Lompat ke isi

Slamet Rijadi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Magioladitis (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: Persondata now moved to wikidata, removed: {{Persondata |NAME = Rijadi, Slamet |ALTERNATIVE NAMES = |SHORT DESCRIPTION = Indonesian Army general |DATE OF BIRTH = 26 July 1927 |PLACE OF BIRTH = Surakarta, [[Cent
 
(115 revisi perantara oleh 70 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Slamet Rijadi.jpg|thumb|Ignatius Slamet Rijadi]]
{{Redirect|Slamet Riyadi|kegunaan lain|Slamet Riyadi (disambiguasi)}}
{{Infobox officeholder
|name = Ignatius Slamet Rijadi
|image = Zaterdag, 12 november werd in het stadion te Solo een grote massabijeenkomst geh, Bestanddeelnr 924 (Slamet Rijadi, cropped).jpg
|caption = Rijadi berpidato dalam pertemuan massal pemindahan kekuasaan [[Kota Solo]] dari Belanda ke Indonesia pada 1949.
|birth_date = {{Birth date|1927|07|26}}
|death_date = {{Death date and age|1950|11|4|1927|07|26}}
|birth_place = [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]]
|death_place = [[Ambon]], [[Maluku]], [[Indonesia]]
|birth_name = Soekamto
|placeofburial =
|placeofburial_label =
|placeofburial_coordinates = <!-- {{Coord|LAT|LONG|display=inline,title}} -->
|father = Raden Ngabehi Prawiropralebdo
|mother = Soetati
|allegiance = [[Indonesia]]
|branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian Army.svg|25px]] [[TNI Angkatan Darat]]
|serviceyears = 1947—1950
|rank = [[File:19-TNI Army-BG.svg|25px| ]] [[Brigadir Jenderal]] [[TNI]]
|unit =
|commands =
|battles = {{unbulleted list|[[Serangan Umum Surakarta]]|[[Invasi Ambon]]}}
|battles_label =
|awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
}}
[[Brigadir Jenderal]] ([[Anumerta]]) [[TNI]] '''Ignatius Slamet Rijadi''' ([[EYD]]: '''Ignatius Slamet Riyadi'''; {{lahirmati|[[Surakarta]], [[Jawa Tengah]]|26|7|1927|[[Ambon]], [[Maluku]]|4|11|1950}}) adalah seorang tentara [[Indonesia]]. Rijadi lahir di Surakarta, [[Jawa Tengah]], putra dari seorang tentara dan penjual buah. "Dijual" pada pamannya dan sempat berganti nama saat masih balita demi sembuh dari penyakit, Rijadi tumbuh besar di rumah orangtuanya dan belajar di sekolah milik Belanda. Setelah [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki]] [[Hindia Belanda]], Rijadi menghadiri sekolah pelaut yang dikelola oleh [[Jepang]] dan bekerja untuk mereka setelah lulus; ia meninggalkan tentara Jepang menjelang akhir [[Perang Dunia II]] dan turut mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan.


Setelah [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|Indonesia merdeka]] pada tanggal 17 Agustus 1945, Rijadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]] melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dimulai dengan kampanye [[gerilya]], pada 1947 ia berperang dengan sengit melawan Belanda di [[Ambarawa]] dan [[Semarang]], bertanggung jawab atas Resimen 26. Selama [[Agresi Militer Belanda I|Agresi Militer I]], Belanda mengambil alih kota tetapi berhasil direbut kembali oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke [[Jawa Barat]]. Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke [[Maluku]] untuk memerangi [[Republik Maluku Selatan]]. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi [[Pulau Ambon]], Rijadi gugur tertembak menjelang operasi berakhir.
'''Ignatius Slamet Rijadi''' ([[EYD]]: '''Riyadi'''; {{lahirmati|[[Kota Surakarta|Surakarta]], [[Jawa Tengah]]|26|7|1927|[[Pulau Ambon|Ambon]], [[Maluku]]|4|11|1950}}) adalah [[pahlawan nasional Indonesia]]. Anak dari Idris Prawiropralebdo, seorang [[perwira]] anggota legiun [[Kasunanan Surakarta]], ini sangat menonjol kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah [[Jepang]] bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.


Sejak kematiannya, Rijadi telah menerima banyak penghormatan. Sebuah jalan utama di Surakarta dinamakan menurut namanya, begitu juga dengan [[fregat]] [[TNI AL]], [[KRI Slamet Riyadi (352)|KRI ''Slamet Riyadi'']]. Selain itu, Rijadi juga dianugerahi beberapa tanda kehormatan secara [[anumerta]] pada tahun 1961, dan ditetapkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tanggal 9 November 2007.
=== Kepahlawanan ===


