahasa Sanskerta]]), yaitu {{lang|jv|'''ꦤꦸꦱ''' ('''nusa''')}} {{lit}} "pulau" dan {{lang|jv|'''ꦲꦤ꧀ꦠꦫ''' ('''antara''')}} {{lit}} "luar". Di Indonesia, istilah "Nusantara" secara spesifik merujuk kepada [[Indonesia]], Malaysia Timur, Brunei, dan Timor Timur ([[kepulauan Indonesia]]),<ref>{{Cite dictionary|url=https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Nusantara|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa|dictionary=Kamus Besar Bahasa Indonesia|title=Nusantara|date=2016|edition=3}}</ref><ref>{{cite book|last1=Rais|first1=Mohamed Amien|last2=Ng|first2=Taryn|last3=Irwan|first3=Omar|last4=Najib|first4=Muhammad|date=2004|title=Putra Nusantara: Son of the Indonesian Archipelago [Putra Nusantara: Putra Kepulauan Indonesia]|lang=en|url=https://www.nlb.gov.sg/biblio/12269405|location=Singapore|publisher=Stamford Press|page= |isbn=9810499078}}</ref><ref>{{cite book |last=Bowring|first=Philip|date=2018|title=Empire of the Winds: the Global Role of Asia's Great Archipelago|url=https://books.google.com/books?id=BsuNDwAAQBAJ&pg=PA3&dq=Nusantara+specifically+Indonesian+archipelago&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjNw5-r3NjyAhVn8HMBHZAlCAAQ6AF6BAgGEAM#v=onepage&q=Nusantara%20specifically%20Indonesian%20archipelago&f=false|language=en |page=3|publisher=Bloomsbury|quote='Nusantara' was defined the region of islands and coasts over which Majapahit rule, ... Nusantara in Malay today has narrower meaning: 'archipelago', specifically the Indonesian archipelago.}}</ref>{{rp|3}}<ref>{{cite journal|last=Avé|first=J.|date=1989|title='Indonesia', 'Insulinde' and 'Nusantara': Dotting the I's and Crossing the T|url=https://www.jstor.org/stable/27864030|journal=Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde|language=en|location=Leiden, the Netherlands|volume=145|issue=2/3|page=230|quote='Nusantara' has been understood and used to refer to the whole, that is, the mosaic of 'nusas' which constitutes an archipelago, specifically the Indonesian archipelago. Berg's interpretation, however, appears to have been generally accepted...}}</ref>{{rp|230}} kata ini tercatat pertama kali dalam kitab [[Negarakertagama]] untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut [[Majapahit]]; yang kawasannya mencakup sebagian besar [[Asia Tenggara]], terutama pada wilayah kepulauan. |
|||
'''Nusantara''' adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah yang membentang dari [[Semenanjung Malaya]] sampai [[Caledonia Baru]], yang sekarang sebagian besar merupakan wilayah banyak negara. Kata ini tercatat pertama kali dalam [[literatur]] ber[[bahasa Melayu dan bahasa Portugis]] Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kewilayahan yang ada di sebelah selatan Asia Tenggara. |
|||
Konsep mengenai Nusantara sebagai sebuah daerah yang dipersatukan pada awalnya bukan berasal dari [[Gajah Mada]], melainkan oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan [[Kerajaan Singasari|Singhasari]]—disebut juga Singasari atau Singosari—dalam [[Prasasti Mula Malurung]] yang diterbitkan oleh [[Kertanegara]] pada tahun 1255 atas perintah ayahnya, [[Wisnuwardhana]] (berkuasa pada tahun 1248–1268), selaku raja Singhasari.<ref>{{Cite book|last=Mpu|first=Prapañca|last2=Robson|first2=Stuart O.|date=1995|url=https://books.google.com/books?id=aZduAAAAMAAJ|title=Deśawarṇana: (Nāgarakṛtāgama)|publisher=KITLV|isbn=978-90-6718-094-8|language=en|url-status=live}}</ref> Selain itu, pada 1275, istilah ''Cakravala Mandala Dvipantara'' digunakan oleh Kertanegara untuk menggambarkan aspirasi mengenai Kepulauan Asia Tenggara yang bersatu di bawah kekuasaan Singhasari dan ditandai sebagai permulaan atas usahanya dalam mewujudkan aspirasi tersebut.<ref>{{Cite book|last=Kusumoprojo|first=Wahyono Suroto|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=QoJKR85srh8C&lpg=PA186&hl=id&pg=PA186#v=onepage&q&f=false|title=Indonesia negara maritim|publisher=PT Mizan Publika|isbn=978-979-3603-94-0|language=id}}</ref> ''Dvipantara'' merupakan sebuah kata dalam [[Bahasa Sanskerta|Bahasa Sansekerta]] yang berarti "pulau-pulau yang berada di tengah-tengah" sebagai sinonim terhadap kata Nusantara karena baik ''dvipa'' maupun ''nusa'' sama-sama berarti "pulau". |
|||
