Lompat ke isi

Batavia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
double infobox
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(39 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{kegunaanlain|Batavia (disambiguasi)}}
{{More citations needed|date=Juni 2021}}
{{Infobox settlement
{{kegunaaain|Batavia (disambiguasi)}}
| name = Batavia
{{Infobox former country <!--kota Bataia BUN "country" AKA nera-->
| demonym =
| native_name =
| native_name_lang = <!-- ISO 639-1 code e.g. "fr" for French. If more than one, use {{lang}} instead -->
| area_km2 = 182
| settlement_type = Bekas ibu kota (1619–1949)
| area_rank =
| GDP_PPP =
| translit_lang1 = Other
| translit_lang1_type1 = [[Chinese language|Chinese]]
| GDP_PPP_year =
| translit_lang1_info1 = {{lang|zh-hant|勿礁維}} {{font|size=70%|([[Aksara Han tradisional|Tradisional]])}}<br>{{lang|zh-hans|勿礁维}} {{font|size=70%|([[Aksara Han Sederhana|Sederhana]])}}
| HDI =
| HDI_year =
| image_skyline = {{multiple image
| today = {{flag|Indonesia}}
| perrow = 1/2/2
| conventional_long_name = Bata
| border = infobox
| common_name = Batavia
| total_width = 300
| image1 = Collectie NMvWereldculturen, TM-60036462, Foto, 'De Kali Besar Zuid in de Chinese wijk van Batavia', fotograaf onbekend, 1925-1938.jpg
| s1 = Jakarta
| caption1 = [[Kali Besar]] pada 1938
| flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
| image2 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Stadhuis in de benedenstad van Batavia TMnr 60004846.jpg
| date_start = 28 Mei
| caption2 = [[Museum Sejarah Jakarta|Stadhuis]] di [[Kota Tua Jakarta]]
| event_start = Invasi [[VOC]]
| image3 = COLLECTIE TROPENMUSEUM 'Het standbeeld van J.P. Coen voor het Paleis van Daendels het 'Grote Huis' aan het Waterlooplein in Weltevreden te Batavia' TMnr 10015443.jpg
| event_end = [[Konferensi Meja Bulett]]
| caption3 = Patung [[Jan Pieterszoon Coen]] di depan Gedung A.A. Maramis
| event1 = [[Jeda kekuasaan acis dan Brtania di Hindia Belanda|Jeda kekuasaan Ancis dan Inggris]]
| image4 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Luchtfoto van het spoorwegstation te Batavia-Kota TMnr 10014030.jpg
| date_event1 = 1806–1816
| caption4 = Pemandangan udara Stasiun kereta api Jakarta Kota Batavia
| event2 = [[Masa Pendudukan apangg]]
| image5 = COLLECTIE TROPENMUSEUM De haven van Tandjoengpriok op de achtergrond het station Batavia Java TMnr 10008011.jpg
| date_event2 = 1942–1945
| caption5 = [[Pelabuhan Tanjung Priok]]
| status = [[Imperium anda|Koloni anda]]<br>Ibu kota
}}
| empire = anda
| image_map = Map of Batavia (Baedeker, 1914).jpg
| image_flag = Maritime flag of Batavia.svg
| capital_type = Pemukiman utama
| flag_size = 106px
| image_seal = Coat of Arms of Batavia (1930).svg
| capital = [[Sawah Besar, Jakarta Pusat|Weltevreden]]
| currency = [[Gulden Hindia anda]]
| seal_size = 113px
| image_map_caption = Peta Batavia {{circa|1914}}
| seal_link =
| coa_size = 116px
| seal_type = Lambang
| year_end = 1949
| etymology =
| year_start = 1619
| nickname =
| coordinates = <!-- {{Coord}} -->
| area_footnote = {{efn|Pada tahun 1926 sebagai Stadsgemeente Batavia}}
| subdivision_type = [[Kekaisaran Belanda|Wilayah]]
| flag_size = 125px
| subdivision_name = [[Hindia Belanda]]
| image_coat = Coat of Arms of Batavia (1930).svg
| subdivision_type1 = Kegubernuran
| date_end = 27 Desember
| subdivision_name1 = Jawa Barat
| subdivision_type2 = Residensi
| subdivision_name2 = Batavia
| image_map = Batavia, 1920.png
| mapsize =
| map_alt =
| map_caption = Peta Batavia, {{circa|1920}}
| established_title = [[Sejarah Jakarta|Pendirian]]
| established_date = 30 Mei 1619
| established_title1 = [[Pendudukan Jepang di Hindia Belanda|Pendudukan Jepang]]
| established_date1 = 1942–1945 ([[Jakarta]])
| established_title2 = [[Revolusi Nasional Indonesia|Pendudukan kembali Belanda]]
| established_date2 = 1946–1949
| established_title3 = [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Kemerdekaan]]
| established_date3 = 17 Agustus 1945
| government_type = Gemeenteraad Batavia
| leader_title1 = Walikota
| leader_name1 = G. J. Bisschop (pertama)<br>[[Sastromoeljono]] (terakhir)
| area_total_km2 =
| population_as_of = 1920
| population_total = 253,800
| official_name = Kotamadya Batavia<br>{{Nobold|{{lang|nl|Stadsgemeente Batavia}}}}
| motto = {{Native phrase|nl|Dispereert Niet}}<br>"Do Not Surrender"
| footnotes = {{center|1619–1949}} {{Succession links|left={{flagicon image|Flag of the Sultanate of Banten.svg}} [[Jayakarta]]|right={{flagicon image|Flag of Jakarta (vectorised).svg}} [[Jakarta]]}}
}}
}}
'''Batavia''' atau '''Batavia'''<ref>{{nl}} {{cite book|pages=289|url=http://books.google.co.id/books?id=lu4PAAJ&dq=Stadt%2a%20In%20'ninckeijck%20Van%20Jaccra&pg=PA289#v=onepage&q=St%20Batauia%20Inckeijck%20Van%20Jaccatra&f=false|title=Bijdragen tot de taal-, land- en volkeunde van Nederlandsch-Indië|volume=3|author=Institut voor taal-, land- enolkennde von Nederlandsch Indië, The Hague|publisher=M. Nijhoff, 1855}}</ref> adalah [[ibuota]] [[Hindia Belanda]], yang wilayahnya kini kurang lebih menjadi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], ibu kota [[Indesia]]. Batia didirikan di pelabuhan bernama Muara Baru ]]. Selum baar ini dikenal sebagai pa atau da Ka, dan merun salah satu titik perdagangan [[Kjaanda]]. Di kota pelaan inilah [[Vernigde Oostindische Compie|VOC]] meikan [[pegan]] dan kekaan [[militer]] dan [[potk]]nya diilayah [[Nantara]].