== Biografi ==
Pada suatu peristiwa saat akan diadakannya peralihan kekuasaan di [[Solo]] oleh Jepang yang dipimpin oleh Sutjokan (Walikota) Watanabe yang merencanakan untuk mengembalikan kekuasaan sipil kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di [[Surakarta]], yaitu [[Kasunanan]] dan [[Praja Mangkunagaran]], akan tetapi rakyat tidak puas. Para pemuda telah bertekad untuk mengadakan perebutan senjata dari tangan Jepang, maka rakyat mengutus [[Muljadi Djojomartono]] dan dikawal oleh pemuda Suadi untuk melakukan perundingan di markas [[Kempeitai]] (polisi militer Jepang) yang dijaga ketat. Tetapi sebelum utusan tersebut tiba di markas, seorang pemuda sudah berhasil menerobos kedalam markas dengan meloncati tembok dan membongkar atap markas Kempeitai, tercenganglah pihak Jepang, pemuda itu bernama Slamet Rijadi.
=== Kehidupan awal ===
Rijadi terlahir dengan nama Soekamto di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]], pada tanggal 26 Juli 1927;{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}} ia adalah putra kedua dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara [[Kesunanan Surakarta Hadiningrat|Kasunanan]], dan Soetati, seorang penjual buah.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}{{sfn|Pour|2008|p=13}} Saat Soekamto berusia satu tahun, ibunya menjatuhkannya; ia kemudian jadi sering sakit-sakitan. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya, keluarganya "menjualnya" dalam ritual tradisional [[suku Jawa]] kepada pamannya, Warnenhardjo; setelah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet. Meskipun setelah ritual secara formal ia adalah putra Warnenhardjo, Slamet tetap dibesarkan di rumah orangtuanya.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Ia menganut agama [[Katolik Roma|Katolik]],<ref>''[[#DepPen|20 Tahun Indonesia Merdeka]]'', [https://books.google.com/books?hl=id&id=QtsRAAAAMAAJ&dq=slamet+rijadi+katolik&focus=searchwithinvolume&q=kusuma+bangsa%3F hlmn. 431]</ref> serta dikatakan bahwa sejak kecil Slamet menyukai '[[tirakat]]' berpuasa dan hal-hal 'mistik{{'"}}.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}


Slamet umumnya menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah dasar dilaluinya di [[Hollandsch-Inlandsche School|Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno]], sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Saat bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa yang bernama Slamet di sekolah tersebut.{{sfn|Pour|2008|p=19}} Saat di sekolah menengah juga ayahnya kembali "membelinya" dari sang paman.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Setelah tamat sekolah menengah dan saat [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki Hindia Belanda]] pada tahun 1942, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi pelaut di [[Jakarta]]. Setelah lulus, ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}}{{sfn|Pour|2008|p=20}}
=== Karir militer ===
[[Berkas:Jalan Slamet Riyadi (Road sign in Surakarta).jpg|thumb|200px|Papan nama jalan Slamet Riyadi di Surakarta]]
Pada tahun 1940, ia menyelesaikan pendidikan di HIS, ke [[Mulo]] Afd. B dan kemudian dilanjutkan ke Pendidikan Sekolah Pelayaran Tinggi, dan memperoleh ijasah navigasi laut dengan peringkat pertama dan mengikuti kursus tambahan dengan menjadi navigator pada kapal kayu yang berlayar antar pulau Nusantara. Setelah pasukan Jepang, mendarat di Indonesia melalui Merak, Indramayu dan dekat Rembang pada tanggal 1 Maret 1942 dengan kekuatan 100.000 orang, dan walaupun memperoleh perlawanan dari Hindia Belanda, tetapi dalam waktu singkat yaitu pada tanggal 5 dan 7 Maret 1942, kota Solo dan Yogjakarta jatuh ke tangan Jepang.


Saat tidak bekerja di laut, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat [[Stasiun Gambir]], [[Jakarta Pusat]], sesekali ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah.{{sfn|Pour|2008|p=21}} Pada 14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam [[Perang Dunia II]], Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata; Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana.{{sfn|Pour|2008|p=22}} Ia tidak ditangkap oleh [[Kempeitai|polisi militer Jepang]] atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]] pada tanggal 17 Agustus 1945.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}}
Slamet Rijadi merasa terpanggil membela ibu pertiwi, dan menjelang proklamasi 1945, ia mengobarkan pemberontakan dan melarikan sebuah kapal kayu milik Jepang, usaha Kempeitai untuk menangkapnya tidak pernah berhasil, bahkan setelah Jepang bertekuk lutut. Slamet Rijadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat Batalyon, yang dipersiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang (Slamet Rijadi diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X).


=== Revolusi nasional ===
Dalam perkembangannya terjadi pergantian pimpinan militer, Divisi X dirubah menjadi Divisi IV, dengan Panglimanya Mayor Jenderal Soetarto dan divisi ini dikenal dengan nama Divisi [[Panembahan Senopati]], yang membawahi 5 Brigade tempur. Diantaranya Brigade V dibawah pimpinan Suadi dan mempunyai Batalyon XIV dibawah komando Mayor Slamet Rijadi, yang merupakan kesatuan militer yang dibanggakan. Pasukannya terkenal dengan sebutan anak buah "Pak Met". Selama agresi Belanda II, pasukannya sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap kedudukan militer Belanda, pertempuran demi pertempuran membuat sulit pasukan Belanda dalam menghadapi taktik gerilya yang dijalankan Slamet Rijadi. Namanya mulai disebut-sebut karena hampir di-setiap peristiwa perlawanan di kota Solo selalu berada dalam komandonya.
Setelah Jepang menyerah, Belanda berupaya untuk kembali menjajah Indonesia; karena tidak mau dijajah kembali, rakyat Indonesia-pun [[Revolusi Nasional Indonesia|melawan balik]]. Rijadi memulai kampanye gerilya melawan Belanda dan dengan cepat memperoleh kenaikan pangkat.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}} Ia bertanggung jawab atas Resimen 26 di Surakarta. Selama [[Agresi Militer Belanda I]], yaitu serangan umum yang dilancarkan oleh Belanda pada pertengahan 1947, Rijadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk [[Ambarawa]] dan [[Semarang]]; ia juga memimpin pasukan penyisir di sepanjang [[Gunung Merapi]] dan [[Gunung Merbabu|Merbabu]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}


Pada bulan September 1948, Rijadi dipromosikan dan diserahi kontrol atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar. Dua bulan kemudian, Belanda melancarkan [[Agresi Militer Belanda II|serangan kedua]], kali ini menyasar kota [[Yogyakarta]], yang saat itu menjadi ibu kota negara. Meskipun Rijadi dan pasukannya melancarkan serangan terhadap tentara Belanda yang berusaha mendekati Solo melalui [[Klaten]], tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki kota. Dengan menerapkan kebijakan "berpencar dan menaklukkan", Rijadi mampu menghalau tentara Belanda dalam waktu empat hari.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}} Setelah itu, Rijadi dikirim ke [[Jawa Barat]] untuk melawan [[Angkatan Perang Ratu Adil]] bentukan [[Raymond Westerling]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}
Sewaktu pecah pemberontakan PKI-Madiun, batalyon Slamet Rijadi sedang berada diluar kota Solo, yang kemudian diperintahkan secara langsung oleh Gubernur Militer II - Kolonel Gatot Subroto untuk melakukan penumpasan ke arah Utara, berdampingan dengan pasukan lainnya, operasi ini berjalan dengan gemilang.


