Bupati: Perbedaan antara revisi
Gambar bupati mojokerto jawa tengah tahun 1896 Masehi |
→Sejarah: Membuat Pranala |
||
Baris 8: | Baris 8: | ||
Istilah "bupati" berasal dari [[bahasa Jawa]], yang sendirinya berasal dari aksara [[Kawi]] varian Melayu kuno [[bahasa Sanskerta]], |
Istilah "bupati" berasal dari [[bahasa Jawa]], yang sendirinya berasal dari aksara [[Kawi]] varian Melayu kuno [[bahasa Sanskerta]], |
||
Dalam [[prasasti Telaga Batu]], yang ditemukan di kampung tersebut dekat [[Palembang]] dan berisi pemujaan terhadap raja [[Sriwijaya]], kemungkinan terdapat kata ''bhupati''. Prasasti tersebut diperkirakan dari akhir |
Dalam [[prasasti Telaga Batu]], yang ditemukan di kampung tersebut dekat [[Palembang]] dan berisi pemujaan terhadap raja [[Sriwijaya]], kemungkinan terdapat kata ''bhupati''. Prasasti tersebut diperkirakan dari akhir Abad ke-7 Masehi, Pakar prasasti Indonesia [[Johannes Gijsbertus de Casparis]] menterjemahkan ''bhupati'' dengan istilah "kepala" (''hoofd'' dalam bahasa Belanda), kata ''bhupati'' juga ditemukan dalam [[prasasti Ligor]], yang ditemukan di provinsi [[Nakhon Si Thammarat]] di Muangthai, Pada [[Abad ke-17]], orang Eropa menyebut daerah tersebut dengan nama "Ligor", prasasti ini teridentifikasi Tahun [[775]] Masehi [[Abad ke-7]] Masehi, istilah ''bhupati'' digunakan untuk menyebut raja Sriwijaya pada [[Abad ke-9]] Masehi<ref>https://www.kompasiana.com/jatikumoro/5fec498dd541df6b12392cc3/prasasti-ligor-jejak-historis-raja-jawa-di-semenanjung-melayu-pada-abad-kedelapan-masehi#:~:text=Isi%20pokok%20tulisan%20prasasti%20Ligor,Caitya%20untuk%20Padmapani%2C%20Sakyamuni%2C%20dan</ref><ref>https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/30/204231679/kerajaan-sriwijaya-letak-raja-raja-masa-kejayaan-dan-peninggalan?page=all</ref><ref>https://rasindogroup.com/prasasti-hujung-langit/</ref><ref>Anton O. Zakharov, « Constructing the polity of Sriwijaya in the 7th-8th centuries: The view according to the inscriptions », ''Indonesian Studies Working Papers'', No. 9, juillet 2009</ref>. |
||
Dalam bukunya ''Océanie ou cinquième partie du monde: revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées'' ("Oceania atau bagian dunia yang kelima: majalah geografi dan etnografi tentang |
Dalam bukunya ''Océanie ou cinquième partie du monde: revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées'' ("Oceania atau bagian dunia yang kelima: majalah geografi dan etnografi tentang [[Malaysia]], [[Mikronesia]], [[Polynesia]] dan [[Melanesia]], dan klasifikasi dan divisi baru untuk kawasan tersebut"), penjelajah asal [[Prancis]] Gérard Louis Domeny de Rienzi (1834) mencatat istilah "bapati"<ref>Grégoire Louis Domeny de Rienzi, ''[http://catalogue.bnf.fr/ark:/12148/cb303472019 Océanie ou cinquième partie du monde: revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées]'', Firmin Didot Frères, Paris, 1834</ref><ref>https://anri.go.id/profil/sejarah</ref>. |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 30 Agustus 2022 04.44
Bagian dari seri Politik |
Bentuk dasar dari pemerintahan |
---|
Portal Politik |
Bupati, dalam konteks otonomi Daerah di Indonesia adalah sebutan untuk kepala daerah tingkat kabupaten, yang merupakan warisan dari era pemerintahan Hindia Belanda. Seorang bupati sejajar dengan wali kota, yakni kepala daerah untuk daerah kotamadya. Pada dasarnya, bupati memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD kabupaten. Bupati dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (masyarakat) di kabupaten setempat. Bupati merupakan jabatan politis (karena diusung oleh partai politik), dan bukan Pegawai Negeri Sipil[1].