⚫ | |||
[[Kertanegara]] membuat visi tentang penyatuan pemerintahan dan kerajaan maritim di [[Asia Tenggara]] sebagai pertahanan dalam menghadapi kebangkitan dari ekspansionis [[Dinasti Yuan]] dari [[Tiongkok|China]]—atau Tiongkok—yang dipimpin oleh orang [[Suku Mongol|Mongol]] atau [[Kekaisaran Mongol]] di bawah kaisar [[Kubilai Khan]].<ref name="Utomo 2009 pp. 1–14">{{cite journal | last=Utomo | first=Bambang Budi | title=Majapahit dalam Lintas Pelayaran dan Perdagangan Nusantara | journal=Berkala Arkeologi | publisher=Balai Arkeologi Yogyakarta | volume=29 | issue=2 | date=2009-11-30 | issn=2548-7132 | doi=10.30883/jba.v29i2.375 | pages=1–14}}</ref> |
|||
⚫ | |||
⚫ | ''Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah <u>Nusantara</u> ingsun amukti palapa, lamun kalah ring [[Nusa Penida|Gurun]], ring [[Pulau Seram|Seram]], [[Kerajaan Tanjungpura|Tanjungpura]], ring [[Kerajaan Aru|Haru]], ring [[ |
||
⚫ | Pada tahun 1900-an istilah ini dihidupkan kembali oleh [[Ki Hajar Dewantara]]<ref name="Kroef">{{cite journal |title=The Term Indonesia: Its Origin and Usage |journal=Journal of the American Oriental Society |author=Justus M. van der Kroef |volume=71 |issue=3 |pages=166–171 |year=1951 |url=http://links.jstor.org/sici?sici=0003-0279%28195107%2F09%2971%3A3%3C166%3ATTIIOA%3E2.0.CO%3B2-5 |doi=10.2307/595186}}</ref> sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka selain [[Hindia Belanda]]. Sekalipun nama "[[Indonesia]]" ({{trans}} 'Kepulauan Hindia') disetujui untuk digunakan sebagai nama resmi [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]], kata Nusantara tetap diabadikan sebagai [[sinonim]] untuk [[kepulauan Indonesia]]. Penggunaan istilah ini pada zaman kuno dipakai untuk menggambarkan kesatuan [[geografi]]-[[antropologi]] kepulauan yang terletak di antara benua [[Asia]] dan [[Australia]] (termasuk [[Semenanjung Melayu|Semenanjung Malaysia]]). |
||
Dalam arti yang lebih luas, Nusantara dalam bahasa modern meliputi Indonesia, [[Malaysia]], [[Singapura]], [[Thailand Selatan]], [[Kepulauan Andaman & Nikobar]], [[Brunei]], [[Filipina]], [[Timor Timur]], [[Papua Nugini]], [[Solomon Utara]], dan [[Kepulauan Selat Torres]], serta mungkin pulau pulau kecil di samudra Hindia seperti Pulau Natal, [[Kepulauan Cocos (Keeling)]], dan [[pulau Pasir]].<ref>{{Cite journal|last=Evers|first=Hans-Dieter|date=2016|title=Nusantara: History of a Concept|url=https://muse.jhu.edu/article/622988|journal=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society|volume=89|issue=1|pages=3–14|doi=10.1353/ras.2016.0004|issn=2180-4338}}</ref><ref>{{Cite news|last=Hafizah Iszahanid|date=11 Oktober 2018|title=Istilah Nusantara diguna tanpa semangat penyatuan Melayu|url=https://www.bharian.com.my/rencana/sastera/2018/10/484593/istilah-nusantara-diguna-tanpa-semangat-penyatuan-melayu|work=Berita Harian|quote=Konsep Nusantara dalam pemahaman warga Indonesia sangat berbeza dengan apa yang difahami rakyat Malaysia, bahkan hampir kesemua negara lain di Asia Tenggara termasuk Singapura...ketika kebanyakan penduduk Asia Tenggara merujuk Nusantara kepada wilayah Kepulauan Melayu atau negara di Asia Tenggara, penduduk Indonesia sebaliknya berpendapat Nusantara adalah Indonesia semata-mata.}}</ref> |
|||
[[Pribumi-Nusantara]] (Pribumi Indonesia), juga dikenal sebagai pribumi (lit. 'pertama di tanah air Indonesia), adalah orang Indonesia yang akar leluhurnya berada di Nusantara sejak zaman pra-sejarah dari abad ke-7 M hingga abad ke-13 Masehi, dibedakan orang indonesia keturunan asing (sebagian) yang diketahui, seperti orang Indonesia tionghoa, orang Indonesia Arab, orang Indonesia India dan orang Indo-Eropa ([[Eurasia]]) yang pendahulunya berada di Indonesia dari Jaman penjajahan kolonial sejak abad ke-16 Masehi.<ref>https://www.idntimes.com/science/discovery/bayu/siapa-sih-pribumi-indonesia-sebenarnya</ref> Istilah pribumi dipopulerkan setelah kemerdekaan Indonesia sebagai pengganti yang terhormat untuk istilah kolonial Belanda ''Inlander''. |
|||
== Nusantara dalam konsep kenegaraan Jawa == |
|||
[[Berkas:Majapahit Empire id.svg|jmpl|300px|Wilayah Majapahit pada puncak terluasnya berdasarkan Kitab Nagarakretagama.]] |
|||
{{Main|Wilayah Majapahit}} |
|||