[[Berkas:Coat of Arms of Batavia (1930 - shield).svg|jmpl|kanan|150px|Detail perisai pada lambang kota Batavia]]
Nama avia dipai sak kitar tahun [[1621]] sampai tahun [[1942]], kika dia Belda [[Masa pendukan Jang|jatuh]] ke tangan [[Kekan Jng|Jng]]. Seai bian dari ''de-Nederlaisasi'', nama kota diganti menjadi Jrta. Beuk [[bawi|basa Melayu]], yu "Bei", masihap dipakai sampai serg.
'''Batavia''' atau '''Batauia'''<ref>{{nl}} {{cite book|pages=289|url=http://books.google.co.id/books?id=lu4PAAAAYAAJ&dq=Stadt%20Batauia%20In%20't%20Coninckeijck%20Van%20Jaccatra&pg=PA289#v=onepage&q=Stadt%20Batauia%20In%20't%20Coninckeijck%20Van%20Jaccatra&f=false|title=Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië|volume=3|author=Institut voor taal-, land- en volkenkunde von Nederlandsch Indië, The Hague|publisher=M. Nijhoff, 1855}}</ref> adalah [[ibu kota]] [[Hindia Belanda]], yang wilayahnya kini kurang lebih menjadi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], ibu kota [[Indonesia]]. Batavia didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan [[Kesultanan Banten]]. Sebelum dikuasai Banten, bandar ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda Kelapa, dan merupakan salah satu titik perdagangan [[Kerajaan Sunda]]. Dari kota pelabuhan inilah [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] mengendalikan [[perdagangan]] dan kekuasaan [[militer]] dan [[politik]]nya di wilayah [[Nusantara]].

