Lompat ke isi

Kesultanan Tallo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k +wkf
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 5: Baris 5:
Kerajaan Tallo berawal dari pertengahan abad ke-15, yaitu setelah wafatnya Raja Gowa ke-6 Tonatangkalopi. Penerusnya sebagai Raja Gowa ke-7 adalah anak tertuanya Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna, sementara adiknya Karaeng Loe ri Sero memerintah sebagian wilayah sebagai Raja Tallo pertama.<ref name="AMS"/> Wilayah Kerajaan Tallo meliputi [[Saumata]], [[Pannampu, Tallo, Makassar|Pannampu]], [[Moncongloe, Maros|Moncong Loe]], dan [[Parangloe, Gowa|Parang Loe]].<ref name="AMS"/>
Kerajaan Tallo berawal dari pertengahan abad ke-15, yaitu setelah wafatnya Raja Gowa ke-6 Tonatangkalopi. Penerusnya sebagai Raja Gowa ke-7 adalah anak tertuanya Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna, sementara adiknya Karaeng Loe ri Sero memerintah sebagian wilayah sebagai Raja Tallo pertama.<ref name="AMS"/> Wilayah Kerajaan Tallo meliputi [[Saumata]], [[Pannampu, Tallo, Makassar|Pannampu]], [[Moncongloe, Maros|Moncong Loe]], dan [[Parangloe, Gowa|Parang Loe]].<ref name="AMS"/>


Kedua kerajaan Tallo dan Gowa kemudian terlibat pertempuran dan persaingan, hingga Tallo terkalahkan. Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10 Tonipalangga Ulaweng dan Raja Tallo ke-4 Daeng Padulu' dicapailah kesepakatan ''Rua karaeng se're ata'' (dua raja tetapi satu rakyat), yang mana dengan persetujuan tersebut, maka dalam persekutuan itu Raja Gowa menjadi ''Sombaya'' (raja tertinggi) sedangkan Raja Tallo menjadi ''Tumabicara buta'' (perdana menterinya) dari persekutuan kedua kerajaan tersebut. Sejak saat itu Kerajaan Tallo selalu terlibat dan mendukung ekspansi Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan dan sekitarnya.<ref name="AMS"/>
Kedua kerajaan Tallo dan Gowa kemudian terlibat pertempuran dan persaingan, hingga Tallo terkalahkan. Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10 Tonipalangga Ulaweng dan Raja Tallo ke-4 Daeng Padulu' dicapailah kesepakatan ''Rua karaeng se're ata'' (dua raja tetapi satu rakyat), yang mana dengan persetujuan tersebut, maka dalam persekutuan itu Raja Gowa menjadi ''Sombaya'' (raja tertinggi) sedangkan Raja Tallo menjadi ''Tuma'bicara Butta'' (perdana menterinya) dari persekutuan kedua kerajaan tersebut. Sejak saat itu Kerajaan Tallo selalu terlibat dan mendukung ekspansi Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan dan sekitarnya.<ref name="AMS"/>


Di antara raja-raja Tallo yang menonjol adalah [[Karaeng Matoaya]] (1593-1623) dan anaknya [[Karaeng Pattingalloang]] (1641-1654), yang adalah para perdana menteri yang terpelajar dan handal, yang membawa [[Kesultanan Makassar]] pada masa keemasannya.<ref name="Cummings">{{cite book
Di antara raja-raja Tallo yang menonjol adalah [[Karaeng Matoaya]] (1593-1623) dan anaknya [[Karaeng Pattingalloang]] (1641-1654), yang adalah para perdana menteri yang terpelajar dan andal, yang membawa [[Kesultanan Makassar]] pada masa keemasannya.<ref name="Cummings">{{cite book
|title = Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar
|title = Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar
|author = William Cummings
|author = William Cummings

Revisi per 10 November 2018 07.00

Sebuah nisan di Situs Pemakaman Raja-raja Tallo diukir dalam huruf Arab.

Kerajaan Tallo adalah salah satu kerajaan suku Makassar yang terdapat di Sulawesi Selatan. Kerajaan ini berhubungan erat dengan Kerajaan Gowa, yang secara bersama-sama setelah Islamisasi persekutuan kerajaan Gowa-Tallo oleh para sejarawan disebut dengan nama Kesultanan Makassar.[1]

Sejarah

Kerajaan Tallo berawal dari pertengahan abad ke-15, yaitu setelah wafatnya Raja Gowa ke-6 Tonatangkalopi. Penerusnya sebagai Raja Gowa ke-7 adalah anak tertuanya Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna, sementara adiknya Karaeng Loe ri Sero memerintah sebagian wilayah sebagai Raja Tallo pertama.[1] Wilayah Kerajaan Tallo meliputi Saumata, Pannampu, Moncong Loe, dan Parang Loe.[1]

