Lompat ke isi

Kesultanan Lingga: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 8 perubahan teks terakhir dan mengembalikan revisi 15139361 oleh LaninBot
memperbaiki teks dan referensi
Baris 1: Baris 1:
{{refimprove}}
{{Infobox Former Country
{{Infobox Former Country
|conventional_long_name = Kesultanan Lingga
|conventional_long_name = Kesultanan Lingga
Baris 39: Baris 38:
|year_leader5 = [[1885]]–[[1911]]
|year_leader5 = [[1885]]–[[1911]]
|footnotes =
|footnotes =
}}{{Sedang ditulis}}
}}
'''Kesultanan Lingga''' merupakan [[Kerajaan Melayu]] yang pernah berdiri di [[Pulau Lingga|Lingga]], [[Kepulauan Riau]], [[Indonesia]]. Berdasarkan [[Tuhfat al-Nafis]], [[Sultan Lingga]] merupakan pewaris dari [[Sultan Johor]], dengan wilayah mencakup [[Kepulauan Riau]] dan [[Johor]]. Kerajaan ini diakui keberadaannya oleh [[Inggris]] dan [[Belanda]] setelah mereka menyepakati [[Perjanjian London tahun 1824]].


'''Kesultanan Lingga''' adalah salah satu kerajaan [[Islam]] yang didirikan di [[Pulau Lingga]]. Kerajaan ini dibentuk pada tahun 1824 dari pecahan wilayah [[Sejarah Johor|Kesultanan Johor Riau]] atas perjanjian yang disetujui oleh [[Britania Raya]] dan [[Hindia Belanda]]. Pendirinya adalah [[Abdul Rahman Muazzam Syah dari Lingga|Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah]]. Wilayah Kesultanan Lingga mencakup provinsi [[Kepulauan Riau]]. Pusat pemerintahan Kesultanan Lingga awalnya berada di [[Kota Tanjungpinang|Tanjung Pinang]], tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Lingga. Kerajaan Lingga berakhir pada tanggal 3 Februari 1911 dan menjadi kekuasaan Hindia Belanda. Kesultanan ini berperan dalam pengembangan [[Melayu Riau|Bahasa Melayu Riau]] sebagai bahasa standar yang kemudian ditetapkan sebagai [[Bahasa Indonesia]].{{Sfn|Sunandar|2015|p=188}}
Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah merupakan [[sultan]] pertama kerajaan ini. Kemudian pada tahun [[3 Februari]] [[1911]], kesultanan ini dihapus oleh pemerintah [[Hindia Belanda]].


== Pendirian ==
Kesultanan ini memiliki peran penting dalam perkembangan [[bahasa Melayu]] hingga menjadi bentuknya sekarang sebagai [[bahasa Indonesia]]. Pada masa kesultanan ini bahasa Melayu menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya dengan susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah [[Raja Ali Haji]], seorang pujangga dan sejarawan keturunan [[Bugis]].
Pada awalnya, Kesultanan Lingga adalah bagian dari [[Kesultanan Melaka]] yang kemudian diteruskan oleh Kesultanan Johor Riau. Pada tahun 1811, [[Mahmud Syah III dari Johor|Sultan Mahmud Syah III]] yang berkuasa di Kesultanan Johor Riau wafat sehingga terjadi perselisihan dalam penentuan pewaris. Akhirnya pihak Britania Raya dan Hindia Belanda turut campur dalam menentukan pewaris Kesultanan Johor Riau. Pihak Britania Raya mendukung putra tertua dari Sultan Mahmud Syah III yaitu Tengku Hussain. Sebaliknya, Hindia Belanda mendukung adik tiri dari Tengku Hussain, yaitu Abdul Rahman. Penyelesaian pewaris kerajaan ditentukan dalam [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824|Traktat London]] yang diadakan pada tahun 1824. Keputusannya adalah membagi Kesultanan Johor Riau menjadi dua Kesultanan, yaitu Kesultanan Johor dan Kesultanan Lingga. Kesultanan Johor berada dalam pengaruh Britania Raya, sedangkan Kesultanan Lingga berada dalam pengaruh Hindia Belanda. Abdul Rahman kemudian ditetapkan sebagai sultan pertama dari Kesultanan Lingga dengan gelar Muazzam Syah.{{Sfn|Sunandar|2015|p=190}}