Sebelum tahun 1945 gelar bupati sebenarnya hanya dipakai di pulau Jawa, Pulau Madura, dan Bali. Dalam bahasa Belanda, bahasa administrasi resmi pada masa Hindia Belanda, istilah bupati disebut sebagai regent, dan istilah inilah yang dipakai sebagai padanan bupati dalam bahasa Inggris.[2] Semenjak kemerdekaan, istilah bupati dipakai untuk menggantikan regent seluruh wilayah Indonesia[3][4].
Sejarah
Istilah "bupati" berasal dari bahasa Jawa, yang sendirinya berasal dari aksara Kawi varian Melayu kuno bahasa Sanskerta,
Dalam prasasti Telaga Batu, yang ditemukan di kampung tersebut dekat Palembang dan berisi pemujaan terhadap raja Sriwijaya, kemungkinan terdapat kata bhupati. Prasasti tersebut diperkirakan dari akhir Abad ke-7 Masehi, Pakar prasasti Indonesia Johannes Gijsbertus de Casparis menterjemahkan bhupati dengan istilah "kepala" (hoofd dalam bahasa Belanda), kata bhupati juga ditemukan dalam prasasti Ligor, yang ditemukan di provinsi Nakhon Si Thammarat di Muangthai, Pada Abad ke-17, orang Eropa menyebut daerah tersebut dengan nama "Ligor", prasasti ini teridentifikasi Tahun 775 Masehi Abad ke-7 Masehi, istilah bhupati digunakan untuk menyebut raja Sriwijaya pada Abad ke-9 Masehi[5][6][7][8].
Dalam bukunya Océanie ou cinquième partie du monde: revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées ("Oceania atau bagian dunia yang kelima: majalah geografi dan etnografi tentang Malaysia, Mikronesia, Polynesia dan Melanesia, dan klasifikasi dan divisi baru untuk kawasan tersebut"), penjelajah asal Prancis Gérard Louis Domeny de Rienzi (1834) mencatat istilah "bapati"[9][10].
Referensi
- ^ https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/tata-kota-pandeglang-warisan-kolonial-rasa-lokal/
- ^ Sebetulnya dalam bahasa Inggris, regent, dari bahasa Prancis régent, menunjuk seorang yang memimpin kerajaan selama raja yang bertahta masih di bawah umur.
- ^ https://m.tribunnews.com/nasional/2020/09/10/ternyata-ini-alasan-mengapa-pemimpin-kabupaten-adalah-seorang-bupati-bukan-pakpati?page=all
- ^ https://www.jogjakota.go.id/pages/sejarah-kota
- ^ https://www.kompasiana.com/jatikumoro/5fec498dd541df6b12392cc3/prasasti-ligor-jejak-historis-raja-jawa-di-semenanjung-melayu-pada-abad-kedelapan-masehi#:~:text=Isi%20pokok%20tulisan%20prasasti%20Ligor,Caitya%20untuk%20Padmapani%2C%20Sakyamuni%2C%20dan
- ^ https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/30/204231679/kerajaan-sriwijaya-letak-raja-raja-masa-kejayaan-dan-peninggalan?page=all
- ^ https://rasindogroup.com/prasasti-hujung-langit/
- ^ Anton O. Zakharov, « Constructing the polity of Sriwijaya in the 7th-8th centuries: The view according to the inscriptions », Indonesian Studies Working Papers, No. 9, juillet 2009
- ^ Grégoire Louis Domeny de Rienzi, Océanie ou cinquième partie du monde: revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées, Firmin Didot Frères, Paris, 1834
- ^ https://anri.go.id/profil/sejarah
Perpustakaan
- Bertrand, Romain, Etat colonial, noblesse et nationalisme à Java, Karthala, 2005
- Soemarsaid Moertono, State and Statecraft in Old Java, Cornell University Modern Indonesia Project
- Sutherland, Heather, "Notes on Java's Regent Families: Part I" in Indonesia, Volume 16 (October 1973), 113-147