Lompat ke isi

Projo (organisasi): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:BenderaProjo1.jpeg|300px|Bendera Projo saat kampanye Pilpres 2019|jmpl]]
[[Berkas:BenderaProjo1.jpeg|300px|Bendera Projo saat kampanye Pilpres 2019|jmpl]]


'''Projo''' adalah [[Organisasi massa|organisasi kemasyarakatan]] pendukung [[Presiden Indonesia]] yang ke-7, [[Joko Widodo]]. Projo dikenal karena merupakan salah satu [[Kesukarelaan|relawan]] darat terbesar dan memiliki status resmi organisasi kemasyarakatan dari [[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia|Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]].<ref>[http://indonews.id/mobile/artikel/8964/Gelar-Rakernas-Budi-Arie-PROJO-Rumah-Besar-Pendukung-Militan-Jokowi/ ''Gelar Rakernas, Budi Arie: Projo Rumah Besar Pendukung Militan Jokowi''.] Dari situs Indonesia</ref><ref>[https://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/23174491/projo-bentuk-tim-kampanyeuntuk-tingkatkan-elektabilitas-jokowi ''Projo Bentuk Tim Kampanye untuk Tingkatkan Elektabilitas Jokowi'']. Dari situs Kompas</ref> Ciri khas Projo adalah bersifat sukarela, terbuka, sosial, tidak membeda-bedakan ras, suku, agama, golongan, serta latar belakang sosial politik kemasyarakatan dan kini Projo mendeklarasikan dukungan secara resmi kepada [[Prabowo Subianto]] untuk menghadapi [[Pemilihan umum Presiden Indonesia 2024|Pilpres 2024]].
'''Projo''' adalah [[Organisasi massa|organisasi kemasyarakatan]] pendukung [[Presiden Indonesia]] yang ke-7, [[Joko Widodo]]. Projo dikenal karena merupakan salah satu [[Kesukarelaan|relawan]] darat terbesar dan memiliki status resmi organisasi kemasyarakatan dari [[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia|Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Walaupun begitu berdirinya Projo merupakan contoh wujud cara berpikir manusia yang cekak atau pendek. Membuat organisasi relawan yang didukung bukan nilai tapi "orang" yang hanya 5 atau maksimal 10 tahun memiliki jabatan. Jangka waktu yang sangat singkat. Projo singkatan dari Pro Jokowi rela melakukan hal apapun demi membela Bapak Jokowi tanpa pandang bulu, tanpa kritik, apapun yang dilakukan jokowi adalah sesuatu yang benar dan baik. Bagi Projo, Jokowi layaknya seorang Nabi.
Banyak relawan projo mendukung keras Jokowi karena 1 hal, "Jokowi tidak korupsi". Begitu sempitnya pandangan relawan projo, hingga mereka lupa bahwa tukang becak juga tidak korupsi. Tapi tidak mereka bela seperti Bapak Jokowi, "Nabinya Projo". Nama organisasi juga sangat sempit, menggunakan singakatan dari Pro Jokowi. Begitu kasihan projo ini. Apa mereka tidak tahu kalau Jokowi hanya manusia biasa yang menjabat tidak lebih dari 10 tahun. Sampai rela membuat nama dengan unsur Jokowi.
Lebih parahnya lagi, dengan cara berpikir mereka yang sempit ini. Yang hanya garis lurus. Mereka berpikir jika orang tidak membela jokowi artinya orang itu membela oposisi. Mereka berpikir dunia ini hanya ada jokowi dan oposisi. Mereka tidak tahu bahwa dunia ini ruangan, tidak hanya garis bersumbu 2, 1 sumbu Jokowi dan 1 sumbu lainnya Oposisi.
Namun dengan adanya Projo ini, kita dapat melihat contoh nyata dari cara berpikir yang pendek dan sempit yang tidak patut dicontoh warga negara dari bangsa yang besar untuk kedepannya.

<ref>[http://indonews.id/mobile/artikel/8964/Gelar-Rakernas-Budi-Arie-PROJO-Rumah-Besar-Pendukung-Militan-Jokowi/ ''Gelar Rakernas, Budi Arie: Projo Rumah Besar Pendukung Militan Jokowi''.] Dari situs Indonesia</ref><ref>[https://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/23174491/projo-bentuk-tim-kampanyeuntuk-tingkatkan-elektabilitas-jokowi ''Projo Bentuk Tim Kampanye untuk Tingkatkan Elektabilitas Jokowi'']. Dari situs Kompas</ref> Ciri khas Projo adalah bersifat sukarela, terbuka, sosial, tidak membeda-bedakan ras, suku, agama, golongan, serta latar belakang sosial politik kemasyarakatan dan kini Projo mendeklarasikan dukungan secara resmi kepada [[Prabowo Subianto]] untuk menghadapi [[Pemilihan umum Presiden Indonesia 2024|Pilpres 2024]].