== Sejarah ==
== Kebudayaan ==
Kesultanan Lingga telah mengembangkan tradisi tulis menulis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam bidang sastra dan keagamaan. Naskah-naskah ditulis menggunakan [[Abjad Jawi]].{{Sfn|Jamal dan Harun.|2014|p=55}} Kesultanan Riau Lingga membuat kamus Bahasa Melayu dan menjadikannya sebagai sebuah bahasa standar.{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=59}}
Lingga pada awalnya merupakan bagian dari [[Kesultanan Malaka]], dan kemudian [[Kesultanan Johor]]. Pada [[1811]] Sultan Mahmud Syah III mangkat.{{fact}} Ketika itu, putra tertua, Tengku Hussain sedang melangsungkan pernikahan di [[Pahang]].{{fact}} Menurut adat Istana, seseorang pangeran raja hanya bisa menjadi Sultan sekiranya dia berada di samping Sultan ketika mangkat. Dalam sengketa yang timbul [[Britania]] mendukung putra tertua, Husain, sedangkan [[Belanda]] mendukung adik tirinya, Abdul Rahman. Traktat London pada [[1824]] membagi Kesultanan Johor menjadi dua: Johor berada di bawah pengaruh Britania sedangkan Riau-Lingga berada di dalam pengaruh Belanda. Abdul Rahman ditabalkan menjadi raja Lingga dengan gelar Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah, dan berkedudukan di [[Daik, Lingga, Lingga|Daik]], [[Kepulauan Lingga]].


Pada tahun 1850, Kerajaan Lingga membangun sebuah percetakan surat kabar dengan tulisan dengan Abjad Jawi dan [[Alfabet Latin|Abjad Latin]]. Jenis cetakannya adalah cetakan [[Litografi|litograf]]. Selain itu, di Kerajaan Lingga juga dibentuk perkumpulan para cendekiawan yang menulis karya-karya ilmiah dan menerjemahkan buku-buku berbahasa asing, terutama buku keagamaan yang menggunakan [[bahasa Arab]].{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=60}}
Sultan Hussain yang didukung Britania pada awalnya beribu kota di [[Singapura]], namun kemudian anaknya Sultan Ali menyerahkan kekuasaan kepada Tumenggung Johor, yang kemudian mendirikan kesultanan Johor modern.{{fact}}


== Peninggalan ==
Pada tanggal [[7 Oktober]] [[1857]] pemerintah [[Hindia Belanda]] memakzulkan Sultan Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat pamannya, yang menjadi raja dengan gelar Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah.
Jabatan raja muda ([[Yang Dipertuan Muda]]) yang biasanya dipegang oleh bangsawan keturunan [[Bugis]] disatukan dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah pada [[1899]]. Karena tidak ingin menandatangani kontrak yang membatasi kekuasaannya Sultan Abdul Rahman II meninggalkan [[Pulau Penyengat]] dan hijrah ke [[Singapura]]. Pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan Abdul Rahman II ''in absentia'' [[3 Februari]] [[1911]], dan resmi memerintah langsung pada tahun [[1913]].


=== Lihat pula ===
=== Masjid Raya Pulau Penyengat ===
[[Masjid Raya Sultan Riau|Masjid Raya Pulau Penyengat]] didirikan di Pulau Penyengat. Pada masa Kesultanan Lingga, masjid ini digunakan sebagai pusat administrasi kesultanan. Di dalam masjid terdapat banyak naskah kuno berupa Al-Qur'an hasil tulisan tangan.{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=60–61}}
* [[Sultan Lingga]]

