Lompat ke isi

Benito Mussolini: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k fix
Nama sampul
Tag: Dikembalikan mengubah parameter nama di infobox VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox officeholder
{{Infobox officeholder
| name = Benito Mussolini
| name = Barudak terzolimi
| image = Mussolini biografia.jpg
| image = Mussolini biografia.jpg
| office = [[Perdana Menteri Italia]]
| office = [[Perdana Menteri Italia]]

Revisi per 21 Agustus 2023 14.02

Barudak terzolimi
Perdana Menteri Italia
Masa jabatan
31 Oktober 1922 – 25 Juli 1943
Penguasa monarkiVittorio Emanuele III
Sebelum
Pendahulu
Luigi Facta
Sebelum
Duce Republik Sosial Italia
Masa jabatan
23 September 1943 – 25 April 1945
Sebelum
Pendahulu
Posisi didirikan
Pengganti
Posisi dihilangkan
Sebelum
Duce Fasisme
Masa jabatan
23 Maret 1919 – 28 April 1945
Sebelum
Pendahulu
Posisi didirikan
Pengganti
Posisi dihilangkan
Informasi pribadi
Lahir
Benito Amilcare Andrea Mussolini

(1883-07-29)29 Juli 1883
Predappio, Kerajaan Italia
Meninggal28 April 1945(1945-04-28) (umur 61)
Giulino di Mezzegra, Kerajaan Italia
Sebab kematianEksekusi dengan regu tembak
MakamKuburan San Cassiano, Predappio, Italia
KebangsaanItalia
Partai politikPartai Fasis Nasional (1921–1943)
Afiliasi politik
lainnya
Suami/istri
(m. 1914; c. 1915)
(m. 1915)
Pasangan serumah
Anak
Orang tua
KerabatKeluarga Mussolini
Profesi
  • Politikus
  • wartawan
  • novelis
  • guru
Tanda tangan
Karier militer
PihakKerajaan Italia
Dinas/cabangTentara Kerajaan Italia
Masa dinas1915–1917 (aktif)
Pangkat
SatuanResimen ke-11 Bersaglieri
Pertempuran/perang
IMDB: nm0615907 Allocine: 26574
Musicbrainz: 41366462-ff3a-45a8-91d9-c40c259b5637 Discogs: 329835 Find a Grave: 11638 Modifica els identificadors a Wikidata
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Benito Amilcare Andrea Mussolini (Italia: [be.ˈniː.to a.ˈmil.ka.re an.ˈdreː.a mus.so.ˈliː.ni];[1] 29 Juli 1883 – 28 April 1945) adalah seorang politikus dan wartawan yang mendirikan dan memimpin Partai Fasis Nasional. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Italia sejak Pawai ke Roma di tahun 1922 hingga pemecatannya di tahun 1943, dan merupakan "Duce" Fasisme Italia sejak penciptaan Fasci Pertarungan Italia (Fasci Italiani di Combattimento) di tahun 1919 hingga pembunuhannya di tahun 1945 oleh para pemberontak Italia. Saat menjadi diktator Italia dan pendiri fasisme, Mussolini banyak menginspirasi dan mendukung penyebaran gerakan fasis internasional pada masa antarperang.[2][3][4][5][6]

Mussolini pada awalnya merupakan seorang politikus sosialis dan wartawan koran berjudul Avanti!. Pada tahun 1912, ia menjadi anggota Direktorat Nasional Partai Sosialis Italia (PSI),[7] tetapi ia dikeluarkan dari partai karena menyokong intervensi militer dalam Perang Dunia I, yang berlawanan dengan sikap partai yang netral. Pada tahun 1914, Mussolini mendirikan sebuah terbitan baru, Il Popolo d'Italia, dan sempat menjadi tentara dalam Tentara Kerajaan Italia pada masa perang, hingga ia mengalami cedera dan dilepaskan pada tahun 1917. Setelah itu, Mussolini mencela PSI dan pemikirannya kini berpusat pada nasionalisme Italia, bukan lagi sosialisme. Ia kemudian menciptakan gerakan fasis yang justru menentang egalitarianisme[8] dan konflik kelas, malah sebaliknya: mendukung "nasionalisme revolusioner" yang mentransendensi garis kelas.[9] Pada 31 Oktober 1922, setelah Pawai ke Roma (28–30 Oktober), Mussolini diangkat sebagai Perdana Menteri oleh Raja Vittorio Emanuele III. Sampai saat itu, ia adalah orang termuda yang memegang jabatan tersebut. Setelah menghilangkan semua perlawanan politis melalui polisi rahasia serta pelarangan mogok kerja,[9] Mussolini dan pengikutnya kemudian menyatukan kekuasaan melalui pencanangan sejumlah hukum yang mengubah bangsa Italia menjadi kediktatoran satu partai. Dalam waktu lima tahun, Mussolini berhasil mendirikan otoritas kediktatoran baik dengan cara legal maupun ilegal. Setelah itu, ia berniat menciptakan sebuah negara totaliter. Pada tahun 1929, Mussolini menandatangani Perjanjian Lateran dengan Takhta Suci, menciptakan Kota Vatikan.

Kebijakan luar negeri Mussolini berpusat pada upaya pengembalian keagungan Imperium Romawi kuno, dengan cara memperbanyak koloni Italia serta memperluas zona pengaruh fasis. Pada tahun 1920an, ia memerintahkan Pasifikasi Libya, pengeboman Kerkira akibat sebuah insiden dengan Yunani, pendirian protektorat di Albania, serta memasukkan kota Fiume ke dalam negara Italia melalui sebuah perjanjian dengan Yugoslavia. Pada tahun 1936, Etiopia berhasil ditaklukkan setelah kalah dalam Perang Italia–Etiopia Kedua. Daerah tersebut kemudian disatukan ke dalam Afrika Timur Italia dengan Eritrea dan Somalia. Pada tahun 1939, tentara Italia menganeksasi Albania. Antara tahun 1936 dan 1939, Mussolini memerintahkan intervensi militer Italia di Spanyol, yang akhirnya sukses, menempatkan Francisco Franco di tampuk kepemimpinan pada masa Perang Sipil Spanyol. Italia di bawah Mussolini pada awalnya mencoba mencegah perang dunia kedua dengan mengirim tentara ke jalur gunung Brenner untuk memperlambat Anschluss. Negara ini juga terlibat dalam Front Stresa, Laporan Lytton, Perjanjian Lausanne, Pakta Empat Kekuatan, dan Persetujuan München. Akan tetapi, Italia kemudian menjauhkan diri dari Britania dan Prancis, dan bersikap lebih dekat dengan Jerman dan Jepang. Jerman menginvasi Polandia pada 1 September 1939, yang menimbulkan deklarasi perang oleh Prancis dan Britania Raya, dengan demikian memulai Perang Dunia II.

Pada 10 Juni 1940, Mussolini memutuskan untuk masuk dalam perang dari sisi Poros. Meskipun pada awalnya ia sukses, kegagalan Poros dalam berbagai front dan invasi Sekutu di Sisilia menyebabkan Mussolini kehilangan dukungan masyarakat dan anggota Partai Fasis. Sebagai hasilnya, pada dini hari 25 Juli 1943, Dewan Agung Fasisme mencanangkan mosi tidak percaya pada Mussolini. Di hari yang sama, Raja Vittorio Emanuele III memecatnya dari jabatan kepala pemerintahan, menahannya, lalu menggantikannya dengan Pietro Badoglio. Setelah raja setuju melakukan gencatan senjata dengan Sekutu, pada 12 September 1943, Mussolini diselamatkan dari penjara dalam serangan Gran Sasso oleh para parasutis Jerman dan komando Waffen-SS yang dipimpin oleh Mayor Otto-Harald Mors. Setelah bertemu dengan mantan diktator yang diturunkan itu, Adolf Hitler menempatkan Mussolini sebagai pimpinan rezim boneka di utara Italia bernama Republik Sosial Italia (bahasa Italia: Repubblica Sociale Italiana, RSI),[10] yang secara tidak resmi dikenal sebagai Republik Salo. Sebagai akibatnya, perang sipil meletus. Pada akhir bulan April 1945, sebelum akhirnya kalah secara total, Mussolini dan simpanannya Clara Petacci mencoba kabur ke Swiss, tetapi keduanya tertangkap oleh partisan komunis Italia dan langsung dieksekusi di hadapan regu tembak pada 28 April 1945 di dekat Danau Como. Jenazah Mussolini dan simpanannya kemudian dibawa pergi ke Milan, dan di sana kedua jenazah itu digantung terbalik di sebuah stasiun pengisian bahan bakar agar semua orang bisa melihat bahwa mereka sudah mati.[10]

Kehidupan awal

vernacular stone building, birthplace of Benito Mussolini, now a museum
Tempat kelahiran Benito Mussolini di Predappio; bangunan tersebut kini menampilkan pameran sejarah kontemporer

Mussolini lahir pada 29 Juli 1883 di Dovia di Predappio,[11] sebuah kota kecil di provinsi Forli di Romagna. Di masa depan, pada era fasis, Predappio disebut sebagai "kota kecil Duce", sementara Forli disebut sebagai "kota besar Duce". Orang-orang mengunjungi kedua kota itu untuk melihat tempat lahir Mussolini.

Ayah Benito, Alessandro Mussolini, adalah seorang pengrajin besi dan penganut sosialisme;[12] sementara ibunya, Rosa (nama belakang lahir Maltoni), adalah seorang guru sekolah Katolik taat.[13] Alessandro menamakan Benito dari presiden Meksiko liberal Benito Juárez, sementara nama tengahnya, Andrea dan Amilcare, diambil dari dua tokoh sosialis Italia, Andrea Costa dan Amilcare Cipriani.[14] Sebagai ganti atas penamaan ini yang dilakukan oleh ayahnya, sang ibu diperbolehkan membaptis Benito ketika ia masih bayi.[13] Benito adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia memiliki dua orang adik, Arnaldo dan Edvige.[15]

Pada masa mudanya, Benito kadang-kadang membantu ayahnya bekerja sebagai pengrajin besi.[16] Pandangan politik awal Mussolini sangat terpengaruh oleh ayahnya, yang sangat mengagumi tokoh-tokoh nasionalis Italia abad ke-19 dengan kecenderungan humanis seperti Carlo Pisacane, Giuseppe Mazzini, dan Giuseppe Garibaldi.[17] Ayahnya memiliki sudut pandang politik yang menggabungkan pemikiran tokoh anarkis seperti Carlo Cafiero dan Mikhail Bakunin, otoritarianisme militer Garibaldi, dengan nasionalisme Mazzini. Pada tahun 1902, dalam perayaan ulang tahun wafatnya Garibaldi, Mussolini berpidato memuji nasionalis republikan itu.[18]

Mussolini bersekolah di sebuah asrama yang diurus oleh pendeta Salesia. Meskipun ia memiliki sifat malu, ia sering berselisih dengan gurunya dan murid lain karena perilakunya yang sombong, mudah marah, dan kasar.[13] Dalam sebuah perselisihan, ia pernah menyakiti seorang teman kelas dengan pisau kertas dan akhirnya dihukum.[13] Setelah pindah ke sekolah baru yang tidak beragama resmi di Forlimpopoli, Mussolini mendapatkan nilai bagus dan dipuji oleh guru-gurunya meskipun perilakunya kasar, sampai-sampai mendapatkan kualifikasi sebagai guru sekolah dasar pada bulan Juli 1901.[13][19]

Pindah ke Swiss dan jasa militer

Dokumen Mussolini setelah ditangkap polisi pada tanggal 19 Juni 1903, Bern, Swiss

Pada tahun 1902, Mussolini pindah ke Swiss, antara lain untuk menghindari wajib militer.[12] Ia sempat bekerja sebagai seorang pengrajin batu di Jenewa, Fribourg dan Bern, tetapi tidak mampu mendapatkan pekerjaan tetap.

Pada masa ini, ia banyak mempelajari pemikiran-pemikiran filsuf Friedrich Nietzsche, ahli sosiologi Vilfredo Pareto, serta sindikalis Georges Sorel. Mussolini juga menyebut seorang sosialis Kristen, Charles Péguy, dan sindikalis Hubert Lagardelle sebagai dua tokoh yang memengaruhinya.[20] Ia amat terkesan membaca desakan Sorel untuk menyingkirkan demokrasi liberal dan kapitalisme dengan kekerasan, aksi langsung, mogok kerja, dan permainan emosi ala Neo-Machivellianisme.[12]

Mussolini kemudian aktif dalam gerakan sosialis Italia di Swiss. Ia bekerja di koran L'Avvenire del Lavoratore, mengatur rapat, dan berpidato kepada para buruh, sambil juga bekerja sebagai sekretaris serikat buruh di Lausanne.[21] Angelica Balabanoff dikatakan pernah mengenalkan Mussolini kepada Vladimir Lenin, yang kemudian mengkritik kaum sosialis Italia karena kehilangan Mussolini dari gerakan.[22] Pada tahun 1903, ia ditangkap polisi Bern karena mendukung aksi mogok kerja berkekerasan. Ia dipenjara selama dua minggu dan dideportasi ke Italia. Setelah dibebaskan, ia kembali ke Swiss.[23] Pada tahun 1904, setelah kembali ditangkap di Jenewa dan diusir karena memalsukan surat, Mussolini kembali ke Lausanne dan bersekolah di departemen ilmu sosial Universitas Lausanne, mengikuti kelas dari Vilfredo Pareto.[24] Pada tahun 1937, ketika ia menjadi perdana menteri Italia, Universitas Lausanne menobatkan gelar doktor honoris causa kepadanya dalam perayaan ulang tahun ke-400 universitas tersebut.[25]

Pada bulan Desember 1904, Mussolini kembali ke Italia setelah mendapatkan amnesti untuk kejahatan desersi tentara. Ia memang menghindari wajib militer dan pengadilannya dilakukan tanpa kehadirannya.[26] Sebagai salah satu syarat pembebasannya, ia harus bergabung dengan angkatan bersenjata. Jadi, ia bergabung dengan Korps Bersaglieri di Forli pada 30 Desember 1904.[27] Setelah menghabiskan dua tahun di militer (dari bulan Januari 1905 hingga September 1906), ia kembali mengajar.[28]

Wartawan politik, intelektual, dan sosialis

Pada bulan Februari 1909,[29] Mussolini kembali meninggalkan Italia, kini untuk menerima pekerjaan sebagai sekretaris partai buruh di kota berbahasa Italia bernama Trento, yang pada waktu itu masih bagian dari Austria-Hungaria (sekarang sudah terletak di dalam Italia). Ia juga bekerja di kantor Partai Sosialis terdekat, membantu penyuntingan koran partai berjudul L'Avvenire del Lavatore (Masa Depan Buruh). Setelah kembali ke Italia, ia sempat menghabiskan waktu di Milan, dan pada tahun 1910 ia kembali ke rumahnya di Forli, tempat ia menyunting terbitan mingguan berjudul Lotta di classe (Perjuangan Kelas).

Mussolini menganggap dirinya seorang intelektual. Pada masanya, ia memang dianggap rajin membaca. Pemikir-pemikir favoritnya dalam filsafat Eropa adalah antara lain Sorel, futuris Italia bernama Filippo Tommaso Marinetti, sosialis Prancis bernama Gustave Hervé, anarkis Italia Errico Malatesta, serta filsuf Jerman Friedrich Engels dan Karl Marx, para pendiri Marxisme.[30][31] Mussolini mengajarkan dirinya sendiri bahasa Prancis dan Jerman dan ia menerjemahkan potongan-potongan tulisan dari Nietzsche, Schopenhauer dan Kant.

Potret Mussolini di awal dekade 1900an

Pada masa ini, ia menerbitkan artikel berjudul "Il Trentino veduto da un Socialista" ("Trentino Sebagaimana Dipandang Seorang Sosialis") dalam majalah radikal berjudul La Voce.[32] Ia juga menulis beberapa esai tentang sastra Jerman, beberapa cerita, dan satu novel berjudul L'amante del Cardinale: Claudia Particella, romanzo storico (Simpanan Sang Uskup). Novel ini ia tulis bersama dengan Santi Corvaja dan diterbitkan sebagai buku seri dalam koran Trento bernama Il Popolo. Buku seri itu terbit bertahap dari tanggal 20 Januari hingga 11 Mei 1910.[33] Isi novel itu amat kritis terhadap kaum rohaniwan. Di masa depan, novel itu harus berhenti terbit setelah Mussolini berdamai dengan Vatikan.[12]

Ia kemudian menjadi salah satu sosialis paling terkenal di Italia. Pada bulan September 1911, Mussolini ikut dalam sebuah demonstrasi yang dipimpin oleh kaum sosialis untuk menentang perang Italia di Libya. Ia sangat menentang perang imperialis Italia dan penentangan ini menyebabkannya dipenjara selama lima bulan.[34] Setelah dibebaskan, ia mendorong pemecatan Ivanoe Bonomi dan Leonida Bissolati dari Partai Sosialis karena mereka berdua dianggap sebagai revisionis pendukung perang.

Atas bantuan pemecatan itu, ia kemudian dihadiahkan posisi editor dalam koran Partai Sosialis berjudul Avanti! Di bawah kepemimpinannya, sirkulasi koran ini segera naik dari 20.000 menjadi 100.000.[35] John Gunther, pada tahun 1940, menyebutnya sebagai "salah satu wartawan terbaik yang pernah hidup". Mussolini terus menjadi seorang wartawan ketika mempersiapkan Pawai ke Roma. Ia terus bekerja sebagai wartawan untuk Kantor Berita Hearst hingga tahun 1935.[22] Ia kenal dekat buku-buku Marxis. Di dalam berbagai tulisannya sendiri, ia tidak hanya mampu mengutip karya-karya Marxis yang terkenal, tetapi juga karya-karya yang relatif tidak dikenal orang.[36] Dalam periode ini, ini menganggap dirinya sendiri seorang Marxis dan ia menggambarkan Marx sebagai "teoris terhebat dalam sosialisme".[37]

Pada tahun 1913, ia menerbitkan Giovanni Hus, il veridico (Jan Hus, rasul sesungguhnya), sebuah biografi sejarah dan politik mengenai kehidupan dan misi reformer gereja Ceko, Jan Hus, serta para pengikutnya yang dijuluki kaum Husite. Dalam periode sosialis ini, Mussolini kadang menggunakan nama pena Vero Eretico ("kafir yang tulus").[38]

Mussolini menolak egalitarianisme, doktrin inti dalam sosialisme. Ia sangat terpengaruh oleh pemikiran anti-Kristen dan penyangkalan keberadaan Tuhan dari Nietzsche. Ia merasa bahwa sosialisme telah gagal, sebagaimana diperlihatkan kegagalan determinisme Marxis dan reformisme demokratik sosial. Ia percaya bahwa pemikiran Nietzsche dapat memperkuat sosialisme. Saat ia dekat dengan sosialisme, berbagai tulisan Mussolini menggambarkan bahwa ia telah meninggalkan Marxisme dan lebih mendukung konsep übermensch Nietzsche dan anti-egalitarianisme.

Dikeluarkan dari Partai Sosialis Italia

Mussolini sebagai direktur Avanti!

Saat Perang Dunia I mulai meletus, dua partai sosialis,yaitu Partai Demokrat Sosial Jerman dan Partai Sosialis dari Prancis mengumumkan dukungannya terhadap perang yang terjadi pada tanggal 4 Agustus 1914.[39] Waktu itu, para sosialis dari Austria, Britania, Prancis, dan Jerman yang sedang mengalami peningkatan nasionalisme menyokong keterlibatan negara mereka masing-masing dalam perang.[40] Meletusnya perang pun juga menyebabkan nasionalisme Italia meningkat tajam. Salah satu tokoh nasionalis Italia yang paling terkenal dan populer adalah Gabriele d'Annunzio, seorang pendukung perang yang menyokong konsep iredentisme Italia dan membantu merubah pandangan masyarakat Italia terhadap keterlibatan Italia dalam perang.[41]Dukungan ini juga diperkuat oleh Partai Liberal Italia di bawah kepemimpinan Paolo Boselli yang menyokong keterlibatan perang di pihak Sekutu dan melalui Societa Dante Alighieri untuk menyebarluaskan nasionalisme Italia.[42][43]Meskipun, kaum sosialis Italia masih memiliki suara yang berbeda terhadap dukungan mereka terhadap perang.[44] Sebelum Mussolini mengambil bagian dalam Perang Dunia I, sejumlah sindikalis revolusioner sudah menyatakan dukungannya terhadap perang, seperti Alceste de Ambris, Filippo Corridoni, Massimo Rocca dan Angelo Oliviero Olivetti.[45] Pada akhirnya, Partai Sosialis Italia mulai memutuskan untuk menentang perang setelah peristiwa pembunuhan demonstran antimiliter yang menyebabkan terjadinya peristiwa Pekan Merah.[46]

Pada awalnya, Mussolini mendukung keputusan partai untuk menolak perang. Dukungan ini ditunjukkannya dalam sebuah artikel yang ditulis pada bulan Agustus 1914. Mussolini menulis "Hentikan perang. Kami akan tetap netral." Akan tetapi, pandanganya berubah karena dia mulai memandang perang sebagai sebuah kesempatan, baik bagi dirinya sendiri, maupun bagi para sosialis dan orang Italia. Pandangan ini sangat terpengaruh dengan sentimen-sentimen anti-Austria yang dimiliki nasionalis di Italia sekaligus kepercayaanya bahwa perang dapat membantu Bangsa Italia di Austria-Hungaria terbebas dari kuasa monarki Habsburg. Pada akhirnya, ia memutuskan mendukung perang dan mengatakan bahwa ada kepentingan kaum sosialis untuk menurunkan kedua monarki Hohenzollern dan Habsburg di Jerman dan Austria-Hungaria yang menurutnya selalu menekan sosialisme.[47]

1918 group photo of Arditi corps showing daggers and black uniforms
Foto para anggota korps Italia bernama Arditi pada tahun 1918. Mereka memegang belati sebagai simbol kelompok mereka. Seragam hitam milik Arditi dan topi fez diadaptasi oleh Mussolini dalam pendirian gerakan fasis miliknya.

Mussolini kemudian mempertegas posisinya dengan mencela Blok Sentral. Ia mengatakan bahwa blok tersebut berisi para kekuasaan yang bersifat reaksioner karena banyak membuat rencana imperialis terhadap Belgia dan Serbia, dan dalam sejarahnya, terhadap Denmark, Prancis, dan pada akhirnya akan menyerang orang Italia karena ada ratusan ribu orang Italia yang berada di bawah monarki Habsburg. Ia berargumen bahwa kejatuhan monarki-monarki Habsburg bersama dengan represi terhadap Turki yang dinilai "reaksioner", dapat menciptakan situasi yang lebih ideal bagi kelas pekerja. IMeskipun ia mendukung Entente, namun dia tetap merespons sifat konservatif Kekaisaran Rusia dengan mengatakan bahwa mobilisasi yang dibutuhkan untuk perang akan melemahkan otoritarianisme reaksioner milik Rusia dan perang akan menimbulkan revolusi sosial di Rusia. Ia juga mengatakan, bahwa bagi Italia, perang akan menyelesaikan proses Penyatuan Italia dengan cara menyatukan orang Italia di Austria-Hungaria ke dalam Italia, serta memudahkan rakyat biasa Italia untuk berpartisipasi sebagai warga negara Italia dalam perang yang akan menjadi perang nasional pertama Italia. Dengan kata lain, ia mengklaim bahwa perubahan-perubahan sosial besar yang akan diberikan oleh perang membuat Perang Dunia Iharus didukung karena telah menjadi sebuah perang revolusi untuk Italia.[48]

Seiring dengan semakin kokohnya posisi Mussolini tentang perang, ia juga semakin sering berselisih dengan kaum sosialis yang menolak perang. Ia menyerang para oposisi perang dan mengklaim bahwa para proletariat pendukung pasifisme mengambi langkah yang salah terhadap dengan proletariat pendukung Vanguardisme yang sedang mempersiapkan Italia masuk dalam perang revolusi. Ia mulai mengkritik Partai Sosialis Italia dan sosialisme itu sendiri, yang menurutnya telah gagal mengenali masalah-masalah nasional yang menjadi penyebab meletusnya perang.[9] Atas sikapnya inilah, ia dikeluarkan dari partai.

