Lompat ke isi

Agama di Jepang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Abyasabatara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan
Baris 21: Baris 21:
| color6 = purple
| color6 = purple
}}
}}
'''Agama di Jepang''' didominasi oleh [[Shinto]] dan [[Budha]], dengan kebanyakan sisanya tidak beragama (無宗教 - ''Mushuko''). Menghitung penganut agama di Jepang cukup rumit dikarenakan banyak penduduknya dapat dianggap sebagai [[Agnostisisme|agnostik]] namun tetap menjalankan ritual keagamaan sebagai tradisi dan kegiatan mengasyikkan. Umumnya rakyat Jepang pada [[tahun baru]] berkunjung ke kuil, namun pada tanggal 25 Desember orang-orang yang sama juga merayakan hari raya [[Natal]].
Penganut '''agama di Jepang''' menurut [[Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jepang)|Kementerian Pendidikan Jepang]]: [[Shinto]] sekitar 107 juta orang, [[Buddhisme di Jepang|agama Buddha]] sekitar 89 juta orang, serta agama lain-lain sekitar 10 juta orang (total seluruh penganut agama: 290 juta orang). Total penganut agama di Jepang hampir dua kali lipat dari total penduduk Jepang. Penganut agama Shinto dan Buddha dalam berbagai sekte saja sudah mencapai 200 juta.<ref>{{cite web |title=平成19年度 全国社寺教会等宗教団体・教師・信者数 (Heisei 19-nen-do Zenkoku Shaji Kyōkai tō Shūkyō Dantai, Kyōshi, Shinja sū)|url=http://www.mext.go.jp/component/b_menu/other/__icsFiles/afieldfile/2009/07/10/1245820_005.pdf |date= |work= |publisher= |accessdate=2009-09-02}}</ref> Total penganut agama di Jepang melebihi jumlah penduduk disebabkan cara pengumpulan data dan tradisi beragama orang Jepang.
* Statistik disusun berdasarkan angket yang diisi secara sukarela oleh organisasi keagamaan yang dengan sengaja mengisi jumlah penganut yang dimiliki masing-masing organisasi secara berlebih-lebihan.
* Sebagian besar orang Jepang menganut lebih dari satu agama dan sepanjang tahunnya mengikuti ritual dan perayaan dalam berbagai agama. Mayoritas orang Jepang dilahirkan sebagai penganut Shinto, merayakan [[Shichi-Go-San]], [[hatsumōde]], dan [[matsuri]] di [[kuil Shinto]]. Ketika menikah, sebagian di antaranya menikah dalam upacara [[pernikahan]] Kristen. Penghormatan terhadap arwah leluhur dinyatakan dalam perayaan [[Obon]], dan ketika meninggal dunia dimakamkan dengan [[upacara pemakaman di Jepang|upacara pemakaman]] agama [[Buddha]].
Di luar dua agama tradisional tersebut, saat ini banyak orang Jepang beralih ke
berbagai gerakan keagamaan populer, yang biasa dikelompokkan dengan nama "Agama-agama Baru" (''Shinshūkyō''). Agama-agama ini memiliki unsur-unsur Shinto, Buddha, dan takhayul lokal, dan sebagian telah berkembang untuk memenuhi kebutuhan sosial kelompok-kelompok masyarakat. Salah satu yang terkenal adalah Sokka Gakkai, suatu aliran Buddha yang didirikan pada tahun 1930 dan memiliki moto kedamaian, budaya, dan pendidikan.


Survei yang dilakukan [[Gallup (perusahaan)|Gallup]] pada tahun 2015 menunjukkan bahwa hanya 24% orang Jepang menganggap agama sebagai sesuatu yang penting, sedangkan 75% sisanya menganggap agama tidak penting, 1% absen atau tidak memberikan jawaban.<ref>{{Cite web|last=Inc|first=Gallup|date=2010-08-31|title=Religiosity Highest in World's Poorest Nations|url=https://news.gallup.com/poll/142727/Religiosity-Highest-World-Poorest-Nations.aspx|website=Gallup.com|language=en|access-date=2021-11-23}}</ref>
Agama-agama baru lainnya, antara lain adalah [[Aum Shinrikyo]], Gedatsu-kai, Kiriyama Mikkyo, Kofuku no Kagaku, Konkokyo, Oomoto, Laboratorium Gelombang-Pana, PL Kyodan, Seicho no Ie, Sekai Mahikari Bunmei Kyodan, Sekai kyūsei kyō, Shinreikyo, Sukyo Mahikari, Tenrikyo, dan Zenrinkyo.