* [[Kesultanan Johor]]
=== Mushaf Al-Qur'an ===
[[Mushaf]] [[Al-Qur'an]] Kesultanan Lingga ditemukan di Masjid Raya Pulau Penyengat dan di [[Museum Linggam Cahaya]]. Sebagian besar mushaf telah lapuk, tidak utuh dan penulisnya [[Anonimitas|anonim]]. Mushaf-mushaf yang utuh dan tidak anonim yaitu mushaf Ali bin Abdullah al-Bugisi al-Syafi’i (1752 M) dan mushaf Abdul Rahman Stanbul (1867 M).{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=63–64}}

=== Naskah keagamaan ===
Naskah-naskah keagamaan dari Kesultanan Lingga ditemukan di Pulau Lingga. Bentuknya terbagi menjadi dua jenis, yaitu cetakan dan tulis tangan. Pembahasan dari naskah-naskah tersebut adalah tentang ilmu [[fikih]], [[tauhid]], [[hadis]], dan [[Sufisme|tasawuf]]. Sebagian besar naskah tidak mencatumkan nama penulis dan tahun penulisannya. Naskah-nasah ini disimpan di Museum Daik Lingga dan di kediaman Tengku Husin yang merupakan salah satu keturunan dari penguasa Kesultanan Lingga.{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=64–65}}

=== Naskah pengobatan ===
Naskah-naskah pengobatan yang ditemukan menggunakan Abjad Jawi. Pemilik naskah bernama Raja Malik. Saah satu naskah berjudul Kitab Obat Sopak. Isinya membahas tentang penggunaan metode [[Zikir]] [[Asmaulhusna|Asmaul Husna]] dalam mengobati belang-belang berwarna putih yang muncul di tangan atau kaki. Selain itu, ditemukan sebuah naskah yang membahas tentang pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas hubungan suami-istri dalam berumah tangga. Naskah ini ditulis dalam Bahasa Melayu.{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=66}}

=== Naskah administrasi kesultanan ===
Isi dari naskah-naskah administrasi yang ditemukan adalah mengenai keadaan pemerintahan pada masa keemasan dari Kesultanan Lingga. Naskah ditulis dengan Abjad Jawi dan disimpan di Museum Lingga Cahaya. Naskah penting yang penting di antaranya yaitu tentang pembukaan lahan perkebunan di [[Pulau Selayar]] (1327 H), keterangan kelahiran dan kematian penduduk (1307 H), keterangan penunjukan dan hasil kerja kapten kapal (1311 H), dan pengangkatan raja Riau yang bernama Raja Muhammad (1855 M).{{Sfn|Jamal dan Harun|2014|p=67}}


== Referensi ==
== Referensi ==
<references/>
<references />


=== Pranala luar ===
== Daftar Pustaka ==
{{cite journal|last=Sunandar|first=Heri|date=2015|title=Aspek Sosio Politis Naskah dan Arkeologi|url=http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/al-fikra/article/download/4003/2488|journal=Al-Fikra|volume=14|issue=2|pages=186–212|doi=10.24014/af.v14i2.4003.g2488|ref={{sfnref|Sunandar|2015}}|url-status=live}}
* {{id}} [http://melayuonline.com/ind/history/dig/355/kesultanan-riau-lingga Kesultanan Riau-Lingga] di MelayuOnline.com
* {{en}} [http://cip.cornell.edu/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/1107127220 Mahmud, Sultan of Riau and Lingga (1823-1864)]
* {{en}} [http://www.worldstatesmen.org/Indonesia_princely_states1.html Indonesian Traditional States I]
* {{en}} [http://www.4dw.net/royalark/Indonesia/lingga.htm Silsilah Wangsa Bendahara di situs Royal Ark]
* {{en}} [http://www.4dw.net/royalark/Indonesia/riau.htm Silsilah Wangsa Bugis di situs Royal Ark]
* {{en}} [http://web.archive.org/web/20030120161028/http://www.uq.net.au/~zzhsoszy/states/indonesia/lingga.html Kesultanan Lingga di University of Queensland]
* {{en}} [http://web.archive.org/web/20030311034826/http://www.uq.net.au/~zzhsoszy/states/indonesia/riau.html Negeri Riau sebagai bagian dari kesultanan di situs University of Queensland]