Dalam konsep kenegaraan Jawa pada abad ke-13 hingga ke-15, raja adalah "Raja-Dewa": Raja yang memerintah adalah juga penjelmaan dewa. Karena itu daerah kekuasaannya memancarkan konsep kekuasaan seorang dewa. Kerajaan Majapahit dapat dipakai sebagai teladan. Negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah: |
|||
# '''Negara Agung''' merupakan daerah sekeliling [[ibu kota]] kerajaan tempat raja memerintah. |
|||
# '''Mancanegara''' adalah daerah-daerah di [[Pulau Jawa]] dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan". Dilihat dari sudut pandang ini, [[Pulau Madura|Madura]] dan [[Bali]] adalah daerah "mancanegara". [[Lampung]] dan juga [[Palembang]] juga dianggap daerah "mancanegara". |
|||
# '''Nusantara''', yang berarti "pulau lain" (di luar Jawa)<ref>Jerry H. Bentley, Renate Bridenthal, Kären E. Wigen (éds.), ''Seascapes: Maritime Histories, Littoral Cultures, and Transoceanic Exchanges'', 2007, University of Hawai'i Press, Honolulu, hal. 61</ref> daerah di luar pengaruh [[budaya]] Jawa tetapi masih diklaim sebagai daerah taklukan: para penguasanya harus membayar [[upeti]]. |
|||
⚫ | |||
⚫ | ''Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah <u>Nusantara</u> ingsun amukti palapa, lamun kalah ring [[Nusa Penida|Gurun]], ring [[Pulau Seram|Seram]], [[Kerajaan Tanjungpura|Tanjungpura]], ring [[Kerajaan Aru|Haru]], ring [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Kerajaan Dompu|Dompo]], ring [[Bali]], [[Kerajaan Sunda|Sunda]], [[Palembang]], [[Singapura|Tumasik]], samana ingsun amukti palapa''<ref>https://mediaindonesia.com/humaniora/442473/ini-isi-dan-tujuan-gajah-mada-mengucapkan-sumpah-palapa</ref>. |
||
Terjemahannya adalah: |
Terjemahannya adalah: |
||
"Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, |
"Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa". |
||
Kitab [[Negarakertagama]] mencantumkan wilayah-wilayah "Nusantara", yang pada masa sekarang dapat dikatakan mencakup wilayah modern |
Kitab [[Negarakertagama]] mencantumkan wilayah-wilayah "Nusantara", yang pada masa sekarang dapat dikatakan mencakup sebagian besar wilayah modern Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, dan Papua Barat) ditambah wilayah [[Malaysia]], [[Singapura]], [[Brunei]] dan sebagian kecil [[Filipina]] bagian selatan. Secara morfologi, kata ini adalah [[kata majemuk]] yang diambil dari [[bahasa Jawa Kuno]] ''nusa'' ("pulau") dan ''antara'' (lain/seberang). |
||
Kata Nusantara tidak hanya digunakan oleh orang Jawa dan tidak hilang setelah runtuhnya Majapahit. Kata ini dapat ditemui di [[Sejarah Melayu]], sebuah sastra Melayu klasik yang ditulis paling awal pada tahun 1612, tetapi kata ini tetap dikenal hingga manuskrip tahun 1808:<ref>{{Cite journal|last=Ismail|first=Abdul Rahman Haji|date=1998|title=Malay Annals|url=https://books.google.com/books?id=fJRuAAAAMAAJ|journal=Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society|volume=|pages=|isbn=9789679948134|page=93}}</ref><ref>{{Cite book|last=Ahmad|first=A. Samad|year=1979|title=Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu)|publisher=Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia|page=43}}</ref> |
|||
⚫ | |||
⚫ | Kebanyakan sejarawan Indonesia |
||
<blockquote>Terlalu sekali besar kerajaan Baginda (Majapahit) pada jaman itu, segala seluruh Jawa semuanya dalam hukum Baginda, dan segala raja-raja ''Nusantara''pun setengah sudah ta-luk kepada Baginda<ref>{{Cite book|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|year=2009|title=Meluruskan Sejarah Majapahit|publisher=Ragam Media|page=227}}</ref></blockquote> |
|||
== Penggunaan modern == |
|||
⚫ | Pada tahun 1920-an, [[Ki Hajar Dewantara]] |
||
⚫ | |||
⚫ | Ketika akhirnya "Indonesia" ditetapkan sebagai nama kebangsaan bagi negara independen pelanjut Hindia Belanda pada Kongres Pemuda II (1928), istilah Nusantara tidak serta-merta surut penggunaannya. |
||