=== Setelah perang dan kematian ===
Dalam palagan perang kemerdekaan II, Slamet Rijadi dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan [["Wehrkreise I"]] (Panembahan Senopati )yang meliputi daerah gerilya Karesidenan Surakarta, dan dibawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II, Kolonel Gatot Subroto.
[[Berkas:Slamet Rijadi and troops into Ambon Harian Umum 1 December 1950 p1.jpg|jmpl|kiri|Rijadi dan pasukannya memasuki Ambon, Desember 1950.]]
[[Berkas:Kawilarang and Rijadi Harian Umum 27 November 1950 p1.jpg|jmpl|Rijadi (kanan) dan [[Alexander Evert Kawilarang]] sedang merundingkan strategi di [[Ambon]].]]


Tak lama setelah berakhirnya perang, [[Republik Maluku Selatan]] (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang baru lahir. Rijadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari [[Operasi Senopati]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Pour|2008|p=8}} Untuk merebut kembali [[Pulau Ambon]], Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan; mereka kemudian mendaratkan lebih banyak [[infanteri]] dan kendaraan [[lapis baja]].{{sfn|Conboy|2003|p=9}}
Dalam perang kemerdekaan II inilah Let.Kol. Slamet Rijadi, membuktikan kecakapannya sebagai prajurit yang tangguh dan sanggup mengimbangi kepiawaian komandan Belanda lulusan Sekolah Tinggi Militer di [[Breda Nederland]]. Siang dan malam anak buah Overste (setingkat Letnan Kolonel) J.H.M.U.L.E. van Ohl digempur habis-habisan, dengan penghadangan, penyergapan malam, dan sabotase. Puncaknya ketika Letkol. Slamet Rijadi mengambil prakarsa mengadakan [["serangan umum kota Solo"]] yang dimulai tanggal 7 Agustus 1949, selama empat hari empat malam. Serangan itu membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ketengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kaveleri, persenjataan berat-artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh. Dalam pertempuran selama empat hari tersebut, 109 rumah penduduk porak poranda, 205 penduduk terbunuh karena aksi teror Belanda, 7 serdadu Belanda tertembak dan 3 orang tertawan sedangkan dipihak TNI 6 orang gugur.


Pada tanggal 3 Oktober, pasukan Rijadi, bersama dengan Kolonel [[Alexander Evert Kawilarang]], ditugaskan untuk mengambil alih ibu kota pemberontak di [[Kota Ambon|New Victoria]]. Rijadi dan Kawilarang memimpin tiga serangan; pasukan darat menyerang dari utara dan timur, sedangkan pasukan laut langsung diterjunkan di pelabuhan Ambon. Pasukan Rijadi merangsek mendekati kota melewati rawa-rawa bakau,{{sfn|Conboy|2003|p=9}} perjalanan yang memakan waktu selama sebulan. Dalam perjalanan, tentara RMS yang bersenjatakan [[Jungle Carbine]] dan [[Owen Gun]] terus menembaki pasukan Rijadi, sering kali membuat mereka terjepit.{{sfn|Conboy|2003|p=10}}{{sfn|Pour|2008|p=12}}
<sup>[2]</sup> Perwira menengah yang sangat muda ini (bdk. Letkol Soeharto - kelak Presiden RI - saat itu berusia 29 tahun) adalah ahli taktik dan strategi, dia sangat agresif menyerang namun selalu menghindari kontak senjata yang merugikan, dia gemar membaca dan gemar menulis. Salah satu petunjuk perang gerilya pertama TNI yang tertulis adalah buah karyanya. Dalam tulisan itu dia menyebutkan <sup>[3]</sup> pentingnya agresivitas, taktik regu kecil, menghormati rakyat, menghemat amunisi, dan cara membiayai gerilya.


Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Namun, ia tidak mengetahui akhir pertempuran tersebut. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah [[tank]] menuju markas pemberontak pada tanggal 4 November, selongsong peluru [[Senapan mesin|senjata mesin]] menembakinya. Peluru tersebut menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran. Para dokter lalu memberinya banyak [[morfin]] dan berupaya untuk mengobati luka tembaknya, namun upaya ini gagal. Rijadi gugur pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir pada hari yang sama.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Conboy|2003|p=10}} Rijadi dimakamkan di Ambon.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}
Setelah terjadi gencatan senjata dan penyerahan kota Solo kepangkuan Republik Indonesia, Overste Van Ohl yang mewakili pihak Belanda demikian terharu begitu mengetahui bahwa Letkol. Slamet Rijadi—sebagai wakil pihak RI— yang selama ini dicari-carinya ternyata masih sangat muda. Ia dilaporkan berkata, " Oooh ... Overste tidak patut menjadi musuh-ku ... Overste lebih pantas menjadi anakku, tetapi kepandaiannya seperti ayahku".