Potongan tulisan di bawah ini adalah potongan laporan polisi yang dibuat oleh Inspektur Jenderal Keamanan Umum di Milan, G. Gasti, yang menggambarkan latar belakang dan posisi Mussolini terhadap perang dunia I yang berujung pada pemecatannya dari Partai Sosialis Italia. Sang Inspektur Jenderal menulis bahwa:

Profesor Benito Mussolini, ... 38, seorang sosialis revolusioner, memiliki rekaman kejahatan di polisi; kualifikasi sebagai guru sekolah dasar untuk mengajar di sekolah menengah; mantan sekretaris pertama dewan perwakilan di Cesena, Forli, dan Ravenna; setelah 1912, penyunting koran "Avanti!" yang dia terlihat kasar dan dikenal keras kepala. Pada bulan Oktober 1914, ia berselisih dengan direktorat partai Sosialis Italia karena ia mengadvokasikan posisi netralitas aktif sebagai bagian dari Italia dalam Perang Bangsa-bangsa, melawan sikap partai yang memilih absolut netra. Tanggal 12 bulan itu, ia menyatakan keluar dari direktorat Avanti! Kemudian pada tanggal 15 November 1915, ia mendirikan koran Il Popolo d'Italia, yang dia sokong — yang sifatnya sangat kontras dengan Avanti! dan di tengah polemik pahit terhadap koran itu dan para pendukung utamanya — yang berisi pendapat bahwa Italia harus terlibat dalam perang melawan militerisme Imperium-imperium Pusat. Untuk alasan ini, ia dianggap tidak cocok secara moral dan politik, dan partai kemudian memutuskan untuk memecatnya ... Kemudian ia ... sangat aktif mengampanyekan keterlibatan Italia dalam perang, yaitu dengan berpartisipasi dalam berbagai unjuk rasa di piazza dan menulis artikel-artikel kasar di koran Popolo d'Italia ...[49]

Dalam ringkasannya, sang Inspektur juga mencatat:

Ia adalah penyunting Avanti! yang ideal bagi para Sosialis. Dalam bidang pekerjaannya, ia amat dihormati dan dicintai. Beberapa mantan kamerad dan pengagumnya masih mengakui bahwa tidak ada orang lain yang lebih memahami cara menginterprestasikan jiwa proletariat dan tidak ada orang yang memandang pengkhianatannya dengan senang hati. Kemampuannya ini tidak didasarkan pada egoisme atau uang. Ia benar-benar seorang advokat yang tulus dan bersemangat, awalnya netral yang waspada dan penuh pertahanan, kemudian saat perang. Ia tidak percaya bahwa ia sedang berkompromi dengan kejujuran pribadil dan politiknya kalau ia harus menggunakan segala cara — tidak peduli cara seperti apa pun atau dari mana pun ia dapatkan cara itu — untuk mendanai korannya, programnya, dan aksinya. Ini adalah sikapnya. Sulit mengatakan sejauh apa kepercayaan sosialisnya (yang tidak pernah ia sangkal secara terbuka atau tertutup) telah dikorbankan demi mendapatkan kesepakatan-kesepakatan finansial penting yang tidak bisa dilepaskan kalau ia ingin meraih hasil perjuangannya ... Tetapi kalau diasumsikan bahwa pengorbanan itu terjadi ... Ia tetap selalu ingin menampilkan dirinya sebagai seorang sosialis, dan ia membohongi dirinya sendiri dengan berpikir ia masih seorang sosialis.[50]

Awal mula Fasisme dan jasa dalam Perang Dunia I

standing photo of Mussolini in 1917 as an Italian soldier
Mussolini sebagai seorang tentara Italia pada tahun 1917

Setelah dikeluarkan dari Partai Sosialis Italia karena mendukung keterlibatan Italia dalam perang, Mussolini melakukan sebuah perubahan radikal terhadap dirinya. Ia berhenti mendukung perjuangan kelas dan mulai mendukung nasionalisme revolusioner yang melampaui garis kelas.[9] Ia mendirikan koran yang mendukung keterlibatan perang berjudul Il Popolo d'Italia dan mendirikan Fascio Rivoluzionario d'Azione Internazionalista pada bulan Oktober 1914.[43] Dukungannya terhadap keterlibatan Italia dalam perang ini memudahkannya mendapatkan pendanaan dari Ansaldo (sebuah perusahaan senjata) dan perusahaan lainnya untuk mendirikan Il Popolo d'Italia yang bertujuan meyakinkan kaum sosialis dan pendukung revolusi lain untuk mendukung perang.[51] Sumber pendanaan dalam jumlah besar yang lain bagi pendukung Fasisme Mussolini datang dari Prancis sejak bulan Mei 1915. Salah satu sumber besar pendanaan dari Prancis ini diperkirakan adalah kaum sosialis Prancis yang menyokong kaum sosialis Italia yang ingin Italia masuk perang dari sisi Prancis.[52]

Pada 5 Desember 1914, Mussolini mencela sosialisme ortodoks karena gagal menyadari bahwa perang telah membuat identitas dan kesetiaan nasional lebih penting daripada perbedaan kelas.[9] Ia menggambarkan perubahan sikapnya dalam sebuah pidato yang mengakui negara sebagai sebuah entitas. Sebelum perang, ia menolak ide ini. Ia berkata:

Negara belum hilang. Dulu kita berpikir bahwa konsep ini benar-benar tidak ada maknanya. Kini, kita tahu bahwa negara muncul sebagai realitas jelas di depan mata kita! ... Kelas tidak dapat menghancurkan negara. Kelas menampilkan dirinya sendiri sebagai sekumpulan kepentingan — tetapi negara adalah sentimen sejarah, tradisi, bahasa, budaya, dan ras. Kelas dapat menjadi bagian penting negara, tetapi tidak sebaliknya.[53]
Perjuangan kelas adalah rumusan yang gagal, tidak efektif dan tidak menghasilkan apa-apa dalam sebuah masyarakat yang belum terintegrasi ke dalam batasan-batasan linguistik dan rasialnya — dalam sebuah masyarakat yang belum menyelesaikan masalah nasional secara tegas. Dalam masyarakat seperti itu, pergerakan kelas akan amat terbatasi oleh iklim sejarah yang tidak kondusif.[54]

Mussolini terus menggaungkan pendapatnya tentang kebutuhan sebuah elit yang berada di garda depan revolusioner untuk memimpin masyarakat. Ia tidak lagi mendukung garda depan proletar karena kini ia lebih mendukung sebuah garda depan yang dipimpin oleh orang-orang dinamis dan revolusioner dari kelas sosial apa pun.[54] Meski ia tidak mendukung sosialisme ortodoks maupun perjuangan kelas, ia tetap mengatakan bahwa dirinya adalah seorang sosialis nasionalis dan seorang pendukung warisan tokoh-tokoh sosialis nasionalis dalam sejarah Italia, seperti Giuseppe Garibaldi, Giuseppe Mazzini, dan Carlo Pisacane. Terkait Partai Sosialis Italia itu sendiri dan dukungannya terhadap sosialisme ortodoks, ia mengklaim bahwa kegagalannya sebagai seorang anggota partai untuk meremajakan dan mengubah partai tersebut untuk menyadari realitas kontemporer yang menunjukkan keputusasaan dari sosialisme ortodoks yang dia anggap kuno dan gagal.[55] Persepsi ini, bahwa sosialisme ortodoks sudah gagal sejak Perang Dunia I meletus, tidak hanya dipegang oleh Mussolini. Sosialis Italia yang mendukung keterlibatan perang lainnya seperti Filippo Corridoni dan Sergio Panunzio juga menolak Marxisme dan lebih mendukung keterlibatan perang.[56]

Mussolini sebagai bersagliere dalam Perang Dunia I

Pandangan-pandangan dan prinsip-prinsip politik dasar tersebut menjadi dasar gerakan politik yang baru dicetuskan Mussolini bernama Fasci d'Azione Rivoluzionaria pada tahun 1914. Kelompok ini menyebut diri mereka sebagai Fascisti (Fasis).[57] Pada waktu itu, kaum fasis belum memiliki kebijakan yang terintegrasi dan gerakan mereka juga masih sangat kecil sehingga tidak efektif saat menggelar pertemuan massal, dan terus diganggu otoritas pemerintah dan kaum sosialis ortodoks.[58] Antagonisme antara para pendukung perang, termasuk kaum fasis melawan kaum sosialis ortodoks berujung pada kekerasan antara kaum fasis dan kaum sosialis. Perlawanan dan serangan yang dilakukan oleh kaum sosialis revolusioner anti perang melawan kaum fasis dan pendukung perang lainnya sangat penuh kekerasan. Bahkan, para pendukung sosialisme demokratis yang menentang perang, seperti Anna Kuliscioff, mengatakan bahwa Partai Sosialis Italia sudah bergerak terlalu jauh dalam kampanye pembungkaman kebebasan berpendapat para pendukung perang. Perlawanan antara kaum fasis dan para sosialis revolusioner, membentuk pemikiran Mussolini tentang sifat fasisme: fasisme mendukung kekerasan politik.[59]

Mussolini kemudian bersekutu dengan politikus dan wartawan iredentis, Cesare Battisti.[60] Saat Perang Dunia I meletus, Mussolini, seperti banyak kaum nasionalis Italia lainnya memutuskan pergi berperang dengan sukarela. Ia tidak diizinkan berangkat karena kedekatannya dengan sosialisme radikal dan diperintahkan menunggu panggilan sebagai pasukan cadangan. Ia dipanggil pada 31 Agustus dan melapor dengan unit lamanya, Bersaglieri. Setelah melewati kursus untuk mengingat pengalaman berperang selama dua minggu, ia dikirim ke lini depamIsonzo. Di sana, ia turut berjuang dalam Pertempuran Kedua Isonzo di bulan September 1915. Unitnya juga bertempur dalam Pertempuran Ketiga Isonzo di bulan Oktober 1915.[61]

Laporan Sang Inspektur Jenderal berlanjut:

Ia dipromosikan menjadi korporal "atas jasanya dalam perang". Promosi ini direkomendasikan karena kualita perilaku dan kemampuan bertarungnya yang patut dicontoh, ketenangan mentalnya dan sikapnya yang tidak peduli kalau merasa tidak nyaman; semangat dan disiplinnya saat mengerjakan tugas. Dia selalu menjadi orang pertama yang menyelesaikan tugas yang memerlukan kerja keras dan keteguhan hati.[35]

Pengalaman militer Mussolini diceritakan dalam karyanya, Diario di guerra. Ia menghabiskan total waktu sembilan bulan dalam dan aktif dalam perang parit di lini depan. Pada waktu ini, ia juga terkena demam paratipus.[62] Karier militernya berakhir begitu saja di bulan Februari 1917, saat ia cedera akibat ledakan bom mortir saat berada di parit. Sekitar 40 serpihan besi memasuki tubuhnya sehingga perlu dievakuasi dari garis depan.[61][62] Ia kemudian keluar dari rumah sakit pada bulan Agustus 1917 dan melanjutkan jabatannya sebagai kepala penyunting untuk koran barunya, Il Popolo d'Italia.Bersama koran ini Ia menulis tentang kritiknya terhadap para orang yang kontra terhadap intervensi Italia untuk perang.[63]

Pada 25 Desember 1915, ia menikah dengan saudari setanah airnya, Rachele Guidi, di Treviglio. Rachele melahirkan seorang anak perempuan bernama Edda, di Forli pada tahun 1910. Pada tahun 1915, ia mendapatkan seorang anak lelaki dengan Ida Dalser, seorang perempuan yang lahir di Sopramonte, sebuah desa dekat Trento.[14][19][64] Ia mengakui anak yang bernama Benito Albimo di mata hukum pada 11 Januari 1916 dan juga berjanji mengirim uang berjumlah 200 lira setiap bulannya.[65] .

Pembentukan Partai Fasis Nasional

Setelah ia kembali dari pengabdian militer di pihak kaum Sekutu dalam Perang Dunia I. Hampir tidak ada yang tersisa dari Mussolinib sebagai seorang sosialis. Kini, ia memegang teguh pandangan bahwa sosialisme sebagai doktrin sudah gagal total. Pada tahun 1917, Mussolini memulai kariernya di dunia politik dengan bantuan gaji mingguan sebesar £100 (sama dengan £7.100 di tahun 2020) dari agen keamanan Britania, MI5. Ia ditugaskan menjaga agar para demonstran anti perang tetap di rumah dan propaganda mendukung perang terus diterbitkan. Bantuan finansial ini disetujui oleh Sir Samuel Hoare yang ditempatkan di Italia ketika Britania takut bahwa negara tersebut tidak stabil sebagai sekutu dan gerakan anti perang akan menyebabkan mogok kerja di pabrik.[66] Pada awal tahun 1918, Mussolini menyerukan kemunculan seseorang "yang cukup bengis dan energetik untuk menyapu bersih" agar bisa memmbangkitkan kembali bangsa Italia.[67] Pada tahun 1919, Mussolini berkata: "Sosialisme sebagai doktrin sudah mati; masih terus ada hanya sebagai dendam."[68] Pada 23 Maret 1919, Mussolini membentuk kembali fascio sebagai Fasci Italiani di Combattimento.[69]

Partai fasis memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan Partai Sosialis yang dimulai dengan sebuah konflik atas penyerangan Partai Fasis terhadap kantor koran Avanti yang merupakan milik partai sosialis. Peristiwa ini menewaskan 3 orang pada tanggal 15 April 1919.[70] Selain itu, saat Partai fasis juga gagal meraih kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Italia pada pemlihan yang berlangsung pada bulan November 2019 dengan calon mereka, seperti Mussolini dan Arturo Toscanini. Mayoritas kursi dimenangkan oleh Partai sosialis dan Partai liberal Italia diikuti partai baru bernama Partito Popolare Italiano yang didirkan dan dipimpin oleh Luigi Sturzo. Perolehan suara yang dimiliki oleh Mussolini hanya mengumpulkan 4064 suara yang berbeda jauh dengan rivalnya dari Partai Sosiali, yaitu Filippo Turati yang berhasil mengumpulkan 180.000 suara di Milan. Kekalahan ini digunakan sebagai bahan untuk meperolok Mussolini dengan cara menyiapkan sebuah mayat palsu yang diproyeksikan sebagai Mussolini dengan diparadekan sepanjang jalan di Milan serta didoakan. Poster-poster juga disebar untuk memperlihatkan kekalahan telak antara Mussolini dan Turati. Akibat kekalahan ini dan olokan-olokan yang diterimannya ini, Mussolini mengalami kehilangan semangat terhadap fasisme sampai dia berkata " Fasisme menemui jalan buntu" . Para anggota kabinet juga berpencar karena dipenjara atau menghilang.[71] Pada masa ini, anggota partai fasis berkurang hingga mencapai 4000 orang.[72]

Kemunduran partai Fasisme hanya bersifat sementara karena dia akhirnya terinspirasi oleh Annunzio untuk menyadari bahwa kekalahannya di pemilihan umum dapat direbut kembali dengan serangan brutal.[72] Kesadaran ini bermula ketika melihat kemenangan atas perebutan Fiume oleh Annunzio pada tanggal 12 September 1919 dengan hanya membawa 186 pemberontak tentara italia yang pada akhir kemenangan mencapai 2000 orang.[73] Dia berhasil menguasai menguasai kota tersebut selama 15 bulan sebelum pada akhirnya dibom keluar oleh Angkatan Laut Italia.[74] Selama menjadi pemimpin dari Fiume, Annunzio menerapkan beberapa hal seperti salut gaya roma, militer berseragam serba hitam, mantra“Eia, eia, eia! Alala!” dan julukan sebagai ‘il Duce’ yang diadopsi oleh Mussolini dalam periode pemerintahan fasismenya.[75]

the Fasci italiani di combattimento manifesto as published in Il Popolo d'Italia on 6 Juni 1919
Program politik Fasci italiani di combattimento, sebagaimana tampil dalam "Il Popolo d'Italia", 6 Juni 1919
color map of Italy in red claimed by Fascists in the 1930s
Daerah etnis Italia yang diklaim oleh iredentisme Italia pada tahun 1930an: hijau Nice, Ticino dan Dalmasia; merah Malta; ungu Korsika. Savoia dan Corfu diklaim belakangan.

Dasar ideologis fasisme datang dari beberapa sumber. Mussolini menggunakan karya-karya Plato, Georges Sorel, Nietzsche, dan pemikiran-pemikiran ekonomis Vilfredo Pareto, untuk mengembangkan fasisme. Mussolini mengagumi buku Republik karya Plato, yang sering ia baca sebagai inspirasi. Buku tersebut menggambarkan sejumlah ide yang disokong oleh fasisme, seperti kepemimpinan oleh sekelompok elit yang mengedepankan negara sebagai tujuan akhir; perlawanan terhadap demokrasi; perlindungan sistem kelas dan kolaborasi kelas; penolakan egalitarianisme; militerisasi negara dengan penciptaan kelas pejuang; meminta warga untuk melakukan tanggung jawab sipil terhadap negara; serta menggunakan turut campur negara dalam sistem pendidikan untuk mengembangkan pejuang-pejuang serta pemimpin negara di masa depan.[76] Plato adalah seorang idealis yang berfokus pada pencapaian keadilan dan moralitas, sementara Mussolini dan fasisme bersifat realis, yang lebih berfokus pada pencapaian sasaran-sasaran politik.[77]

Konsep kebijakan luar negeri Mussolini adalah spazio vitale (ruang vital), semacam konsep dalam Fasisme yang mirip dengan Lebensraum dalam sosialisme nasional Jerman.[78] Konsep ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1919, ketika pada masa itu daerah Mediterania, terutama Venezia Giulia, didefinisikan kembali agar tampak seperti daerah kesatuan yang sudah termasuk dalam Italia sejak Italia masih berbentuk provinsi Romawi kuno[79][80] dan diklaim berada di bawah lingkaran pengaruh Italia. Hak mengkolonisasi daerah etnis Slovenia dan Mediterania yang dikatakan diisi oleh orang-orang yang belum berkembang dibenarkan dengan alasan bahwa Italia konon sedang mengalami overpopulasi.[81]

Mussolini meminjam ide yang pertama kali dikembangkan oleh Enrico Corradini sebelum 1914, bahwa ada semacam konflik alamiah antara negara-negara "plutokrasi" seperti Britania dan negara-negara "proletariat" seperti Italia. Ia kemudian mengklaim bahwa masalah utama Italia adalah bahwa negara-negara "plutokratis" seperti Britania, sedang menutupi jalan Italia menuju ruang vital yang dibutuhkan untuk mengembangkan ekonomi Italia.[82] Mussolini menyamakan kemampuan perkembangan ekonomi sebuah negara dengan luas daerah negara tersebut. Maka, dalam pandangannya, masalah kemiskinan di Italia hanya dapat diselesaikan setelah menguasai spazio vitale yang dibutuhkan itu.[83]Meskipun rasisme biologis tidak terlalu dikedepankan dalam fasisme, daripada dalam Sosialisme Nasional, sejak awal konsep spazio vitale sudah diterima secara rasis oleh masyarakat. Mussolini menekankan bahwa ada semacam "hukum alami" bagi orang-orang yang lebih kuat dan mereka boleh menguasai dan mendominasi masyarakat-masyarakat "inferior" seperti orang-orang Slavik "barbarik" yang hidup di Yugoslavia. Dalam sebuah pidato bulan September 1920, ia mengatakan:

Ketika berurusan dengan ras yang seperti Slavik itu, inferior dan barbar, kita tidak boleh terus menawarkan imbalan bagi mereka, kita juga harus memberikan hukuman ... Kita tidak boleh takut pengorbanan ... Perbatasan Italia harus mencapai jalur Brenner, Monte Nevoso, dan Pegunungan Alpen Dinari ... Aku berkata, kita bisa dengan mudah mengorbankan 500.000 orang Slav barbar untuk kepentingan 50.000 orang Italia ...

— Benito Mussolini, pidato di Pola, 20 September 1920[84][85]

Saat Italia mengokupasi daerah-daerah yang dulunya menjadi bagian dari negara Austria-Hungaria antara tahun 1918 hingga 1920, 500 kelomopk masyarakat "Slav" (seperti Sokol) dan sejumlah perpustakaan ("ruang baca") menjadi dilarang. Pelarangan ini kemudian dicanangkan dalam Hukum Berkumpul (1925), Hukum Demonstrasi Publik (1926) dan Hukum Ketertiban Masyarakat (1926). Setelah hukum-hukum itu dicanangkan, sebuah lyceum klasik di Pazin yang berada dalam sekolah menengah atas di Voloska ditutup, bersama dengan 500 sekolah dasar Slovenia dan Kroasia lainnya.[86] Seribu guru "Slav" dibuang paksa ke Sardinia dan Italia Selatan.

Mussolini di tahun 1920an

Dengan cara yang sama, Mussolini berpendapat bahwa Italia memang harus menjalankan kebijakan imperialis di Afrika karena ia memandang orang kulit hitam "lebih rendah" daripada orang kulit putih.[87] Mussolini mengklaim bahwa dunia dapat dibagi berdasarkan hirarki ras dan sejarah tidak lebih dari sekadar perjuangan Darwinian untuk meraih kekuasaan dan teritori antarras.[87] Mussolini—turut dengan gerakan eugenika di Amerika Serikat dan Britania Raya, dan negara dan koloni Eropa lainnya pada masa yang sama, seperti Brazil—menganggap tingkat kelahiran yang tinggi di Afrika dan Asia sebagai ancaman terhadap "ras kulit putih". Ia sering menanyakan pertanyaan retoris: "Apakah para kulit hitam dan kulit kuning itu sudah di pintu kita?" yang harus dijawab dengan, "Ya, mereka sudah ada!" Mussolini percaya bahwa Amerika Serikat akan mengalami kehancurannya karena orang kulit hitam Amerika lebih banyak daripada kulit putih; dengan demikian, orang kulit hitam akan menguasai Amerika Serikat dan merendahkan negara itu ke tingkatan mereka. Fakta bahwa Italia mengalami overpopulasi dianggap sebagai bukti vitalitas budaya dan jiwa orang Italia, yang kemudian dijadikan dasar untuk mendirikan koloni di daerah-daerah yang menurut Mussolini, secara sejarah, memang punya Italia, pewaris Imperium Romawi. Dalam cara pikir Mussolini, demografi menentukan takdir. Negara-negara dengan populasi yang tinggi adalah negara-negara yang ditakdirkan untuk menaklukkan negara lainnya. Negara dengan populasi rendah adalah negara yang ditakdirkan mati. Maka, natalisme menjadi sangat penting bagi Mussolini karena ia menganggap bahwa hanya peningkatan tingkat kelahiran yang mampu memastikan kedigdayaan Italia dan mengamankan spazio vitale. Menurut penghitungan Mussolini, agar dapat turut dalam perang besar, Italia harus mencapai populasi sejumlah 60 juta orang. Ia kerap menuntut perempuan Italia agar memiliki lebih banyak anak demi mencapai angka itu.[87]

Mussolini dan kaum fasis dapat beraktivitas sebagai revolusioner dan tradisionalis pada waktu yang bersamaan.[88][89] Pada masa itu kelompok ini masih begitu asing bagi iklim politik waktu itu dan banyak penulis yang menempatkan mereka dalam "Jalur Ketiga".[90] Kaum Fasis yang dipimpin oleh salah satu orang tangan kanan Mussolini, Dino Grandi menciptakan pasukan bersenjata veteran perang bernama Camicia nera (Squadrismo) yang bertujuan untuk menertibkan jalan-jalan Italia secara bengis. Pasukan Camicia nera ini berselisih dengan para komunis, sosialis dan anarkis dalam parade dan demonstrasi. Semua fraksi-fraksi itu juga berselisih dengan satu sama lain. Pemerintah Italia jarang ikut campur dalam aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok ini karena ketakutan atas ancaman dan ketakutan meluas akan terjadi revolusi komunis. Kaum fasis tumbuh dengan cepat. Dalam dua tahun, mereka berkembang menjadi Partai Fasis Nasional dalam sebuah kongres di Roma. Pada pemilihan pada bulan Mei 1921, Mussolini memenangkan pemilihan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Italia untuk pertama kali.[91] Sementara itu, dari sekitar tahun 1911 hingga 1938, Mussolini sering berselingkuh dengan penulis dan akademisi Yahudi, Margherita Sarfatti, yang pada masanya dikenal sebagai "Ibu Yahudi dari Fasisme".[92]

Pawai ke Roma

Mussolini dan para Quadrumviri saat Pawai ke Roma di tahun 1922. Dari kiri ke kanan: Michele Bianchi, Emilio De Bono, Italo Balbo, dan Cesare Maria De Vecchi

Pada musim semi tahun 1922, Mussolini mengancam untuk mengirim 300. 000 pasukan untuk menguasai Roma yang sebenarnya hanya sebuah gertakan karena malam harinya antara tanggal 27 dan 28 Oktober 1922, hanya sekitar 30.000 orang saja yang berkumpul di Roma.[93] Mereka menuntut mundur Perdana Menteri liberal Luigi Facta dan pendirian pemerintah fasis baru. Setelah Facta pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perdana menteri, Raja kemudian memberikan kekuasaan kepada Mussolini (yang tetap berada di markasnya pada saat negosiasi) dengan cara memintanya membentuk pemerintahan baru.[94] Pada pagi hari 28 Oktober, Raja Vittorio Emanuele III, yang memegang tampuk kekuasaan militer tertinggi menurut Statuto Albertino, menolak permintaan pemerintah untuk mendeklarasikan darurat militer. Keputusan kontroversial Raja ini oleh para sejarawan dianggap bermula dari semacam campuran antara kebodohan dan ketakutan. Mussolini memang mendapatkan dukungan luas di kalangan militer dan elit industrial dan pertanian, sementara Raja dan kaum konservatif takut akan perang sipil dan pada akhirnya berpikir mereka bisa menggunakan Mussolini untuk mengembalikan hukum dan ketertiban. Mereka gagal melihat bahaya perkembangan totalitarian.[95]

Penobatan sebagai Perdana Menteri

Model Patung Mussolini di Bologna oleh Giuseppe Graziosi

Mussolini berangkat ke Roma menggunakan kereta api pada tanggal 29 Oktober 1922 untuk menerima penunjukan dirinya sebagai perdana menteri setelah menolak pemerintahan yang dipimpin oleh Antonio Salandra. Pementukan italia sebagai negara fasis dirayakan dengan sebuah pawai yang dilakukan oleh Camicia nera keesokan harinya.[96] Sebuah patung Mussolini menaiki kuda juga didirikan sebagai peringatan atas peristiwa ini.[97] Patung tersebut merupakan hasil sumbangan dari para pegawai negeri Provinsi Bologna pada saat itu yang menyumbang 10 lira untuk setiap orangnya.[98]

Sebagai Perdana Menteri, tahun-tahun pertama kepemimpinan Mussolini masih berisi koalisi sayap kanan yang terdiri dari empat belas kementerian yang terdiri kaum fasis, demokrat baik sosialis dan kristen serta liberal. Kaum fasis masih minoritas karena hanya terdiri dari empat kementrian dengan Mussolini mengambil tiga posisi sekaligus, yaitu urusan dalam dan luar negeri serta presiden dewan. Kursi fasis lainnya dijabat oleh Aldo Oviglio sebagai menteri keuangan, Giovanni Giuriati sebagai menteri provinsi merdeka dan Alberto de Stefani sebagai Menteri Keadilan.[99]

Karena posisinya yang baru sebagai perdana menteri, kepemimpinan dan penyuntingan surat kabar Il Popolo d'Italia diambil alih Arnaldo. Selama dipimpin oleh Arnaldo, surat kabar ini menjadi corong pemberitaan pencapaian-pencapain fasis sekaligus penyokong utama dari fasisme yang dijalankan oleh Mussolini.[100] Selain itu, untuk menguatkan fasisme, Mussolini memulainya dengan mengajukan pelaksaan kebijakaan keadaan darurat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Italia dengan sebuah pidato yang berisi ancaman dengan kekuatan yang dimiliki oleh Camicia nera. Pengambilan ini bersifat legal dalam konstitusi Italia pada waktu itu dengan 306 suara setuju dan 116 suara menolak. Durasi keadaan darurat berlangsung selama setahun yang dimulai dari bulan November 1922.[99]

Kemudian Mussolini mendirikan Dewan Agung Fasisme pada bulan Desember 1922 yang baru diumumkan pembentukannya oleh surat kabar Il Popolo d'Italia pada 12 Januari 1923 yang direncanakan melakukan konvensi rutin sebulan sekali.[101] Kemudian Ia juga mengintegrasikan pasukan pribadinya yaitu Camicia Nera menjadi anggota militer resmi, yaitu Milizia Volontaria per la Sicurezza Nazionale pada tanggal 1 Februari 1923.[102] Karena peresmian ini, pasukan sebelumnya yang bersift swasta menjadi pasukan militer yang digaji negara dengan sumpah setia terhadap Mussolini [99] Meskipun akibat krisis matteoti, seluruh bagian dari pasukan ini harus mengucap sumpah setia terhadap raja dan dipimpin oleh veteran tentara sekaligus penyerahan urusan kementerian dalam negeri kepada Luigi federzoni.[103] Pada tahun yang sama, Mussolini juga mengirim tentara Italia untuk menginvasi Corfu dalam peristiwa Corfu. Kejadian ini disebabkan karena utusan italia yang dikirim untuk menyelesaikan sengketa wilayah antara Albania dan Yunani dibunuh di wilayah Yunani.[104] Pada akhirnya, Yunani melakukan banding terhadap Liga Bangsa-bangsa atas ancaman pengeboman angkatan laut Italia dengan Yunani harus membayar indemnitas.[105]

Dia juga melakukan penyetaraan bertahap partai dengan negara. Dalam ekonomi politik dan sosial, ia mencanangkan hukum yang lebih mendukung kelas industrial dan pertanian kaya — terlihat dalam kebijakan-kebijakan yang mendukung swastanisasi, liberalisasi hukum sewa, dan pembongkaran serikat buruh.