⚫ | Kebanyakan sejarawan Indonesia percaya bahwa konsep kesatuan Nusantara bukanlah pertama kali dicetuskan oleh [[Gajah Mada]] dalam [[Sumpah Palapa]] pada tahun 1336, melainkan dicetuskan lebih dari setengah abad lebih awal oleh [[Kertanegara]] pada tahun [[1275]]. Sebelumnya dikenal konsep '''''Cakrawala Mandala Dwipantara''''' yang dicetuskan oleh [[Kertanegara]], raja [[Singhasari]].<ref>[http://books.google.co.id/books?id=QoJKR85srh8C&pg=PA186&lpg=PA186&dq=Dwipantara+Kertanegara&source=bl&ots=-zuo1ZqYSR&sig=4aX9X1NqYnfOV6TEciuKrSevrPU&hl=id&sa=X&ei=cBfzTrr2AsLKrAfHvNz_Dw&ved=0CEwQ6AEwCA#v=onepage&q=Dwipantara%20Kertanegara&f=false Indonesia Negara Maritim (in Indonesian)]</ref> Dwipantara adalah kata dalam [[bahasa Sanskerta]] untuk "kepulauan antara", yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena "dwipa" adalah sinonim "nusa" yang bermakna "pulau". Kertanegara memiliki wawasan suatu persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun [[Dinasti Yuan]] di Tiongkok. Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan [[Ekspedisi Pamalayu]] untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan [[Kerajaan Melayu|Malayu Dharmasraya]] di Jambi. Pada awalnya ekspedisi ini dianggap penakhlukan militer, akan tetapi belakangan ini diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomatik berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan kerajaan Malayu Dharmasraya. Buktinya adalah Kertanegara justru mempersembahkan [[Arca Amoghapasa]] sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; [[Dara Jingga]] dan [[Dara Petak]] ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa Jawa. |
||
=== |
=== Penggunaan modern === |
||
⚫ | Pada tahun 1920-an, [[Ki Hajar Dewantara]] mengusulkan penggunaan kembali istilah "Nusantara" untuk menyebut wilayah Hindia Belanda. Nama ini dipakai sebagai salah satu alternatif karena tidak memiliki unsur bahasa asing. Dan juga, alasan lain dikemukakan karena [[Belanda]], sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah ''Indie'' ({{trans}} "Hindia"), yang menimbulkan banyak keracuan dengan literatur berbahasa lain yang dapat menunjukan identitas bangsa lain, yakni [[India]]. Istilah ini juga memiliki beberapa alternatif lainnya, seperti "Indonesië" (Indonesia) dan "Insulinde" (berarti "Kepulauan Hindia"). Istilah yang terakhir ini diperkenalkan oleh [[Eduard Douwes Dekker]].<ref name="Kroef"/> |
||
Literatur-literatur Eropa berbahasa Inggris (lalu diikuti oleh literatur bahasa lain, kecuali Belanda) pada abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 menyebut wilayah kepulauan mulai dari Sumatra hingga [[Kepulauan Rempah-rempah]] (Maluku) sebagai ''Malay Archipelago'' ("Kepulauan Melayu"). Istilah ini populer sebagai nama geografis setelah [[Alfred Russel Wallace]] menggunakan istilah ini untuk karya monumentalnya. Pulau Papua (''New Guinea'') dan sekitarnya tidak dimasukkan dalam konsep "Malay Archipelago" karena penduduk aslinya tidak dihuni oleh cabang ras Mongoloid sebagaimana Kepulauan Melayu dan secara kultural juga berbeda. Jelas bahwa konsep "Kepulauan Melayu bersifat antropogeografis (geografi budaya). Belanda, sebagai pemilik koloni terbesar, lebih suka menggunakan istilah "Kepulauan Hindia Timur" (''Oost-Indische Archipel'') atau tanpa embel-embel timur. |
|||
⚫ | Ketika akhirnya "Indonesia" ditetapkan sebagai nama kebangsaan bagi negara independen pelanjut Hindia Belanda pada Kongres Sumpah Pemuda II (1928), istilah Nusantara tidak serta-merta surut penggunaannya. Istilah ini kemudian tetap lestari dipakai sebagai sinonim bagi "Indonesia", dan dipakai dalam berbagai hal yang utamanya berkaitan dengan kebangsaan, contohnya yakni baik dalam pengertian [[kebudayaan]], antropogeografik, maupun [[politik]] (misalnya dalam konsep [[Wawasan Nusantara]]). |
||
Ketika "Nusantara" yang dipopulerkan kembali tidak dipakai sebagai nama politis sebagai nama suatu bangsa baru, istilah ini tetap dipakai oleh orang Indonesia untuk mengacu pada wilayah Indonesia. Dinamika politik menjelang berakhirnya Perang [[Pasifik]] (berakhir 1945) memunculkan wacana wilayah [[Indonesia Raya (politik)|Indonesia Raya]] yang juga mencakup ''Britania Malaya'' (kini [[Malaysia Barat]]) dan Kalimantan Utara<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/08/15/LU/mbm.20050815.LU116293.id.html Ketika Halaman Sudah Ditetapkan]. Tempo Interaktif edisi 15 Agustus 2005.</ref>. Istilah "Nusantara" pun menjadi populer di kalangan warga Semenanjung Malaya, berikut semangat kesamaan latar belakang asal usul (Melayu) di antara penghuni Kepulauan dan Semenanjung. |