Nama Batavia mulai digunakan sekitar tahun [[1621]] sampai tahun [[1942]], ketika Hindia Belanda [[Masa pendudukan Jepang|jatuh]] ke tangan [[Kekaisaran Jepang|Jepang]]. Sebagai bagian dari ''de-Nederlandisasi'', nama kota diganti menjadi Djakarta.


== Asal nama ==
== Asal nama ==
Nama Batavia berasal dari [[suku Batavi]], sebuah [[suku Jermanik]] yang bermukim di tepi [[Sungai Rhein]] pada Zaman [[Kekaisaran Romawi]]. [[Bangsa Belanda]] dan sebagian [[bangsa Jerman]] adalah keturunan dari suku ini.

Nama Batavia berasal dari [[suku Batavia]], sebuah [[suku Jermanik]] yang bermukim di tepi [[Sungai Rhein]] pada Zaman [[Kekaisaran Romawi]]. [[Bangsa Belanda]] dan sebagian [[bangsa Jerman]] adalah keturunan dari suku ini.

Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar asal Belanda yang dimililki perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC), dibuat pada [[29 Oktober]] [[1628]], di[[nakhoda]]i oleh [[Kapten]] [[Adriaan Jakobsz]]. Kapal tersebut kini berada di sebuah museum di [[Fremantle]], Australia. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir [[Beacon Island]], [[Australia Barat]]. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu [[sekoci]] darurat menuju kota Batavia ini.
Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar asal Belanda yang dimililki perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC), dibuat pada [[29 Oktober]] [[1628]], di[[nakhoda]]i oleh [[Kapten]] [[Adriaan Jakobsz]]. Kapal tersebut kini berada di sebuah museum di [[Fremantle]], Australia. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir [[Beacon Island]], [[Australia Barat]]. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu [[sekoci]] darurat menuju kota Batavia ini.


== Sejarah ==
== Sejarah ==
[[Berkas:Andries Beeckman - The Castle of Batavia.jpg|jmpl|400x400px|''Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat'' oleh [[Andries Beeckman]], sekitar tahun 1656-1658]]
[[Berkas:Andries Beeckman - The Castle of Batavia.jpg|jmpl|300x300px|''Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat'' oleh [[Andries Beeckman]], sekitar tahun 1656–1658]]
=== Muara Baru ===
=== Sunda Kelapa ===
SEJARAH GAK JELAS Bukti tertua mengenai eksisnsi permuan penuk yang seang bernama Jakaa adalah Psti UGUu yangm di destu Tuuh,. Prasti tersbut beta dan 4 psti lain yang berasal dari zaman kerajldu, [[gara]] kAAka dipntah oleh [[RAJA SUNDA KORET]],. [[RAJA BEKICOT]],. [[RAJA GAK JELAS]], dan [[RAJA ORA KRUNGU]],
Bukti tertua mengenai eksistensi permukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta adalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti tersebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, [[Tarumanegara]] ketika diperintah oleh [[Raja Purnawarman]]. Berdasarkan [[Prasasti Kebon Kopi]], nama [[Sunda Kalapa]] (Sunda Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.

Berdarkan [[Pti Keonpi]], nama [[Sd]] (ndapa) sendiri dipan ba muul abad seluh.