Hukum Acerbo

Socialist leader Giacomo Matteotti headshot in suit and tie
Pemimpin sosialis, Giacomo Matteotti, dibunuh beberapa hari setelah ia mencela secara terbuka kekerasan yang dilakukan oleh para fasis dalam pemilihan umum 1924.

Pada bulan Juni 1923, pemerintah mencanangkan Hukum Acerbo, yang mengubah Italia menjadi satu konstituensi nasional. Hukum ini juga memberikan mayoritas dua per tiga bangku di parlemen kepada partai atau kelompok partai yang menerima setidaknya 25% suara.[106] Pada awal perencanaan, hukum ini mendapatkan dukungan dari Giovanni Giolitti dan tokoh liberal lainnya seperti Salandra dan Vittorio Emanuele Orlando dengan penolakan hadir yang dri Partito Popolare Italiano yang mengajukan minimum suara dinaikkan menjadi 45% suara. Walaupun penolakan hadir dari partai tersebut, pada akhirnya partai tersebut juga ikut memberikan suara abstain bersamaan dengan Sosialis. Hasil akhir suara menunjukkan 303 suara setuju melawan 14o suara menolak dengan suara dari dewan sejumlah 165 melawan 41 suara. Pada akhirnya hukum ini diterapkan pada tanggal 18 November 1923. Hukum ini berlaku dalam pemilihan umum 6 April 1924 dengan memenangkan 64% suara.[107]

Kekerasan squadristi

Pembunuhan deputi sosialis, Giacomo Matteotti, yang meminta pemilihan umum dibatalkan karena ketidakjelasan,[108] sempat menimbulkan krisis dalam pemerintahan Mussolini. Mussolini memerintahkan penutupan insiden yang sesungguhnya, tetapi ada saksi yang menyaksikan mobil yang digunakan untuk memindahkan jasad Matteotti terparkir di depan rumah Matteotti. Kesaksian ini membuat jelas bahwa Amerigo Dumini ada hubungannya dengan pembunuhan tersebut.

Mussolini kemudian menyatakan bahwa sejumlah lelaki keras kepala dapat mengubah opini publik dan memulai kudeta yang akan menghilangkan fasisme. Dumini kemudian dipenjara selama dua tahun. Saat dibebaskan, Dumini konon berbicara kepada sejumlah orang bahwa Mussolini bertanggung jawab. Untuk itu, waktu penjaranya ditambah.

Partai oposisi bersikap lemah atau secara umum tidak responsif. Banyak kaum sosialis, liberal, dan moderat yang memboikot Parlemen dalam Pengunduran diri Aventine, mencoba memaksa Raja Victor untuk memecat Mussolini.

Pada 31 Desember 1924, perwakilan Baju Hitam bertemu dengan Mussolini dan memberikannya sebuah ultimatum. Hancurkan oposisi, atau mereka akan melakukannya tanpa Mussolini. Ia takut akan revolusi oleh kaum militannya sendiri dan Mussolini langsung membuka topeng demokrasi.[109] Pada 3 Januari 1925, di depan dewan perwakilan, ia membuat sebuah pidato kasar yang didalamnya ia mengaku bertanggung jawab terhadap kekerasan yang dilakukan oleh baju hitam (meskipun ia tidak mengakui pembunuhan Matteotti).[110] Akan tetapi, ia tidak membubarkan baju hitam hingga tahun 1927.[22]

Italia fasis

Inovasi organisasional

Sejarawan Amerika-Jerman, Konrad Jarausch, berpendapat bahwa Mussolini memrakarsai sejumlah inovasi politis yang memperkuat fasisme di Eropa. Pertama-tama, ia tidak hanya sekedar menjanjikan bahwa bangsa Italia akan terbarukan kembali; ia membuktikan bahwa gerakannya benar-benar dapat mengambil kekuasaan dan mengoperasikan pemerintahan fasis yang komprehensif di sebuah negara besar. Kedua, pergerakannya mengklaim bahwa mereka mewakili seluruh negeri, tidak hanya sebagian, seperti misalnya kelas pekerja atau aristokrasi. Ia amat berupaya untuk merangkul elemen Katolik yang sebelumnya teralienasi. Ia mendefinisikan peranan publik bagi sektor-sektor utama bisnis dan tidak melepaskannya begitu saja di balik layar. Ketiga, ia berhasil mengembangkan kultus kepemimpinan satu orang yang memfokuskan perhatian media massa dan perdebatan nasional khusus kepada kepribadian dirinya. Sebagai mantan wartawan, Mussolini ternyata sangat berbakat mengeksploitasi semua bentuk media massa, termasuk bentuk-bentuk baru seperti gambar bergerak dan radio. Keempat, ia menciptakan sebuah partai berkeanggotaan massal dengan program-program gratis bagi para lelaki dan perempuan muda serta kelompok-kelompok lainnya. Dengan demikian, ia dapat dengan mudah memobilisasi dan memantau mereka semua. Ia membubarkan semua formasi dan partai politik alternatif lain (meskipun pembubaran semacam ini bukanlah sebuah inovasi). Seperti semua diktator, ia banyak menggunakan ancaman kekerasan ekstrayudisial, termasuk kekerasan oleh Baju Hitam, untuk menakut-nakuti para lawannya.[111]

Negara polisi

Benito Mussolini seated portrait in suit and tie facing left
Mussolini dalam tahun-tahun pertamanya berkuasa

Antara tahun 1925 dan 1927, Mussolini secara bertahap menghapuskan semua pembatasan konstitusional maupun biasa terhadap kekuasaannya dan membangun sebuah negara polisi. Sebuah hukum yang dicanangkan pada 24 Desember 1925 (hari malam Natal bagi negara Italia yang mayoritas beragama Katolik Roma) mengubah jabatan formal Mussolini dari "Presiden Dewan Menteri" menjadi "Kepala Pemerintahan", meskipun ia masih dipanggil "Perdana Menteri" oleh kebanyakan sumber berita di luar Italia. Ia tidak lagi bertanggung jawab kepada Parlemen dan hanya dapat dipecat oleh Raja. Meskipun konstitusi Italia menyatakan bahwa menteri hanya bertanggung jawab kepada raja, dalam praktiknya hampir tidak mungkin terjadi pencanangan hukum yang melawan keinginan langsung Parlemen. Hukum malam Natal tersebut menghentikan praktik ini dan menempatkan jabatan Mussolini sebagai jabatan satu-satunya yang mampu menentukan agenda Parlemen. Hukum ini mengubah pemerintahan ini secara de facto menjadi sebuah kediktatoran legal. Otonomi daerah dihentikan dan podesta yang dinobatkan oleh Senat Italia menggantikan walikota dan dewan perwakilan terpilih.

Pada 7 April 1926, Mussolini selamat dari percobaan pembunuhan oleh Violet Gibson, seorang perempuan Irlandia, anak dari Lord Ashbourne, yang dideportasi setelah penangkapan anaknya.[112] Pada 31 Oktober 1926, Anteo Zamboni, seorang anak lelaki berumur 15 tahun, mencoba menembak Mussolini di Bologna. Zamboni kemudian dibunuh di tempat.[113][114] Ia juga selamat dari percobaan pembunuhan di Roma oleh seorang anarkis bernama Gino Lucetti,[115] serta percobaan lain lagi oleh seorang anarkis Italia bernama Michele Schirru,[116] yang berujung pada penangkapan dan eksekusi Schirru.[117] Setelah percobaan pembunuhan Sambut, semua partai lain dibuat ilegal di Italia. Hukum ini dicanangkan pada tahun 1926, meskipun Italia pada dasarnya sudah menjadi negara satu partai sejak 1925 (tergantung sumber, berdasarkan pidatonya kepada DPR di bulan Januari atau pencanangan hukum malam Natal). Pada tahun 198, sebuah hukum elektoral membatalkan semua pemilihan parlementer. Dewan Besar Fasisme kemudian memilih satu daftar kandidat yang akan disetujui melalui plebisit. Dewan Besar ini diciptakan lima tahun sebelumnya sebagai badan partai, tetapi kemudian "dibuat konstitusional" dan diberikan otoritas konstitusional tertinggi di negara. Di atas kertas, Dewan Besar ini memiliki kekuasaan untuk merekomendasikan pemecatan Mussolini dari jabatannya, dan dengan demikian merupakan satu-satunya cek kekuasaan yang dihadapi Mussolini. Akan tetapi, hanya Mussolini yang dapat menggelar Dewan Besar dan menentukan agendanya. Untuk mengendalikan daerah Selatan, terutama Sisilia, Mussolini menobatkan Cesare Mori sebagai prefek kota Palermo, yang ditugaskan untuk menghabisi Mafia Sisilia dengan cara apa pun. Dalam sebuah telegram kepada Mori, ia menulis:

Yang Mulia memiliki kartu kosong. Otoritas Negara harus secara absolut, saya ulangi harus secara absolut, didirikan kembali di Sisilia. Apabila hukum yang ada mengganggu Anda, ini tidak menjadi masalah, kita akan buat hukum baru.[118]

Mori tanpa tedeng aling-aling langsung memblokir berbagai kota, menggunakan penyiksaan, dan menculik perempuan dan anak-anak agar orang-orang yang dituduh mau menyerah. Berbagai metode ini membuatnya dijuluki "Prefek Besi". Pada tahun 1927, penelitian Mori mendapatkan bukti bahwa terjadi kolusi antara mafia dan pemerintahan fasis. Pada tahun 1929, ia dibebastugaskan atas alasan durasi kerja; pada tahun itu, jumlah pembunuhan di provinsi Palermo telah berkurang dari 200 menjadi 23. Mussolini kemudian menominasi Mori sebagai seorang senator, dan propaganda fasis mengklaim bahwa mafia telah dikalahkan.[119]

Sesuai dengan hukum pemilihan umum yang baru, pemilihan umum berbentuk plebisit. Para pemilih diberikan sebuah daftar yang anggotanya terdominasi Partai Fasis Nasional. Menurut angka resmi, daftar tersebut disetujui 98,43% pemilih.

"Pasifikasi Libya"

Pada tahun 1919, negara Italia mencanangkan sejumlah reformasi liberal di Libya yang memperbolehkan pendidikan bagi kaum Arab dan berbaur dan membuka kemungkinan bagi masyarakat Libya bahwa mereka akan dianggap sebagai warga negara Italia.[120] Giuseppe Volpi, yang diangkat sebagai gubernur di tahun 1921, tetap diperbolehkan menjabat oleh Musolini. Ia menghapus semua hukum yang menawarkan kesetaraan bagi orang Libya.[120] Pencanangan sebuah kebijakan menyita lahan dari orang Libya untuk diberikan kepada para kolonis Italia menggairahkan kembali semangat resistensi Libya, dipimpin oleh Omar Mukhtar. Pada Pasifikasi Libya yang kemudian terjadi, rezim fasis melakukan genosida untuk membunuh sebanyak-banyaknya orang Libya.[120][121] Lebih dari setengah populasi Sirenaika dijebloskan dalam 15 kamp konsentrasi pada tahun 1935. Sementara itu, Angkatan Udara Kerajaan Italia mengadakan serangan perang kimia melawan orang Badui Arab[122] Pada 20 Juni 1930, Marsekal Pietro Badoglio menulis kepada Jenderal Rodolfo Graziani:

Untuk strategi umum, kita perlu menciptakan perbedaan yang jelas antara populasi terkendali dengan formasi pemberontak. Saya tidak ingin menutupi betapa penting dan seriusnya kebutuhan ini karena bisa jadi menghancurkan populasi yang kita jajah ... Kini, strateginya sudah diatur, dan kita harus menjalankannya sampai akhir, bahkan kalau seluruh populasi Sirenaika harus mati.[123]

Pada 3 Januari 1933, Mussolini mengatakan kepada diplomat Baron Pompei Aloisi bahwa orang Prancis di Tunisia telah melakukan sebuah "kesalahan besar yang menjijikkan" karena memperbolehkan hubungan seks antara orang Prancis dan orang Tunisia. Ia memprediksi bahwa pembolehan ini akan berujung pada Prancis menjadi sebuah negara yang penuh dengan "kasta rendah". Agar hal yang sama tidak terjadi kepada orang Italia, ia memerintahkan Marsekal Badoglio untuk membuat amalgamasi ilegal.[124]

Kebijakan ekonomi

Moso ini melahirkan sejumlah program pembangunan publik dan Inisiatif pemerintah di seluruh Italia untuk melawan perlambatan ekonomi dan menekan tingkat pengangguran. Programnya yang paling terdahulu, dan yang salah satu yang paling dikenal, adalah Pertempuran Demi Gandum. Dalam program ini, 5.000 sawah baru dan lima kota pertanian baru (termasuk Littoria dan Sabaudia) didirikan di atas tanah yang direklamasi dari rawa-rawa Pontine. Di Sardinia, sebuah kota pertanian model didirikan dan dinamakan Mussolinia, kini kota ini telah lama berganti nama menjadi Arborea. Kota ini adalah kota pertama dari serangkaian kota yang diharapkan Mussolini dapat menjadi kota-kota pertanian baru di seluruh negeri. Program Pertempuran Demi Gandum mengambil sumber daya bernilai dari produk-produk panen lainnya yang lebih berharga demi pertumbuhan gandum. Para pemilik lahan menumbuhkan gandum di atas tanah yang tidak cocok menggunakan teknologi modern. Meskipun jumlah panen gandum meningkat, harganya tetap naik, konsumsi turun, dan berbagai tarif yang tinggi dipasangkan.[125] Tarif-tarif tersebut menciptakan inefisiensi yang luas dan subsidi pemerintah yang diberikan kepada petani mendorong negara lebih jauh ke dalam lubang hutang.

Inaugurazione Littoria with massed parade in 1932
Pendirian Littoria di tahun 1932

Mussolini juga mencanangkan "Pertempuran Demi Tanah", sebuah kebijakan yang berdasar pada reklamasi tanah yang direncanakan di tahun 1928. Inisiatif ini tidak terlalu sukses. Meskipun proyek seperti drainase Rawa Pontine pada tahun 1935 yang dilakukan untuk mempercepat pertanian tampak bagus dalam propaganda, memberikan kerja bagi para kaum pengangguran, dan memberikan kendali subsidi kepada pemilik tanah besar, bagian-bagian lain program ini tidak terlalu sukses. Program ini tidak sesuai dengan Pertempuran Demi Gandum karena tanah-tanah kecil dialokasikan untuk produksi gandum yang diharapkan panen besar, sementara Italia kehilangan kendali daerah Rawa Pontine dalam Perang Dunia II. Kurang dari 10.000 rakyat jelata pindah ke tanah yang didistribusikan ulang itu dan kemiskinan tetap tinggi. Inisiatif ini pada akhirnya dibatalkan pada tahun 1940.

Pada tahun 1930, Mussolini menulis dalam "Doktrin Fasisme": "Yang disebut krisis itu hanya bisa diselesaikan oleh aksi Negara dan dalam sepengetahuan Negara."[126] Ia mencoba menghentikan resesi ekonomi dengan program yang ia sebut "Emas untuk Bapak Pertiwi". Dalam program tersebut, warga diajak mendonasikan perhiasan emas secara suka rela kepada para pejabat pemerintah, dan sebagai gantinya mereka akan mendapatkan gelang yang bertuliskan "Emas untuk Bapak Pertiwi". Bahkan Rachele Mussolini mendonasikan cincin kawinnya. Emas yang dikumpulkan tersebut kemudian dilelehkan dan diubah menjadi emas batangan, yang kemudian didistribusikan ke bank nasional.

Rencana kebijakan Mussolini juga mencakup kendali pemerintah terhadap bisnis. Pada tahun 1935, ia mengklaim bahwa tiga perempat bisnis Italia berada di bawah kendali negara. Pada tahun yang sama, Mussolini mengeluarkan beberapa diktat yang bertujuan mengendalikan ekonomi lebih jauh, termasuk memaksa bank, bisnis, dan rakyat biasa untuk menyerahkan semua saham dan obligasi asing kepada Bank Italia. Pada tahun 1936, ia mencanangkan kendali harga.[127] Ia juga berupaya mengubah Italia menjadi sebuah autarki yang sanggup mencukupi keperluannya sendiri dengan cara mendirikan penghalang dagang dengan hampir semua negara kecuali Jerman.

Pada 1943, Mussolini mengedepankan teori sosialisasi ekonomi.

Jalur kereta

Mussolini suka kalau ia dipandang berjasa bagi berbagai proyek infrastruktur besar di Italia, terutama sistem jalur kereta. Perombakan jalur kereta yang ia lakukan menimbulkan sebuah kalimat umum baru: "Bilang apa saja tentang Mussolini, tetapi ia membikin kereta datang tepat waktu." Kenneth Roberts, seorang wartawan dan novelis, menulis pada tahun 1924:

Kalau dibandingkan, jaringan kereta Italia pada 1919, 1920, dan 1921, dengan jaringan kereta yang ada pada tahun pertama Mussolini, amat berbeda sampai hampir tidak bisa dipercayai. Gerbongnya semuanya bersih, kru semuanya cepat dan ramah, kereta pun masuk dan keluar stasiun tepat waktu — tidak terlambat lima belas menit, tidak terlambat lima menit; tepat waktu sampai ke menit-menitnya.[128]

Sebenarnya, peningkatan sistem kereta pascaperang Italia yang buruk sudah mulai sejak sebelum Mussolini mengambil tampuk kekuasaan.[129][130] Peningkatan itu pun lebih kelihatannya saja, belum tentu riil. Bergen Evans menulis pada tahun 1954:

Sang penulis dipekerjakan sebagai kurir oleh Perusahaan Tur Franco-Belgique pada musim panas 1930, saat Mussolini sedang berjaya, saat penjaga fasis selalu ada di setiap kereta. Ia mampu membuat affidavit bahwa kebanyakan kereta Italia yang ia naiki tidak tepat waktu, atau bahkan hampir tepat waktu. Sepertinya ada ribuan orang yang dapat bersaksi hal yang sama. Ini masalah kecil, tetapi penting untuk dibahas.[131]

George Seldes menulis di tahun 1936 bahwa kereta ekspres yang mengangkut turis biasanya — meskipun tidak selalu — datang tepat waktu. Di sisi lain, jalur-jalur kereta yang lebih kecil biasanya terlambat.[129] Ruth Ben-Ghiat mengatakan bahwa "mereka meningkatkan jalur yang ada makna politiknya bagi mereka."

Propaganda dan kultus individu

Potret Mussolini tahun 1930

Prioritas utama Mussolini adalah penundukan pemikiran masyarakat Italia melalui propaganda. Rezimnya menciptakan sebuah kultus individu yang berpusat pada penokohan Mussolini.sebagai sebuah figur yang seolah-olah tampak memiliki kemampuan ilahiah.[132] Figur kemampuan ilahiah ini juga diperkuat dengan bantuan gereja yang secara publik menyatakan bahwa upaya pembunuhan terhadap dirinya yang gagal merupakan akibat dari perlindungan Tuhan.[133] Selain itu, Mussolini juga dicitrakan sebagai seorang populis yang dia nyatakan pada bulan Maret 1929 bahwa dia merespon 1.887.112 petisi yang sampai kepadanya yang dia lakukan dalam kurun waktu dari November 1922 hingga Maret 1929 yang artinya dia melakukan 26 pertemuan dan menerima 813 petisi setiap harinya.[132] Pada puncaknya dia menerima 1.500 surat setiap harinya yang dijumlahkan mencapai setengah juta berkas hingga akhir kejatuhannya yang diseleksi oleh 50 orang yang dia pilih.[134]

Dalam sejumlah kesempatan setelah 1912, Mussolini secara pribadi mengambil tampuk kepemimpinan kementerian dalam negeri, luar negeri, koloni, badan usaha negeri, pertahanan, dan pekerjaan umum. Kadang ia menjabat sebagai bos tujuh kementerian pada waktu yang sama dengan jabatannya sebagai perdana menteri. Ia juga kepala Partai Fasis yang berkuasa penuh, plus milisi bersenjata fasis lokal, Baju Hitam, yang meneror resistensi kecil di berbagai kota dan provinsi. Ia kemudian akan mendirikan OVRA, lembaga polisi rahasia yang mendapat dukungan resmi negara. Dengan cara ini, ia berhasil menjaga kekuasaan agar tetap di tangannya dan mencegah persaingan.

Mussolini juga menampilkan dirinya sebagai seorang atlit dan musisi berbakat. Semua guru di sekolah dan universitas harus bersumpah bahwa mereka akan membela rezim fasis. Para penyunting koran dipilih secara pribadi oleh Mussolini, dan hanya orang-orang yang memiliki sertifikat khusus dari Partai Fasis yang dapat menjadi wartawan. Sertifikat itu juga diterbitkan secara rahasia agar Mussolini dapat menciptakan ilusi keberadaan pers bebas. Serikat buruh juga tidak diberikan kebebasan dan diintegrasikan ke dalam badan yang disebut sistem korporatif. Tujuan sistem ini, yang terinspirasi oleh gilda abad pertengahan, tidak pernah tercapai sepenuhnya. Tujuannya adalah menempatkan semua warga negara Italia di dalam berbagai organisasi atau korporasi profesional, yang seluruhnya berada di bawah kekuasaan rahasia negara. Banyak uang dihabiskan untuk mendanai break break pekerjaan umum yang dapat terlihat masyarakat, serta proyek mercusuar yang dapat dibanggakan secara internasional. Antara lain, pendirian kapal Blue Riband bernama SS Rex; pemecahan rekor aeronautika dengan pesawat laut tercepat dunia, Macchi M.C.72; dan penerbangan balon udara transatlantik oleh Italo Balbo, yang disambut dengan meriah ketika mendarat di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1933.

Prinsip doktrin fasisme digelar dalam sebuah artikel yang ditulis oleh filsuf terkemuka Giovanni Gentile dan Mussolini sendiri. Artikel ini muncul dalam Enciclopedia Italiana edisi tahun 1932. Mussolini selalu menggambarkan dirinya sebagai seorang intelektual, dan beberapa sejarawan setuju dengan persepsi diri ini.[135] Gunther menyebutnya "jelas-jelas diktator paling berpendidikan dan cerdas" dan satu-satunya pemimpin nasional tahun 1940 yang merupakan seorang intelektual.[22] Sejarawan Jerman, Ernst Nolte, menyebut bahwa "Pengetahuannya tentang literatur filsafat dan politik kontemporer setidaknya sebaik pemimpin politik Eropa kontemporer lainnya."[136]

Budaya

Benito Mussolini being cheered by Fascist Blackshirt youth in 1935
Benito Mussolini dan kaum muda Baju Hitam di tahun 1935

Kaum nasionalis pada tahun-tahun pasca-Perang Dunia I menganggap institusi liberal dan keras yang diciptakan para kabinet, seperti sistem sekolah, harus dihancurkan. Futurisme, sebuah gerakan kebudayaan revolusioner yang akan menjadi katalis bagi gerakan fasisme, mendukung konsep "sekolah keberanian dan patriotisme" yang diekspresikan oleh Filippo Tommaso Marinetti pada tahun 1919. Marinetti amat tidak menyukai "kelas bahasa Yunani dan Latin Kuno" yang menurutnya pada masa itu sudah kuno dan berupaya menggantinya dengan kelas olahraga yang bercontoh pada tentara Arditi. Kurikulum diisi dengan pelajaran-pelajaran seperti "belajar maju dengan tangan dan kaki sendiri di hadapan peluru tembakan mesin; berhati-hati pada tiang jatuh, dll." Pada tahun-tahun itu kelompok muda fasis pertama kali muncul: Avanguardia Giovanile Fascista (Garis Depan Muda Fasis) muncul pada tahun 1919, dan Gruppi Universitari Fascisti (Kelompok Universitas Fasis) muncul pada tahun 1922.

Setelah Pawai ke Roma yang mengantarkan Mussolini menuju takhtanya, kaum fasis mulai berupaya menanamkan politik di dalam masyarakat Italia, dengan penekanan khusus pada pendidikan. Mussolini menugaskan seorang mantan ardito dan wakil sekretaris pendidikan Renato Ricci untuk "mengorganisasi ulang kaum muda dari sudut pandang moral dan fisik". Richie kemudian mendapatkan inspirasi dari Robert Baden-Powell, pendiri pramuka. Ia bertemu Baden-Powell di Inggris dan sejumlah seniman Bauhaus di Jerman. Opera Nazionale Balilla didirikan lewat dekrit Mussolini pada 3 April 1926. Opera ini dikepalai oleh Richie selama 11 tahun kemudian. Anggotanya terdiri dari anak-anak antara umur 8 hingga 18 tahun yang dikelompokkan ke dalam kelompok Balilla dan kelompok Avanguardisti.