== Peninggalan ==
'''Memerangi Westerling dan APRA'''
[[Berkas:Statue of Slamet Rijadi in Surakarta, Indonesia.jpg|jmpl|Patung Slamet Riyadi di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]]]]
[[Berkas:Slamet Riyadi.webm|jmpl|Patung Slamet Riyadi di kala subuh.]]


Sejumlah tempat, jalan, dan benda dinamai untuk menghormati Riyadi. Sebuah jalan utama sepanjang {{convert|5.8|km|mi|adj=on}} di Surakarta dinamakan sesuai nama sang brigadir jenderal.{{sfn|Ayuningtyas 2011, Surakarta offers car-free}} [[KRI Slamet Riyadi (352)|KRI ''Slamet Riyadi'']], sebuah [[fregat]] yang dikatakan sebagai salah satu kapal tercanggih yang dimiliki oleh [[TNI Angkatan Laut]], juga dinamai menurut namanya,{{sfn|Erviani and Lilley 2011, Bali maritime security}} begitu juga dengan [[Universitas Slamet Riyadi|sebuah universitas]] di Surakarta dan Yayasan Pendidikan Katolik Slamet Riyadi.{{sfn|Universitas Slamet Riyadi, Sejarah UNISRI}}
<sup>[2]</sup> Ketika terjadi peristiwa APRA, brigade Slamet Riyadi dipanggil naik kereta api ke Bandung untuk memerangi. Karena peristiwa APRA sangat singkat, brigade Slamet Riyadi akhirnya disalurkan memerangi DI/TII. Personel APRA adalah KNIL kompi (baret merah) pasukan payung dan batalion komando (baret hijau). Dua pasukan ini adalah musuh Slamet Riyadi sejak Agresi militer ke-2 di Yogyakarta dan waktu serangan umum Solo. Dua pasukan ini menolak bergabung ke dalam APRIS, kelak mereka menyusup keluar Bandung dan membantu RMS.


Pada 9 November 2007, [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] [[Susilo Bambang Yudhoyono]] menganugerahi Rijadi gelar [[Pahlawan Nasional Indonesia]];{{sfn|The Jakarta Post 2007, Four forgotten independence}} ia dikukuhkan sebagai pahlawan bersama dengan [[Adnan Kapau Gani]], [[Ida Anak Agung Gde Agung]], dan [[Moestopo]], berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 2007.{{sfn|Suara Merdeka 2007, Presiden Anugerahkan Gelar}}
'''Memerangi RMS'''


== Penghargaan{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}} ==
Pada tanggal 10 Juli 1950, Letnan Kolonel Slamet Rijadi, berangkat dengan kapal Waikalo dan memimpin batalyon 352 untuk bergabung dengan pimpinan umum operasi - Panglima TT VII - Kolonel [[Kawilarang]], dalam penugasan menumpas pemberontakan [[Kapten Andi Aziz]] di Makasar dan pemberontakan [[Republik Maluku Selatan]] (RMS) yang dipelopori oleh Dr. [[Soumokil]] dan kawan-kawan. Dalam tugas inilah ia gugur muda dalam usia 23 tahun. Ia tertembak di depan benteng Victoria setelah berusaha merebutnya.
{| style="margin:1em auto; text-align:center;"

Slamet Riyadi tidak membawa seluruh brigadenya melainkan ditunjuk sebagai komandan bridage ex-KNIL dari Sulawesi. Dia melatih dan berkoordinasi dengan komandan operasi, Kolonel Kawilarang. Operasi menumpas RMS berkekuatan 2 brigade, 10 kapal perang, dan 2 B-25. TNI-AL dipimpin Mayor John Lie, pelaut handal yang berjasa menyelundupkan beberapa kali senjata dan amunisi selama melawan Belanda. Brigade I melakukan pendaratan amfibi di utara Pulau Ambon dan Brigade II dipimpin Slamet Riyadi mendarat di timur. Pasukan RMS adalah pasukan ex-KNIL pasukan payung, pasukan komando, panser, dan sekitar 1000 milisi lokal.

Pendaratan dilakukan mulai awal Oktober namun sampai akhir Oktober, TNI belum bisa mencapai Ambon karena musuh yang dihadapi sangat terampil. RMS bersembunyi di banyak bunker ex-Jepang. Slamet Riyadi yang sering di kompi terdepan pernah terluka lengan kirinya akibat tembakan musuh. Tanggal 3 November, 1 brigade Siliwangi mendarat amfibi langsung di Ambon, dengan koordinasi brigade I dan Brigade II Slamet Riyadi diperkuat panser dan artileri. Tanggal 4 November sore, Siliwangi berhasil merebut benteng Victoria disertai Brigade Slamet Riyadi sudah mencapai pinggir kota Ambon. Mendengar keberhasilan Siliwangi, Slamet Riyadi dan hanya 3 panser maju untuk berkoordinasi. Sisa brigade ditinggal di pinggir kota untuk mencegah baku tembak tak sengaja antara Siliwangi dan Brigade II dalam situasi kacau.

Sayang sekali, pasukan payung KNIL berhasi memukul mundur Siliwangi dari benteng Victoria, Slamet Riyadi yang mengira benteng masih dikuasi Siliwangi turun dari panser. Ada 2 versi tertembaknya <sup>[2]</sup>:

# : Satu tembakan sniper selanjutnya Slamet Riyadi diseret ajudannya dan naik jip dilanjutkan sampan ke KRI yang menjadi klinik.
# : Diberondong senapan mesin, selanjutnya 1 panser mengevakuasi ke sampan dan dibawa ke KRI yang menjadi klinik.

{{clr}}

Saat sampai di KRI, Slamet Riyadi masih hidup tapi tidak sadar dan dalam kondisi kritis. Beliau meninggal tanggal 4 November malam.