Perman tet berkng medi pelahan, ang keuan juga diki oleh kal-kal ri mancra. Hingga kednan orang [[Portugis]], da lapa masih di bawah kesaan kern Hindu lain, [[Pakuan Pan]]. Semeara itu, Pois elah bersil mgsai [[Malaka]], dan tahun [[12]] Gurnur Portugis [[Alfonso de Albuquerque|d'Alburque]] mengirim utusnnya, [[Enrique Leme]] yang didampingi oleh [[Tomé Pires]] untuk meneui [[Surassa|Ra iang Sursa]]. Pada [[21 Atus]] [[15]] ditangani paian persahatan antra Pajan dan Portugis. Diperakan, lanah ini diambil oleh sang raja [[Paan Pajajn]] tsebt gna mempleh buan dari Pogis dam mengapi ancan [[Kesanan Dk]], yang telah anckan berapa kjaan du, teuk [[Mait]]. Namun terta pejan ini sia-sia saja, kaa ketika diserang oleh Kerajaan BEKICOT De, ugis tidak membantu mempeankan S a.
Permukiman tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang [[Portugis]], Sunda Kalapa masih di bawah kekuasaan kerajaan Hindu lain, [[Pakuan Pajajaran]]. Sementara itu, Portugis telah berhasil menguasai [[Malaka]], dan tahun [[1522]] Gubernur Portugis [[Alfonso de Albuquerque|d'Albuquerque]] mengirim utusannya, [[Enrique Leme]] yang didampingi oleh [[Tomé Pires]] untuk menemui [[Surawisesa|Raja Sangiang Surawisesa]]. Pada [[21 Agustus]] [[1522]] ditandatangani perjanjian persahabatan antara Pajajaran dan Portugis. Diperkirakan, langkah ini diambil oleh sang raja [[Pakuan Pajajaran]] tersebut guna memperoleh bantuan dari Portugis dalam menghadapi ancaman [[Kesultanan Demak]], yang telah menghancurkan beberapa kerajaan Hindu, termasuk [[Majapahit]]. Namun ternyata perjanjian ini sia-sia saja, karena ketika diserang oleh Kerajaan Islam Demak, Portugis tidak membantu mempertahankan Sunda Kalapa.


=== Jayakarta ===
=== Jayakarta ===
Pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara [[Kesultanan Demak]] pada [[1526]], yang dipimpin oleh [[Fatahillah]], Panglima Perang asal [[Gujarat]], [[India]], dan jatuh pada [[22 Juni]] [[1527]], dan setelah berhasil direbut, namanyapun diganti menjadi '''Jayakarta'''. Setelah Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan. Orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arah [[Bogor]]. Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, [[Jayakarta]] dihuni orang [[Banten]] yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan [[Cirebon]].
Pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara [[Kesultanan Demak]] pada [[1526]], yang dipimpin oleh [[Fatahillah]], Panglima Perang asal [[Gujarat]], [[India]], dan jatuh pada [[22 Juni]] [[1527]], dan setelah berhasil direbut, namanya pun diganti menjadi '''Jayakarta'''. Setelah Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan. Orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arah [[Bogor]]. Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, [[Jayakarta]] dihuni orang [[Banten]] yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan [[Cirebon]].


Sampai [[Jan Pieterszoon Coen]] menghancurkan [[Jayakarta]] ([[1619]]), orang Banten bersama saudagar Arab dan [[Tionghoa]] tinggal di muara [[Ciliwung]]. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Jayakarta ([[1619]]).
Sampai [[Jan Pieterszoon Coen]] menghancurkan [[Jayakarta]] ([[1619]]), orang Banten bersama saudagar Arab dan [[Tionghoa]] tinggal di muara [[Ciliwung]]. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Jayakarta ([[1619]]).
Baris 66: Baris 89:
Pada tahun [[1611]] VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektare di dekat muara di tepi bagian timur [[Sungai Ciliwung]], yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan ''Nassau Huis''.
Pada tahun [[1611]] VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektare di dekat muara di tepi bagian timur [[Sungai Ciliwung]], yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan ''Nassau Huis''.


Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal ([[1618]] [[1623]]), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan ''Mauritius Huis'', dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta.
Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal ([[1618]]–[[1623]]), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan ''Mauritius Huis'', dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta.


Dari basis benteng ini pada [[30 Mei]] [[1619]] Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai ''Nieuwe Hollandia'', namun ''De Heeren Zeventien'' di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi '''Batavia''', untuk mengenang orang Batavia.
Dari basis benteng ini pada [[30 Mei]] [[1619]] Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh permukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai ''Nieuwe Hollandia'', namun ''De Heeren Zeventien'' di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi '''Batavia''', untuk mengenang orang Batavia.


Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” menjadi semboyan atau motto kota Batavia, singkatnya “Dispereert niet” yang berarti “Jangan putus asa”.
Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” menjadi semboyan atau motto kota Batavia, singkatnya “Dispereert niet” yang berarti “Jangan putus asa”.


Pada [[4 Maret]] [[1621]], pemerintah ''Stad Batavia'' (kota Batavia) dibentuk{{ref|sejarahpemerintah}}. Jayakarta dibumiratakan dan dibangun [[benteng]] yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun [[1650]]. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit.
Pada [[4 Maret]] [[1621]], pemerintah ''Stad Batavia'' (kota Batavia) dibentuk.{{ref|sejarahpemerintah}} Jayakarta dibumiratakan dan dibangun [[benteng]] yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun [[1650]]. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit.


Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan [[Banten]] dan Batavia mula-mula dibentuk oleh [[Kali Angke]] dan kemudian [[Kali Cisadane]]. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit [[Mataram]] ([[1628]]-[[1629]]) yang tidak mau pulang.
Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan [[Banten]] dan Batavia mula-mula dibentuk oleh [[Kali Angke]] dan kemudian [[Kali Cisadane]]. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit [[Mataram]] ([[1628]][[1629]]) yang tidak mau pulang.


Beberapa persetujuan bersama dengan Banten ([[1659]] dan [[1684]]) dan Mataram ([[1652]]) menetapkan daerah antara Cisadane dan [[Citarum]] sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang [[pribumi]] yang bebas.
Beberapa persetujuan bersama dengan Banten ([[1659]] dan [[1684]]) dan Mataram ([[1652]]) menetapkan daerah antara Cisadane dan [[Citarum]] sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang [[pribumi]] yang bebas.


Pada [[5 Januari]] [[1699]] Batavia dilanda [[Gempa bumi Batavia 1699|gempa bumi berkekuatan 7,4 hingga 8,0 M<sub>w</sub>]] berpusat di wilayah Selat Sunda, hingga menyebabkan kerusakan meluas dan menewaskan 128 orang.
Pada [[1 April]] [[1905]] nama ''Stad Batavia'' diubah menjadi ''Gemeente Batavia''. Pada [[8 Januari]] [[1935]] nama kota ini diubah lagi menjadi ''Stad Gemeente Batavia''{{ref|sejarahpemerintah}}.


Setelah pendudukan [[Jepang]] pada tahun [[1942]], nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk menarik hati penduduk pada [[Perang Dunia II]].
Pada [[1 April]] [[1905]] nama ''Stad Batavia'' diubah menjadi ''Gemeente Batavia''. Pada [[8 Januari]] [[1935]] nama kota ini diubah lagi menjadi ''Stad Gemeente Batavia''. Setelah pendudukan [[Jepang]] pada tahun [[1942]], nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk menarik hati penduduk pada [[Perang Dunia II]].{{ref|sejarahpemerintah}}


== Penduduk ==
== Penduduk ==
Baris 87: Baris 110:
Sementara itu, orang yang datang dari [[Tiongkok]], semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan [[Nias]]. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota dan ''[[Cina Benteng]]'' di [[Tangerang]]), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan [[suku Jawa|orang Jawa]] dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar [[Parung]]). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah [[Glodok]], [[Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat|Pinangsia]] dan [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]].
Sementara itu, orang yang datang dari [[Tiongkok]], semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan [[Nias]]. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota dan ''[[Cina Benteng]]'' di [[Tangerang]]), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan [[suku Jawa|orang Jawa]] dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar [[Parung]]). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah [[Glodok]], [[Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat|Pinangsia]] dan [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]].


Keturunan orang [[India]] -orang Koja dan orang [[Bombay]]- tidak begitu besar jumlahnya. Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar, kurang lebih tahun 1840. Banyak di antara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi, namun tetap berpegang pada kearaban mereka.
Keturunan orang [[India]] (orang Koja dan orang [[Bombay]]) tidak begitu besar jumlahnya. Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar, kurang lebih tahun 1840. Banyak di antara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi, tetapi tetap berpegang pada kearaban mereka.


Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang [[Mardijker]] dari [[India]] dan [[Sri Lanka]] dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia.
Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang [[Mardijker]] dari [[India]] dan [[Sri Lanka]] dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia.
Baris 98: Baris 121:


== Wali kota ==
== Wali kota ==
{{utama|Daftar Wali Kota Batavia}}
Berikut adalah daftar wali kota Batavia sejak tahun [[1916]].
* Mr. G.J. Bisschop (1916-Juni [[1920]])
* Prof. Ir. [[Hendrik van Breen]] (Juni-Agustus 1920)
* Mr. A. Meijroos (Agustus 1920-[[1940]])
* Drs. [[Archibald Theodoor Bogaardt|A.Th. Boogaardt]] ([[1941]])
* Ir. E.A. Voorneman (1941-[[1942]])
* Drs. A.Th. Boogaardt ([[1945]]-[[1947]])