|||
== Nama ibu kota negara baru Indonesia == |
|||
Pada waktu negara Malaysia (1957) berdiri, semangat kebersamaan di bawah istilah "Nusantara" tergantikan di Indonesia dengan permusuhan yang dibalut politik Konfrontasi oleh [[Soekarno]]. Ketika permusuhan berakhir, pengertian Nusantara di Malaysia tetap membawa semangat kesamaan rumpun. Sejak itu, pengertian "Nusantara" bertumpang tindih dengan "Kepulauan Melayu". |
|||
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas [[Suharso Monoarfa]] mengungkapkan, ibu kota baru di Kalimantan Timur akan diberi nama [[Nusantara (kota)|Nusantara]].<ref>{{Cite web|date=17 Januari 2022|title=Kepala Bappenas Umumkan Nama Ibu Kota Baru: Nusantara|url=https://www.kompas.com/nasional/read/2022/01/17/12302621/kepala-bappenas-umumkan-nama-ibu-kota-baru-nusantara|author=Ardito Ramadhan|access-date=18 Januari 2022|website=[[Kompas.com]]|language=id}}</ref> Berdasarkan tradisi lisan lokal [[Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura|Kutai]] sebagaimana tercatat dalam naskah sejarah ''Salasilah Kutai'' ({{lit|Silsilah kerajaan Kutai}}), sebelum daerah itu bernama Kutai pada [[Abad ke-11 hingga 20|abad ke-13]], wilayah itu juga disebut ''Nusentara''<ref name="Tromp 2018 pp. 1–108">{{cite journal | last=Tromp | first=S.W. | title=Uit de Salasila van Koetei | journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde | volume=37 | issue=1 | date=2018-02-15 | issn=0006-2294 | doi=10.1163/22134379-90000277 | pages=1–108 | url=https://brill.com/view/journals/bki/37/1/article-p1_3.xml | access-date=2022-01-19 | archive-date=19 January 2022 | archive-url=https://web.archive.org/web/20220119052005/https://brill.com/view/journals/bki/37/1/article-p1_3.xml | url-status=live }}</ref> ({{lit|tanah yang terpotong}}), karena tanah [[Aji Batara Agung Dewa Sakti|Aji Batara]] ini terletak diantara Jahitan Layar (diduga koloni Jawa) dan [[Kutai Lama, Anggana, Kutai Kartanegara|Kutai lama]].<ref name="Knappert 1905 pp. 575–654">{{cite journal | last=Knappert | first=S.C. | title=Beschrijving van de Onderafdeeling Koetei | journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde | volume=58 | issue=1 | date=1905-01-01 | issn=0006-2294 | doi=10.1163/22134379-90001995 | pages=575–654 | s2cid=155062292 | url=https://brill.com/view/journals/bki/58/1/article-p575_23.xml | access-date=2022-01-19 | language=nl | archive-date=19 January 2022 | archive-url=https://web.archive.org/web/20220119181350/https://brill.com/view/journals/bki/58/1/article-p575_23.xml | url-status=live }}</ref> |
|||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
||
Baris 39: | Baris 56: | ||
* [[Malesia]] |
* [[Malesia]] |
||
* [[Sumpah Palapa]] |
* [[Sumpah Palapa]] |
||
* [[Sumatra]] |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
Baris 47: | Baris 65: | ||
{{wikisource|Daftar titik koordinat geografis berdasarkan garis-garis pangkal kepulauan Indonesia|Kepulauan Nusantara}} |
{{wikisource|Daftar titik koordinat geografis berdasarkan garis-garis pangkal kepulauan Indonesia|Kepulauan Nusantara}} |
||
* {{id}} [http://wacananusantara.org/ Wacana Nusantara] |
* {{id}} [http://wacananusantara.org/ Wacana Nusantara] |
||
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/16/0802.htm Pikiran Rakyat: Asal usul nama Indonesia] |
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/16/0802.htm Pikiran Rakyat: Asal usul nama Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080109204601/http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/16/0802.htm |date=2008-01-09 }} |
||
* {{id}} [http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/faktanya-nusantara-bukanlah-wilayah-majapahit Nusantara Bukanlah Wilayah Majapahit?] |
* {{id}} [http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/faktanya-nusantara-bukanlah-wilayah-majapahit Nusantara Bukanlah Wilayah Majapahit?] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20180303050423/http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/faktanya-nusantara-bukanlah-wilayah-majapahit |date=2018-03-03 }} |
||
* {{id}} [http://regional.liputan6.com/read/2485464/baru-diketahui-majapahit-tak-pernah-kuasai-nusantara Baru Diketahui, Majapahit Tak Pernah Kuasai Nusantara] |