{{cite journal|last=Jamal, K., dan Harun, I.|first=|date=2014|title=Inventarisasi naskah Klasik Kerajaan Lingga|url=http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/SosialBudaya/article/download/826/786|journal=Sosial Budaya|volume=11|issue=1|pages=55–69|doi=|issn=2407-1684|ref={{sfnref|Jamal dan Harun|2014}}|url-status=live}}{{Kerajaan di Sumatera}}
{{Kerajaan di Sumatera}}
{{Topik Kepulauan Riau}}
{{Topik Kepulauan Riau}}



Revisi per 26 Agustus 2020 06.25

Kesultanan Lingga

1824–1911
Bendera
Ibu kotaDaik dan Pulau Penyengat
Bahasa yang umum digunakanMelayu
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1819-1832
Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah
• 18321835
Sultan Muhammad II Muazzam Syah
• 18351857
Sultan Mahmud IV Muzzafar Syah
• 18571883
Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah
• 18851911
Sultan Abdul Rahman II Muazzam Syah
Sejarah 
1824
• Pembubaran oleh Belanda
1911
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Siak Sri Inderapura
kslKesultanan
Johor
Hindia Belanda
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kesultanan Lingga adalah salah satu kerajaan Islam yang didirikan di Pulau Lingga. Kerajaan ini dibentuk pada tahun 1824 dari pecahan wilayah Kesultanan Johor Riau atas perjanjian yang disetujui oleh Britania Raya dan Hindia Belanda. Pendirinya adalah Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah. Wilayah Kesultanan Lingga mencakup provinsi Kepulauan Riau. Pusat pemerintahan Kesultanan Lingga awalnya berada di Tanjung Pinang, tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Lingga. Kerajaan Lingga berakhir pada tanggal 3 Februari 1911 dan menjadi kekuasaan Hindia Belanda. Kesultanan ini berperan dalam pengembangan Bahasa Melayu Riau sebagai bahasa standar yang kemudian ditetapkan sebagai Bahasa Indonesia.[1]

Pendirian

Pada awalnya, Kesultanan Lingga adalah bagian dari Kesultanan Melaka yang kemudian diteruskan oleh Kesultanan Johor Riau. Pada tahun 1811, Sultan Mahmud Syah III yang berkuasa di Kesultanan Johor Riau wafat sehingga terjadi perselisihan dalam penentuan pewaris. Akhirnya pihak Britania Raya dan Hindia Belanda turut campur dalam menentukan pewaris Kesultanan Johor Riau. Pihak Britania Raya mendukung putra tertua dari Sultan Mahmud Syah III yaitu Tengku Hussain. Sebaliknya, Hindia Belanda mendukung adik tiri dari Tengku Hussain, yaitu Abdul Rahman. Penyelesaian pewaris kerajaan ditentukan dalam Traktat London yang diadakan pada tahun 1824. Keputusannya adalah membagi Kesultanan Johor Riau menjadi dua Kesultanan, yaitu Kesultanan Johor dan Kesultanan Lingga. Kesultanan Johor berada dalam pengaruh Britania Raya, sedangkan Kesultanan Lingga berada dalam pengaruh Hindia Belanda. Abdul Rahman kemudian ditetapkan sebagai sultan pertama dari Kesultanan Lingga dengan gelar Muazzam Syah.[2]

Kebudayaan

Kesultanan Lingga telah mengembangkan tradisi tulis menulis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam bidang sastra dan keagamaan. Naskah-naskah ditulis menggunakan Abjad Jawi.[3] Kesultanan Riau Lingga membuat kamus Bahasa Melayu dan menjadikannya sebagai sebuah bahasa standar.[4]

Pada tahun 1850, Kerajaan Lingga membangun sebuah percetakan surat kabar dengan tulisan dengan Abjad Jawi dan Abjad Latin. Jenis cetakannya adalah cetakan litograf. Selain itu, di Kerajaan Lingga juga dibentuk perkumpulan para cendekiawan yang menulis karya-karya ilmiah dan menerjemahkan buku-buku berbahasa asing, terutama buku keagamaan yang menggunakan bahasa Arab.[5]