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
Baris 110: Baris 127:
* [[Sunda Kelapa]]
* [[Sunda Kelapa]]
* [[Gerbang Amsterdam]]
* [[Gerbang Amsterdam]]
* [[Batavia Air]]


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 127: Baris 145:
[[Kategori:Hindia Belanda]]
[[Kategori:Hindia Belanda]]
[[Kategori:Sejarah Jakarta]]
[[Kategori:Sejarah Jakarta]]
[[Kategori:Batavia]]

Revisi terkini sejak 22 Agustus 2024 00.07

Batavia
Bekas ibu kota (1619–1949)
Kotamadya Batavia
Stadsgemeente Batavia
Transkripsi Other
 • Chinese勿礁維 (Tradisional)
勿礁维 (Sederhana)
Kali Besar pada 1938
Patung Jan Pieterszoon Coen di depan Gedung A.A. Maramis
Pemandangan udara Stasiun kereta api Jakarta Kota Batavia
Bendera Batavia
Lambang resmi Batavia
Motto: 
Dispereert Niet  (Belanda)
"Do Not Surrender"
Peta Batavia, ca 1920
Peta Batavia, ca 1920
WilayahHindia Belanda
KegubernuranJawa Barat
ResidensiBatavia
Pendirian30 Mei 1619
Pendudukan Jepang1942–1945 (Jakarta)
Pendudukan kembali Belanda1946–1949
Kemerdekaan17 Agustus 1945
Pemerintahan
 • JenisGemeenteraad Batavia
 • WalikotaG. J. Bisschop (pertama)
Sastromoeljono (terakhir)
Populasi
 (1920)
 • Total253.800
1619–1949
←  Jayakarta
Jakarta →
Detail perisai pada lambang kota Batavia

Batavia atau Batauia[1] adalah ibu kota Hindia Belanda, yang wilayahnya kini kurang lebih menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia. Batavia didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan Banten. Sebelum dikuasai Banten, bandar ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda Kelapa, dan merupakan salah satu titik perdagangan Kerajaan Sunda. Dari kota pelabuhan inilah VOC mengendalikan perdagangan dan kekuasaan militer dan politiknya di wilayah Nusantara.

Nama Batavia mulai digunakan sekitar tahun 1621 sampai tahun 1942, ketika Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang. Sebagai bagian dari de-Nederlandisasi, nama kota diganti menjadi Djakarta.

Asal nama

[sunting | sunting sumber]

Nama Batavia berasal dari suku Batavi, sebuah suku Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein pada Zaman Kekaisaran Romawi. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah keturunan dari suku ini.

Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar asal Belanda yang dimililki perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC), dibuat pada 29 Oktober 1628, dinakhodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz. Kapal tersebut kini berada di sebuah museum di Fremantle, Australia. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci darurat menuju kota Batavia ini.

Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat oleh Andries Beeckman, sekitar tahun 1656–1658

Sunda Kelapa

[sunting | sunting sumber]

Bukti tertua mengenai eksistensi permukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta adalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti tersebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, Tarumanegara ketika diperintah oleh Raja Purnawarman. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, nama Sunda Kalapa (Sunda Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.

Permukiman tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang Portugis, Sunda Kalapa masih di bawah kekuasaan kerajaan Hindu lain, Pakuan Pajajaran. Sementara itu, Portugis telah berhasil menguasai Malaka, dan tahun 1522 Gubernur Portugis d'Albuquerque mengirim utusannya, Enrique Leme yang didampingi oleh Tomé Pires untuk menemui Raja Sangiang Surawisesa. Pada 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian persahabatan antara Pajajaran dan Portugis. Diperkirakan, langkah ini diambil oleh sang raja Pakuan Pajajaran tersebut guna memperoleh bantuan dari Portugis dalam menghadapi ancaman Kesultanan Demak, yang telah menghancurkan beberapa kerajaan Hindu, termasuk Majapahit. Namun ternyata perjanjian ini sia-sia saja, karena ketika diserang oleh Kerajaan Islam Demak, Portugis tidak membantu mempertahankan Sunda Kalapa.