Foto berwarna Mussolini mengenakan seragam panglima tertinggi

Menurut Mussolini: "Pendidikan pasif mencakup hal hal moral, fisik, sosial, dan militer. Tujuannya adalah menciptakan manusia yang berkembang secara lengkap dan harmonis, manusia fasis menurut pandangan kami." Ia membuat struktur pendidikan seperti ini: masa kanak-kanak dan masa remaja ... tidak boleh hanya diisi dengan konser, teori, dan pendidikan abstrak. Kebenaran yang kami ajarkan harus pertama-tama membuka fantasi dan hati mereka, baru kemudian membuka pikiran mereka."

Nilai pendidikan "yang ditentukan melalui aksi dan contoh" direncanakan mengganti nilai-nilai pendidikan sebelumnya. Fasisme memperlawankan idealisme-nya dengan rasionalisme yang sebelumnya umum ditemukan di Italia. Kaum fasis Italia juga menggunakan Opera Nazionale Balilla untuk mengubah tradisi pendidikan dengan cara memaksakan kehidupan kolektif dan hierarkis sambil menanamkan kultus kepribadian Mussolini.

Konstituen penting lain bagi kebijakan kebudayaan fasis adalah agama Katolik Roma. Pada tahun 1929, terdapat sebuah perjanjian dengan Vatikan yang mengakhiri puluhan tahun peperangan antara negara Italia dengan Paus, yang bermula sejak Wangsa Savoia mencaplok Negara Gereja dalam Penyatuan Italia di tahun 1870. Perjanjian Lateran membuat negara Italia akhirnya dikenali oleh Gereja Katolik Roma dan kemerdekaan Kota Vatikan dikenali oleh negara Italia. Perjanjian ini sangat diapresiasi hierarki gereja hingga Paus Pius XI menjuluki Mussolini sebagai "Manusia Pemeliharaan Tuhan".[137]

Perjanjian tahun 1929 tersebut mengandung sebuah pasal yang menyebut bahwa pemerintah Italia akan melindungi kehormatan dan harga diri Paus dengan cara menghukum pihak-pihak yang menghinanya. Anak-anak Mussolini dibaptis pada tahun 1923; ia sendiri dibaptis ulang oleh seorang pendeta Katolik Roma di tahun 1927. Sejak 1929, Mussolini menggunakan doktrin antikomunisnya untuk meyakinkan orang Katolik agar mau mendukungnya.

Kebijakan luar negeri

Dalam hal kebijakan luar negeri, Mussolini bersikap pragmatis dan opportunistis. Visi terbesarnya adalah penciptaan Imperium Romawi baru di Afrika dan daerah Balkan, demi membalas "kemenangan termutilasi" tahun 1918 yang dipaksakan oleh negara-negara "plutodemokratis" (seperti Britania dan Prancis) yang mengkhianati Perjanjian London dan melanggar "hak alami" Italia mencapai supremasi di dataran rendah Mediterania.[138][139] Akan tetapi, pada tahun 1920, akibat kelemahan Jerman, masalah-masalah pembangunan pascaperang plus masalah repatriasi, situasi Eropa sedang tidak baik untuk menyokong pendekatan revisionis terhadap Perjanjian Versailles. Pada tahun 1920an, kebijakan luar negeri Italia didasarkan pada konsep tradisional bahwa Italia harus berada pada "jarak yang sama" dari kekuatan besar lainnya, agar dapat mendekat kepada "beban terbesar", yaitu negara mana pun yang dapat mengubah keseimbangan kekuasaan di Eropa. Siapa pun sekutu Italia tersebut harus kemudian mendukung ambisi Italia di Eropa dan Afrika.[140] Sementara itu, karena Mussolini menganggap jumlah penduduk adalah takdir, ia terus mencanangkan kebijakan publik natalis yang dirancang untuk meningkatkan tingkat kelahiran. Misalnya, pada tahun 1924, ia mencanangkan kebijakan hukum pidana terhadap siapa pun yang mengadvokasikan atau memberikan informasi tentang kontrasepsi. Pada tahun 1926, ia memerintahkan semua perempuan Italia untuk mendobel jumlah anak yang mereka ingin miliki.[141] Bagi Mussolini, populasi Italia saat itu, 40 juta orang, tidak cukup untuk berperang. Ia merasa harus meningkatkan jumlah penduduk hingga 60 juta agar dapat berperang.

Mussolini menginspeksi tentara saat Perang Italia-Etiopia Kedua

Dalam tahun tahun awal kekuasaannya, bersikap pragmatis. Ia mencoba maju, tetapi tidak pernah sampai menantang perang dengan Britania atau Prancis; kecuali saat pengeboman dan okupasi Kerkira pada tahun 1923 setelah terjadi insiden pembunuhan seorang tentara Italia yang ditugaskan Liga Bangsa-Bangsa menyelesaikan masalah perbatasan antara Yunani dan Albania. Identitas sang pembunuh tidak pernah jelas. Pada masa peristiwa Kerkira ini, Mussolini sudah menyiapkan perang dengan Britania. Baru setelah lini pimpinan tertinggi Angkatan Laut Italia memohon-mohon dengan mengatakan bahwa Angkatan Laut Italia tidak dapat menyandingi kekuatan Angkatan Laut Britania, ia mau menerima solusi diplomatis.[142] Dalam sebuah pidato rahasia yang ia berikan kepada kepemimpinan militer Italia pada bulan Januari 1925, Mussolini menyatakan bahwa Italia harus memenangkan spazio vitale, dan dengan demikian sasaran utamanya adalah menyatukan "kedua sisi pantai Laut Mediterania dan Samudra Hindia menjadi satu teritori Italia".[142] Akan tetapi, ia kemudian berpikir tentang jumlah penduduk: Mussolini berkata bahwa saat ini Italia belum memiliki jumlah penduduk yang cukup untuk berperang melawan Britania atau Prancis. Ia percaya bawa perang baru bisa dilakukan pada tahun 1930-an, yang pada saat itu, menurut penghitungan Mussolini, tingkat kelahiran Italia yang tinggi pada akhirnya akan memberikan jumlah populasi yang cukup.[142] Mussolini juga berpartisipasi dalam Perjanjian Locarno di tahun 1925, yang menjamin keutuhan perbatasan Barat Jerman sebagaimana digambarkan pada tahun 1919. Di tahun 1929, Mussolini memerintahkan jendral angkatan darat untuk menyiapkan sebuah agresi melawan Prancis dan Yugoslavia.[142] Pada bulan Juli 1932, Mussolini mengirimkan pesan kepada menteri pertahanan Jerman, Jendral Kurt von Schleicher. Dalam pesan tersebut, ia mengajak Jerman masuk ke dalam sebuah aliansi melawan Prancis. Sang jendral merespons dengan positif, meskipun dengan syarat bahwa Jerman harus pertama-tama menyiapkan diri.[142] Pada akhir tahun 1932 hingga awal 1933, Mussolini mempersiapkan penyerangan tiba-tiba melawan Prancis dan Yugoslavia yang akan dimulai pada bulan Agustus 1933. Rencana perang musuh ini hanya berhenti ketika ia mengetahui bahwa kantor intelijen Prancis telah mampu memecahkan kode rahasia Italia, dan militer Prancis sudah menyiapkan balasan kalau Italia menyerah.[142]

Setelah Adolf Hitler berkuasa, ambisi Italia di Austria dan Cekungan Danube menjadi terancam. Mussolini mengajukan Pakta Empat Kekuasaan dengan Britania, Prancis dan Jerman di tahun 1933. Ketika sang 'austro-fasis' dari Austria, Kanselir Engelbert Dollfuss, yang memegang kekuasaan diktatorial, dibunuh oleh kaum sosialis nasionalis pada 25 Juli 1934, Mussolini bahkan sempat mengancam perang Jerman kalau Jerman menginvasi Austria. Mussolini sempat bersikeras melawan percobaan Jerman mendapatkan Anschluss dan terus mendukung Front Stresa melawan Jerman di tahun 1935.

group portrait Edward Chamberlain, Édouard Daladier, Adolf Hitler, Mussolini, and Count Ciano, as they prepared to sign the Munich Agreement
Dari kiri ke kanan: Chamberlain, Edouard Daladier, Hitler, Mussolini, dan Menteri Luar Negeri Italia Galeazzo Ciano, sebelum menandatangani Persetujuan Munchen

Meskipun Mussolini pernah dipenjara akibat mengejek Perang Italia-Turki di Afrika sebagai sebuah "delirium tremens nasionalis" dan "perang penaklukkan yang menyedihkan", setelah Krisis Abyssinia tahun 1935–6 Italia kembali menginvasi Etiopia dalam Perang Italia-Etiopia Kedua. Perang ini meletus setelah insiden di perbatasan yang sering dimasuki tentara Italia akibat perbatasan yang tidak jelas antara Etiopia dan Somalia Italia. Sejarawan masih berdebat mengenai alasan jelas penyerangan Etiopia tahun 1935. Beberapa sejarawan Italia seperti Franco Catalano dan Giorgio Rochat menyebut bahwa invasi tersebut merupakan sejenis aksi imperialisme sosial; mereka berpendapat bahwa Depresi Besar telah amat merusak prestise Mussolini dan ia membutuhkan perang untuk mengalihkan perhatian masyarakat.[143] Sejarawan lain, seperti Pietro Pastorelli, berpendapat bahwa invasi tersebut dilakukan sebagai bagian program ekspansionis untuk menjadikan Italia kekuatan utama di daerah Laut Merah dan Timur Tengah.[143] MacGregor Knox, seorang sejarawan Amerika, memberikan jalur tengah: perang tersebut meletus akibat alasan-alasan luar negeri maupun dalam negeri; Mussolini memang memiliki rencana ekspansionis jarak jauh dan kemenangan kebijakan luar negeri Mussolini akan menggalakkan kemenangan fasisme di dalam negeri.[143] Tentara Italia jauh lebih kuat dibandingkan tentara Abyssinia dan mereka menang dengan cepat. Kaisar Haile Selassie terpaksa meninggalkan negeri dan Italia masuk ke ibukota Addis Ababa; Mussolini memproklamirkan sebuah imperium pada bulan Mei 1936. Etiopia kemudian masuk ke dalam Afrika Timur Italia.[144]

Mussolini's personal standard a gold fasces on blue flag
Bendera pribadi Mussolini

Mussolini awalnya menganggap bahwa ia telah dibolehkan melakukan apa saja oleh Premier Prancis, Pierre Laval. Ia juga percaya bahwa Britania dan Prancis akan memaafkannya karena ia melawan revisionisme Hitler di Front Stresa. Ia sebal ketika Liga Bangsa-bangsa menyatakan bahwa Britania dan Prancis berinisiatif mencanangkan sanksi ekonomi pada Italia.[145] Dalam pandangan Mussolini, gerakan tersebut adalah sebuah gerakan munafik yang biasa dilakukan kekuatan-kekuatan imperial kuno yang berniat mencegah ekspansi alamiah negara-negara yang lebih muda dan miskin seperti Italia.[146] Faktanya, meskipun Britania dan Prancis memang mengkolonisasi beberapa bagian Afrika, Perebutan Afrika sudah lama selesai sejak awal abad ke-20. Kini, dunia internasional menolak ekspansi kolonialis dan aksi-aksi Italia pun dilawan. Belum lagi, Italia dikritik akibat menggunakan gas mustard dan fosgen dalam peperangannya, juga untuk pendekatannya yang sama sekali tidak berwelas asih kepada tentara gerilya musuh.[144] Antara tahun 1936 dan 1941, dalam operasi-operasi yang diluncurkan untuk "mempasifikasi" Etiopia, tentara Italia membunuh ratusan ribu warga sipil Etiopia, totalnya kira-kira mencapai 7% populasi penduduk Etiopia.[147] Mussolini memerintahkan Marsekal Rodolfo Graziani "meluncurkan dan melakukan secara sistematis kebijakan teror dan penghabisan melawan para pemberontak dan penduduk yang memberontak".[148] Mussolini secara pribadi memerintahkan Graziani membunuh seluruh populasi lelaki di atas 18 tahun di satu kota. Di distrik lain, ia memerintahkan bahwa "seluruh narapidana, para pembantunya dan orang-orang yang tidak pasti pidananya akan harus dibunuh" sebagai bagian dari "likuidasi bertahap" masyarakat.[148] Mussolini beranggapan bahwa Gereja Ortodoks Timur menginspirasi orang Etiopia agar mau melawan. Ia kemudian memerintahkan agar seluruh pendeta Ortodoks menjadi target balas dendam serangan gerilya.[148] Mussolini mencanangkan Hukum Dekrit 880, yang membuat amalgamasi menjadi kejahatan yang dapat dituntut lima tahun penjara. Mussolini mengirimkan pesan yang amat jelas bahwa ia tidak ingin tentara dan pejabat yang bertugas di Etiopia berhubungan seksual dengan perempuan Etiopia dalam kondisi apa pun. Ia percaya bahwa hubungan multirasial membuat tentaranya kesulitan membunuh orang Etiopia.[148] Mussolini lebih mendukung kebijakan yang brutal, antara lain karena ia percaya bahwa Etiopia bukan sebuah negara; menurutnya, orang hitam terlalu bodoh untuk punya rasa nasionalitas dan dengan demikian kaum gerilyawan itu cuma "bandit".[149] Alasan lain adalah Mussolini berencana membawa jutaan kolonis Italia ke dalam Etiopia dan ia perlu membunuh penduduk Etiopia untuk memberikan ruang kepada kolonis Italia. Alasan terakhir ini juga digunakan di Libya.[149]

Sanksi ekonomi yang diberikan kepada Italia kemudian digunakan Mussolini sebagai alasan untuk menciptakan aliansi dengan Jerman. Pada tahun 1936, Mussolini berkata kepada Duta Besar Jerman, Ulrich von Hassell: "Kalau Austria pada praktiknya menjadi negara satelit Jerman, kami tidak akan menolak."[150] Mussolini menghapuskan masalah utama dalam hubungan Italia-Jerman — ia mengakui bahwa Austria berada di bawah zona pengaruh Jerman.[150]

Mussolini and Hitler saluting troops
Pada 25 Oktober 1936, Italia dan Jerman menyatakan aliansi. Aliansi ini kemudian dikenal sebagai Poros Roma-Berlin.

Pada 11 Juli 1936 ada sebuah perjanjian Austria dan Jerman yang di dalamnya, Austria mendeklarasikan dirinya sebagai "negara Jerman" yang kebijakan luar negerinya akan selalu sinkron dengan Berlin; selain itu, pro-Nazi juga diperbolehkan masuk ke dalam kabinet Austria.[150] Mussolini amat menekan Kanselir Austria, Kurt Schuschnigg, agar mau menandatangani perjanjian itu demi meningkatkan hubungannya dengan Hitler. Setelah sanksi terhadap Italia berakhir di Juli 1936, Prancis amat mencoba untuk menghidupkan kembali Front Stresa.[151] Pada bulan Januari 1937, Britania menandatangani sebuah persetujuan dengan Mussolini agar Italia tidak terlibat di Spanyol; persetujuan ini dipandang sebagai langkah pertama Kantor Luar Negeri Britania menciptakan aliansi Inggris-Italia.[152] di bulan April 1938, Britania dan Italia menandatangani Pakta Paskah, yang di dalamnya Britania menjanjikan rekognisi Etiopia sebagai bagian dari Italia, dan sebagai gantinya Italia harus keluar dari Perang Sipil Spanyol. Kantor Luar Negeri Britania memahami bahwa Roma dan Berlin menjadi dekat akibat perang sipil tersebut dan mereka percaya kalau Mussolini bisa dibuat lepas dari Spanyol, maka ia akan kembali ke blok sekutu. Kalau Mussolini bisa dibuat mau keluar dari Spanyol, Britania mau merekognisi Raja Vittorio Emanuele III sebagai kaisar Etiopia. Sejarawan Amerika, Barry Sullivan, menulis bahwa baik orang Britania maupun Prancis menginginkan kedekatan kembali dengan Italia untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan sanksi ekonomi dari Liga Bangsa-bangsa. Ia berpendapat, pada akhirnya aliansi Mussolini dengan Hitler adalah pilihannya sendiri, dan tidak dipaksakan oleh pihak lain.[151]

Menuruti kebijakan luar negeri pro-Jerman pada 25 Oktober 1936, Mussolini setuju untuk membentuk Poros Roma-Berlin, yang pembentukannya ditandatangani di Berlin. Menurut aliansi ini, ia harus bekerja sama dengan Jerman Nazi. Lebih lanjut, penaklukan Ethiopia mengambil nyawa 12.000 orang Italia plus 4.000 hingga 5.000 nyawa orang Libya, Eritrea, dan Somali yang berjuang dalam angkatan militer Italia.[153] Mussolini awalnya percaya bahwa penaklukan Etiopia akan memakan biaya 4 hingga 6 miliar lira, tetapi biaya akhirnya mencapai 33,5 milyar.[153] Biaya perang tersebut ternyata memberikan efek negatif yang parah terhadap anggaran pembelanjaan Italia dan benar-benar menghabisi upaya modernisasi militer Italia karena uang yang sebelumnya dijanjikan Mussolini akan digunakan sebagai modernisasi militer kini digunakan untuk menaklukkan Etiopia. Kegagalan modernisasi militer ini membuat Mussolini bergantung pada Jerman.[154] Untuk membantu menutupi hutang negara yang terjadi akibat perang Etiopia, Mussolini melakukan devaluasi lira sebanyak 40% pada bulan Oktober 1936.[153] Lebih lanjut, biaya okupasi Etiopia adalah sebesar 21,1 miliar lira antara tahun 1936 dan 1940. Belum lagi, Italia kehilangan 4.000 orang tentara di Perang Sipil Spanyol dan keterlibatan tersebut menghabiskan 12 hingga 14 miliar lira.[153] Dalam tahun 1938 dan 1939, pemerintah Italia berhasil mengumpulkan pajak sebesar 39,9 miliar lira, sementara produk nasional bruto seluruh Italia mencapai 153 miliar lira. Ini artinya, perang Etiopia dan Spanyol amat menghabisi anggaran pembelanjaan Italia.[153] Hanya 28% dari seluruh bujet militer Italia antara tahun 1934 dan 1939 yang digunakan untuk memodernisasi militer. Sisanya habis dikonsumsi perang Mussolini. Kekurangan bujet ini menyebabkan penurunan kekuatan militer Italia.[155] Antara tahun 1935 dan 1939, perang Mussolini menghabiskan uang yang setara dengan $500 miliar dolar AS; jumlah ini akan terasa lebih besar karena Italia adalah negara yang begitu miskin.[153] Dekade 1930an penuh dengan kemajuan teknologi cepat di bidang militer dan Sullivan menulis bahwa Mussolini salah memilih waktu untuk menginvasi Etiopia dan berperang di Spanyol.[153] Ketika Italia semakin terpuruk di belakang kekuatan-kekuatan besar Eropa, perlombaan senjata dimulai. Jerman, Britania dan Prancis menghabiskan jumlah uang yang semakin besar untuk mendongkrak kemampuan militernya. Peningkatan ini membuat Mussolini secara pribadi mengakui bahwa kemampuan berperang Italia sudah sangat terbatas dan ia membutuhkan aliansi dengan kekuatan besar untuk mengkompensasi keterpurukan militer Italia yang semakin jauh.[156]

Selama periode 1936 hingga 1939, Mussolini memberikan dukungan militer besar terhadap kaum Nasionalis dalam Perang Sipil Spanyol. Keterlibatan aktif dari sisi Francisco Franco ini semakin menjauhkan Italia dengan Prancis dan Britania. Sebagai hasilnya, hubungan Mussolini dan Hitler menjadi semakin dekat. Ia memilih untuk menerima aneksasi Jerman di Austria pada tahun 1938, diikuti dengan pendudukan Cekoslowakia pada 1939. Pada bulan Mei 1938, saat Hitler berkunjung ke Italia, Mussolini mengatakan kepadanya bahwa Italia dan Prancis adalah musuh bebuyutan yang saling berkelahi dari sisi yang berlawanan di Perang Sipil Spanyol, dan Front Stresa adalah sebuah perselisihan yang "sudah mati dan sudah dikubur".[157] Dalam Konferensi Munich di bulan September 1938, Mussolini terus bersikap sebagai seorang moderat yang mendukung kedamaian Eropa, sambil terus membantu aneksasi Jerman Nazi di Sudetenland. Perjanjian Poros 1936 dengan Jerman diperkuat dengan Pakta Baja pada 22 Mei 1939; pakta ini mempersatukan Italia Fasis dan Jerman Nazi ke dalam aliansi militer penuh.

Anggota-anggota TIGR, sebuah kelompok partisan Slovenia, berencana membunuh Mussolini di Kobarid pada tahun 1938. Percobaan mereka gagal.

Perang Dunia II

Badai dimulai

portrait of Benito Mussolini in a helmet and uniform
Mussolini

Pada akhir tahun 1930an, Mussolini dengan jumlah penduduk membuatnya berkesimpulan bahwa Britania dan Prancis sudah tidak menjadi kekuatan besar. Kini, waktunya Jerman dan Italia yang ditakdirkan untuk menguasai Eropa, meskipun alasannya cuma kekuatan demo grafis. Ini menyatakan kepercayaannya bahwa tingkat kelahiran yang menurun di Prancis sangat mengerikan dan Inferiore berita Nia sudah hampir mati karena seperempat populasi Britania berumur lebih dari 50 tahun. Ini percaya bahwa sebuah aliansi dengan Jerman lebih bermanfaat daripada kedekatan dengan Britania dan Prancis karena tentunya lebih baik beraliansi dengan pihak yang kuat daripada dengan pihak yang lemah. Sore ini memandang hubungan luar negeri sebagai suatu perjuangan Darwinian sosial antara negara negara berkekuatan yang memiliki tingkat kelahiran tinggi dengan negara negara lemah dengan tingkat lahiran rendah. Ini percaya bahwa Prancis kini telah menjadi negara yang lemah dan tua karena tingkat kematian Prancis lebih tinggi 2000 jiwa per minggu daripada tingkat kelahirannya. Demikian, ia tidak tertarik untuk beraliansi dengan Prancis.

Mussolini percaya bahwa Italia memang benar-benar ditakdirkan menguasai daerah Mediterania karena tingkat kelahirannya yang tinggi, sampai-sampai ia mengabaikan berbagai perencanaan dan persiapan serius yang seharusnya dilakukan ketika menghadapi perang dengan kekuatan Barat.[158] Satu-satunya argumen yang mencegah Mussolini membuat persekutuan penuh dengan Jerman adalah kesadarannya bahwa Italia belum siap secara ekonomi dan militer, yang berarti bahwa Italia masih membutuhkan waktu untuk mempersiapkan senjata. Ia kemudian juga berupaya menggunakan Pakta Paskah yang ditandatangani pada bulan April 1938 untuk memisahkan Britania dari Prancis.[159] Pakta Paskah tidak mungkin diimplementasikan secara penuh oleh Britania apabila Italia beraliansi secara penuh dengan Jerman.[160] Isi Pakta Paskah itu sendiri dirancang oleh Mussolini agar ia dapat berperang hanya dengan Prancis dengan cara memperbaiki relasi dengan Inggris, sehingga Inggris akan tetap netral apabila perang pecah antara Prancis dan Italia (Mussolini juga merencanakan invasi Tunisia[161]).[160] Di sisi lain, Pakta Paskah itu dirancang Britania untuk menjauhkan Italia dari Jerman.