'''Kehidupan Pribadi'''

Slamet Riyadi merupakan pengantin baru, istrinya Ny. Soerachmi bagian kesehatan TNI-AD, baru saja dinikahi saat cuti operasi menumpas RMS. Slamet Riyadi dimakamkan di Ambon di tengah makam anak buahnya yang gugur.

'''Pasukan Komando TNI'''

Kolonel Kawilarang yang selanjutnya memimpin Siliwangi di Jawa Barat memerangi DI/TII, membentuk 1 peleton komando dari divisi Siliwangi. Hal ini merupakan hasil diskusi beliau dengan Slamet Riyadi saat memerangi RMS. Melihat keberhasilan peleton komando Siliwangi, TNI-AD membentuk kompi komando yang juga berkualifikasi pasukan payung. Kompi ini memerangi DI/TII, PRRI dan Permesta dan merupakan cikal bakal Resimen Para Komando AD (RPKAD) selanjutnya Komando Pasukan Khusus.

== Riwayat Perjuangan ==
[[Berkas:Patung Slamet Riyadi.jpg|thumb|Patung Slamet Rijadi di depan Rumah Sakit AD Slamet Riyadi, Surakarta]]
{|class="wikitable"width="60%"
|-
|-
|
!Karir,Pangkat,Jabatan
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Mahaputera Adipradana.png|width=100}}
!Kegiatan, Pendidikan ,Operasi Militer
|
!Waktu
|-
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Satyalencana Bhakti.png|width=100}}
|Siswa, MULO Afd.B
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Gerilya.png|width=100}}
|Pertahanan Bumi Putra
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Sakti.png|width=100}}
|1940
|-
|Sekolah Tinggi Pelayaran
|Rekrutmen Pemuda oleh tentara Jepang
|1943
|-
|Navigator kapal kayu
|Pemberontakan kapal,milik Jepang
|1945
|-
|Dan.Yon.Res.I, Divisi I
|Perang di Krsd. Solo melawan Jepang & Belanda
|1945
|-
|Dan.Yon.Res.I, Divisi I
|Penumpasan pemberontakan PKI Madiun
|1948
|-
|Dan.Wehrkreise I
|Perang Kemerdekaan II, Serangan Umum Solo
|1949
|-
|Wakil Pemerintah RI
|Penyerahan Kota Solo
|29-12-1949
|-
|Komando Yon.352
|Mendukung Div.Siliwangi menumpas APRA di Jabar.
|1949
|-
|Wakil.Panglima TT VII.
|Penumpasan Pemberontakan di Makasar, RMS Ambon
|1950
|-
|Wakil.Panglima TT VII.
|Gugur di gerbang benteng Victoria, Ambon
|4-11-1950
|-
|Brigadir Jendral Anumerta
|Kenaikan pangkat atas jasa almarhum
|1950
|}
|}
{{clr}}


{| class="wikitable" width="70%" style="margin:1em auto; text-align:center;"
{| style="vertical-align:top; border:1px solid #abf5d5; background-color:#f1fcf5; padding: .5em .5em .2em .5em "
!Baris ke-1
! style="border-bottom:1px solid #abf5d5; background-color:#d0f5e5; padding:0.2em 0.5em 0.2em 0.5em; font-weight:bold; font-size: 120%" | '''Halo, {{PAGENAME}}, [[Wikipedia:Selamat datang|selamat datang]] di [[Wikipedia bahasa Indonesia]]!'''[[Kategori:Wikipediawan yang bergabung bulan Maret 2010]]
| colspan="9"|[[Bintang Mahaputera Adipradana]] (6 November 2007)<ref>{{cite book |title=Daftar WNI Yang Memperoleh Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Tahun 2004 - Sekarang|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/4404daftar_penerima_bintang_mahaputera_tahun_2004-sekarang.pdf|access-date=25 Agustus 2021}}</ref>
|-
|-
!Baris ke-2
| style="border-bottom:1px solid #f1fcf5; padding:0.4em 1em 0.3em 1em; text-align: left; font-size:95%;" |
| colspan="3"|[[Satyalancana Bhakti]] (November 1961)
{| cellspacing="0" cellpadding="0" style="margin:.5em 0em 1em 0em; width:100%"
| colspan="3"|[[Bintang Gerilya]] (Juli 1961)
| style="width:50%; vertical-align:top; border:1px solid #AFA3BF; background-color:#faf5ff;" |
| colspan="3"|[[Bintang Sakti]] (Mei 1961)
<div style="border-bottom:1px solid #AFA3BF; background-color:#ddcef2; padding:0.2em 1em 0.2em 1em; font-weight:bold">[[Berkas:Crystal Clear app kedit.svg|right|48px|link=|Memulai]] '''Memulai'''</div>
<div style="border-bottom:1px solid #AFA3BF; padding:0.4em 1em 0.3em 1em">
* Para pengguna baru dapat melihat [[Wikipedia:Pengantar|Pengantar]] terlebih dahulu.
* Anda bisa mengucapkan selamat datang kepada Wikipediawan lainnya di [[Wikipedia:Halaman perkenalan|Halaman perkenalan]]
* Untuk mencoba-coba menyunting, silakan gunakan [[Wikipedia:Bak pasir|bak pasir]].
* Tuliskan juga sedikit profil Anda di [[Pengguna:{{PAGENAME}}]], halaman profil dan ruang pribadi Anda, agar kami dapat lebih mengenal Anda.
* Baca juga [[Wikipedia:Pancapilar|Pancapilar]] sebelum melanjutkan. Ini adalah lima hal penting yang mendasari hari-hari Anda bersama Wikipedia di seluruh dunia.
</div>
<div style="border-bottom:1px solid #AFA3BF; background-color:#ddcef2; padding:0.2em 1em 0.2em 1em; font-weight:bold">[[Berkas:Crystal Clear app utilities.png|right|48px|link=|Bantuan]] '''Bantuan'''</div>
<div style="padding:0.4em 1em 0.3em 1em">
* [[Bantuan:Isi]] - tempat mencari informasi tentang berkontribusi di Wikipedia, sebelum bertanya kepada pengguna lain.
* [[Wikipedia:Tanya jawab|FAQ]] - pertanyaan yang sering diajukan tentang Wikipedia.
* [[Portal:Komunitas]] - informasi aktivitas di Wikipedia.
</div>
| style="padding:0em 0.5em 0em 0.5em; background-color:#f1fcf5;"|