Kedua kerajaan Tallo dan Gowa kemudian terlibat pertempuran dan persaingan, hingga Tallo terkalahkan. Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10 Tonipalangga Ulaweng dan Raja Tallo ke-4 Daeng Padulu' dicapailah kesepakatan Rua karaeng se're ata (dua raja tetapi satu rakyat), yang mana dengan persetujuan tersebut, maka dalam persekutuan itu Raja Gowa menjadi Sombaya (raja tertinggi) sedangkan Raja Tallo menjadi Tuma'bicara Butta (perdana menterinya) dari persekutuan kedua kerajaan tersebut. Sejak saat itu Kerajaan Tallo selalu terlibat dan mendukung ekspansi Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan dan sekitarnya.[1]

Di antara raja-raja Tallo yang menonjol adalah Karaeng Matoaya (1593-1623) dan anaknya Karaeng Pattingalloang (1641-1654), yang adalah para perdana menteri yang terpelajar dan andal, yang membawa Kesultanan Makassar pada masa keemasannya.[2]

Daftar raja Tallo

Berikut ini adalah daftar Karaeng (raja) Kerajaan Tallo:[3]

No Nama Pemerintahan Keterangan
1 Karaeng Loe ri Sero, Tuniawanga ri Sero Pertengahan s.d. akhir abad ke-15 Anak Tunatangkalopi Raja Gowa ke-6
2 Same' ri Liukang Daeng Marewa, Karaeng ri Pasi', "Tunilabu ri Suriwa" Akhir abad ke-15 - 1500-an Anak raja sebelumnya
3 I Mangayaoang Berang Daeng Parani, Karaeng Pasi', "Tunipasuru ri Lello" 1500-an - 1540/43 Anak raja sebelumnya
4 I Mappatakangkangtana Daeng Padulu', Karaeng Pattingalloang, gelar anumerta "Tumenanga ri Makkoayang" 1540/43 - 1576 Anak raja sebelumnya, perdana menteri pertama Kerajaan Gowa-Tallo
5 Karaeng Bainea I Sambo Daeng Niasseng Karaeng Pattingalloang 1576-1590 Anak raja sebelumnya, memerintah Tallo bersama suaminya Tunijallo, Raja Gowa ke-12
6 I Tepukaraeng Daeng Parabbung, Karaeng Bontolangkasa, "Tunipasulu'", gelar anumerta "Tumenanga ri Butung" 1590-1593 Anak raja sebelumnya, Raja Tallo ke-6 sekaligus Raja Gowa ke-13
7 I Malingkaang Daeng Mannyonri, Karaeng Matoayya, "Sultan Abdullah Awalul Islam", gelar anumerta "Tumenanga ri Agamana" 1593–1623 Anak raja ke-4, raja muslim pertama Kesultanan Makassar
8 I Manginyarrang Daeng Makkio, Karaeng Kanjilo, "Sultan Abdul Jafar Muzaffar", Tumammalinga ri Timoro, gelar anumerta "Tumenanga ri Tallo" 1623–1641 Anak raja sebelumnya, pernah menyerang Timor
9 I Mangadacinna Daeng Sitaba, Karaeng Pattingalloang, "Sultan Mahmud", gelar anumerta "Tumenanga ri Bontobiraeng" 1641-1654 Saudara raja sebelumnya
10 I Mappaiyo Daeng Mannyauru', "Sultan Harun Al Rasyid", gelar anumerta "Tumenanga ri Lampana" 1654-1673 Anak raja ke-8
11 I Mappincara Daeng Mattinri, Karaeng Kanjilo, "Sultan Abdul Qadir", gelar anumerta "Tumenanga ri Pasi'" 1673–1709 Anak raja sebelumnya
12 I Mappau'rangi Daeng Mannuntungi, Karaeng Boddia, "Sultan Sirajuddin", gelar anumerta "Tumenanga ri Tallo" 1709–1714 Anak raja sebelumnya
13 I Manrabbia Daeng Ma'nassa, Karaeng Kanjilo, "Sultan Najamuddin", gelar anumerta "Tumenanga ri Jawayya" 1714–1729 Anak raja sebelumnya, meninggal di Jawa
14 I Makkasu’mang Daeng Mattalik, Karaeng Lempangang, "Sultan Syafiuddin", gelar anumerta "Tumenanga ri Butta Labbiri'na" 1739–1760 Saudara raja sebelumnya

Kompleks makam

Kompleks makam raja-raja Tallo dari abad ke-17 hingga ke-19 terletak di Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.[4]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d Ahmad M. Sewang (2005). Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 22. ISBN 979-461-530-7, 9789794615300. 
  2. ^ William Cummings (2002). Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar (edisi ke-berilustrasi). University of Hawaii Press. hlm. 30-32. ISBN 0-8248-2513-6, 9780824825133. 
  3. ^ William Cummings (2011). The Makassar Annals. 35 dari Biblioteca Indonesica. BRILL. hlm. 352-353. ISBN 90-04-25362-9, 9789004253629. 
  4. ^ Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan (1985). Laporan Pengumpulan Data Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Kotamadia Ujung Pandang, Provensi Sulawesi Selatan, Indonesia. Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan. hlm. 56-58.