Survei dari NHK di tahun 2018 tentang keagamaan orang Jepang menunjukkan bahwa 62% orang Jepang tidak beragama, 31% [[Budha]], 3% [[Shinto]], 1% [[Kekristenan|Kristen]], 1% Lainnya, dan sisanya tidak menjawab.

Jepang menjamin kebebasan beragama untuk masing-masing penduduknya. Hal ini tertuang pada artikel ke-20 dalam konstitusi Jepang.

Sedang [[Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jepang)|Kementerian Pendidikan Jepang]] dalam surveinya di tahun 2018 yang tidak memasukkan tidak beragama sebagai salah satu kategori mengklaim bahwa di Jepang terdapat 69% pengikut Shinto, 66,7%, Kristen 1,5%, Agama Lain 6.2%. Ini menjadikan total penganut agama di Jepang hampir melebihi total populasi penduduk Jepang.
* Statistik disusun berdasarkan angket yang diisi secara sukarela oleh organisasi keagamaan yang dengan sengaja mengisi jumlah penganut yang dimiliki masing-masing organisasi secara berlebih-lebihan.
* Sebagian besar orang Jepang menganut lebih dari satu agama dan sepanjang tahunnya mengikuti ritual dan perayaan dalam berbagai agama. Mayoritas orang Jepang dilahirkan sebagai penganut Shinto, merayakan [[Shichi-Go-San]], [[hatsumōde]], dan [[matsuri]] di [[kuil Shinto]]. Ketika menikah, sebagian di antaranya menikah dalam upacara [[pernikahan]] Kristen. Penghormatan terhadap arwah leluhur dinyatakan dalam perayaan [[Obon]], dan ketika meninggal dunia dimakamkan dengan [[upacara pemakaman di Jepang|upacara pemakaman]] agama [[Buddha]].
== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}

Revisi per 23 November 2021 16.37

Agama di Jepang (riset NHK tahun 2018)[1]

  Tidak beragama (62%)
  Budha (31%)
  Shinto (3%)
  Kristen (1%)
  Lainnya (1%)
  Tidak menjawab (2%)

Agama di Jepang didominasi oleh Shinto dan Budha, dengan kebanyakan sisanya tidak beragama (無宗教 - Mushuko). Menghitung penganut agama di Jepang cukup rumit dikarenakan banyak penduduknya dapat dianggap sebagai agnostik namun tetap menjalankan ritual keagamaan sebagai tradisi dan kegiatan mengasyikkan. Umumnya rakyat Jepang pada tahun baru berkunjung ke kuil, namun pada tanggal 25 Desember orang-orang yang sama juga merayakan hari raya Natal.

Survei yang dilakukan Gallup pada tahun 2015 menunjukkan bahwa hanya 24% orang Jepang menganggap agama sebagai sesuatu yang penting, sedangkan 75% sisanya menganggap agama tidak penting, 1% absen atau tidak memberikan jawaban.[2]

Survei dari NHK di tahun 2018 tentang keagamaan orang Jepang menunjukkan bahwa 62% orang Jepang tidak beragama, 31% Budha, 3% Shinto, 1% Kristen, 1% Lainnya, dan sisanya tidak menjawab.

Jepang menjamin kebebasan beragama untuk masing-masing penduduknya. Hal ini tertuang pada artikel ke-20 dalam konstitusi Jepang.

Sedang Kementerian Pendidikan Jepang dalam surveinya di tahun 2018 yang tidak memasukkan tidak beragama sebagai salah satu kategori mengklaim bahwa di Jepang terdapat 69% pengikut Shinto, 66,7%, Kristen 1,5%, Agama Lain 6.2%. Ini menjadikan total penganut agama di Jepang hampir melebihi total populasi penduduk Jepang.

  • Statistik disusun berdasarkan angket yang diisi secara sukarela oleh organisasi keagamaan yang dengan sengaja mengisi jumlah penganut yang dimiliki masing-masing organisasi secara berlebih-lebihan.
  • Sebagian besar orang Jepang menganut lebih dari satu agama dan sepanjang tahunnya mengikuti ritual dan perayaan dalam berbagai agama. Mayoritas orang Jepang dilahirkan sebagai penganut Shinto, merayakan Shichi-Go-San, hatsumōde, dan matsuri di kuil Shinto. Ketika menikah, sebagian di antaranya menikah dalam upacara pernikahan Kristen. Penghormatan terhadap arwah leluhur dinyatakan dalam perayaan Obon, dan ketika meninggal dunia dimakamkan dengan upacara pemakaman agama Buddha.

Referensi

  1. ^ "ISSP" (PDF). NHK. 2018. 
  2. ^ Inc, Gallup (2010-08-31). "Religiosity Highest in World's Poorest Nations". Gallup.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-23.