| style="width:50%%; vertical-align:top; border:1px solid #abd5f5; background-color:#f1f5fc;" |
<div style="border-bottom:1px solid #abd5f5; background-color:#d0e5f5; padding:0.2em 1em 0.2em 1em; font-weight:bold">[[Berkas:Crystal Clear app kdmconfig.png|right|48px|link=|Tips]] '''''Tips'''''</div>
<div style="border-bottom:1px solid #abd5f5; padding:0.4em 1em 0.3em 1em">
* [[Bantuan:Tanda tangan|Selalu tanda tangani]] pertanyaan Anda di [[Wikipedia:Warung Kopi|Warung Kopi]] atau [[Wikipedia:Halaman pembicaraan|halaman pembicaraan]] dengan mengetikkan <code><nowiki>~~~~</nowiki></code> pada akhir kalimat Anda. Ini akan otomatis diubah menjadi nama pengguna dan tanggal.
* Jangan lupa: [[Wikipedia:Kebijakan dan pedoman|Prinsip dan pedoman dasar]] Wikipedia.
* Ingin membuat atau menyunting halaman? Kenali dulu [[Wikipedia:Pedoman gaya|gaya]] Wikipedia! Lalu lihat [[Wikipedia:Memulai halaman baru|memulai halaman baru]] dan [[Wikipedia:Menyunting sebuah halaman|menyunting sebuah halaman]].
</div>
<div style="border-bottom:1px solid #abd5f5; background-color:#d0e5f5; padding:0.2em 1em 0.2em 1em; font-weight:bold">[[Berkas:Crystal Clear action reload.png|right|48px|link=|Membuat kesalahan?]] '''Membuat kesalahan?'''</div>
<div style="solid #abd5f5; padding:0.4em 1em 0.3em 1em">
* [[Wikipedia:Jangan terbebani aturan|'''''Jangan takut''''']]! Anda tidak perlu takut salah ketika menyunting atau membuat halaman baru, menambahkan atau menghapus kalimat.<p>[[Wikipedia:Pengurus|Pengurus]] dan para [[Wikipedia:Wikipediawan|pengguna]] lainnya yang memantau [[Istimewa:Perubahan terbaru|perubahan terbaru]] akan segera menemukan kesalahan Anda dan mengembalikannya seperti semula.</p>
</div>
|}
|}
: <i>'''Welcome!''' If you are not an Indonesian speaker, you may want to visit the [[Wikipedia:Kedutaan|Indonesian Wikipedia embassy]] or [[Wikipedia:Babel/id-0|a slight info to find users speaking your language]]. Enjoy!</i>


== Referensi ==
: '''Selamat menjelajah''', kami menunggu suntingan Anda di [[Wikipedia bahasa Indonesia]]!
;Catatan kaki
:[[Pengguna:Felixset|Felixset]] ([[Pembicaraan Pengguna:Felixset|bicara]]) 03:26, 10 Maret 2010 (UTC)
{{reflist|3}}


