Agama di Jepang: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 21: | Baris 21: | ||
| color6 = purple |
| color6 = purple |
||
}} |
}} |
||
'''Agama di Jepang''' secara formal didominasi oleh [[Shinto]] dan [[Budha]], dengan kebanyakan sisanya tidak beragama |
'''Agama di Jepang''' secara formal didominasi oleh [[Shinto]] dan [[Budha]], dengan kebanyakan sisanya [[tidak beragama]]. [[Jepang]] menjamin kebebasan beragama untuk masing-masing penduduknya. Hal ini tertuang pada artikel ke-20 dalam [[Konstitusi Jepang]].<ref>{{Cite web|title=日本国憲法 {{!}} e-Gov法令検索|url=https://elaws.e-gov.go.jp/document?lawid=321CONSTITUTION|website=elaws.e-gov.go.jp|access-date=2021-11-23}}</ref> |
||
Menghitung penganut agama di Jepang cukup rumit dikarenakan banyak penduduknya dapat dianggap sebagai [[Agnostisisme|agnostik]] namun tetap menjalankan ritual keagamaan sebagai tradisi dan kegiatan mengasyikkan. Umumnya rakyat Jepang pada [[tahun baru]] berkunjung ke kuil, tetapi pada tanggal 25 Desember orang-orang yang sama juga merayakan hari raya [[Natal]]. |
Menghitung penganut agama di Jepang cukup rumit dikarenakan banyak penduduknya dapat dianggap sebagai [[Agnostisisme|agnostik]] namun tetap menjalankan ritual keagamaan sebagai tradisi dan kegiatan mengasyikkan. Umumnya rakyat Jepang pada [[tahun baru]] berkunjung ke kuil, tetapi pada tanggal 25 Desember orang-orang yang sama juga merayakan hari raya [[Natal]]. |
Revisi per 22 Desember 2021 19.46
Agama di Jepang secara formal didominasi oleh Shinto dan Budha, dengan kebanyakan sisanya tidak beragama. Jepang menjamin kebebasan beragama untuk masing-masing penduduknya. Hal ini tertuang pada artikel ke-20 dalam Konstitusi Jepang.[2]
Menghitung penganut agama di Jepang cukup rumit dikarenakan banyak penduduknya dapat dianggap sebagai agnostik namun tetap menjalankan ritual keagamaan sebagai tradisi dan kegiatan mengasyikkan. Umumnya rakyat Jepang pada tahun baru berkunjung ke kuil, tetapi pada tanggal 25 Desember orang-orang yang sama juga merayakan hari raya Natal.
Survei yang dilakukan Gallup pada tahun 2015 menunjukkan bahwa hanya 24% orang Jepang menganggap agama sebagai sesuatu yang penting, sedangkan 75% sisanya menganggap agama tidak penting, 1% absen atau tidak memberikan jawaban.[3]
Survei dari NHK pada tahun 2018 tentang keagamaan orang Jepang menunjukkan bahwa 62% orang Jepang tidak beragama, 31% Budha, 3% Shinto, 1% Kristen, 1% Lainnya, dan sisanya tidak menjawab.[4]
Sedangkan Badan Urusan Kebudayaan Jepang dalam surveinya pada tahun 2018 yang tidak memasukkan tidak beragama sebagai salah satu kategori surveinya, mengklaim bahwa di Jepang terdapat 69% pengikut Shinto, 66,7%, Kristen 1,5%, Agama Lain 6.2%. Ini menjadikan total penganut agama di Jepang melebihi total populasi penduduk Jepang itu sendiri. Hal ini beberapanya dapat dikarenakan:
- Statistik disusun berdasarkan angket yang diisi secara sukarela oleh organisasi keagamaan yang dengan sengaja mengisi jumlah penganut yang dimiliki masing-masing organisasi secara berlebih-lebihan.
- Sebagian besar orang Jepang menganut lebih dari satu agama dan sepanjang tahunnya mengikuti ritual dan perayaan dalam berbagai agama. Mayoritas orang Jepang dilahirkan sebagai penganut Shinto, merayakan Shichi-Go-San, hatsumōde, dan matsuri di kuil Shinto. Ketika menikah, sebagian di antaranya menikah dalam upacara pernikahan Kristen. Penghormatan terhadap arwah leluhur dinyatakan dalam perayaan Obon, dan ketika meninggal dunia dimakamkan dengan upacara pemakaman agama Buddha.
Referensi
- ^ "ISSP" (PDF). NHK. 2018.
- ^ "日本国憲法 | e-Gov法令検索". elaws.e-gov.go.jp. Diakses tanggal 2021-11-23.
- ^ Inc, Gallup (2010-08-31). "Religiosity Highest in World's Poorest Nations". Gallup.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-23.
- ^ "ISSP" (PDF). NHK. 2018.