Jayakarta

[sunting | sunting sumber]

Pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara Kesultanan Demak pada 1526, yang dipimpin oleh Fatahillah, Panglima Perang asal Gujarat, India, dan jatuh pada 22 Juni 1527, dan setelah berhasil direbut, namanya pun diganti menjadi Jayakarta. Setelah Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan. Orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arah Bogor. Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, Jayakarta dihuni orang Banten yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan Cirebon.

Sampai Jan Pieterszoon Coen menghancurkan Jayakarta (1619), orang Banten bersama saudagar Arab dan Tionghoa tinggal di muara Ciliwung. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Jayakarta (1619).

Bendera maritim yang pernah digunakan Batavia dari akhir abad ke-18 hingga abad ke-19

Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil.

Pada tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektare di dekat muara di tepi bagian timur Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis.

Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (16181623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta.

Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh permukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, namun De Heeren Zeventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk mengenang orang Batavia.

Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” menjadi semboyan atau motto kota Batavia, singkatnya “Dispereert niet” yang berarti “Jangan putus asa”.

Pada 4 Maret 1621, pemerintah Stad Batavia (kota Batavia) dibentuk.[1] Jayakarta dibumiratakan dan dibangun benteng yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun 1650. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit.

Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Kali Cisadane. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit Mataram (16281629) yang tidak mau pulang.

Beberapa persetujuan bersama dengan Banten (1659 dan 1684) dan Mataram (1652) menetapkan daerah antara Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang pribumi yang bebas.

Pada 5 Januari 1699 Batavia dilanda gempa bumi berkekuatan 7,4 hingga 8,0 Mw berpusat di wilayah Selat Sunda, hingga menyebabkan kerusakan meluas dan menewaskan 128 orang.

Pada 1 April 1905 nama Stad Batavia diubah menjadi Gemeente Batavia. Pada 8 Januari 1935 nama kota ini diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia. Setelah pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II.[2]

Orang Belanda jumlahnya masih sedikit sekali. Ini karena sampai pertengahan abad ke-19 mereka kurang disertai wanita Belanda dalam jumlah yang memadai. Akibatnya, banyak perkawinan campuran dan memunculkan sejumlah Indo di Batavia. Tentang para budak itu, sebagian besar, terutama budak wanitanya berasal dari Bali, walaupun tidak pasti mereka itu semua orang Bali. Sebab, Bali menjadi tempat singgah budak belian yang datang dari berbagai pulau di sebelah timurnya.

Sementara itu, orang yang datang dari Tiongkok, semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan Nias. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota dan Cina Benteng di Tangerang), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan orang Jawa dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar Parung). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah Glodok, Pinangsia dan Jatinegara.

Keturunan orang India (orang Koja dan orang Bombay) tidak begitu besar jumlahnya. Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar, kurang lebih tahun 1840. Banyak di antara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi, tetapi tetap berpegang pada kearaban mereka.

Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang Mardijker dari India dan Sri Lanka dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia.

Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan tinggal menetap di dalam kota setelah 1656. Pada tahun 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa dan Moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan 13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam suku dan bangsa.

Sepanjang abad ke-18, kelompok terbesar penduduk kota berstatus budak. Komposisi mereka cepat berubah karena banyak yang mati. Demikian juga dengan orang Mardijker. Karena itu, jumlah mereka turun dengan cepat pada abad itu dan pada awal abad ke-19 mulai diserap dalam kaum Betawi, kecuali kelompok Tugu, yang sebagian kini pindah di Pejambon, di belakang Gereja Immanuel Jakarta. Orang Tionghoa selamanya bertambah cepat, walaupun sepuluh ribu orang dibunuh pada tahun 1740 di dalam dan di luar kota. Foto pada kartu pos dari awal abad ke 20 menggambarkan rumah-rumah Tionghoa di Mester atau Meester Cornelis sebutan Jatinegara pada zaman penjajahan Belanda dulu.

Penduduk Batavia yang kemudian dikenal sebagai orang Betawi sebenarnya adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa.

Wali kota

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ (Belanda) Institut voor taal-, land- en volkenkunde von Nederlandsch Indië, The Hague. Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië. 3. M. Nijhoff, 1855. hlm. 289. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]