;Daftar pustaka
|}=== Referensi ===
{{refbegin|colwidth=30em}}
* {{cite book
|title=20 Tahun Indonesia Merdeka
|volume=VII
|url=https://books.google.com/books?hl=id&id=QtsRAAAAMAAJ
|publisher=Departemen Penerangan R.I.
|others=Didigitalkan pada 13 September 2006 oleh Universitas Michigan
|ref=DepPen
}}
* {{cite book
|year=2010
|last1=Ajisaka
|first1=Arya
|last2=Damayanti
|first2=Dewi
|edition=Revisi
|title=Mengenal Pahlawan Indonesia
|url=http://books.google.ca/books?id=rVQoHVbUNvIC
|isbn=978-979-757-430-7
|publisher=Kawan Pustaka
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
* {{cite news
|title=Surakarta offers car-free night
|last=Ayuningtyas
|first=Kusumasari
|work=The Jakarta Post
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/21/surakarta-offers-car-free-night.html
|date=21 December 2011
|ref={{SfnRef|Ayuningtyas 2011, Surakarta offers car-free}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/66ETOFLsH?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/21/surakarta-offers-car-free-night.html
|accessdate=17 Maret 2011
|archivedate=2012-03-17
|dead-url=no
}}
* {{cite book
|year=2003
|last1=Conboy
|first1=Kenneth
|title=Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces
|url=http://books.google.ca/books?id=lf5TUoHfeM8C
|isbn=978-979-95898-8-0
|publisher=Equinox
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
* {{cite news
|title=Bali maritime security beefed up following bomb threats
|last1=Erviani
|first1=Ni Komang
|last2=Lilley
|first2=Lawrence
|work=The Jakarta Post
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/01/bali-maritime-security-beefed-following-bomb-threats.html
|date=1 April 2011
|ref={{SfnRef|Erviani and Lilley 2011, Bali maritime security}}
|archiveurl=https://www.webcitation.org/66ETkeToM?url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/01/bali-maritime-security-beefed-following-bomb-threats.html
|accessdate=17 Maret 2011
|archivedate=2012-03-17
|dead-url=no
}}
* {{cite news
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2007/11/10/four-forgotten-independence-heroes-get-official-recognition.html
|date=11 November 2007
|title=Four forgotten independence heroes get official recognition
|work=The Jakarta Post
|accessdate=17 Maret 2011
|archiveurl=https://www.webcitation.org/65AqQQ0KC?url=http://www.thejakartapost.com/news/2007/11/10/four-forgotten-independence-heroes-get-official-recognition.html
|archivedate=2012-02-03
|ref={{SfnRef|The Jakarta Post 2007, Four forgotten independence}}
|dead-url=no
}}
* {{cite book
|year=2008
|last1=Pour
|first1=Julius
|title=Ign. Slamet Rijadi
|url=http://books.google.ca/books?id=lf5TUoHfeM8C
|isbn=978-979-22-3850-1
|publisher=Gramedia
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
* {{cite news
|url=http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/10/nas09.htm
|date=10 November 2007
|title=Presiden Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional
|work=Suara Merdeka
|accessdate=17 Maret 2011
|archiveurl=https://www.webcitation.org/65ArV49Bm?url=http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/10/nas09.htm
|archivedate=2012-02-03
|ref={{SfnRef|Suara Merdeka 2007, Presiden Anugerahkan Gelar}}
|dead-url=no
}}
* {{cite encyclopedia
|last1 =Pringgodigdo
|first1 =Abdul Gaffar
|last2 =Shadily
|first2 =Hassan
|encyclopedia =Ensiklopedi Umum
|title =Slamet Riyadi
|url =http://books.google.ca/books?id=BJrFsQ0SwzgC&pg=PA1025&dq=Slamet+Riyadi&hl=en&sa=X&ei=KZ9kT7XULo6GrAfe5uy8Bw&ved=0CE0Q6AEwBjgU#v=onepage&q=Slamet%20Riyadi&f=false
|year =1973
|publisher =Kanisius
|oclc =4761530
|pages =1024–1025
|ref =harv
}}
* {{cite web
|url=http://www.unisri.ac.id/konten-sejarah.html
|accessdate=12 Desember 2013
|publisher=Universitas Slamet Riyadi
|title=Sejarah UNISRI
|ref={{sfnRef|Universitas Slamet Riyadi, Sejarah UNISRI}}
|archive-date=2013-11-09
|archive-url=https://web.archive.org/web/20131109043732/http://www.unisri.ac.id/konten-sejarah.html
|dead-url=yes
}}
{{refend}}


{{Pahlawan Nasional Indonesia}}
*Suhadi, ''Slamet Rijadi'', Penerbit PT.INALTU, Jakarta, 1976
<sup>[2]</sup> Pour, Julius. Slamet Rijadi, dari Mengusir Kempetai sampai RMS. Gramedia. Jakarta. 2008
<sup>[3]</sup> Nasution. Dasar-dasar Perang Gerilya. Djambatan. Jakarta. 1955


{{lifetime|1927|1950}}
{{Pahlawan Indonesia}}


{{artikel pilihan}}
{{DEFAULTSORT:Rijadi, Ignat. slamet}}


{{DEFAULTSORT:Rijadi, Slamet}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh yang gugur dalam perang]]
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]]
[[Kategori:Kematian akibat perang]]
[[Kategori:Tokoh TNI]]
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh Kristen Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Katolik Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Katolik Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Penerima Bintang Sakti]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]
[[Kategori:Penerima Satyalancana Bhakti]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]
[[Kategori:Daftar pahlawan nasional Indonesia yang beragama Kristen]]

Revisi terkini sejak 23 Juni 2024 15.33

Ignatius Slamet Rijadi
Rijadi berpidato dalam pertemuan massal pemindahan kekuasaan Kota Solo dari Belanda ke Indonesia pada 1949.
Informasi pribadi
Lahir
Soekamto

(1927-07-26)26 Juli 1927
Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal4 November 1950(1950-11-04) (umur 23)
Ambon, Maluku, Indonesia
Orang tua
  • Raden Ngabehi Prawiropralebdo (ayah)
  • Soetati (ibu)
Penghargaan sipilPahlawan Nasional Indonesia
Karier militer
PihakIndonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1947—1950
Pangkat Brigadir Jenderal TNI
Pertempuran/perang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Brigadir Jenderal (Anumerta) TNI Ignatius Slamet Rijadi (EYD: Ignatius Slamet Riyadi; 26 Juli 1927 – 4 November 1950) adalah seorang tentara Indonesia. Rijadi lahir di Surakarta, Jawa Tengah, putra dari seorang tentara dan penjual buah. "Dijual" pada pamannya dan sempat berganti nama saat masih balita demi sembuh dari penyakit, Rijadi tumbuh besar di rumah orangtuanya dan belajar di sekolah milik Belanda. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda, Rijadi menghadiri sekolah pelaut yang dikelola oleh Jepang dan bekerja untuk mereka setelah lulus; ia meninggalkan tentara Jepang menjelang akhir Perang Dunia II dan turut mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Rijadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta pada masa perang kemerdekaan melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dimulai dengan kampanye gerilya, pada 1947 ia berperang dengan sengit melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang, bertanggung jawab atas Resimen 26. Selama Agresi Militer I, Belanda mengambil alih kota tetapi berhasil direbut kembali oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke Jawa Barat. Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke Maluku untuk memerangi Republik Maluku Selatan. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi Pulau Ambon, Rijadi gugur tertembak menjelang operasi berakhir.

Sejak kematiannya, Rijadi telah menerima banyak penghormatan. Sebuah jalan utama di Surakarta dinamakan menurut namanya, begitu juga dengan fregat TNI AL, KRI Slamet Riyadi. Selain itu, Rijadi juga dianugerahi beberapa tanda kehormatan secara anumerta pada tahun 1961, dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 November 2007.

