Lompat ke isi

Kayu bersertifikat: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 18: Baris 18:
Sertifikasi hutan pihak ketiga dilakukan pertama kali di awal tahun 1990an oleh FSC, dengan kolaborasi antara [[organisasi lingkungan]] [[lembaga non-pemerintah|swadaya]], perusahaan produk kehutanan, dan masyarakat. Segera program dan sistem yang sama muncul di seluruh dunia. Namun berbagai kalangan menilai bahwa banyaknya sistem dan standar yang berkembang diatur oleh perusahaan kehutanan yang secara spesifik bertujuan untuk membingungkan konsumen dengan peraturan yang kurang ketat namun memiliki nama yang hampir sama.<ref>{{cite book | last = Diamond | first = Jared | authorlink = Jared Diamond | coauthors = | title = Collapse: How Societies Choose to Fail Or Succeed | publisher = Penguin | year = 2005 | location = London | url = http://books.google.com/books?id=QyzHKSCYSmsC | doi = | id = | isbn =0-14-303655-6 | page = 479 }}</ref>
Sertifikasi hutan pihak ketiga dilakukan pertama kali di awal tahun 1990an oleh FSC, dengan kolaborasi antara [[organisasi lingkungan]] [[lembaga non-pemerintah|swadaya]], perusahaan produk kehutanan, dan masyarakat. Segera program dan sistem yang sama muncul di seluruh dunia. Namun berbagai kalangan menilai bahwa banyaknya sistem dan standar yang berkembang diatur oleh perusahaan kehutanan yang secara spesifik bertujuan untuk membingungkan konsumen dengan peraturan yang kurang ketat namun memiliki nama yang hampir sama.<ref>{{cite book | last = Diamond | first = Jared | authorlink = Jared Diamond | coauthors = | title = Collapse: How Societies Choose to Fail Or Succeed | publisher = Penguin | year = 2005 | location = London | url = http://books.google.com/books?id=QyzHKSCYSmsC | doi = | id = | isbn =0-14-303655-6 | page = 479 }}</ref>


Di Indonesia, sistem sertifikasi kayu dilakukan oleh [[Departemen Kehutanan Republik Indonesia|Departemen Kehutanan]] dalam program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010. Sistem ini telah diinformasikan ke 144 negara di dunia agar dipastikan bahwa negara tersebut hanya menerima kayu dari Indonesia yang telah disertifikasi dan tidak menerima kayu ilegal.<ref>[http://silk.dephut.go.id/index.php?act=about Sistem Informasi Legalitas Kayu: About us].</ref> Indonesia adalah negara pertama di dunia yang melakukan sertifikasi kayu<ref>[http://www.antaranews.com/berita/394442/indonesia-negara-pertama-lakukan-sertifikasi-produk-kayu Indonesia negara pertama lakukan sertifikasi produk kayu]. Antara. Diakses 8 September 2013</ref>, sedangkan negara lain selama ini menyerahkan program sertifikasi produk kayunya kepada lembaga di luar pemerintah.
Di Indonesia, sistem sertifikasi kayu dilakukan oleh [[Departemen Kehutanan Republik Indonesia|Departemen Kehutanan]] dalam program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010. Sistem ini telah diinformasikan ke 144 negara di dunia agar dipastikan bahwa negara tersebut hanya menerima kayu dari Indonesia yang telah disertifikasi dan tidak menerima kayu ilegal.<ref>[http://silk.dephut.go.id/index.php?act=about Sistem Informasi Legalitas Kayu: About us].</ref> Indonesia adalah negara pertama di dunia yang melakukan sertifikasi kayu<ref>[http://www.antaranews.com/berita/394442/indonesia-negara-pertama-lakukan-sertifikasi-produk-kayu Indonesia negara pertama lakukan sertifikasi produk kayu]. Antara. Diakses 8 September 2013</ref>, sedangkan negara lain selama ini menyerahkan program sertifikasi produk kayunya kepada lembaga non pemerintah.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 30 April 2014 12.10

Hutan di Pulau San Juan yang dikelola dengan baik

Kayu bersertifikat adalah kayu yang dihasilkan dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab, sesuai dengan standar yang telah didefinisikan. Dengan sertifikasi, akan berkembang standar manajemen hutan yang baik.[1]

Syarat

Program sertifikasi hutan umumnya membutuhkan praktek manajemen hutan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Dasar persyaratan atau karakteristik dari sertifikasi hutan mencakup:[2]

  • Perlindungan keaneka ragaman hayati, spesies dan habitan satwa liar yang dalam ancaman
  • Tingkat pemanenan kayu yang berkelanjutan
  • Perlindungan kualitas air
  • Aktivitas regenerasi hutan (seperti penanaman kembali dan reforestasi)
  • Sertifikasi dan audit dari pihak ketiga yang dilakukan oleh badan sertifikasi terakreditasi
  • Keterlibatan pemegang kepentingan usaha kehutanan yang lebih dari satu
  • Adanya proses komplain dan pengajuan gugatan

Program

Saat ini, terdapat lebih dari 50 program sertifikasi di seluruh dunia[3] yang mencakup berbagai jenis hutan dengan masa berlaku yang berbeda-beda. Dua program sertifikasi hutan internasional terbesar yaitu Forest Stewardship Council (FSC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). PEFC adalah yang terbesar dengan sertifikasi mencakup dua per tiga dari seluruh hutan yang tersertifikasi. Sedangkan FSC terus berkembang.[4]

Sertifikasi hutan pihak ketiga dilakukan pertama kali di awal tahun 1990an oleh FSC, dengan kolaborasi antara organisasi lingkungan swadaya, perusahaan produk kehutanan, dan masyarakat. Segera program dan sistem yang sama muncul di seluruh dunia. Namun berbagai kalangan menilai bahwa banyaknya sistem dan standar yang berkembang diatur oleh perusahaan kehutanan yang secara spesifik bertujuan untuk membingungkan konsumen dengan peraturan yang kurang ketat namun memiliki nama yang hampir sama.[5]

Di Indonesia, sistem sertifikasi kayu dilakukan oleh Departemen Kehutanan dalam program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010. Sistem ini telah diinformasikan ke 144 negara di dunia agar dipastikan bahwa negara tersebut hanya menerima kayu dari Indonesia yang telah disertifikasi dan tidak menerima kayu ilegal.[6] Indonesia adalah negara pertama di dunia yang melakukan sertifikasi kayu[7], sedangkan negara lain selama ini menyerahkan program sertifikasi produk kayunya kepada lembaga non pemerintah.

Lihat pula

Referensi

Pranala luar