Pangeran Galeazzo Ciano, anak menantu dan menteri luar negeri Mussolini, menggambarkan berbagai sasaran luar negeri Mussolini dalam sebuah entri buku harian yang tertanggal 8 Desember 1938: Jibuti akan dipimpin berbarengan dengan Prancis; "Tunisia, kurang lebih sama; Korsika, pulau Italia yang tidak pernah dibuat Prancis dan dengan demikian sebenarnya berada di bawah negara kita; perbatasan di sungai Var."[162] Dalam hal Savoia, yang bukan Italia "secara sejarah atau geografis", Mussolini mengklaim bahwa ia tidak tertarik. Pada 30 November 1938, Mussolini mengundang duta besar Prancis, André François-Poncet mendatangi pembukaan dewan perwakilan rakyat Italia. Dalam acara tersebut, para wakil rakyat mulai berteriak melawan Prancis: Italia harus menganeksasi "Tunis, Nicea, Korsika, dan Savoia!" Kemudian, mereka keluar dari bangunan menuju jalan membawa plakat yang bertuliskan Prancis harus memberikan Tunisia, Savoia dan Korsika kepada Italia.[163] Premier Francis, Édouard Daladier, langsung menolak permintaan konsesi wilayah Italia tersebut. Pada musim dingin 1938–1939, Prancis dan Italia hampir berperang.[164]

Di bulan Januari 1939, perdana menteri Britania, Neville Chamberlain, mengunjungi Roma. Dalam kunjungan itu, Mussolini menyadari bahwa meskipun Inggris memang benar-benar berhubungan baik dengan Italia dan siap memberikan beberapa konsesi, Inggris tetap tidak akan memutuskan hubungan baik dengan Prancis hanya demi hubungan Inggris-Italia yang lebih baik.[165] Sebagai akibatnya, Mussolini semakin tertarik atas penawaran aliansi militer Jerman, yang pertama kali dibuat pada bulan Mei 1938.[165] Pada bulan Februari 1939, Mussolini berpidato di depan Dewan Agung Fasisme. Dalam pidato tersebut, ia menyatakan kepercayaannya bahwa kekuatan sebuah negara "tergantung pada posisi maritimnya" dan bahwa "Italia adalah seorang narapidana di daerah Mediterania; semakin banyak populasinya dan semakin kuat kekuatan militernya, semakin menderita pula ia atas pemenjaraannya. Jeruji penjara ini adalah Korsika, Tunisia, Malta dan Siprus; penjaga penjara adalah Gibraltar dan Suez".[166]

Imperium Italia di tahun 1939

Arahan baru ini mendapatkan kritik. Pada 21 Maret 1939, saat pertemuan dengan Dewan Agung Fasisme, Italo Balbo menuduh Mussolini sedang "menjilat sepatu bot Hitler". Ia mencela kebijakan luar negeri pro-Jerman sang Duce, mengatakan bahwa kebijakan itu merupakan bencana bagi Italia. Ia lanjut mengatakan bahwa "pembukaan Britania" masih terbuka lebar dan Italia tidak harus bersekutu dengan Jerman.[167] Meskipun banyak pemain lama seperti Balbo tidak terlalu suka hubungan dekat dengan Jerman, kendali penuh Mussolini terhadap mesin kebijakan luar negeri berarti bahwa perlawanan seperti ini tidak ada artinya. Perlawanan ini juga menunjukkan bahwa Mussolini tidak mendominasi Partai Fasis sepenuhnya, sebagaimana ditunjukkan oleh kenyataan bahwa ada orang seperti Balbo yang mencela, serta responsnya yang suam-suam kuku (menurut sejarawan Yunani, Aristoteles Kallis). Perlawanan yang sama tidak mungkin terjadi di Jerman, misalnya; tidak mungkin seorang gauleiter Hitler akan menyerangnya seperti Balbo menyerang Mussolini.[167] Pada bulan April 1939, Mussolini memerintahkan invasi Italia di Albania. Italia mengalahkan Albania hanya dalam waktu lima hari dan memaksa pelarian diri Raja Zog dari Albania. Hingga bulan Mei 1939, Blok Poros belum sepenuhnya resmi, tetapi pada bulan April itu Italia dan Jerman menandatangani Pakta Baja, yang menggarisbawahi "pertemanan dan aliansi" antara Jerman dan Italia.[168] Pakta Baja merupakan persekutuan militer ofensif dan defensif meskipun Mussolini hanya mau tanda tangan setelah menerima janji dari Hitler bahwa tidak akan ada perang selama tiga tahun ke depan. Raja Vittorio Emanuele III tidak terlalu menyukai pakta itu dan lebih menyukai persekutuan dengan sekutu-sekutu tradisional Italia, seperti Prancis. Ia pun khawatir mengenai implikasi persekutuan militer ofensif — kini, semua keputusan mengenai perang dan damai berada di tangan Hitler.[169]

Hitler ingin menginvasi Polandia meskipun Ciano berkata bahwa invasi tersebut akan berujung pada perang dengan sekutu. Hitler mengabaikan komentar Ciano dan mengatakan bahwa Britania dan negara-negara Barat lainnya akan diam; ia kemudian menyatakan bahwa Italia harus menginvasi Yugoslavia. Penawaran itu amat menarik bagi Mussolini, tetapi pada masa itu perang dunia akan sangat berbahaya bagi Italia karena negara itu belum rampung memperbaiki kapabilitas militernya sejak pembangunan Imperium Italia. Lebih lagi, Victor Immanuel meminta netralitas. Maka, ketika Perang Dunia II meletus di Eropa pada 1 September 1939 dengan Penyerbuan Polandia dan Inggris dan Prancis menyatakan perang melawan Jerman, Italia tidak menjadi terlibat.[170] Namun, ketika tentara Jerman memenjarakan 183 profesor dari Universitas Jagielloński di Krakow pada 6 November 1939, Mussolini secara pribadi meminta Hitler membebaskan mereka. Hitler membebaskan 101 orang Polandia.[171]

Perang meletus

Cover of Newsweek magazine, 13 Mei 1940, showing Mussolini saluting navy revue from shore, with headline "Il Duce: key man of the Mediterranean".
Halaman depan majalah Newsweek tanggal 13 Mei 1940, dengan tulisan: "Il Duce: Penjaga Kunci Mediterania"

Seiring dengan meletusnya Perang Dunia II, Ciano dan Viscount Halifax mulai berkomunikasi diam-diam lewat telepon. Britania menginginkan Italia sebagai sekutunya melawan Jerman, sebagaimana terjadi dalam Perang Dunia I.[170] Opini pemerintah Prancis lebih cenderung terhadap aksi melawan Italia; mereka ingin menyerang Italia di Libya. Pada bulan September 1939, Prancis bergeser ke arah lainnya, sampai-sampai hendak berdiskusi dengan Italia. Akan tetapi, karena Prancis tidak ingin berbicara tentang Korsika, Nicea dan Savoia, Mussolini tidak menjawab. Wakil Sekretaris Produksi Perang Mussolini, Carlo Favagrossa, memprediksi bahwa Italia tidak bisa terlibat dalam operasi militer besar hingga tahun 1942 akibat sektor industrialnya yang lemah dibandingkan Eropa barat. Pada bulan November 1939, Adolf Hitler mendeklarasikan: "Selama Sang Duce masih hidup, Anda bisa yakin bahwa Italia akan menggunakan setiap kesempatan untuk meraih sasaran-sasaran imperialistiknya."[170]

Mussolini yakin perang akan segera berakhir dan Jerman akan segera menang. Ia akhirnya memutuskan untuk terlibat dalam perang dari sisi Blok Poros. Dengan demikian, Italia menetapkan perang melawan Britania dan Prancis pada tanggal 10 Juni 1940. Mussolini menganggap perang melawan Britania dan Prancis ini adalah perjuangan hidup atau mati antara dua ideologi yang berlawanan: fasisme melawan "demokrasi barat yang plutokratis dan reaksioner". Ia menggambarkan perang sebagai "perjuangan masyarakat muda dan subur melawan masyarakat steril yang hampir mati; perjuangan antara dua abad dan dua ide". Ia juga menyatakan bahwa perang itu adalah "perkembangan logis Revolusi kami".[172]

Italia berperang bersama Jerman dalam Pertempuran Prancis, di Jalur Alpen yang sangat dijaga di perbatasan. Hanya sebelas hari kemudian, Prancis dan Jerman menandatangani gencatan senjata. Daerah Prancis yang masuk dalam pendudukan Italia termasuk Nicea dan daerah-daerah timur daya lainnya.[173] Mussolini kemudian berencana memfokuskan tentara Italia dalam sebuah perang besar melawan Imperium Britania di Afrika dan Timur Tengah; sebuah perang yang dikenal sebagai "perang paralel". Sementara itu, ia menunggu kehancuran Britania di Palagan Eropa. Italia menginvasi Mesir, mengebom Mandat Palestina, dan menyerang koloni-koloni Inggris di Sudan, Kenya, dan Somaliland Britania; negara terakhir tersebut kemudian ditaklukkan dan menjadi bagian Afrika Timur Italia pada 3 Agustus 1940. Beberapa upaya Italia lainnya di Sudan dan Kenya juga berhasil.[174] Pemerintah Britania tidak menerima permintaan damai yang berhubungan dengan kemenangan Blok Poros di Eropa. Berbagai rencana Italia menginvasi Britania tidak dilakukan dan perang terus berjalan.

official portrait of Mussolini in uniform with crossed arms
Potret resmi Mussolini

Pada bulan September 1940, Tentara Kesepuluh Italia dipimpin oleh Jendral Rodolfo Graziani bergerak dari Libya Italia menuju Mesir. Di sana, mereka bertemu dengan tentara Inggris. Kampanye ini kemudian disebut dengan Kampanye Gurun Timur. Perlawanan Italia berhasil, tetapi mereka berhenti di Sidi Barrani untuk menunggu suplai logistik. Pada 24 Oktober 1940, Mussolini mengirimkan korps angkatan udara Italia ke Belgia untuk berpartisipasi dalam Blitz sampai Januari 1941.[175] Pada bulan Oktober, Mussolini juga mengirim tentara Italia ke Yunani dan memulai Perang Yunani-Italia. Angkatan Udara Britania Raya kemudian berhasil menggagalkan invasi Italia di Yunani dan membantu tentara Yunani mendorong tentara Italia ke Albania. Akan tetapi, kontra-ofensif Yunani di Albania Italia menemui jalan buntu.[176]

Situasi Afrika berubah pada awal 1941 ketika Operasi Compass mendorong Italia kembali ke Libya dan Angkatan Bersenjata Italia mengalami kekalahan hebat. Dalam Kampanye Afrika Timur, mereka mengalami serangan-serangan dahsyat. Meskipun melawan, mereka tetap mengalami kekalahan dalam Pertempuran Keren dan pertahanan Italia kalah sampai habis dalam Pertempuran Gondar. Mussolini selalu terbuka mengenai situasi di Afrika. Ia mengatakan: "Kita menyebut roti sebagai roti dan anggur sebagai anggur, dan kalau musuh menang dalam perang tentunya tidak berguna dan konyol kalau kita menyangkal atau menggampangkannya, sebagaimana dilakukan orang Inggris dalam kemunafikannya yang tiada batas."[177] Sebagian komentarnya ini berhubungan dengan kesuksesan Italia sebelumnya di Afrika sebelum dikalahkan Sekutu. Ancaman kehilangan semua koloni Italia di Afrika menyebabkan Jerman akhirnya mengirimkan Korps Afrika untuk mendukung Italia. Dalam invasi Poros ke Yugoslavia dan Balkan, Italia menganeksasi Ljubljana, Dalmatia, dan Montenegro, dan mendirikan negara-negara boneka Kroasia dan Negara Hellenik.

Jendral Mario Robotti, Komandan divisi ke-11 Italia di Slovenia dan Kroatia, mengeluarkan perintah yang bersesuaian dengan direktif yang diterima dari Mussolini pada bulan Juni 1942: "Aku tidak masalah kalau semua orang Slovenia dipenjara dan digantikan dengan orang Italia. Dengan kata lain, kita harus memastikan bahwa garis depan politik dan garis depan etnis berjalan bersamaan."[178]

Mussolini pertama kali tahu tentang Operasi Barbarossa setelah invasi Uni Soviet dimulai pada 22 Juni 1941. Ia tidak diminta Hitler untuk bergabung.[179] Mussolini berinisiatif sendiri dan memerintahkan sebuah Korps Tentara Italia ke garda depan Front Timur. Pada 25 Juni 1941, ia menginspeksi unit-unit pertama di Verona, yang menjadi markas besar peluncuran menuju Rusia.[180] Mussolini berkata kepada Dewan Menteri pada 5 Juli bahwa ketakutannya satu-satunya adalah Jerman akan mengalahkan Uni Soviet sebelum tentara Italia tiba.[181] Saat bertemu dengan Hitler di bulan Agustus, Mussolini menawarkan komitmen lebih banyak tentara Italia melawan Uni Soviet; Hitler menerimanya.[182] Kekalahan besar Italia di Front Timur sangat merusak prestise Mussolini di mata orang Italia. Mereka pun sudah tidak suka perang itu dari awal karena dianggap bukan perang Italia.[182] Setelah penyerangan Jepang ke Pearl Harbor, ia menyatakan perang kepada Amerika Serikat pada 11 Desember 1941.[183][184] Sebuah bukti mengenai respons Mussolini mengenai penyerangan Pearl Harbor datang dari buku harian Menteri Luar Negeri Ciano:

Telepon malam dari Ribbentrop. Ia amat senang mengenai serangan Jepang ke Amerika. Ia begitu senang, sampai-sampai aku juga senang, meskipun aku tidak begitu yakin keuntungan apa yang akan didapat dari penyerangan itu. Satu hal kini pasti: Amerika akan masuk dalam perang dan perang ini akan begitu lama sampai Amerika mampu menunjukkan kekuatan penuhnya. Pagi ini aku bilang begitu kepada Raja, yang senang dengan peristiwa ini. Pada akhirnya, ia mengakui bahwa dalam jangka panjang, aku bisa saja benar. Mussolini juga senang. Ia sudah lama sekali menginginkan kejelasan hubungan antara Amerika dan Poros.[185]

Setelah keruntuhan Prancis Vichy dan Operasi Anton, Italia mengokupasi wilayah-wilayah Prancis, Korsika dan Tunisia. Tentara Italia juga menang melawan pemberontak di Yugoslavia dan Montenegro. Tentara gabungan Italia-Jerman mengokupasi beberapa bagian Mesir yang dipegang oleh Britania, saat mendorong masuk ke El-Alamein sehabis menang di Gazala.

Meskipun Mussolini menyadari bahwa sumber daya Italia yang sudah habis setelah kampanye 1930-an tidak siap untuk berperang dalam skala besar, ia memilih untuk tetap berada di dalam konflik agar tidak meninggalkan teritori terjajah dan ambisi imperial fasisnya.[186]

Dipecat dan ditangkap

Marshal Pietro Badoglio standing in uniform
Marsekal Pietro Badoglio meneruskan jabatan Perdana Menteri setelah Mussolini.

Pada tahun 1943, posisi militer Italia sudah tidak mampu dipegang lagi. Kekuatan Poros di Afrika Utara akhirnya dikalahkan dalam Kampanye Tunisia pada awal tahun 1943. Italia juga mengalami kekalahan besar di Front Timur. Invasi Sekutu ke Sisilia membawa perang tepat di pintu masuk Italia.[10] Garis kandang Italia juga hancur lebur akibat pengeboman Sekutu. Pabrik di seluruh Italia gagal bergerak karena material mentah seperti batu bara dan minyak tidak ada. Makanan habis di mana-mana; makanan yang masih dijual, dijual dengan harga begitu mahal. Mesin propaganda Mussolini yang dulu ada di mana-mana sudah tidak lagi menangkap imajinasi masyarakat. Sejumlah besar orang Italia kini mendengarkan Radio Vatikan atau Radio London untuk mendapatkan berita yang lebih akurat. Ketidakpuasan semakin meluas di Maret 1943; terjadi gelombang mogok kerja dalam daerah utara Italia yang industrial, mogok kerja skala besar pertama sejak tahun 1925.[187] Pada bulan Maret, sejumlah pabrik besar di Milan dan Turin berhenti beroperasi untuk mengamankan evakuasi bagi para keluarga buruh. Keberadaan Jerman di Italia amat mengubah persepsi masyarakat terhadap Mussolini, sampai-sampai ketika Sekutu menginvasi Sisilia, mayoritas warga sana menerima mereka sebagai pembebas.[188]

Mussolini khawatir bahwa kemenangan Sekutu di Afrika Utara dapat memudahkan pergerakan Sekutu melewati Mediterania menuju Italia. Pada bulan April 1943, saat Sekutu hendak masuk ke Tunisia, Mussolini memohon Hitler untuk menegosiasikan perdamaian dengan Uni Soviet dan mengirimkan tentara Jerman ke barat untuk melindungi dari invasi Sekutu ke Italia. Sekutu mendarat di Sisilia pada 10 Juli 1943; dalam beberapa hari, tampak jelas bahwa tentara Italia sudah hampir hancur. Hitler kemudian memanggil Mussolini ke sebuah pertemuan di Feltre pada 19 Juli 1943. Waktu itu, stres Mussolini begitu terlihat jelas dan ia tidak bisa meladeni berbagai kesombongan Hitler. Rasa hatinya semakin menghitam ketika pada hari yang sama, Sekutu mengebom Roma, kali pertamanya kota itu menjadi target pengeboman. Sudah jelas terlihat bahwa Italia kalah dalam perang, tetapi Mussolini tidak bisa melepaskan dirinya dari persekutuan dengan Jerman. Pada titik ini, beberapa anggota tinggi pemerintahan Mussolini mulai berbalik dan mengkhianatinya, termasuk Dino Grandi dan Menteri Luar Negeri Ciano. Beberapa teman dekatnya sudah hampir melakukan kudeta dan Mussolini terpaksa memanggil Dewan Agung Fasisme pada 24 Juli 1943. Pemanggilan ini adalah kali pertama Dewan Agung Fasisme dipanggil sejak permulaan perang. Ketika ia mengumumkan bahwa Jerman sedang berpikir mengevakuasi daerah selatan, Grandi menyerangnya begitu hebat.[10] Grandi membuka sebuah resolusi yang meminta raja melanjutkan kekuatan konstitusional penuhnya, yang dalam praktiknya berarti Mussolini menerima mosi tidak percaya. Mosi ini lolos dengan rasio suara 19 banding 8.[187] Mussolini tidak menunjukkan banyak reaksi meskipun mosi ini memperbolehkan raja memecatnya. Akan tetapi, ia bertanya kepada Grandi apakah mosi ini akan mengakhiri fasisme. Mosi tersebut, meskipun penting, tidak memiliki efek de jure karena secara legal perdana menteri hanya bertanggung jawab kepada raja.[189]

Meskipun mendapatkan perlawanan keras seperti ini, besok harinya Mussolini datang bekerja seperti biasa. Konon, ia memandang Dewan Agung hanya sebagai badan penasehat dan ia tidak berpikir bahwa Mosi yang dikeluarkan kemarin akan memiliki dampak apa pun.[187] Sore itu, pukul lima, ia dipanggil ke istana kerajaan. Pada saat itu, Vittorio Emanuele sudah memutuskan untuk memecatnya. Sang Raja mempersiapkan pengawalan untuk Mussolini dan meminta kantor perdana menteri dikelilingi 200 carabinieri. Mussolini tidak mengetahui pergerakan raja tersebut dan mencoba memberitahunya mengenai pertemuan dengan Dewan Agung. Vittorio Emanuele mengabaikan Mussolini dan memecatnya secara formal sambil tetap menjamin imunitasnya.[187] Setelah Mussolini meninggalkan istana, ia ditangkap oleh carabinieri atas perintah raja. Polisi membawa Mussolini dalam sebuah mobil ambulan, tanpa memberitahukan tujuannya dan sambil memastikan kepada Mussolini bahwa mereka melakukan ini demi keamanannya sendiri.[190] Pada titik ini, masyarakat sudah begitu tidak suka dengan Mussolini sampai-sampai ketika berita pemecatannya muncul di radio, tidak terjadi perlawanan apa pun. Masyarakat justru berbahagia karena mereka percaya bahwa pemecatan Mussolini juga berarti akhir perang.[187] Raja kemudian menempatkan Marsekal Pietro Badoglio sebagai perdana menteri baru.

line of German soldiers walking with Mussolini
Mussolini diselundupkan oleh tentara Jerman dari penjaranya di Campo Imperatore pada 12 September 1943.

Dalam upaya menyembunyikan lokasinya dari tentara Jerman, Mussolini terus dipindah-pindahkan. Pertama-tama ke Ponza, lalu ke La Maddalena, sebelum akhirnya dipindahkan ke Campo Imperatore, sebuah resor pegunungan di Abruzzo tempat ia diisolasi penuh. Badoglio meneruskan berpura-pura setia kepada Jerman dan mengumumkan bahwa Italia akan terus berperang dari sisi Poros. Akan tetapi, ia membubarkan Partai Fasis hanya dua hari setelah mengambil kekuasaan dan segera memulai negosiasi dengan Sekutu. Pada 3 September 1943, Badoglio menyetujui gencatan senjata antara tentara Italia dan Sekutu. Pengumuman gencatan senjata ini menimbulkan kerusuhan di seluruh bagian Italia. Tentara Jerman mengambil kendali dalam Operasi Achse. Seiring mendekatnya tentara Jerman ke Roma, Badoglio, Raja, dan karyawan mereka kabur ke Puglia dan menyerah kepada Sekutu. Akan tetapi, mereka meninggalkan tentara Italia tanpa memberikan perintah apa pun.[191] Setelah periode anarki, mereka membentuk pemerintahan baru dari Malta dan pada akhirnya menyatakan perang kepada Jerman pada 13 Oktober 1943. Beberapa ribu tentara Italia bergabung dengan Sekutu untuk melawan Jerman; tentara yang lain desersi atau menyerah kepada Jerman; ada pula yang tidak ingin berpindah sisi dan malah bergabung dengan tentara Jerman. Pemerintahan Badoglio menyetujui gencatan senjata politik dengan gerakan pemberontakan Italia (yang isinya kebanyakan orang kiri) demi Italia dan demi menyingkirkan Nazi dari tanah Italia.[192]

Republik Sosial Italia ("Republik Salo")

four color map of northern Italy with Italian Socialist Republic in tan, 1943
Daerah Republik Sosial Italia pada tahun 1943, dalam warna kuning dan hijau. Daerah hijau adalah zona operasional tentara Jerman di bawah administrasi langsung negara Jerman.

Dua bulan setelah Mussolini dipecat dan ditangkap, ia diselamatkan dari penjara Hotel Campo Imperatore dalam Serangan Gran Sasso pada 12 September 1943. Penyelamatnya adalah unit spesial Fallschirmjäger dan komando Waffen-SS yang dipimpin oleh Meior Otto-Harald Mors; Otto Skorzeny juga hadir pada saat itu. Mussolini terselamatkan dan tidak diberikan ke Sekutu sebagaimana diwajibkan pasal dalam gencatan senjata. Hitler berencana menangkap raja, putera mahkota Umberto, Badoglio, dan sisa pemerintah Italia serta mengembalikan tampuk kekuasaan kepada Mussolini di Roma, tetapi sepertinya pelarian kepala-kepala pemerintah itu ke selatan menggagalkan rencana ini.

Tiga hari setelah penyelamatannya dalam serangan Gran Sasso, Mussolini dibawa ke Jerman untuk bertemu dengan Hitler di Rastenburg, yang terletak di markas Prusia Timurnya. Meski Hitler mendukungnya di muka umum, ia amat kaget dengan penampilan Mussolini yang kacau-balau dan fakta bahwa ia tidak ingin membalas dendam orang-orang di Roma yang memecatnya. Mussolini merasa bahwa ia harus melakukan apa pun yang ia bisa lakukan untuk menumpulkan represi Nazi. Ia setuju mendirikan sebuah rezim baru, Republik Sosial Italia (Repubblica Sociale Italiana, RSI),[10] yang diberi julukan Republik Salo karena berpusat di Salò, kota tempat tinggal yang diberikan kepadanya 11 hari setelah diselamatkan tentara Jerman. Rezim baru Mussolini mengalami kekalahan-kekalahan besar. Selain kehilangan tanah Italia akibat serangan Sekutu dan kepemilikan pemerintahan Badoglio, provinsi Bolzano, Belluno dan Trento ditempatkan di bawah administrasi langsung negara Jerman dalam Zona Operasi Kaki Pegunungan Alpen. Provinsi lain seperti Udine, Gorizia, Trieste, Pula, Fiume (kini Rijeka) dan Ljubljana (Lubiana dalam bahasa Italia) ditempatkan di bawah administrasi negara Jerman dalam Zona Operasional Pesisir Adriatik.[193][194]

Mussolini climbing steps out of a bunker
Mussolini menginspeksi pertahanan, 1944
Benito Mussolini reviewing adolescent soldiers in 1944
Mussolini, basah karena hujan, menginspeksi tentara remaja di Italia Utara, akhir 1944.

Lebih lagi, tentara Jerman mengokupasi provinsi-provinsi Dalmasia yaitu Split, Kroasia (Spalato) dan Kotor (Cattaro), yang kemudian dianeksasi ke dalam rezim fasis Kroasia. Pemenangan Italia di Yunani dan Albania juga diberikan kepada Jerman, kecuali Kepulauan Aegea Italia, yang masih berada di bawah kepemimpinan RSI.[195] Mussolini melawan setiap pengurangan teritorial negara Italia dan ia mengatakan kepada rekan-rekannya:

Aku di sini bukan untuk memberikan satu meter persegi pun lahan negara. Kita akan kembali berperang untuk ini. Dan kita akan melawan siapa pun untuk ini. Setiap tempat yang pernah dihinggapi bendera Italia, bendera Italia akan kembali ke sana; dan di setiap tempat yang belum pernah menurunkan bendera Italia, kini aku di sini, mereka tidak harus menurunkannya. Aku sudah bilang begini kepada "Führer".[196]

Selama setahun setengah, Mussolini tinggal di Gargnano di pinggir Danau Garda di Lombardia. Meskipun ia bersikeras kepada masyarakat bahwa ia dalam kendali penuh, ia tahu bahwa ia hanyalah seorang pimpinan boneka yang berada di bawah kuasa pembebas Jermannya. Dalam kata lain, gauleiter Lombardia.[197] Sesungguhnya, ia hidup dalam kondisi yang mungkin dikatakan sebagai pemenjaraan rumah oleh tentara SS Jerman, yang membatasi segala komunikasi dan perjalanannya. Ia berkata kepada salah satu rekannya bahwa dikirim ke kamp konsentrasi lebih baik daripada harus menderita seperti ini.[189]

Iya kalah di bawah tekanan dan sisa kaum Pasih setia yang mendirikan pemerintahan republik. Ia membantu merancang eksekusi sejumlah pemimpin yang mengkhianatinya dalam pertemuan terakhir Dewan Agung Fasisme. Salah satu yang dieksekusi adalah anak menantunya sendiri, Galeazzo Ciano. Sebagai kepala negara dan Menteri Luar Negeri Republik Sosial Italia, Mussolini banyak menghabiskan waktunya menulis memoir. Selain tulisan otobiografisnya yang diterbitkan tahun 1928, tulisan-tulisan ini dikumpulkan dan diterbitkan oleh Da Capo Press menjadi sebuah buku berjudul My Rise and Fall (Kejayaan dan Kejatuhanku). Dalam sebuah wawancara dengan Madeleine Mollier pada bulan Januari 1945, beberapa beulan sebelum ia ditangkap dan dibunuh oleh pemberontak Italia, ia mengatakan: "Tujuh tahun yang lalu, aku orang yang menarik. Kini, aku tidak lebih dari sekadar jenazah." Ia meneruskan:

Ya, Bu, saya sudah habis. Bintang saya sudah jatuh. Saya sudah tidak punya semangat lagi. Saya kerja dan saya mencoba, tetapi saya tahu bahwa ini semua kebohongan belaka ... Saya menunggu akhir tragedi ini dan — anehnya, saya tetap merasa terlepas dari semua ini — saya tidak lagi merasa sebagai seorang pelaku. Saya merasa saya adalah salah satu penonton terakhir.[198]

Kematian

metal cross memorial in Mezzegra Benito Mussolini 28 Aprile 1945
Salib menandai tempat di Mezzegra tempat Mussolini ditembak
Tayangan berita Amerika mengenai kematian Mussolini pada tahun 1945

Pada 25 April 1945, tentara Sekutu memasuki daerah utara Italia. Republik Salo sebentar lagi hancur. Mussolini dan simpanannya, Clara Petacci, bersiap kabur ke Swiss, dan di sana mereka berniat naik pesawat untuk kabur ke Spanyol.[199] Dua hari kemudian, pada tanggal 27 April, mereka diberhentikan dekat desa Dongo (Danau Como) oleh gerombolan komunis bernama Valerio dan Bellini. Komisaris Politik Brigade Garibaldi ke-52 gerombolan tersebut, Urbano Lazzaro, menyadari siapa mereka. Pada masa ini, saudara lelaki Petacci berpura-pura menjadi teman Spanyol mereka.[200] Setelah gagal membawa mereka ke Como, mereka dibawa ke Mezzegra. Malam terakhir mereka dihabiskan di rumah keluarga De Maria.