Biografi

Kehidupan awal

Rijadi terlahir dengan nama Soekamto di Surakarta, Jawa Tengah, Hindia Belanda, pada tanggal 26 Juli 1927;[1] ia adalah putra kedua dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara Kasunanan, dan Soetati, seorang penjual buah.[2][3] Saat Soekamto berusia satu tahun, ibunya menjatuhkannya; ia kemudian jadi sering sakit-sakitan. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya, keluarganya "menjualnya" dalam ritual tradisional suku Jawa kepada pamannya, Warnenhardjo; setelah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet. Meskipun setelah ritual secara formal ia adalah putra Warnenhardjo, Slamet tetap dibesarkan di rumah orangtuanya.[4] Ia menganut agama Katolik,[5] serta dikatakan bahwa sejak kecil Slamet menyukai 'tirakat' berpuasa dan hal-hal 'mistik'".[2]

Slamet umumnya menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah dasar dilaluinya di Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno, sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda.[4] Saat bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa yang bernama Slamet di sekolah tersebut.[6] Saat di sekolah menengah juga ayahnya kembali "membelinya" dari sang paman.[4] Setelah tamat sekolah menengah dan saat Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi pelaut di Jakarta. Setelah lulus, ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut.[1][7]

Saat tidak bekerja di laut, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, sesekali ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah.[8] Pada 14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata; Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana.[9] Ia tidak ditangkap oleh polisi militer Jepang atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.[1]

Revolusi nasional

Setelah Jepang menyerah, Belanda berupaya untuk kembali menjajah Indonesia; karena tidak mau dijajah kembali, rakyat Indonesia-pun melawan balik. Rijadi memulai kampanye gerilya melawan Belanda dan dengan cepat memperoleh kenaikan pangkat.[1] Ia bertanggung jawab atas Resimen 26 di Surakarta. Selama Agresi Militer Belanda I, yaitu serangan umum yang dilancarkan oleh Belanda pada pertengahan 1947, Rijadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk Ambarawa dan Semarang; ia juga memimpin pasukan penyisir di sepanjang Gunung Merapi dan Merbabu.[2]

Pada bulan September 1948, Rijadi dipromosikan dan diserahi kontrol atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar. Dua bulan kemudian, Belanda melancarkan serangan kedua, kali ini menyasar kota Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota negara. Meskipun Rijadi dan pasukannya melancarkan serangan terhadap tentara Belanda yang berusaha mendekati Solo melalui Klaten, tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki kota. Dengan menerapkan kebijakan "berpencar dan menaklukkan", Rijadi mampu menghalau tentara Belanda dalam waktu empat hari.[2] Setelah itu, Rijadi dikirim ke Jawa Barat untuk melawan Angkatan Perang Ratu Adil bentukan Raymond Westerling.[10]

Setelah perang dan kematian

Rijadi dan pasukannya memasuki Ambon, Desember 1950.
Rijadi (kanan) dan Alexander Evert Kawilarang sedang merundingkan strategi di Ambon.

Tak lama setelah berakhirnya perang, Republik Maluku Selatan (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang baru lahir. Rijadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari Operasi Senopati.[10][11] Untuk merebut kembali Pulau Ambon, Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan; mereka kemudian mendaratkan lebih banyak infanteri dan kendaraan lapis baja.[12]

Pada tanggal 3 Oktober, pasukan Rijadi, bersama dengan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, ditugaskan untuk mengambil alih ibu kota pemberontak di New Victoria. Rijadi dan Kawilarang memimpin tiga serangan; pasukan darat menyerang dari utara dan timur, sedangkan pasukan laut langsung diterjunkan di pelabuhan Ambon. Pasukan Rijadi merangsek mendekati kota melewati rawa-rawa bakau,[12] perjalanan yang memakan waktu selama sebulan. Dalam perjalanan, tentara RMS yang bersenjatakan Jungle Carbine dan Owen Gun terus menembaki pasukan Rijadi, sering kali membuat mereka terjepit.[13][14]

Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Namun, ia tidak mengetahui akhir pertempuran tersebut. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah tank menuju markas pemberontak pada tanggal 4 November, selongsong peluru senjata mesin menembakinya. Peluru tersebut menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran. Para dokter lalu memberinya banyak morfin dan berupaya untuk mengobati luka tembaknya, namun upaya ini gagal. Rijadi gugur pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir pada hari yang sama.[10][13] Rijadi dimakamkan di Ambon.[10]

Peninggalan

Patung Slamet Riyadi di Surakarta, Jawa Tengah
Patung Slamet Riyadi di kala subuh.

Sejumlah tempat, jalan, dan benda dinamai untuk menghormati Riyadi. Sebuah jalan utama sepanjang 58-kilometer (36 mi) di Surakarta dinamakan sesuai nama sang brigadir jenderal.[15] KRI Slamet Riyadi, sebuah fregat yang dikatakan sebagai salah satu kapal tercanggih yang dimiliki oleh TNI Angkatan Laut, juga dinamai menurut namanya,[16] begitu juga dengan sebuah universitas di Surakarta dan Yayasan Pendidikan Katolik Slamet Riyadi.[17]

Pada 9 November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Rijadi gelar Pahlawan Nasional Indonesia;[18] ia dikukuhkan sebagai pahlawan bersama dengan Adnan Kapau Gani, Ida Anak Agung Gde Agung, dan Moestopo, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 2007.[19]

Penghargaan[10]

Baris ke-1 Bintang Mahaputera Adipradana (6 November 2007)[20]
Baris ke-2 Satyalancana Bhakti (November 1961) Bintang Gerilya (Juli 1961) Bintang Sakti (Mei 1961)

Referensi

Catatan kaki
Daftar pustaka