Saat ini ketua umum Projo adalah [[Budi Arie Setiadi]] atau akrab dipanggil Muni.<ref>[https://tirto.id/m/budi-arie-setiadi-wo ''Budi Arie Setiadi.''] dari situs Tirto</ref> Kongres Pertama PROJO 23 Agustus 2014 di Jakarta memutuskan untuk mengubah gerakan relawan Jokowi ini menjadi Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS). PROJO adalah organisasi relawan Jokowi yang mampu bertarnsformasi dari kelompok relawan menjadi Ormas. " Dari kerumunan menjadi barisan politik "
Saat ini ketua umum Projo adalah [[Budi Arie Setiadi]] atau akrab dipanggil Muni.<ref>[https://tirto.id/m/budi-arie-setiadi-wo ''Budi Arie Setiadi.''] dari situs Tirto</ref> Kongres Pertama PROJO 23 Agustus 2014 di Jakarta memutuskan untuk mengubah gerakan relawan Jokowi ini menjadi Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS). PROJO adalah organisasi relawan Jokowi yang mampu bertarnsformasi dari kelompok relawan menjadi Ormas. " Dari kerumunan menjadi barisan politik "

== Etimologi ==
== Etimologi ==
Projo berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti pemerintahan negeri, kerajaan, atau istana. Dalam Bahasa Jawa Kawi artinya rakyat. Jadi orang-orang yang mengaku Projo adalah orang-orang yang mencintai negeri dan rakyat. Nama ini dengan mudah diingat karena sederhana dan singkat. Dengan nama Projo, mudah sekali mengasosiasikan dengan akronim Pro dan Jokowi, selain juga karena mirip dengan terbentuknya akronim ProMeg (Pro Megawati) yang terbentuk pada 1998, di mana anggotanya juga banyak yang menjadi anggota Projo. [[Budi Arie]], sebagai salah satu deklarator, ikut mengkonfirmasi hal ini. Menurutnya, Projo mudah menancap di kepala, mudah diingat, mudah diucapkan, dan mantap.<ref name=buku>Korten, David C. ''Dari Kerumunan Membentuk Barisan''. artikel dari buku ''Menjemput Takdir Sejarah.'' Jakarta. 2017: RMBooks.</ref>
Projo berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti pemerintahan negeri, kerajaan, atau istana. Dalam Bahasa Jawa Kawi artinya rakyat. Jadi orang-orang yang mengaku Projo adalah orang-orang yang mencintai negeri dan rakyat. Nama ini dengan mudah diingat karena sederhana dan singkat. Dengan nama Projo, mudah sekali mengasosiasikan dengan akronim Pro dan Jokowi, selain juga karena mirip dengan terbentuknya akronim ProMeg (Pro Megawati) yang terbentuk pada 1998, di mana anggotanya juga banyak yang menjadi anggota Projo. [[Budi Arie]], sebagai salah satu deklarator, ikut mengkonfirmasi hal ini. Menurutnya, Projo mudah menancap di kepala, mudah diingat, mudah diucapkan, dan mantap.<ref name=buku>Korten, David C. ''Dari Kerumunan Membentuk Barisan''. artikel dari buku ''Menjemput Takdir Sejarah.'' Jakarta. 2017: RMBooks.</ref>