* {{id}} [http://regional.liputan6.com/read/2485464/baru-diketahui-majapahit-tak-pernah-kuasai-nusantara Baru Diketahui, Majapahit Tak Pernah Kuasai Nusantara] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20180302225321/http://regional.liputan6.com/read/2485464/baru-diketahui-majapahit-tak-pernah-kuasai-nusantara |date=2018-03-02 }} |
||
{{Topik Indonesia}} |
{{Topik Indonesia}} |
Revisi per 20 Mei 2024 02.54
Nusantara adalah sebuah istilah yang berasal dari perkataan dalam bahasa Kawi (sebuah bentuk bahasa Jawa Kuno yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta), yaitu ꦤꦸꦱ (nusa) terj. har. "pulau" dan ꦲꦤ꧀ꦠꦫ (antara) terj. har. "luar". Di Indonesia, istilah "Nusantara" secara spesifik merujuk kepada Indonesia, Malaysia Timur, Brunei, dan Timor Timur (kepulauan Indonesia),[1][2][3][4] kata ini tercatat pertama kali dalam kitab Negarakertagama untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit; yang kawasannya mencakup sebagian besar Asia Tenggara, terutama pada wilayah kepulauan.
Konsep mengenai Nusantara sebagai sebuah daerah yang dipersatukan pada awalnya bukan berasal dari Gajah Mada, melainkan oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari—disebut juga Singasari atau Singosari—dalam Prasasti Mula Malurung yang diterbitkan oleh Kertanegara pada tahun 1255 atas perintah ayahnya, Wisnuwardhana (berkuasa pada tahun 1248–1268), selaku raja Singhasari.[5] Selain itu, pada 1275, istilah Cakravala Mandala Dvipantara digunakan oleh Kertanegara untuk menggambarkan aspirasi mengenai Kepulauan Asia Tenggara yang bersatu di bawah kekuasaan Singhasari dan ditandai sebagai permulaan atas usahanya dalam mewujudkan aspirasi tersebut.[6] Dvipantara merupakan sebuah kata dalam Bahasa Sansekerta yang berarti "pulau-pulau yang berada di tengah-tengah" sebagai sinonim terhadap kata Nusantara karena baik dvipa maupun nusa sama-sama berarti "pulau".
Kertanegara membuat visi tentang penyatuan pemerintahan dan kerajaan maritim di Asia Tenggara sebagai pertahanan dalam menghadapi kebangkitan dari ekspansionis Dinasti Yuan dari China—atau Tiongkok—yang dipimpin oleh orang Mongol atau Kekaisaran Mongol di bawah kaisar Kubilai Khan.[7]
Pada tahun 1900-an istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara[8] sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka selain Hindia Belanda. Sekalipun nama "Indonesia" (terj. 'Kepulauan Hindia') disetujui untuk digunakan sebagai nama resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia, kata Nusantara tetap diabadikan sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Penggunaan istilah ini pada zaman kuno dipakai untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia (termasuk Semenanjung Malaysia).
Dalam arti yang lebih luas, Nusantara dalam bahasa modern meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Kepulauan Andaman & Nikobar, Brunei, Filipina, Timor Timur, Papua Nugini, Solomon Utara, dan Kepulauan Selat Torres, serta mungkin pulau pulau kecil di samudra Hindia seperti Pulau Natal, Kepulauan Cocos (Keeling), dan pulau Pasir.[9][10]
Pribumi-Nusantara (Pribumi Indonesia), juga dikenal sebagai pribumi (lit. 'pertama di tanah air Indonesia), adalah orang Indonesia yang akar leluhurnya berada di Nusantara sejak zaman pra-sejarah dari abad ke-7 M hingga abad ke-13 Masehi, dibedakan orang indonesia keturunan asing (sebagian) yang diketahui, seperti orang Indonesia tionghoa, orang Indonesia Arab, orang Indonesia India dan orang Indo-Eropa (Eurasia) yang pendahulunya berada di Indonesia dari Jaman penjajahan kolonial sejak abad ke-16 Masehi.[11] Istilah pribumi dipopulerkan setelah kemerdekaan Indonesia sebagai pengganti yang terhormat untuk istilah kolonial Belanda Inlander.
Nusantara dalam konsep kenegaraan Jawa
Dalam konsep kenegaraan Jawa pada abad ke-13 hingga ke-15, raja adalah "Raja-Dewa": Raja yang memerintah adalah juga penjelmaan dewa. Karena itu daerah kekuasaannya memancarkan konsep kekuasaan seorang dewa. Kerajaan Majapahit dapat dipakai sebagai teladan. Negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah:
- Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibu kota kerajaan tempat raja memerintah.