Ketika berita penangkapan ini menyebar, beberapa telegram muncul di markas Komite Pembebasan Nasional Italia Utara (Comitato di Liberazione Nazionale Alta Italia, CLNAI) dari markas Kantor Layanan Strategis (Office of Strategic Services, OSS) di Siena, yang isinya meminta Mussolini dipercayakan kepada kendali tentara Perserikatan Bangsa-Bangsa.[201] Klausa nomor 29 dalam perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani Eisenhower dan Marsekal Italia Pietro Badoglio pada tanggal 29 September 1943 menyatakan: "Benito Mussolini, rekan-rekan fasis utamanya, dan semua orang yang diperkirakan melakukan kejahatan perang atau kejahatan yang serupa, orang-orang yang namanya ada dalam daftar yang akan diberikan Perserikatan Bangsa-bangsa, serta berada dalam daerah yang kini atau di masa depan akan dikendalikan oleh komando militer sekutu atau pemerintahan Italia, harus segera ditangkap dan diberikan kepada tentara Perserikatan Bangsa-bangsa."[202]

Hari berikutnya, Mussolini dan Petacci ditembak mati, bersamaan dengan kebanyakan dari lima belas rekan mereka yang berisi menteri dan pejabat dalam Republik Sosial Italia. Penembakan itu dilakukan di desa kecil Giulino di Mezzegra dan dilakukan oleh ketua gerombolan yang menggunakan nama samaran Colonnello Valerio. Identitas aslinya tidak diketahui, tetapi umumnya ia diketahui sebagai Walter Audisio, orang yang mengklaim melakukan eksekusi tersebut. Ada pula anggota gerombolan lain yang menyatakan secara kontroversial bahwa Colonnello Valerio adalah Luigi Longo yang dalam negara Italia pascaperang menjadi seorang politikus komunis terkenal.[203][204] Mussolini ditembak mati dua hari sebelum Hitler dan istrinya, Eva Braun, bunuh diri. RSI hanya bertahan empat hari sebelum menteri pertahanannya, Rodolfo Graziani — satu-satunya marsekal Italia yang tetap setia pada fasisme setelah tahun 1943 — menyerahkan sisanya pada 1 Mei.

Jasad Mussolini

Pada 29 April 1945, jasad Mussolini, Petacci, dan fasis lainnya yang dieksekusi dimasukkan ke sebuah van dan dikirim ke Milan di selatan. Pada pukul 3 pagi, jasad mereka dibuang di tanah Piazzale Loreto. Piazza itu kemudian diubah namanya menjadi "Piazza Quindici Martiri" ("Plaza Lima Belas Martir") untuk menghormati jasa lima belas anggota gerombolan Italia yang dieksekusi di sana.[205]

corpses hanging by feet including Mussolini next to Petacci at Piazzale Loreto, Milan, 1945
Dari kiri ke kanan: jasadBombacci, Mussolini, Petacci, Pavolini, dan Starace di Piazzale Loreto, 1945.

Setelah ditendangi dan diludahi, jasad mereka digantung terbalik di atap sebuah stasiun pom bensin Esso.[206] Jasad-jasad itu kemudian dilempari batu oleh para warga. Loyalis fasis, Achille Starace, ditangkap dan dihukum mati kemudian dibawa ke Piazzale Loreto dan diperlihatkan jasad Mussolini. Starace, yang pernah berkata bahwa Mussolini adalah "Tuhan",[207] memberikan penghormatan kepada sisa pemimpinnya sebelum ia ditembak mati. Jasad Starace kemudian digantungkan di samping Mussolini.

Setelah kematiannya, dan setelah penampilan jasadnya di Milan, Mussolini kemudian dikuburkan dalam kuburan tidak bertanda di kuburan Musocco di bagian utara kota. Pada minggu Paskah tahun 1946, jasadnya ditemukan dan digali oleh Domenico Leccisi dan dua orang neo-fasis lainnya.

Setelah hilang selama berbulan-bulan dan menimbulkan kegelisahan mendalam di demokrasi Italia yang baru kembali tumbuh, jasad Mussolini akhirnya "ditangkap kembali" pada bulan Agustus. Jasad itu disembunyikan dalam sebuah gerobak kecil di Certosa di Pavia, tidak jauh di luar Milan. Dua orang pendeta Fransiskan dituduh menyembunyikan mayat tersebut, tetapi setelah penyidikan lebih lanjut diketahui bahwa mayat itu banyak berpindah-pindah. Tidak yakin harus melakukan apa lagi, otoritas negara kemudian menahan jasad itu selama sepuluh tahun, sebelum akhirnya dikuburkan kembali di Predappio di Romagna, tempat kelahirannya. Adone Zoli, perdana menteri Italia waktu itu, menghubungi Donna Rachele, janda sang diktator, untuk memberitahunya bahwa ia akan mengembalikan jasad itu karena ia membutuhkan dukungan sayap kanan di parlemen, termasuk Leccisi (yang menculik mayat Mussolini). Di Preddapio, diktator itu dikubur di sebuah ruang bawah tanah (satu-satunya penghormatan setelah mati yang diberikan kepada Mussolini). Jasadnya dikelilingi fases marmer dan nisannya adalah sebuah patung dada figur dirinya.[208]

Kehidupan pribadi

Istri pertama Mussolini adalah Ida Dalser, yang ia nikahi di Trento pada tahun 1914. Pasangan ini memiliki anak lelaki pada tahun berikutnya yang diberi nama Benito Albino Mussolini (1915–1942). Pada bulan Desember 1915, Mussolini kembali menikah dengan Rachele Guidi, yang sebenarnya sudah menjadi pacarnya sejak 1910. Setelah kenaikan karier politiknya, informasi mengenai pernikahan pertamanya ini ditekan dan istri dan anak lelaki pertamanya juga dipersekusi. Dengan Rachele, Mussolini mendapatkan dua orang anak perempuan, Edda (1910–1995) dan Anna Maria (1929–1968). Anak keduanya ini menikah di Ravenna pada 11 Juni 1960 dengan Nando Pucci Negri. Ia juga mendapat tiga orang anak laki-laki, Vittorio (1916–1997), Bruno (1918–1941) dan Romano (1927–2006). Mussolini memiliki beberapa simpanan, antara lain Margherita Sarfatti dan partner terakhirnya, Clara Petacci. Mussolini banyak berhubungan seksual dengan pendukung perempuannya, sebagaimana dituliskan oleh biografernya, Nicholas Farrell.[209]

Mussolini mengidap klaustrofobia yang mungkin didapatkan akibat penjeblosan ke penjara. Ia menolak masuk ke Grotta Azzurra (sebuah goa laut di pantai Capri) dan lebih menyukai ruangan-ruangan besar seperti kantor 18 m x 12 m x 12 m yang ia miliki di Palazzo Venezia.[22]

Selain bahasa Italia, Mussolini mampu berbicara bahasa Inggris, Prancis, dan bahasa Jerman yang belum fasih (kesombongannya membuatnya tidak pernah menggunakan interpreter Jerman). Fakta ini menjadi penting dalam Konferensi Munchen karena tidak ada pemimpin nasional lain yang bisa bahasa lain selain bahasa ibu mereka. Waktu itu, Mussolini secara efektif menjadi "interpreter utama" di konferensi tersebut.[210]

Pandangan religius

Ateisme dan anti-rohaniwan

Mussolini dibesarkan oleh ibu Katolik taat[211] dan ayah anti-rohaniwan.[212] Ibunya, Rosa, membaptisnya ke dalam Gereja Katolik Roma, dan membawanya ke gereja setiap Minggu. Ayahnya tidak pernah ikut.[211] Mussolini menganggap masa yang ia habiskan di sekolah asrama sebagai hukuman. Ia membandingkan pengalaman bersekolah itu dengan neraka, dan ia "sekali pernah menolak ikut misa pagi dan harus ditarik ke sana secara paksa."[213]

Mussolini kemudian menjadi anti-rohaniwan, seperti ayahnya. Sebagai lelaki muda, ia "menyatakan dirinya adalah seorang ateis[214] dan beberapa kali mencoba mengejutkan audiens dengan meminta Tuhan membunuhnya".[212] Ia percaya bahwa sains telah membuktikan ketiadaan Tuhan, dan Yesus dalam sejarah adalah figur yang bodoh dan gila. Ia menganggap agama adalah penyakit jiwa dan menuduh Kristenitas membuat orang bersikap pasrah dan pengecut.[212] Mussolini percaya takhayul. Setelah mendengar tentang kutukan firaun, ia segera meminta penyingkiran mumi Mesir yang baru ia terima sebagai hadiah yang diletakkan di Palazzo Chigi.[22]

Mussolini amat mengagumi Friedrich Nietzsche. Menurut Denis Mack Smith, "Dalam Nietzsche, ia menemukan justifikasi untuk pertarungannya melawan nilai-nilai baik Kristen seperti kerendahan hati, kepasrahan, kedermawanan, dan kebaikan."[215] Ia menyukai konsep übermensch Nietzsche: "Sang egois sesungguhnya yang melawan baik Tuhan maupun masyarakat, yang membenci egalitarianisme dan demokrasi, yang percaya bahwa yang terlemah harus dipaksa dan didorong kalau mereka tidak cukup cepat".[215] Untuk ulang tahunnya yang ke-60, Mussolini menerima hadiah dari Hitler berisi satu set karya Nietzsche berisi 24 jilid.[216]

Mussolini banyak membuat serangan keras terhadap Kristenitas dan Gereja Katolik. Ia sering membuat pernyataan-pernyataan provokatif tentang sakramen hosti, dan juga tentang percintaan Kristus dengan Maria Magdalena. Ia mengejek sosialis yang toleran terhadap agama dan membaptis anak mereka. Ia meminta agar para sosialis yang menerima pernikahan religius dikeluarkan dari partai. Ia mengecam Gereja Katolik, untuk "otoritarianisme-nya, menolak kebebasan berpikir ..." Koran Mussolini, La Lotta di Classe, konon memiliki sikap editorial anti-Kristen.[217]

Perjanjian Lateran

Meskipun membuat serangan seperti itu, Mussolini mencoba memenangkan dukungan populer dengan cara menyanjung-nyanjungkan mayoritas Katolik di Italia. Pada tahun 1924, Mussolini memastikan bahwa tiga orang anaknya mendapatkan sakramen. Di tahun 1925, seorang pendeta dipanggil untuk melakukan sakramen perkawinan bagi dirinya dan istrinya Rachele, yang sudah ia nikahi dalam pernikahan sipil 10 tahun yang lalu.[218] Pada 11 Februari 1929, ia menandatangani sebuah konkordat dan perjanjian dengan Gereja Katolik Roma.[219] Di bawah Perjanjian Lateran, Kota Vatikan kini diberikan kemerdekaan sebagai negara dan di bawah kekuasaan hukum Gereja — bukan hukum Italia — dan agama Katolik diberikan pengenalan khusus sebagai agama negara Italia.[220] Gereja juga kembali diberikan kendali atas pernikahan, Katolisitas boleh diajarkan di semua sekolah menengah pertama, kendali kelahiran dan freemasonry dilarang, serta para rohaniwan menerima subsidi dari negara dan dibebaskan dari pajak.[221][222] Paus Pius XI memuji Mussolini. Koran resmi Katolik mengatakan "Italia telah diberikan kembali kepada Tuhan, dan Tuhan kepada Italia."[220]

Setelah rekonsiliasi ini, Mussolini mengklaim bahwa Gereja tetap berada di bawah kendali negara dan asal mula Katolisitas adalah "sebuah sekte minor yang hanya menyebar dari Palestina karena dipasangkan dalam organisasi Imperium Romawi." Setelah konkordat tersebut, "ia menyita lebih banyak koran Katolik dalam tiga bulan selanjutnya daripada tujuh tahun sebelumnya." Mussolini konon hampir di-ekskomunikasi dari Gereja Katolik pada masa ini.[219]

Mussolini di hadapan umum melakukan rekonsiliasi dengan Paus Pius XI tahun 1932, tetapi ia "memastikan agar tidak ada foto dirinya yang bersimpuh atau menunjukkan penghormatan kepada Paus." Ia ingin mengajak kaum Katolik untuk percaya bahwa "fasisme bersifat Katolik, dan ia sendiri merupakan seorang pengiman yang setiap hari meluangkan waktunya untuk berdoa ..."[219] Paus kemudian mulai memanggil Mussolini "seseorang yang dikirimkan Pemeliharaan Tuhan."[217][219] Meskipun Mussolini berupaya tampak beriman, dalam perintah partainya, kata ganti orang yang merujuk padanya "harus menggunakan huruf kapital, seperti kata ganti yang merujuk pada Tuhan ..."[219]

Pada tahun 1938, Mussolini mulai menyatakan kembali sikapnya yang anti-rohaniwan. Ia kadang memanggil dirinya seorang "kafir yang tegas" dan ia menyatakan kepada kabinetnya, "Islam mungkin adalah agama yang lebih efektif daripada Kristen" serta "kepausan adalah tumor berbahaya di Tubuh Italia dan harus 'dilepaskan selamanya' karena tidak ada ruang di Roma untuk Paus dan untuk dirinya pada waktu yang sama."[223]

Setelah kejatuhannya dari kekuasaan di tahun 1943, Mussolini mulai berbicara "lebih banyak tentang Tuhan dan kewajiban hati nurani", meskipun ia "tidak banyak menanggapi rohaniwan dan sakramen Gereja".[224] Ia juga mulai menarik kemiripan antara dirinya dan Yesus Kristus.[224] Janda Mussolini, Rachele, mengatakan bahwa suaminya "pada dasarnya tetap tidak beragama sampai tahun-tahun terakhir hidupnya".[225] Mussolini diberikan upacara pemakaman Katolik pada tahun 1957.[226]

Pandangan Mussolini tentang antisemitisme dan ras

Mussolini walking with Adolf Hitler in Berlin, in military uniforms 1937
Mussolini dengan Adolf Hitler di Berlin, 1937

Walaupun Mussolini pada awalnya menolak rasisme biologis, ia adalah seseorang yang amat percaya pada sifat-sifat nasional dan banyak membuat generalisasi terhadap orang Yahudi. Ia tetap menganggap orang Yahudi Italia sebagia orang Italia. Perkataannya mengenai orang Yahudi di akhir dekade 1910an dan awal 1920an biasanya tidak konsisten dan lebih karena terbawa suasana, bukan karena kepercayaannya pribadi. Mussolini menyalahkan Revolusi Rusia tahun 1917 pada "pembalasan dendam orang Yahudi" terhadap Kristenitas, dengan mengatakan: "Ras tidak mengkhianati ras ... Bolshevisme sedang dipertahankan oleh plutokrasi internasional. Itu kebenarannya." Ia juga mengatakan bahwa 80% pemimpin Soviet adalah orang Yahudi.[227] Akan tetapi, dalam waktu beberapa minggu, ia berselisih dengan dirinya sendiri saat mengatakan "Bolshevisme bukan, sebagaimana dipercayai orang, sebuah fenomena Yahudi. Kenyataannya adalah Bolshevisme mengantarkan kehancuran bagi orang Yahudi di Eropa Timur."[228]

Pada awal dekade 1920an, Mussolini mengatakan bahwa fasisme tidak akan pernah mengangkat "Persoalan Yahudi". Dalam sebuah artikel ia menulis, "Italia tidak kenal antisemitisme dan kami percaya kami tidak akan pernah mengenalnya", lalu menjelaskan: "mari kita berharap bahwa orang Yahudi Italia akan terus masuk akal agar tidak menimbulkan antisemitisme di satu-satunya negara yang tidak pernah memiliki antisemitisme."[229] Pada tahun 1932, Mussolini dalam sebuah percakapan dengan Emil Ludwig mengatakan bahwa antisemitisme adalah "kejahatan Jerman" dan "Tidak pernah ada 'Persoalan Yahudi' di Italia, dan tidak mungkin ada itu di sebuah negara dengan sistem pemerintahan yang sehat."[230] Dalam beberapa kesempatan, Mussolini bersikap positif terhadap orang Yahudi dan gerakan Zionis,[231] meskipun fasisme masih terus curiga terhadap Zionisme setelah Partai Fasis mendapatkan kekuasaan.[232] Pada tahun 1934, Mussolini mendukung pendirian Akademi Kelautan Betar di Civitavecchia, untuk mengajarkan kadet Zionis di bawah tuntunan Ze'ev Jabotinsky. Ia mengatakan bahwa sebuah negara Yahudi akan menguntungkan Italia.[233] Sampai tahun 1938, Mussolini menolak semua antisemitisme di dalam Partai Fasis.[231]

Hubungan antara Mussolini dan Adolf Hitler dari awal sudah dipertanyakan. Meskipun Hitler mengatakan bahwa Mussolini adalah seorang pengaruh baginya dan secara pribadi menyatakan kekagumannya,[234] Mussolini tidak banyak menyukai Hitler, terutama setelah Nazi membunuh teman dan sekutunya, Engelbert Dollfuss, sang diktator austrofasis dari Austria, pada tahun 1934.

Dengan pembunuhan Dollfuss, Mussolini berupaya menjauhkan dirinya dari Hitler. Ia banyak menolak rasialisme (terutama Nordikisme dan Jermanikisme) dan antisemitisme yang dipercayai oleh sang radikal Jerman. Pada masa ini, ia menolak rasisme biologis, setidaknya sebagai kepercayaan Nazi, dan ia lebih banyak melakukan "Italianisasi" pada bagian-bagian Imperium Italia yang ingin ia bangun.[235] Ia menyatakan bahwa ide eugenika dan konsep rasis negara Arya tidak mungkin dilakukan.[235] Mussolini menyatakan bahwa konsep ras unggul adalah "omong kosong yang keterlaluan, bodoh, dan idiotik."[236]

Saat membicarakan dekrit Nazi bahwa orang Jerman harus membawa paspor dengan afiliasi ras Aryan atau Yahudi di dalamnya pada tahun 1934, Mussolini bertanya bagaimana mereka menggambarkan keanggotaan dalam "ras Jerman":

Tapi ras apa? Memang ada ras Jerman? Pernah ada? Akan ada? Kenyataan, mitos, atau kebohongan para teoris?
Ah, ya sudah, kita jawab: ras Jerman tidak ada. Banyak gerakan. Kebingungan. Kita ulang. Tidak ada. Bukan kita yang bilang demikian. Para ilmuwan yang bilang demikian. Hitler yang bilang demikian.[237]

Ketika wartawan Jerman-Yahudi, Emil Ludwig, menanyakan mengenai pandangannya tentang ras di tahun 1933, Mussolini menjawab:

Ras! Rasa adalah sebuah perasaan, bukan kenyataan: setidaknya sembilan puluh lima persen, hanya perasaan. Tidak akan ada yang membuat saya percaya bahwa ras murni biologis dapat ada hari ini. Lucunya, tidak satu pun dari semua orang "bangsawan" ras Teutonik itu memiliki ras Teuton. Gobineau orang Perancis, (Houston Stewart) Chamberlain orang Inggris, Woltmann orang Yahudi, Lapouge, orang Perancis, lagi.[238][239]

Dalam sebuah pidato di Bari tahun 1934, ia mengulangi sikapnya terhadap ideologi ras unggul Jerman:

Tiga abad sejarah kini membuat kita memandang dengan rasa kasihan yang amat sangat terhadap doktrin tertentu yang diceramahkan di balik Pegunungan Alpen oleh orang-orang yang buta huruf saat di Roma ada Caesar, Virgil, dan Agustusus.[240][241]

Meskipun fasisme Italia banyak mengubah sikap resminya terhadap ras, dalam periode 1920 hingga 1934, secara ideologis fasisme Italia aslinya tidak mendiskriminasi masyarakat Yahudi di Italia. Mussolini menyadari bahwa sekelompok kecil mereka telah hidup di Italia "sejak zaman raja-raja Romawi" dan mereka "tidak boleh diganggu".[242] Dalam Partai Fasis Nasional pun ada orang Yahudi, seperti Ettore Ovazza, yang pada tahun 1935 mendirikan koran fasis Yahudi, La Nostra Bandiera ("Bendera Kita").[243]

Halaman depan koran Italia, Corriere della Sera, pada 11 November 1938: rezim fasis mencanangkan hukum ras.

Di pertengahan tahun 1938, pengaruh besar Hitler atas Mussolini kini semakin jelas dengan Manifesto Ras. Manifesto tersebut, yang dimodel dekat dengan Hukum Nuremberg Nazi,[109] mencabut kewarganegaraan Italia dari orang Yahudi dan jabatan mereka di pemerintah atau swasta. Hukum ras itu mengatakan bahwa orang Italia adalah bagian ras Arya, melarang hubungan seksual dan pernikahan antara orang Italia dan orang-orang yang dianggap datang dari "ras inferior", seperti orang Yahudi atau orang Afrika.[244] Orang Yahudi tidak diizinkan memiliki atau mengurusi perusahaan yang berhubungan dengan produksi militer, atau pabrik yang mempekerjakan lebih dari seratus karyawan atau memiliki valuasi di atas nilai tertentu. Mereka tidak boleh memiliki tanah di atas nilai jual tertentu, bekerja sebagai tentara di angkatan bersenjata, mempekerjakan bantuan rumah non-Yahudi, atau masuk ke partai Fasis. Mereka juga dilarang bekerja di bank, perusahaan asuransi, dan sekolah umum.[245] Walau banyak sejarawan mengatakan bahwa Manifesto Ras adalah gerakan politik pragmatis hanya untuk mendapatkan bantuan dari sekutu baru Italia,[246] ada pula beberapa sejarawan lain yang menentang sudut pandang itu.[247] Sejarawan lain tersebut menyebut bahwa Mussolini dan pejabat fasis lainnya sudah membawa sentimen antisemitik sejak sebelum 1938, misalnya responsnya terhadap banyaknya jumlah orang Yahudi di Giustizia e Libertà, sebuah organisasi anti-fasis yang sangat terkenal.[248] Para pendukung sudut pandang ini menyatakan bahwa pencanangan hukum-hukum antisemitik tersebut oleh Mussolini merupakan varian antisemitisme Italia yang sedikit berbeda dari yang di Jerman.[249] Antisemitisme di Italia menganggap bahwa orang Yahudi terikat erat dengan dekadensi dan liberalisme,[250] dan dipengaruhi tidak hanya oleh fasisme tetapi juga oleh Gereja Katolik.[124]

Bahkan setelah pencanangan hukum ras, Mussolini terus membuat pernyataan yang bertentangan tentang ras.[227] Banyak pejabat tinggi pemerintah yang mengatakan kepada perwakilan rakyat Yahudi bahwa antisemitisme di Italia Fasis akan segera berakhir.[227] Antisemitisme tidak disukai di dalam Partai Fasis. Pernah suatu kali, seorang ilmuwan fasis memprotes Mussolini tentang perlakuannya terhadap teman-teman Yahudinya. Mussolini konon menjawab: "Saya setuju dengan Anda sepenuhnya. Saya tidak percaya sedikitpun dengan teori anti-Semitik. Saya melakukan kebijakan ini murni untuk alasan politik."[251] Hitler sangat kecewa dengan ketiadaan antisemitisme Mussolini.[252] Joseph Goebbels juga berpendapat sama; ia pernah mengatakan, "Mussolini tampaknya tidak menyadari persoalan Yahudi." Teoris ras Nazi, Alfred Rosenberg, mengkritik Italia Fasis yang menurutnya tidak memiliki konsep nyata mengenai 'ras' dan 'ke-Yahudi-an'. Julius Streicher, rasis terkenal, menulis sebuah artikel di koran propaganda tidak resmi Nazi Der Stürmer bahwa Mussolini hanyalah seorang boneka dan pengikut.[253]

Mussolini dan Tentara Italia mengokupasi daerah-daerah yang sangat melawan upaya Jerman dalam mendeportasi orang Yahudi Italia ke kamp konsentrasi Nazi.[254] Penolakan Italia untuk menyetujui persekusi Yahudi dari Jerman ini memengaruhi negara-negara lain.[254]

Pada bulan September 1943, banyak skuad militer semi-otonom yang berisi fanatik Fasis muncul di Republik Salo. Skuad-skuad ini meneror orang Yahudi dan gerombolan komunis selama setahun setengah. Dalam vakum kekuasaan yang hadir 3-4 bulan pertama okupasi, skuad militer ini hampir tidak terkendali. Banyak dari mereka terhubung dengan politikus Fasis berjabatan tinggi.[255] Kaum fasis Italia, termasuk pejabat pemerintah, banyak yang mencoba mendekati orang Nazi. Tetangga mengkhianati tetangga dengan menjadi informan, para Baju Hitam menyekap orang Yahudi dan mengirimkannya ke SS Jerman, dan wartawan Italia tampaknya berlomba-lomba atas siapa yang bisa jadi paling antisemitik.[256]

Banyak perkiraan bahwa Mussolini mengadopsi Manifesto Ras pada tahun 1938 murni untuk alasan taktik, yaitu memperkuat hubungan Italia dengan Jerman. Mussolini dan militer Italia tidak menjalankan hukum yang dicanangkan dalam manifesto tersebut secara konsisten. Pada bulan Desember 1943, Mussolini mengaku kepada wartawan/politikus Bruno Spampanato. Pengakuan tersebut tampak seperti ia menyesali Manifesto Ras:

Manifesto Ras seharusnya bisa dihindari. Sainsnya kasar, diperoleh dari beberapa guru dan wartawan; sekadar esai Jerman yang diterjemahkan dengan jelek ke bahasa Italia. Manifesto itu jauh dari apa pun yang pernah saya katakan, tulis, dan setujui tentang topik itu. Saya sarankan Anda membaca isu-isu lama Il Popolo d'Italia. Untuk alasan ini, saya tidak menerima mitos yang dikeluarkan Alfred Rosenberg.[257]

Mussolini juga berupaya merangkul kaum Muslim di dalam imperiumnya dan di negara-negara Arab di Timur Tengah. Pada tahun 1937, Muslim di Libyamemberikan "Pedang Islam" kepada Mussolini. Propaganda fasis kemudian mengatakan bahwa Mussolini adalah "Pelindung Islam".[258]

Walau Mussolini tampaknya memang tidak percaya terhadap rasisme biologis, Italia fasis mengeluarkan berbagai hukum yang berdasar pada ide tersebut, dalam imperium kolonial Mussolini, sesuai perintahnya, serta sesuai dengan perintah pejabat fasis yang berjabatan lebih rendah.[253] Setelah Perang Italia-Senussi Kedua, Mussolini memerintahkan Marsekal Pietro Badoglio untuk melarang amalgamasi di Libya. Ia takut bahwa penduduk Italia di koloni akan turun menjadi "kasta rendah" kalau hubungan seksual antarras diperbolehkan, sebagaimana tampak di Tunisia, yang waktu itu merupakan koloni Prancis.[124] Pada masa Perang Italia-Etiopia Kedua, Mussolini mencanangkan banyak hukum yang mewajibkan segregasi ras ketat antara orang kulit hitam dan orang Italia di Afrika Timur Italia. Hukum-hukum rasis tersebut lebih ketat dan meluas dibanding di koloni-koloni Eropa lainnya. Di koloni lain tersebut, hukum ras biasanya lebih informal. Sementara di Afrika Timur Italia, hukum ras lebih mirip dengan hukum ras era apartheid di Afrika Selatan; segala tetek-bengek masyarakat dikendalikan dalam konteks segregasi ras. Segregasionisme Italia fasis juga berbeda dari koloni-koloni lain dalam hal tempat kemunculannya: segregasionisme Italia muncul dari Italia perkotaan, khususnya dari Mussolini sendiri, dan bukan dari dalam koloni. Meskipun banyak hukum itu diabaikan oleh pejabat lokal karena kesulitan penegakannya, Mussolini sering memprotes bawahannya yang tidak menegakkan hukum itu.[259]

Warisan

Keluarga

Tomb of Mussolini in the family crypt, in the cemetery of Predappio, sarcophagus with death mask
Makam Mussolini dalam ruang bawah tanah keluarga, kuburan Predappio

Mussolini meninggalkan istrinya, Rachele Mussolini; dua orang anak lelaki, Vittorio dan Romano Mussolini; anak-anak perempuannya, Edda Mussolini (janda Count Ciano) dan Anna Maria. Seorang anak lelaki ketiga, Bruno, meninggal akibat kecelakaan pesawat saat menguji sebuah pesawat pengebom Piaggio P.108, 7 Agustus 1941. Anak lelakinya yang tertua, Benito Albino Mussolini, dari pernikahannya dengan Ida Dalser, diperintahkan berhenti mengklaim bahwa Mussolini adalah ayahnya; pada tahun 1935, ia dipaksa masuk ke sebuah rumah sakit jiwa di Milan. Di situ ia dibunuh dengan banyak suntikan induksi koma pada tanggal 26 Agustus 1942. Alessandra Mussolini, anak perempuan Romano Mussolini dengan Anna Maria Scicolone, saudara perempuan Sophia Loren, sempat menjadi anggota Parlemen Eropa mewakili gerakan sayap kanan jauh Alternativa Sociale; ia juga sempat menjadi seorang deputi di dewan perwakilan rendah Italia serta sempat menjadi anggota Senat Italia sebagai anggota partai Forza Italia yang dipimpin oleh Silvio Berlusconi.

Neofasisme

Meskipun Partai Fasis Nasional kemudian dilarang oleh Konstitusi Italia pascaperang, sejumlah partai neofasis muncul dan terus membawa warisan perjuangan fasisme. Dalam sejarah Italia, partai neofasis terbesar adalah Gerakan Sosial Italia (Movimento Sociale Italiano), yang bubar pada tahun 1995 dan digantikan dengan Aliansi Nasional, partai konservatif yang menjauhkan diri dari fasisme (pendirinya, mantan menteri luar negeri Gianfranco Fini, menyatakan dalam sebuah kunjungan ke Israel bahwa fasisme adalah "kejahatan").[260] Aliansi Nasional dan sejumlah partai neofasis kemudian bergabung pada tahun 2009, menciptakan Partai Masyarakat Kebebasan (Il Popolo della Libertà) yang dipimpin oleh Silvio Berlusconi, perdana menteri masa itu. Partai ini akhirnya bubar setelah kalah dalam pemilihan umum 2013. Pada 2012, banyak mantan anggota Aliansi Nasional yang kemudian bergabung dalam Persaudaraan Italia (Fratelli d'Italia).

Kesan masyarakat

Pada Februari 2018, sebuah polling yang dilakukan oleh institut penelitian Demos & Pi menunjukkan bahwa dari 1.014 orang yang diwawancarai, sekitar 19% orang Italia usia pemilih dari seluruh spektrum politik Italia memiliki pendapat "positif atau amat positif" terhadap Mussolini; 60% berpendapat negatif; serta 21% tidak memiliki pendapat.[261]