Revisi per 20 Oktober 2023 02.01

Bendera Projo saat kampanye Pilpres 2019

Projo adalah organisasi kemasyarakatan pendukung Presiden Indonesia yang ke-7, Joko Widodo. Projo dikenal karena merupakan salah satu relawan darat terbesar dan memiliki status resmi organisasi kemasyarakatan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Walaupun begitu berdirinya Projo merupakan contoh wujud cara berpikir manusia yang cekak atau pendek. Membuat organisasi relawan yang didukung bukan nilai tapi "orang" yang hanya 5 atau maksimal 10 tahun memiliki jabatan. Jangka waktu yang sangat singkat. Projo singkatan dari Pro Jokowi rela melakukan hal apapun demi membela Bapak Jokowi tanpa pandang bulu, tanpa kritik, apapun yang dilakukan jokowi adalah sesuatu yang benar dan baik. Bagi Projo, Jokowi layaknya seorang Nabi. Banyak relawan projo mendukung keras Jokowi karena 1 hal, "Jokowi tidak korupsi". Begitu sempitnya pandangan relawan projo, hingga mereka lupa bahwa tukang becak juga tidak korupsi. Tapi tidak mereka bela seperti Bapak Jokowi, "Nabinya Projo". Nama organisasi juga sangat sempit, menggunakan singakatan dari Pro Jokowi. Begitu kasihan projo ini. Apa mereka tidak tahu kalau Jokowi hanya manusia biasa yang menjabat tidak lebih dari 10 tahun. Sampai rela membuat nama dengan unsur Jokowi. Lebih parahnya lagi, dengan cara berpikir mereka yang sempit ini. Yang hanya garis lurus. Mereka berpikir jika orang tidak membela jokowi artinya orang itu membela oposisi. Mereka berpikir dunia ini hanya ada jokowi dan oposisi. Mereka tidak tahu bahwa dunia ini ruangan, tidak hanya garis bersumbu 2, 1 sumbu Jokowi dan 1 sumbu lainnya Oposisi. Namun dengan adanya Projo ini, kita dapat melihat contoh nyata dari cara berpikir yang pendek dan sempit yang tidak patut dicontoh warga negara dari bangsa yang besar untuk kedepannya.

[1][2] Ciri khas Projo adalah bersifat sukarela, terbuka, sosial, tidak membeda-bedakan ras, suku, agama, golongan, serta latar belakang sosial politik kemasyarakatan dan kini Projo mendeklarasikan dukungan secara resmi kepada Prabowo Subianto untuk menghadapi Pilpres 2024.

Saat ini ketua umum Projo adalah Budi Arie Setiadi atau akrab dipanggil Muni.[3] Kongres Pertama PROJO 23 Agustus 2014 di Jakarta memutuskan untuk mengubah gerakan relawan Jokowi ini menjadi Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS). PROJO adalah organisasi relawan Jokowi yang mampu bertarnsformasi dari kelompok relawan menjadi Ormas. " Dari kerumunan menjadi barisan politik "

Etimologi

Projo berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti pemerintahan negeri, kerajaan, atau istana. Dalam Bahasa Jawa Kawi artinya rakyat. Jadi orang-orang yang mengaku Projo adalah orang-orang yang mencintai negeri dan rakyat. Nama ini dengan mudah diingat karena sederhana dan singkat. Dengan nama Projo, mudah sekali mengasosiasikan dengan akronim Pro dan Jokowi, selain juga karena mirip dengan terbentuknya akronim ProMeg (Pro Megawati) yang terbentuk pada 1998, di mana anggotanya juga banyak yang menjadi anggota Projo. Budi Arie, sebagai salah satu deklarator, ikut mengkonfirmasi hal ini. Menurutnya, Projo mudah menancap di kepala, mudah diingat, mudah diucapkan, dan mantap.[4]

Sejarah

Rakernas Projo di Jawa Barat

Projo didirikan melalui Kongres I Projo, pada tanggal 23 Desember 2013. Deklaratornya rata-rata adalah kader PDI Perjuangan atau aktivis mahasiswa 1998, antara lain Budi Arie Setiadi, Gunawan Wirosaroyo, Suryo Sumpeno, dan banyak aktivis lainnya. Setelah deklarasi, jaringan Projo langsung dibuat secara nasional. Strukturnya dibentuk mulai dari pusat, daerah, cabang, hingga ke desa dengan mengandalkan dana swadaya, dengan menganut model aksi massa, advokasi dan berinteraksi langsung dengan rakyat. Dalam waktu singkat basis dukungannya terbentuk terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Bali, hingga Jakarta.[4]

Beberapa nama memiliki peran penting dalam membentuk basis di daerah, antara lain Karel Sibarani, Dedy Obray, Guntur, dan lainnya di Jakarta. Di Jawa Barat Agus Setia Permana dan Soleh. Di Jawa Tengah Gunawan Wirosaroyo dan para tokoh Marhaen dari Wonogiri, Klaten, Boyolali, Kendal, dan lainnya. Di Jawa Timur Machdan, Jayus, Eddy Banteng, Handoko, dan lainnya. Projo kemudian menjadi salah satu dari tiga organ yang paling awal menyatakan dukungannya kepada Jokowi, selain Seknas dan Bara JP.[4]