Peninggalan

Masjid Raya Pulau Penyengat

Masjid Raya Pulau Penyengat didirikan di Pulau Penyengat. Pada masa Kesultanan Lingga, masjid ini digunakan sebagai pusat administrasi kesultanan. Di dalam masjid terdapat banyak naskah kuno berupa Al-Qur'an hasil tulisan tangan.[6]

Mushaf Al-Qur'an

Mushaf Al-Qur'an Kesultanan Lingga ditemukan di Masjid Raya Pulau Penyengat dan di Museum Linggam Cahaya. Sebagian besar mushaf telah lapuk, tidak utuh dan penulisnya anonim. Mushaf-mushaf yang utuh dan tidak anonim yaitu mushaf Ali bin Abdullah al-Bugisi al-Syafi’i (1752 M) dan mushaf Abdul Rahman Stanbul (1867 M).[7]

Naskah keagamaan

Naskah-naskah keagamaan dari Kesultanan Lingga ditemukan di Pulau Lingga. Bentuknya terbagi menjadi dua jenis, yaitu cetakan dan tulis tangan. Pembahasan dari naskah-naskah tersebut adalah tentang ilmu fikih, tauhid, hadis, dan tasawuf. Sebagian besar naskah tidak mencatumkan nama penulis dan tahun penulisannya. Naskah-nasah ini disimpan di Museum Daik Lingga dan di kediaman Tengku Husin yang merupakan salah satu keturunan dari penguasa Kesultanan Lingga.[8]

Naskah pengobatan

Naskah-naskah pengobatan yang ditemukan menggunakan Abjad Jawi. Pemilik naskah bernama Raja Malik. Saah satu naskah berjudul Kitab Obat Sopak. Isinya membahas tentang penggunaan metode Zikir Asmaul Husna dalam mengobati belang-belang berwarna putih yang muncul di tangan atau kaki. Selain itu, ditemukan sebuah naskah yang membahas tentang pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas hubungan suami-istri dalam berumah tangga. Naskah ini ditulis dalam Bahasa Melayu.[9]

Naskah administrasi kesultanan

Isi dari naskah-naskah administrasi yang ditemukan adalah mengenai keadaan pemerintahan pada masa keemasan dari Kesultanan Lingga. Naskah ditulis dengan Abjad Jawi dan disimpan di Museum Lingga Cahaya. Naskah penting yang penting di antaranya yaitu tentang pembukaan lahan perkebunan di Pulau Selayar (1327 H), keterangan kelahiran dan kematian penduduk (1307 H), keterangan penunjukan dan hasil kerja kapten kapal (1311 H), dan pengangkatan raja Riau yang bernama Raja Muhammad (1855 M).[10]

Referensi

  1. ^ Sunandar 2015, hlm. 188.
  2. ^ Sunandar 2015, hlm. 190.
  3. ^ Jamal dan Harun. 2014, hlm. 55.
  4. ^ Jamal dan Harun 2014, hlm. 59.
  5. ^ Jamal dan Harun 2014, hlm. 60.
  6. ^ Jamal dan Harun 2014, hlm. 60–61.
  7. ^ Jamal dan Harun 2014, hlm. 63–64.
  8. ^ Jamal dan Harun 2014, hlm. 64–65.
  9. ^ Jamal dan Harun 2014, hlm. 66.
  10. ^ Jamal dan Harun 2014, hlm. 67.

Daftar Pustaka

Sunandar, Heri (2015). "Aspek Sosio Politis Naskah dan Arkeologi". Al-Fikra. 14 (2): 186–212. doi:10.24014/af.v14i2.4003.g2488. 

Jamal, K., dan Harun, I. (2014). "Inventarisasi naskah Klasik Kerajaan Lingga". Sosial Budaya. 11 (1): 55–69. ISSN 2407-1684.