- Mancanegara adalah daerah-daerah di Pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan". Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bali adalah daerah "mancanegara". Lampung dan juga Palembang juga dianggap daerah "mancanegara".
- Nusantara, yang berarti "pulau lain" (di luar Jawa)[12] daerah di luar pengaruh budaya Jawa tetapi masih diklaim sebagai daerah taklukan: para penguasanya harus membayar upeti.
Pada tahun 1336 Masehi Gajah Mada menyatakan dalam Sumpah Palapa: Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa[13].
Terjemahannya adalah: "Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Kitab Negarakertagama mencantumkan wilayah-wilayah "Nusantara", yang pada masa sekarang dapat dikatakan mencakup sebagian besar wilayah modern Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, dan Papua Barat) ditambah wilayah Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil Filipina bagian selatan. Secara morfologi, kata ini adalah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuno nusa ("pulau") dan antara (lain/seberang).
Kata Nusantara tidak hanya digunakan oleh orang Jawa dan tidak hilang setelah runtuhnya Majapahit. Kata ini dapat ditemui di Sejarah Melayu, sebuah sastra Melayu klasik yang ditulis paling awal pada tahun 1612, tetapi kata ini tetap dikenal hingga manuskrip tahun 1808:[14][15]
Terlalu sekali besar kerajaan Baginda (Majapahit) pada jaman itu, segala seluruh Jawa semuanya dalam hukum Baginda, dan segala raja-raja Nusantarapun setengah sudah ta-luk kepada Baginda[16]
Dwipantara
Kebanyakan sejarawan Indonesia percaya bahwa konsep kesatuan Nusantara bukanlah pertama kali dicetuskan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa pada tahun 1336, melainkan dicetuskan lebih dari setengah abad lebih awal oleh Kertanegara pada tahun 1275. Sebelumnya dikenal konsep Cakrawala Mandala Dwipantara yang dicetuskan oleh Kertanegara, raja Singhasari.[17] Dwipantara adalah kata dalam bahasa Sanskerta untuk "kepulauan antara", yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena "dwipa" adalah sinonim "nusa" yang bermakna "pulau". Kertanegara memiliki wawasan suatu persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan di Tiongkok. Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan Ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi. Pada awalnya ekspedisi ini dianggap penakhlukan militer, akan tetapi belakangan ini diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomatik berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan kerajaan Malayu Dharmasraya. Buktinya adalah Kertanegara justru mempersembahkan Arca Amoghapasa sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; Dara Jingga dan Dara Petak ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa Jawa.
Penggunaan modern
Pada tahun 1920-an, Ki Hajar Dewantara mengusulkan penggunaan kembali istilah "Nusantara" untuk menyebut wilayah Hindia Belanda. Nama ini dipakai sebagai salah satu alternatif karena tidak memiliki unsur bahasa asing. Dan juga, alasan lain dikemukakan karena Belanda, sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah Indie (terj. "Hindia"), yang menimbulkan banyak keracuan dengan literatur berbahasa lain yang dapat menunjukan identitas bangsa lain, yakni India. Istilah ini juga memiliki beberapa alternatif lainnya, seperti "Indonesië" (Indonesia) dan "Insulinde" (berarti "Kepulauan Hindia"). Istilah yang terakhir ini diperkenalkan oleh Eduard Douwes Dekker.[8]
Ketika akhirnya "Indonesia" ditetapkan sebagai nama kebangsaan bagi negara independen pelanjut Hindia Belanda pada Kongres Sumpah Pemuda II (1928), istilah Nusantara tidak serta-merta surut penggunaannya. Istilah ini kemudian tetap lestari dipakai sebagai sinonim bagi "Indonesia", dan dipakai dalam berbagai hal yang utamanya berkaitan dengan kebangsaan, contohnya yakni baik dalam pengertian kebudayaan, antropogeografik, maupun politik (misalnya dalam konsep Wawasan Nusantara).
Nama ibu kota negara baru Indonesia
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan, ibu kota baru di Kalimantan Timur akan diberi nama Nusantara.[18] Berdasarkan tradisi lisan lokal Kutai sebagaimana tercatat dalam naskah sejarah Salasilah Kutai (terj. har. 'Silsilah kerajaan Kutai'), sebelum daerah itu bernama Kutai pada abad ke-13, wilayah itu juga disebut Nusentara[19] (terj. har. 'tanah yang terpotong'), karena tanah Aji Batara ini terletak diantara Jahitan Layar (diduga koloni Jawa) dan Kutai lama.[20]
Lihat pula
- Wawasan Nusantara
- Sejarah Nusantara
- Indonesia Raya
- Nama Asia Tenggara
- Sejarah Indonesia
- Sejarah nama Indonesia
- Aksara Nusantara
- Prasasti Nusantara
- Malesia
- Sumpah Palapa
- Sumatra
Referensi
- ^ "Nusantara". Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke-3). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016.