Projo dibentuk dengan tiga orientasi politik utama, yaitu memperjuangkan Jokowi sebagai presiden, memenangkan Jokowi menjadi Presiden dalam Pilpres 2014, dan mengawal Jokowi sebagai Presiden. Untuk mencapai orientasi politik tersebut, Projo melakukan penguatan organisasi dengan aktualisasi prinsip-prinsip kerja organisasi yakni partisipasi, mandiri, dan gotong royong.[4]

Pencapresan Jokowi

Jokowi dengan latar belakang massa Projo saat berkampanye

Pada tahun 2013, menjelang proses Pilpres 2014, PDIP masih memiliki wacana untuk kembali mencalonkan Megawati, dengan beberapa pilihan Cawapres, antara lain Joko Widodo. Namun suara akar rumput lebih menginginkan adanya calon presiden baru dan dilakukannya proses penyegaran figur calon presiden. Hal ini berkaca kepada pengalaman kalahnya pasangan Megawati dan Prabowo pada tahun 2009. Namun sebaliknya, beberapa kader justru resisten terhadap hasil survei yang terus mengunggulkan Joko Widodo sebagai calon presiden[5] Kader dan simpatisan PDIP yang menamai dirinya sebagai Pro-Jokowi kemudian melakukan deklarasi pada 21 Desember 2013, yang terdiri dari penggerak Posko Gotong Royong Megawati 1998. Mereka lalu bergerak dari satu DPC ke DPC lainnya untuk menggalang dukungan terhadap pencapresan Jokowi. Ini sebagai respon usulan di dalam internal pengurus, contohnya saat Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan Oktober 2013[6] Saat ini PROJO sudah berkembang dan hadir di seluruh Provinsi dan kabupaten kota di Indonesia.

Pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sudah berkali-kali mendapat tekanan secara politik. Contohnya saat Pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2013. Dibahas sejak Jokowi menjabat tahun 2012, APBD senilai 49,9 Triliun tersebut baru disahkan DPRD pada tanggal 28 Januari 2013. Hal ini disebabkan alotnya perdebatan mengenai KUAPPAS. Anggaran diutak-atik sehingga perdebatan berlangsung panas dan diwarnai aksi walkout beberapa anggota DPRD. Dengan naik menjadi Presiden, diharapkan Jokowi bisa terlepas dari intrik dan tarik ulur di DPR. Walaupun demikian, tetap saja Jokowi harus menghadapi kubu oposisi yang jauh lebih besar. Koalisi Merah Putih menguasai 350 kursi atau 64 persen suara di parlemen, berbanding 270 kursi atau hanya 36 persen. Inilah yang menyebabkan perlunya dukungan politik di luar parlemen yang terwujud dalam bentuk kekuatan relawan seperti Projo untuk mengelola opini publik. Adanya dukungan akar rumput membantu Jokowi dalam menghadapi pertarungan-pertarungan politiknya.[4]

Projo di internet dan media sosial

Sebagai relawan darat, Projo lebih banyak hadir di internet melalui liputan dan laporan kegiatannya di situs projo.id. Namun sejak 10 April 2018, Nur Sukarno & Palti Hutabarat, membentuk Badan Otonom Medsos bernama Republik Cyber Projo, yang fokus melakukan kampanye di media sosial. Akun media sosial digunakan untuk memberikan update kegiatan terkini, misalnya @DPP_Projo di twitter dan Dewan Pimpinan Pusat PROJO di Facebook serta Instagram.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Gelar Rakernas, Budi Arie: Projo Rumah Besar Pendukung Militan Jokowi. Dari situs Indonesia
  2. ^ Projo Bentuk Tim Kampanye untuk Tingkatkan Elektabilitas Jokowi. Dari situs Kompas
  3. ^ Budi Arie Setiadi. dari situs Tirto
  4. ^ a b c d e Korten, David C. Dari Kerumunan Membentuk Barisan. artikel dari buku Menjemput Takdir Sejarah. Jakarta. 2017: RMBooks.
  5. ^ PDIP Ungkit Kenangan Pahit Duet Mega-Prabowo di 2009. dari situs Detik
  6. ^ PDIP Pro-Jokowi: Kami Bukan Pengurus Partai. dari situs Republika