Bibliografi

  • Giovanni Hus, il Veridico (Jan Hus, True Prophet), Rome (1913). Dipublikasikan di Amerika Serikat sebagai John Hus (New York: Albert and Charles Boni, 1929). Dipublikasikan ulang oleh Italian Book Co., NY (1939) dengan judul John Hus, the Veracious.
  • The Cardinal's Mistress (trans. Hiram Motherwell, New York: Albert and Charles Boni, 1928).
  • Ada esai tentang "The Doctrine of Fascism" yang ditulis oleh Benito Mussolini, muncul dalam edisi Enciclopedia Italiana tahun 1932.
  • La Mia Vita ("Hidupku"), otobiografi Mussolini yang ditulis atas permintaan Duta Besar Amerika di Roma (Child). Mussolini awalnya tidak tertarik, tetapi ia kemudian memutuskan untuk mendiktekan cerita hidupnya kepada Arnaldo Mussolini, adiknya. Cerita otobiografi ini berakhir pada 1929. Termasuk di dalamnya adalah pikiran-pikiran personal Mussolini tentang politik Italia dan alasan-alasan yang mendasari ide revolusioner barunya. Terdapat pula Pawai ke Roma dan permulaan kediktatoran, serta beberapa pidatonya yang paling terkenal di Parlemen Italia (Okt 1924, Jan 1925).
  • Vita di Arnaldo (Hidup Arnaldo), Milano, Il Popolo d'Italia, 1932.
  • Scritti e discorsi di Benito Mussolini (Tulisan dan Diskursus Benito Mussolini), 12 jilid, Milano, Hoepli, 1934–1940.
  • Four Speeches on the Corporate State, Laboremus, Roma, 1935, p. 38
  • Parlo con Bruno (Wawancara dengan Bruno), Milano, Il Popolo d'Italia, 1941.
  • Storia di un anno. Il tempo del bastone e della carota (Sejarah satu Tahun), Milano, Mondadori, 1944.
  • Dari tahun 1951 hingga 1962, Eduardo dan Duilio Susmel memproduksi Opera Omnia (karya lengkap) Mussolini dalam 35 jilid, bagi penerbit La Fenice.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ See Benito Diarsipkan 17 Juni 2015 di Wayback Machine. and Mussolini Diarsipkan 17 Juni 2015 di Wayback Machine. in Luciano Canepari, Dizionario di pronuncia italiana online
  2. ^ Hakim, Joy (1995). A History of Us: War, Peace and all that Jazz. New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-509514-2. 
  3. ^ "Historic Figures: Benito Mussolini (1883–1945)". BBC – History – bbc.co.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 September 2018. Diakses tanggal 7 September 2015. 
  4. ^ "Mussolini founds the Fascist party – Mar 23, 1919". History.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Oktober 2018. Diakses tanggal 7 September 2015. 
  5. ^ "Historic Figures: Benito Mussolini (1883–1945)". BBC – History – bbc.co.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Desember 2019. Diakses tanggal 20 Desember 2019. 
  6. ^ Michael Sanfey (2003). "On Salazar and Salazarism". Studies: An Irish Quarterly Review. 92 (368): 405–411. JSTOR 30095666. 
  7. ^ Anthony James Gregor (1979). Young Mussolini and the Intellectual Origins of Fascism. University of California Press. ISBN 978-0520037991. 
  8. ^ Simonetta Falasca-Zamponi (1997). Fascist Spectacle: The Aesthetics of Power in Mussolini's Italy. University of California Press. hlm. 45. ISBN 978-0520926158. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 April 2020. Diakses tanggal 11 Juni 2017. 
  9. ^ a b c d e Gregor 1979, hlm. 191.
  10. ^ a b c d e Moseley 2004.
  11. ^ Setiadi, Arif Fajar/ (29 Juli 2022). "Sejarah Hari Ini: 29 Juli 1883, Lahirnya Pemimpin Italia Mussolini". Solopos. Diakses tanggal 18 Desember 2022. 
  12. ^ a b c d Charles F. Delzel, ed. (1970). Mediterranean Fascism 1919–1945. Harper Rowe. hlm. 3. 
  13. ^ a b c d e Gentile, Emilio (2012). "Mussolini, Benito". Dizionario Biografico degli Italiani (dalam bahasa Italia). 77. Istituto dell'Enciclopedia Italiana. 
  14. ^ a b Collins, M. E.; Henry, Gráinne; Tonge, Stephen (2004). "Chapter 2". Living history 2: A Complete Course for Junior Certificate (edisi ke-New). Dublin: Educational Company of Ireland. ISBN 978-1-84536-028-3. 
  15. ^ "Alessandro Mussolini 1854". GeneAll.net. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 November 2019. Diakses tanggal 10 Agustus 2014. 
  16. ^ De Felice, Renzo (1965). Mussolini. Il Rivoluzionario (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. hlm. 11. 
  17. ^ Gregor 1979, hlm. 29.
  18. ^ Gregor 1979, hlm. 31.
  19. ^ a b "Benito Mussolini". Grolier.com. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Februari 2008. 
  20. ^ Mediterranean Fascism by Charles F. Delzel p. 96
  21. ^ Mauro Cerutti: Benito Mussolini di Jerman, Prancis dan Italia di Historical Dictionary of Switzerland daring.
  22. ^ a b c d e f Gunther, John (1940). Inside Europe. New York: Harper & Brothers. hlm. 236–37, 239–41, 243, 245–49. 
  23. ^ Haugen, Brenda (2007). Benito Mussolini. Compass Point Books. ISBN 978-0-7565-1892-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  24. ^ De Felice, Renzo (1965). Mussolini. Il Rivoluzionario (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. hlm. 36–37. 
  25. ^ Marc Tribelhorn (3 April 2018). "Neue Zürcher Zeitung – Als Mussolini den Ehrendoktor der Uni Lausanne erhielt". Neue Zürcher Zeitung. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Juni 2018. Diakses tanggal 12 November 2018. 
  26. ^ De Felice, Renzo (1965). Mussolini. Il Rivoluzionario (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. hlm. 46. 
  27. ^ De Felice, Renzo (1965). Mussolini. Il Rivoluzionario (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. hlm. 47. 
  28. ^ "Mussolini: il duce". ThinkQuest.org. 24 Oktober 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Mei 2010. 
  29. ^ Georg Scheuer: Mussolinis langer Schatten. Marsch auf Rom im Nadelstreif. Köln 1996, S. 21.
  30. ^ Denis Mack Smith, Mussolini; A biography (1982) pp. 9–13
  31. ^ R.J.B. Bosworth, Mussolini (2002) pp. 55–68
  32. ^ Margherita G. Sarfatti, The Life of Benito Mussolini p. 156
  33. ^ taken from WorldCat's entry for this book's title.
  34. ^ Charles F. Delzel, ed., Mediterranean Fascism 1919–1945 (1970) p. 3
  35. ^ a b Delzel, ed., Mediterranean Fascism 1919–1945 p. 4
  36. ^ Anthony James Gregor, Young Mussolini and the Intellectual Origins of Fascism, pp. 41–42
  37. ^ Denis Mack Smith, Mussolini: A Biography, (1983), p. 7
  38. ^ Bosworth, Mussolini (2002) p. 86
  39. ^ Sewell, Rob (4 Agustus 2014). "4th August 1914: The Great Betrayal and Collapse of the Second International". In Defence of Marxism (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 28 Mei 2022. 
  40. ^ Tucker 2005, hlm. 884.
  41. ^ Tucker 2005, hlm. 335.
  42. ^ Tucker 2005, hlm. 219.
  43. ^ a b Tucker 2005, hlm. 826.
  44. ^ Tucker 2005, hlm. 209.
  45. ^ Gregor 1979, hlm. 176.
  46. ^ Tucker 2005, hlm. 596.
  47. ^ Ludwig, Emil (1969). Nine etched from life; Nansen, Masaryk, Briand, Rathenau, Motta, Lloyd George, Venizelos, Mussolini, Stalin. Freeport, N.Y: Books for Libraries Press. hlm. 321. ISBN 978-0-8369-1225-8. 
  48. ^ Gregor 1979, hlm. 189.
  49. ^ Delzell 1971, hlm. 4.
  50. ^ Delzell 1971, hlm. 6.
  51. ^ Denis Mack Smith. 1997. Modern Italy: A Political History. Ann Arbor: The University of Michigan Press. p. 284.
  52. ^ Gregor 1979, hlm. 200.
  53. ^ Gregor 1979, hlm. 191–92.
  54. ^ a b Gregor 1979, hlm. 192.
  55. ^ Gregor 1979, hlm. 193.
  56. ^ Gregor 1979, hlm. 195.
  57. ^ Gregor 1979, hlm. 193, 195.
  58. ^ Gregor 1979, hlm. 195–96.
  59. ^ Gregor 1979, hlm. 196.
  60. ^ Deizel 1971, hlm. 4.
  61. ^ a b Schindler, John R. (2001). Isonzo: the Forgotten Sacrifice of the Great War. Westport, Conn.: Prager. hlm. 88–89, 103, 200–201. 
  62. ^ a b Mussolini: A Study in Power, Ivone Kirkpatrick, Hawthorne Books, 1964. ISBN 0-8371-8400-2
  63. ^ Editors, History com (19 Februari 2021). "Mussolini wounded by mortar bomb". HISTORY (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 29 Mei 2022. 
  64. ^ Owen, Richard (13 Januari 2005). "Power-mad Mussolini sacrificed wife and son". The Times. UK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Juni 2011. Diakses tanggal 14 Mei 2009. 
  65. ^ Sarfatti, Margherita (2012). My Fault: Mussolini As I Knew Him (dalam bahasa Inggris). Enigma Books. hlm. 34. ISBN 978-1-936274-40-6. 
  66. ^ Kington, Tom (13 Oktober 2009). "Recruited by MI5: the name's Mussolini. Benito Mussolini Documents reveal Italian dictator got start in politics in 1917 with help of £100 weekly wage from MI5". Guardian. UK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Mei 2019. Diakses tanggal 14 Oktober 2009. Mussolini dibayar £100 setiap minggunya dari musim semi tahun 1917 selama setahun untuk terus mengampanyekan kampanye anti perang yang setara dengan £6,000 setiap minggunya pada tahun 2020 
  67. ^ Christopher Hibbert (2001). Rome: The Biography of a City. Penguin Books Limited. hlm. 427–. ISBN 978-0-14-192716-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Januari 2017. Diakses tanggal 7 Januari 2017. As early as Februari 1918 he had been pressing for the appointment of a dictator in Italy, 'a man who is ruthless and energetic enough to make a clean sweep'. Three months later, in a widely reported speech at Bologna, he hinted that he ... 
  68. ^ "We're all fascists now". Salon.com. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2008. 
  69. ^ "The Rise of Benito Mussolini". History Sandiago. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Mei 2008. Diakses tanggal 29 Mei 2022. 
  70. ^ Acemoglu, Daron; De Feo, Giuseppe; De Luca, Giacomo; Russo, Gianluca (2022-05-01). "War, Socialism, and the Rise of Fascism: an Empirical Exploration*". The Quarterly Journal of Economics. 137 (2): 1233–1296. doi:10.1093/qje/qjac001. ISSN 0033-5533. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-07. Diakses tanggal 2022-05-29. 
  71. ^ Kirkpatrick, Ivone (1964). Mussolini, a study in power. Internet Archive. New York, Hawthorn Books. hlm. 86–7. 
  72. ^ a b Dikötter 2020, hlm. 3.
  73. ^ Matthew (23 April 2014). "Mussolini and Italian fascism | Workers' Liberty". www.workersliberty.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 29 Mei 2022. 
  74. ^ Horowitz, Jason (16 November 2019). "New Statue Unsettles Italian City: Is It Celebrating a Poet or a Nationalist?". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 29 Mei 2022. 
  75. ^ Griffiths, Jack (13 Maret 2015). "Why do we say "Excuse my French"?". www.historyanswers.co.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 29 Mei 2022. 
  76. ^ Sharma, Urmila. Western Political Thought. Atlantic Publishers and Distributors (P) Ltd, 1998. p. 66.
  77. ^ Sharma, Urmila. Western Political Thought. Atlantic Publishers and Distributors (P) Ltd, 1998. pp. 66–67.
  78. ^ Kallis 2002, hlm. 48–51.
  79. ^ Bernard Newman (1943). The New Europe. Books for Libraries Press. hlm. 307–. ISBN 978-0-8369-2963-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Oktober 2015. Diakses tanggal 13 Agustus 2015. 
  80. ^ Harriet Jones; Kjell Östberg; Nico Randeraad (2007). Contemporary History on Trial: Europe since 1989 and the Role of the Expert Historian. Manchester University Press. hlm. 155. ISBN 978-0-7190-7417-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2015. Diakses tanggal 13 Agustus 2015. 
  81. ^ Kallis 2002, hlm. 50–51.
  82. ^ Kallis 2002, hlm. 48–50.
  83. ^ Kallis 2002, hlm. 50.
  84. ^ Sestani, Armando, ed. (10 Februari 2012). "Il confine orientale: una terra, molti esodi" [The Eastern Border: One Land, Multiple Exoduses] (PDF). I profugi istriani, dalmati e fiumani a Lucca [The Istrian, Dalmatian and Rijeka Refugees in Lucca] (dalam bahasa Italia). Instituto storico della Resistenca e dell'Età Contemporanea in Provincia di Lucca. hlm. 12–13. [pranala nonaktif permanen]
  85. ^ Pirjevec, Jože (2008). "The Strategy of the Occupiers" (PDF). Resistance, Suffering, Hope: The Slovene Partisan Movement 1941–1945. hlm. 27. ISBN 978-961-6681-02-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 20 April 2013. Diakses tanggal 30 Oktober 2012. 
  86. ^ Glenda Sluga (2001). The Problem of Trieste and the Italo-Yugoslav Border: Difference, Identity, and Sovereignty in Twentieth-Century Europe. SUNY Press. ISBN 978-0-7914-4823-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 November 2015. Diakses tanggal 13 Agustus 2015. 
  87. ^ a b c Kallis 2002, hlm. 52.
  88. ^ Roland Sarti (8 Januari 2008). "Fascist Modernization in Italy: Traditional or Revolutionary". The American Historical Review. 75 (4): 1029–45. doi:10.2307/1852268. JSTOR 1852268. 
  89. ^ "Mussolini's Italy". Appstate.edu. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 April 2008. Diakses tanggal 30 Mei 2022. 
  90. ^ Macdonald, Hamish (1998). Mussolini and Italian Fascism (dalam bahasa Inggris). Nelson Thornes. hlm. 30. ISBN 978-0-7487-3386-6. 
  91. ^ Oiva, Mila; Salmi, Hannu; Johnson, Bruce (2021). Yves Montand in the USSR: Cultural Diplomacy and Mixed Messages (dalam bahasa Inggris). Springer Nature. hlm. 39. ISBN 978-3-030-69048-9. 
  92. ^ "Ha'aretz Newspaper, Israel, 'The Jewish Mother of Fascism". Haaretz. Israel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Juni 2008. Diakses tanggal 13 Maret 2009. 
  93. ^ Iodice, Emilio (2018). "Lessons from History: The Startling Rise to Power of Benito Mussolini". The Journal of Values-Based Leadership. 11 (2). doi:10.22543/0733.62.1241. ISSN 1948-0733. 
  94. ^ Archer, Jules (2017). Twentieth-Century Caesar: Benito Mussolini: The Dramatic Story of the Rise and Fall of a Dictator (dalam bahasa Inggris). Simon and Schuster. ISBN 978-1-5107-0703-0. 
  95. ^ Lyttelton, Adrian (1987). The seizure of power : fascism in Italy, 1919-1929. Internet Archive. Princeton, N.J. : Princeton University Press. hlm. 90–95. ISBN 978-0-691-07761-1. 
  96. ^ Lightbody, Bradley (2004). The Second World War: Ambitions to Nemesis (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 30–31. ISBN 978-1-134-59272-2. 
  97. ^ "Mussolini in Bronze". Argus Camera Supplement. 28 Desember 1929. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  98. ^ Salvemini, Gaetano (2020). Under The Axe Of Fascism (dalam bahasa Inggris). Read Books Ltd. ISBN 978-1-5287-6137-6. 
  99. ^ a b c Evans, David (2012). Understand Mussolini's Italy: Teach Yourself (dalam bahasa Inggris). John Murray Press. ISBN 978-1-4441-5752-9. 
  100. ^ Maulsby, Lucy M. (2014). Fascism, Architecture, and the Claiming of Modern Milan, 1922 1943 (dalam bahasa Inggris). University of Toronto Press. hlm. 137. ISBN 978-1-4426-4625-4. 
  101. ^ Albanese, Giulia (2019). The March on Rome: Violence and the Rise of Italian Fascism (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-1-351-63074-0. 
  102. ^ "Blackshirt". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  103. ^ Morgan, Philip (2017). Italian Fascism, 1915-1945 (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. ISBN 978-1-350-31747-5. 
  104. ^ Andrew Marshall (2022). "What was the Corfu Incident (1923)?". Boot Camp & Military Fitness Institute (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  105. ^ "Corfu incident". Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  106. ^ Boffa, Federico (1 Februari 2004). "Italy and the Antitrust Law: an Efficient Delay?" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 5 Maret 2009. Diakses tanggal 5 Oktober 2008. 
  107. ^ Carsten, F. L. (1982). The Rise of Fascism (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-2). University of California Press. hlm. 67–69. ISBN 978-0-520-04643-6. 
  108. ^ Speech of 30 Mei 1924 Diarsipkan 17 Februari 2010 di Wayback Machine. the last speech of Matteotti, from it.wikisource
  109. ^ a b Paxton, Robert (2004). The Anatomy of Fascism. New York: Alfred A. Knopf. ISBN 978-1-4000-4094-0.  - read online
  110. ^ Mussolini, Benito. "discorso sul delitto Matteotti". wikisource.it. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Mei 2013. Diakses tanggal 24 Juni 2013. 
  111. ^ Konrad Jarausch, Out of Ashes: A New History of Europe in the 20th Century (2015) pp. 179–80
  112. ^ The Times, 8 April 1926; p. 12; Issue 44240; column A
  113. ^ Cannistraro, Philip (Maret 1996). "Mussolini, Sacco-Vanzetti, and the Anarchists: The Transatlantic Context". The Journal of Modern History. 68 (1): 31–62. doi:10.1086/245285. JSTOR 2124332. 
  114. ^ "Father inspired Zamboni. But Parent of Mussolini's Assailant Long Ago Gave Up Anarchism. Blood Shed in Riots throughout Italy". The New York Times. 3 November 1926. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Februari 2019. Diakses tanggal 25 Februari 2019. 
  115. ^ "The attempted assassination of Mussolini in Rome". Libcom.org. 10 September 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Agustus 2011. Diakses tanggal 13 Maret 2009. 
  116. ^ Andrew (3 Maret 2005). "Remembering the Anarchist Resistance to fascism". Anarkismo.net. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 November 2011. Diakses tanggal 6 November 2010. 
  117. ^ Melchior Seele (11 September 2006). "1931: The murder of Michael Schirru". Libcom.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Januari 2009. Diakses tanggal 13 Maret 2009. 
  118. ^ Arrigo Petacco, L'uomo della provvidenza: Mussolini, ascesa e caduta di un mito, Milano, Mondadori, 2004, p. 190
  119. ^ Göran Hägg: Mussolini, en studie i makt
  120. ^ a b c Grand, Alexander de "Mussolini's Follies: Fascism in Its Imperial and Racist Phase, 1935–1940" pp. 127–47 from Contemporary European History, Volume 13, No. 2 Mei 2004 p. 131
  121. ^ Ali Abdullatif Ahmida (2006). "When the Subaltern Speak: Memory of Genocide in Colonial Libya 1929 to 1933". Italian Studies. 61 (2): 175–190. doi:10.1179/007516306X142924. 
  122. ^ Grand, Alexander de "Mussolini's Follies: Fascism in Its Imperial and Racist Phase, 1935–1940" pp. 127–47 from Contemporary European History, Volume 13, No. 2, Mei 2004, pp. 131–32.
  123. ^ Grand, Alexander de "Mussolini's Follies: Fascism in Its Imperial and Racist Phase, 1935–1940" pp. 127–47 from Contemporary European History, Volume 13, No. 2 Mei 2004 p. 131.
  124. ^ a b c Robertson, Esmonde (1988). "Race as a Factor in Mussolini's Policy in Africa and Europe". Journal of Contemporary History. 23: 37–58. doi:10.1177/002200948802300103. 
  125. ^ Clark, Martin, Modern Italy, Pearson Longman, 2008, p. 322
  126. ^ Mussolini, Benito, The Doctrine of Fascism, CreateSpace Independent Publishing Platform, 2012, ISBN 978-1479216345, p. 21
  127. ^ Carl F. Goerdeler (1 April 1938). "Do Government Price Controls Work?". Foreign Affairs. Council on Foreign Relations. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 November 2014. Diakses tanggal 10 Agustus 2014. When Italy depreciated the lira in 1936, Mussolini ruled that all prices had to remain as they were. However, in Mei 1937 he had to increase wages by 15 percent because retail prices had gone up as a result of the rise in the cost of imported commodities. Nature cannot be ordered to renounce her principles. 
  128. ^ Roberts, Kenneth L. (1924). Black magic: an account of its beneficial use in Italy, of its perversion in Bavaria, and of certain tendencies which might necessitate its study in America. The Bobbs-Merrill Company. hlm. 110. Diakses tanggal 25 Mei 2019. 
  129. ^ a b Cathcart, Brian (3 April 1994). "Rear Window: Making Italy work: Did Mussolini really get the trains running on time?". Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Februari 2016. Diakses tanggal 25 Mei 2019. 
  130. ^ Mikkeson, David. "Mussolini and on-time trains". Snopes. Diakses tanggal 25 Mei 2019. 
  131. ^ Dudley, David (15 November 2016). "The Problem with Mussolini and his Trains". Citylab. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Mei 2019. Diakses tanggal 25 Mei 2019. 
  132. ^ a b Falasca-Zamponi, Simonetta (2000). Fascist Spectacle: The Aesthetics of Power in Mussolini's Italy (edisi ke-1). Berkeley: University of California Press. hlm. 67. ISBN 978-0-520-22677-7. 
  133. ^ "Mussolini's willing followers". History Extra (dalam bahasa Inggris). 1 Desember 2012. Diakses tanggal 27 Mei 2022. 
  134. ^ Dikötter, Frank (2020). Dictators: The Cult of Personality in the Twentieth Century (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. hlm. 1–2. ISBN 978-1-5266-2698-1. 
  135. ^ Bosworth, Mussolini pp. 58–59
  136. ^ Ernst Nolte, Three Faces of Fascism: Action Française, Italian Fascism, National Socialism (1966) p. 200
  137. ^ Fattorini, Emma (2011). Hitler, Mussolini and the Vatican: Pope Pius XI and the speech that was never made (edisi ke-[English edition]). Cambridge: Polity Press. hlm. xi. ISBN 978-0-7456-4488-2. 
  138. ^ Burgwyn, H. James (2012). Mussolini Warlord: Failed Dreams of Empire, 1940–1943. New York: Enigma Books. hlm. 7. ISBN 978-1-936274-29-1. 
  139. ^ Townley, Edward (2002). Mussolini and Italy. Oxford: Heinemann Educational. hlm. 173. ISBN 978-0-435-32725-5. 
  140. ^ Kallis, Aristotle Fascist Ideology, London: Routledge, 2000 pp. 129 & 141
  141. ^ Strang, Bruce On the Fiery Maret, New York: Praeger, 2003 p. 27.
  142. ^ a b c d e f Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 193.
  143. ^ a b c Kallis, Aristotle Fascist Ideology, London: Routledge, 2000 p. 124.
  144. ^ a b "Ethiopia 1935–36". icrc.org. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 Desember 2006. 
  145. ^ Brecher, Michael and Jonathan Wilkenfeld. Study of Crisis. University of Michigan Press, 1997. p. 109.
  146. ^ John Whittam. Fascist Italy. Manchester, England; New York: Manchester University Press. p. 165.
  147. ^ Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 188.
  148. ^ a b c d Strang, Bruce On the Fiery Maret, New York: Praeger, 2003 p. 22.
  149. ^ a b Strang, Bruce On the Fiery Maret, New York: Praeger, 2003 p. 23.
  150. ^ a b c Cassels, Alan "Mussolini and the Myth of Rome" pp. 57–74 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 63.
  151. ^ a b Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 190.
  152. ^ Cassels, Alan "Mussolini and the Myth of Rome" pp. 57–74 from The Origins of the Second World War Reconsidered A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 65.
  153. ^ a b c d e f g Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 187.
  154. ^ Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 pp. 187–88.
  155. ^ Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 189.
  156. ^ Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 pp. 189–90.
  157. ^ Sullivan, Barry "More than meets the eye: the Ethiopian War and the Origins of the Second World War" pp. 178–203 from The Origins of the Second World War Reconsidered: A.J.P. Taylor and the Historians, London: Routledge, 1999 p. 182.
  158. ^ Cassels, Alan "Mussolini and the Myth of Rome" pp. 57–74 from The Origins of the Second World War Reconsidered A.J.P. Taylor and the Historians edited by Gordon Martel, London: Routledge, 1999 p. 64.
  159. ^ Stang 1999, hlm. 173–74.
  160. ^ a b Stang 1999, hlm. 174–75.
  161. ^ Lowe, CJ (1967). Italian Foreign Policy 1870–1940. Routledge. ISBN 978-0-415-26597-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  162. ^ Galeazzo, Ciano, Diary, 1937–1943, Enigma Books, 2008, 624 p., ISBN 978-1929631025, p. 154.
  163. ^ Strang, Bruce On the Fiery Maret, New York: Praeger, 2003 p. 200.
  164. ^ Strang, Bruce On the Fiery Maret, New York: Praeger, 2003 pp. 200–01.
  165. ^ a b Kallis 2002, hlm. 153.
  166. ^ Cassels, Alan "Mussolini and the Myth of Rome" pp. 57–74 from The Origins of the Second World War Reconsidered A.J.P. Taylor and the Historians edited by Gordon Martel, London: Routledge, 1999 p. 67.
  167. ^ a b Kallis 2002, hlm. 97.
  168. ^ "The Italo-German Alliance, Mei 22, 1939". astro.temple.edu. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Juli 2011. Diakses tanggal 5 April 2008. 
  169. ^ "Victor Emanuel III". 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Juni 2011. Diakses tanggal 24 Agustus 2017. 
  170. ^ a b c Knox, MacGregor (1986). Mussolini Unleashed, 1939–1941: Politics and Strategy in Fascist Italy's Last War. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-33835-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  171. ^ Sonderaktion Krakau, diarsipkan dari versi asli tanggal 29 September 2019, diakses tanggal 9 Februari 2017 
  172. ^ "Mussolini: Speech of the 10 Juni 1940, Declaration of War on France and England". 19 September 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 September 2018. Diakses tanggal 10 Mei 2019. 
  173. ^ "Italy Declares War". ThinkQuest.org. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Desember 2007. 
  174. ^ "1940 World War II Timeline". WorldWarIIHistory.info. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 April 2008. Diakses tanggal 6 April 2008. 
  175. ^ Mollo, Andrew (1987). The Armed Forces of World War II. I.B. Tauris & Co Ltd. ISBN 978-0-517-54478-5. 
  176. ^ Delve, Ken Delve (31 Maret 2017). The Desert Air Force in World War II: Air Power in the Western Desert, 1940-1942. ISBN 9781526703798. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  177. ^ "Speech Delivered by Premier Benito Mussolini". IlBiblio.org. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Mei 2008. Diakses tanggal 3 Mei 2008. 
  178. ^ Tommaso Di Francesco, Giacomo Scotti (1999) Sixty years of ethnic cleansing Diarsipkan 5 Oktober 2013 di Wayback Machine., Le Monde Diplomatique, Mei Issue.
  179. ^ Weinberg 2005, hlm. 276.
  180. ^ Marino, James I. (5 Desember 2016). "Italians on the Eastern Front: From Barbarossa to Stalingrad" Diarsipkan 20 September 2018 di Wayback Machine.. Warfare History Network. Retrieved 17 November 2018.
  181. ^ Weinberg 2005, hlm. 276–77.
  182. ^ a b Weinberg 2005, hlm. 277.
  183. ^ MacGregor Knox. Mussolini Unleashed, 1939–1941: Politics and Strategy in Fascist Italy's Last War. Edition of 1999. Cambridge: Cambridge University Press, 1999. pp. 122–27.
  184. ^ "1941: Germany and Italy declare war on US". BBC News. 11 Desember 1941. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Desember 2019. Diakses tanggal 10 November 2013. 
  185. ^ Trial of German Major War Criminals. 3. hlm. 398. 
  186. ^ MacGregor Knox. Mussolini Unleashed, 1939–1941: Politics and Strategy in Fascist Italy's Last War. Edition of 1999. Cambridge: Cambridge University Press, 1999. pp. 122–23.
  187. ^ a b c d e Whittam, John (2005). Fascist Italy. Manchester University Press. ISBN 978-0-7190-4004-7. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  188. ^ "Modern era". BestofSicily.com. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Maret 2019. Diakses tanggal 28 April 2008. 
  189. ^ a b Payne, Stanley G. (1996). A History of Fascism, 1914-1945. Routledge. ISBN 0203501322. 
  190. ^ Annussek, Greg (2005). Hitler's Raid to Save Mussolini. Da Capo Press. ISBN 978-0-306-81396-2. 
  191. ^ Moseley(2004), p. 23
  192. ^ Moseley, Ray (2004). Mussolini: The Last 600 Days of Il Duce. Taylor Trade. ISBN 978-1-58979-095-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  193. ^ Speer, Albert (1995). Inside the Third Reich. London: Weidenfeld & Nicolson. hlm. 420–21. ISBN 978-1842127353. 
  194. ^ A copy of an existing document is available online. It reads "In addition to my ... order of the commander of the Greater German Reich in Italy and the organisation of the occupied Italian area from 10 September 1943 I determine: The supreme commanders in the Operational Zone Adriatic Coast consisting of the provinces of Friaul, Görz, Triest, Istrien, Fiume, Quarnero, Laibach, and in the Prealpine Operations Zone consisting of the provinces of Bozen, Trient and Belluno receive the fundamental instructions for their activity from me. Führer's headquarters, 10 September 1943. The Führer Gen. Adolf Hitler". See second document at http://www.karawankengrenze.at/ferenc/document/show/id/317?symfony=ad81b9f2cd1e66a7c973073ed0532df1[pranala nonaktif permanen]
  195. ^ Nicola Cospito; Hans Werner Neulen (1992). Salò-Berlino: l'alleanza difficile. La Repubblica Sociale Italiana nei documenti segreti del Terzo Reich. Mursia. hlm. 128. ISBN 978-88-425-1285-1. 
  196. ^ Moseley (2004), p. 26.
  197. ^ Shirer, William (1960). The Rise and Fall of the Third Reich. New York: Simon & Schuster. ISBN 978-0-671-72868-7. 
  198. ^ "The twilight of Italian fascism". EnterStageRight.com. 8 Januari 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Mei 2008. Diakses tanggal 20 Agustus 2008. 
  199. ^ Klein, Christopher (28 April 2015). "Mussolini's Final Hours, 70 Years Ago". History.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Februari 2017. Diakses tanggal 3 Februari 2017. 
  200. ^ Toland, John. (1966). The Last 100 Days Random House, p. 504, OCLC 294225
  201. ^ Luciano Garibaldi (2018). La pista inglese: Chi uccise Mussolini e la Petacci?. ISBN 9788881557783. Ecco come esso è narrato, ancora, da Gian Franco Vené: «La sera del 27 giunsero al comando del Cvl, in via del Carmine, diversi messaggi radio inviati dal Quartier generale alleato di Siena. Ciascuno di questi messaggi passava di tavolo in tavolo: "Al Comando generale and Clnai - stop - fateci sapere esatta situazione Mussolini - stop - invieremo aereo per rilevarlo - stop - Quartier generale alleato"» [...] E ancora: "Per Clnai - stop - Comando alleato desidera immediatamente informazioni su presunta locazione Mussolini dico Mussolini - stop se est stato catturato si ordina egli venga trattenuto per immediata consegna al Comando alleato - stop si richiede che voi portiate queste informazioni at formazioni partigiane che avrebbero effettuato cattura assoluta precedenza" [...] L'ufficio operativo al quartier generale delle forze alleate, aveva inviato istruzioni alle 25 squadre dell'Oss (Office of strategic services) già pronte all'azione nei boschi e nelle montagne: "Conforme agli ordini del Quartier generale alleato, è desiderio degli Alleati di catturare vivo Mussolini. Notitificare a questo quartier generale se è stato catturato, e tenerlo sotto protezione fino all'arrivo delle truppe alleate". 
  202. ^ Roberto Roggero (2006). Oneri e onori: le verità militari e politiche della guerra di liberazione in Italia. ISBN 9788879804172. 
  203. ^ Hooper, John (28 Februari 2006). "Urbano Lazzaro, The partisan who arrested Mussolini". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 September 2014. Diakses tanggal 24 Oktober 2014. 
  204. ^ "What Price Brutus?". Time. 7 April 1947. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Agustus 2013. Diakses tanggal 24 Oktober 2014. 
  205. ^ Time, 7 Mei 1945
  206. ^ Video: Beaten Nazis Sign Historic Surrender, 1945/05/14 (1945). Universal Newsreel. 1945. Diakses tanggal 20 Februari 2012. 
  207. ^ Quoted in Mussolini: A New Life, p. 276 by Nicholas Burgess Farrell. 2004
  208. ^ (Inggris) Benito Mussolini di Find a Grave
  209. ^ Peter York (2006). Dictator Style. San Francisco: Chronicle Books. hlm. 17–18. ISBN 978-0-8118-5314-9. 
  210. ^ Baigorri-Jalón, Jesús. From Paris to Nuremberg: The birth of conference interpreting. Vol. 111. John Benjamins Publishing Company, 2014, pp.167-168
  211. ^ a b D.M. Smith 1982, p. 1
  212. ^ a b c D.M. Smith 1982, p. 8
  213. ^ D.M. Smith 1982, pp. 2–3
  214. ^ Jesse Greenspan (25 Oktober 2012). "9 Things You Mei Not Know About Mussolini". Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Oktober 2018. Diakses tanggal 28 November 2015. 
  215. ^ a b D.M. Smith 1982, p. 12
  216. ^ Peter Neville. Mussolini. Oxon, UK; New York: Routledge, 2005. p. 176.
  217. ^ a b D.M. Smith 1982, p. 15
  218. ^ Rachele Mussolini 1974, p. 129
  219. ^ a b c d e D.M. Smith 1982, pp. 162–63
  220. ^ a b Roberts, Jeremy (2006). Benito Mussolini. Minneapolis, MN: Twenty-First Century Books, p. 60.
  221. ^ Peter Neville (2004). Mussolini. Psychology Press. hlm. 84. ISBN 978-0-415-24989-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2015. Diakses tanggal 13 Agustus 2015. 
  222. ^ Edward Townley (2002). Mussolini and Italy. Heinemann. hlm. 49–. ISBN 978-0-435-32725-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Oktober 2015. Diakses tanggal 13 Agustus 2015. 
  223. ^ D.M. Smith 1982, pp. 222–23
  224. ^ a b D.M. Smith 1982, p. 311
  225. ^ Rachele Mussolini 1974, p. 131
  226. ^ Rachele Mussolini 1974, p. 135
  227. ^ a b c Neocleous, Mark. Fascism. Minneapolis: University of Minnesota Press, 1997. p. 35.
  228. ^ Joshua D. Zimmerman (2005). Jews in Italy Under Fascist and Nazi Rule, 1922–1945. Cambridge University Press. hlm. 62. ISBN 978-0-521-84101-6. 
  229. ^ Zimmerman, p. 62
  230. ^ Christopher Hibbert, Benito Mussolini (1975), p. 99
  231. ^ a b Zimmerman, p. 160
  232. ^ Zimmerman, pp. 26–27
  233. ^ Kaplan, 2005, p. 154.
  234. ^ "If the Duce were to die, it would be a great misfortune for Italy. As I walked with him in the gardens of the Villa Borghese, I could easily compare his profile with that of the Roman busts, and I realised he was one of the Caesars. There's no doubt at all that Mussolini is the heir of the great men of that period." Hitler's Table Talk
  235. ^ a b Cannistraro, P.V. (April 1972). "Mussolini's Cultural Revolution: Fascist or Nationalist?". Journal of Contemporary History. 7 (3): 115–39. doi:10.1177/002200947200700308.  (perlu berlangganan)
  236. ^ Hibbert, p. 98
  237. ^ Gillette, Aaron (2002). Racial Theories in Fascist Italy. Routledge. hlm. 45. ISBN 978-0-415-25292-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  238. ^ Gillette, Aaron (2002). Racial Theories in Fascist Italy. Routledge. hlm. 44. ISBN 978-0-415-25292-8. 
  239. ^ Emil Lugwig, Talks with Mussolini, Boston, MA, Little, Brown and Company (1933) pp. 69–70. Interview between 23 Maret and 4 April 1932, at the Palazzo di Venezia in Rome [1]
  240. ^ Institute of Jewish Affairs (2007). Hitler's ten-year war on the Jews. Kessinger Publishing. hlm. 283. ISBN 978-1-4325-9942-3. 
  241. ^ Video clip from the speech di YouTube
  242. ^ Hollander, Ethan J (1997). Italian Fascism and the Jews (PDF). University of California. ISBN 978-0-8039-4648-4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 Mei 2008. 
  243. ^ Peter Egill Brownfeld (Fall 2003). "The Italian Holocaust: The Story of an Assimilated Jewish Community". The American Council for Judaism. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Mei 2012. Diakses tanggal 23 Maret 2011. Ovazza started a Jewish fascist newspaper, "La Nostra Bandiera" (Our Flag) in an effort to show that the Jews were among the regime's most loyal followers. 
  244. ^ Davide Rodogno (2006). Fascism's European Empire: Italian Occupation During the Second World War. Cambridge University Press. hlm. 65. ISBN 978-0-521-84515-1. 
  245. ^ Zuccotti, Susan (1987). Italians and the HolocaustPerlu mendaftar (gratis). New York: Basic Books Inc. hlm. 36. 
  246. ^ Bernardini, Gene (1977). "The Origins and Development of Racial Anti-Semitism in Fascist Italy". The Journal of Modern History. 49 (3): 431–453. doi:10.1086/241596. 
  247. ^ Staudenmeier, Peter (7 Oktober 2019). "Racial Ideology between Fascist Italy and Nazi Germany: Julius Evola and the Aryan Myth, 1933–43". Journal of Contemporary History. 55 (3): 473–491. doi:10.1177/0022009419855428. 
  248. ^ Luconi, Stefano (2004). "Recent trends in the study of Italian antisemitism under the Fascist regime". Patterns of Prejudice. 38 (1): 1–17. doi:10.1080/0031322032000185550. 
  249. ^ Goeschel, Christian (2012). "Italia docet? The Relationship between Italian Fascism and Nazism Revisited". European History Quarterly. 42 (3): 480–492. doi:10.1177/0265691412448167. hdl:1885/59166alt=Dapat diakses gratis. 
  250. ^ Adler, Franklin Hugh (2005). "Why Mussolini turned on the Jews". Patterns of Prejudice. 39 (3): 285–300. doi:10.1080/00313220500198235. 
  251. ^ Hibbert, p. 110
  252. ^ Hibbert, p. 87
  253. ^ a b Bernhard, Patrick (7 Februari 2019). "The great divide? Notions of racism in Fascist Italy and Nazi Germany: new answers to an old problem". Journal of Modern Italian Studies. 24 (1): 97–114. doi:10.1080/1354571X.2019.1550701. 
  254. ^ a b Kroener, Muller, Umbreit, p. 273
  255. ^ Zuccotti, Susan (1987). Italians and the HolocaustPerlu mendaftar (gratis). New York: Basic Books Inc. hlm. 148, 149. 
  256. ^ Zuccotti, Susan (1987). Italians and the HolocaustPerlu mendaftar (gratis). New York: Basic Books Inc. hlm. 165. 
  257. ^ Gillette, Aaron (2002). Racial Theories in Fascist Italy. Routledge. hlm. 95. ISBN 978-0-415-25292-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 3 Juni 2020. 
  258. ^ Arielli, Nir (2010). Fascist Italy and the Middle East, 1933–40. Palgrave Macmillan. hlm. 92–99. ISBN 978-0-230-23160-3. 
  259. ^ Barrera, Giulia (2003). "Mussolini's colonial race laws and state-settler relations in Africa Orientale Italiana (1935-41)". Journal of Modern Italian Studies. 8 (3): 425–443. doi:10.1080/09585170320000113770. 
  260. ^ "Former fascists seek respectability". The Economist. 4 Desember 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Januari 2014. Diakses tanggal 7 April 2014. 
  261. ^ "Italy goes to the polls in the shadow of Mussolini". The Herald. 4 Maret 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 September 2020. Diakses tanggal 16 September 2020. 

Bacaan lebih lanjut

  • Bosworth, R.J.B. (2002). Mussolini. London, Hodder.
  • Bosworth, R.J.B. (2006). Mussolini's Italy: Life Under the Dictatorship 1915–1945. London, Allen Lane.
  • Caprotti, Federico (2007). Mussolini's Cities: Internal Colonialism in Italy, 1930–1939, Cambria Press.
  • Celli, Carlo (2013). Economic Fascism: Primary Sources on Mussolini's Crony Capitalism. Axios Press.
  • Corvaja, Santi (2001). Hitler and Mussolini: The Secret Meetings. Enigma. ISBN 1-929631-00-6
  • Daldin, Rudolph S. The Last Centurion. http://www.benito-mussolini.com Diarsipkan 23 April 2020 di Wayback Machine. ISBN 0-921447-34-5
  • De Felice, Renzo (1965). Mussolini. Il Rivoluzionario,1883–1920 (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • De Felice, Renzo (1966). Mussolini. Il Fascista. 1: La conquista del potere, 1920–1925 (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • De Felice, Renzo (1969). Mussolini. Il Fascista. 2: L'organizzazione dello Stato fascista, 1925–1929 (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • De Felice, Renzo (1974). Mussolini. Il Duce. 1: Gli anni del consenso, 1929–1936 (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • De Felice, Renzo (1981). Mussolini. Il Duce. 2: Lo stato totalitario, 1936–1940 (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • De Felice, Renzo (1990). Mussolini. L'Alleato, 1940–1942. 1: L'Italia in guerra I. Dalla "guerra breve" alla guerra lunga (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • De Felice, Renzo (1990). Mussolini. L'Alleato. 1: L'Italia in guerra II: Crisi e agonia del regime (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • De Felice, Renzo (1997). Mussolini. L'Alleato. 2: La guerra civile, 1943–1945 (dalam bahasa Italia) (edisi ke-1). Torino: Einaudi. 
  • Delzell, Charles Floyd (1971). Mediterranean Fascism 1919–1945 (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-1-349-00240-5. 
  • Farrell, Nicholas (2003). Mussolini: A New Life. London: Phoenix Press, ISBN 1-84212-123-5.
  • Garibaldi, Luciano (2004). Mussolini: The Secrets of his Death. Enigma. ISBN 1-929631-23-5
  • Golomb, Jacob; Wistrich, Robert S. (2002). Nietzsche, Godfather of Fascism?: On the Uses and Abuses of a Philosophy. Princeton, New Jersey: Princeton University Press.
  • Gregor, Anthony James (1979). Young Mussolini and the Intellectual Origins of Fascism. Berkeley and Los Angeles, California; London, England: University of California Press. ISBN 978-0520037991. 
  • Hibbert, Christopher. Il Duce.
  • Haugen, Brenda (2007). Benito Mussolini: Fascist Italian Dictator. Minneapolis, MN: Compass Point Books. ISBN 978-0-7565-1988-9. 
  • Kallis, Aristotle (2000). Fascist Ideology. London: Routledge.
  • Kroener, Bernhard R.; Muller, Rolf-Dieter; Umbreit, Hans (2003). Germany and the Second World War Organization and Mobilization in the German Sphere of Power. VII. New York: Oxford University Press, Inc. ISBN 978-0-19-820873-0. 
  • Lowe, Norman. Italy, "1918–1945: the first appearance of fascism" in Mastering Modern World History.
  • Morris, Terry; Murphy, Derrick. Europe 1870–1991.
  • Moseley, Ray (2004). Mussolini: The Last 600 Days of Il Duce. Dallas: Taylor Trade Publishing.
  • Mussolini, Rachele (1977) [1974]. Mussolini: An Intimate Biography. Pocket Books. Originally published by William Morrow, ISBN 0-671-81272-6, LCCN 74-1129
  • O'Brien, Paul (2004). Mussolini in the First World War: The Journalist, the Soldier, the Fascist. Oxford: Berg Publishers.
  • Painter, Jr., Borden W. (2005). Mussolini's Rome: Rebuilding the Eternal City.
  • Passannanti, Erminia, Mussolini nel cinema italiano Passione, potere egemonico e censura della memoria. Un'analisi metastorica del film di Marco Bellocchio Vincere!, 2013. ISBN 978-1-4927-3723-0
  • Petacco, Arrigo, ed. (1998). L'archivio segreto di Mussolini. Mondadori. ISBN 88-04-44914-4.
  • Smith, Denis Mack (1982). Mussolini: A Biography, Borzoi Book published by Alfred A. Knopf, Inc. ISBN 0-394-50694-4.
  • Sternhell, Zeev; Sznajder, Mario; Asheri, Maia (1994). The Birth of Fascist Ideology: From Cultural Rebellion to Political Revolution. Princeton, NJ: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-04486-6. 
  • Stang, G. Bruce (1999). "War and peace: Mussolini's road to Munich"Perlu mendaftar (gratis). Dalam Lukes, Igor; Goldstein, Erik. The Munich Crisis 1938: Prelude to World War II. London: Frank Cass. hlm. 160–90. 
  • Tucker, Spencer (2005). Encyclopedia of World War I: A Political, Social, and Military History. Santa Barbara, California: ABC-CLIO. 
  • Weinberg, Gerhard (2005). A World in Arms. Cambridge: Cambridge University Press. 
  • Zuccotti, Susan (1987). Italians and the Holocaust Basic Books, Inc.

Historiografi

  • O'Brien, Paul. 2004. Mussolini in the First World War: The Journalist, the Soldier, the Fascist. O'Brien mengevaluasi biografi berbahasa Italia dan Inggris dalam perkenalannya.

Pranala luar