- ^ Rais, Mohamed Amien; Ng, Taryn; Irwan, Omar; Najib, Muhammad (2004). Putra Nusantara: Son of the Indonesian Archipelago [Putra Nusantara: Putra Kepulauan Indonesia] (dalam bahasa Inggris). Singapore: Stamford Press. ISBN 9810499078.
- ^ Bowring, Philip (2018). Empire of the Winds: the Global Role of Asia's Great Archipelago (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury. hlm. 3.
'Nusantara' was defined the region of islands and coasts over which Majapahit rule, ... Nusantara in Malay today has narrower meaning: 'archipelago', specifically the Indonesian archipelago.
- ^ Avé, J. (1989). "'Indonesia', 'Insulinde' and 'Nusantara': Dotting the I's and Crossing the T". Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde (dalam bahasa Inggris). Leiden, the Netherlands. 145 (2/3): 230.
'Nusantara' has been understood and used to refer to the whole, that is, the mosaic of 'nusas' which constitutes an archipelago, specifically the Indonesian archipelago. Berg's interpretation, however, appears to have been generally accepted...
- ^ Mpu, Prapañca; Robson, Stuart O. (1995). Deśawarṇana: (Nāgarakṛtāgama) (dalam bahasa Inggris). KITLV. ISBN 978-90-6718-094-8.
- ^ Kusumoprojo, Wahyono Suroto (2009). Indonesia negara maritim. PT Mizan Publika. ISBN 978-979-3603-94-0.
- ^ Utomo, Bambang Budi (2009-11-30). "Majapahit dalam Lintas Pelayaran dan Perdagangan Nusantara". Berkala Arkeologi. Balai Arkeologi Yogyakarta. 29 (2): 1–14. doi:10.30883/jba.v29i2.375. ISSN 2548-7132.
- ^ a b Justus M. van der Kroef (1951). "The Term Indonesia: Its Origin and Usage". Journal of the American Oriental Society. 71 (3): 166–171. doi:10.2307/595186.
- ^ Evers, Hans-Dieter (2016). "Nusantara: History of a Concept". Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. 89 (1): 3–14. doi:10.1353/ras.2016.0004. ISSN 2180-4338.
- ^ Hafizah Iszahanid (11 Oktober 2018). "Istilah Nusantara diguna tanpa semangat penyatuan Melayu". Berita Harian.
Konsep Nusantara dalam pemahaman warga Indonesia sangat berbeza dengan apa yang difahami rakyat Malaysia, bahkan hampir kesemua negara lain di Asia Tenggara termasuk Singapura...ketika kebanyakan penduduk Asia Tenggara merujuk Nusantara kepada wilayah Kepulauan Melayu atau negara di Asia Tenggara, penduduk Indonesia sebaliknya berpendapat Nusantara adalah Indonesia semata-mata.
- ^ https://www.idntimes.com/science/discovery/bayu/siapa-sih-pribumi-indonesia-sebenarnya
- ^ Jerry H. Bentley, Renate Bridenthal, Kären E. Wigen (éds.), Seascapes: Maritime Histories, Littoral Cultures, and Transoceanic Exchanges, 2007, University of Hawai'i Press, Honolulu, hal. 61
- ^ https://mediaindonesia.com/humaniora/442473/ini-isi-dan-tujuan-gajah-mada-mengucapkan-sumpah-palapa
- ^ Ismail, Abdul Rahman Haji (1998). "Malay Annals". Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society: 93. ISBN 9789679948134.
- ^ Ahmad, A. Samad (1979). Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. hlm. 43.
- ^ Nugroho, Irawan Djoko (2009). Meluruskan Sejarah Majapahit. Ragam Media. hlm. 227.
- ^ Indonesia Negara Maritim (in Indonesian)
- ^ Ardito Ramadhan (17 Januari 2022). "Kepala Bappenas Umumkan Nama Ibu Kota Baru: Nusantara". Kompas.com. Diakses tanggal 18 Januari 2022.
- ^ Tromp, S.W. (2018-02-15). "Uit de Salasila van Koetei". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 37 (1): 1–108. doi:10.1163/22134379-90000277. ISSN 0006-2294. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 January 2022. Diakses tanggal 2022-01-19.
- ^ Knappert, S.C. (1905-01-01). "Beschrijving van de Onderafdeeling Koetei". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (dalam bahasa Belanda). 58 (1): 575–654. doi:10.1163/22134379-90001995. ISSN 0006-2294. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 January 2022. Diakses tanggal 2022-01-19.
Pranala luar
- (Indonesia) Wacana Nusantara
- (Indonesia) Pikiran Rakyat: Asal usul nama Indonesia Diarsipkan 2008-01-09 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Nusantara Bukanlah Wilayah Majapahit? Diarsipkan 2018-03-03 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Baru Diketahui, Majapahit Tak Pernah Kuasai Nusantara Diarsipkan 2018-03-02 di Wayback Machine.