Lompat ke isi

B. J. Habibie

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
B. J. Habibie
Presiden Indonesia ke-3
Masa jabatan
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999
Wakil PresidenTidak ada
Sebelum
Pendahulu
Soeharto
Sebelum
Wakil Presiden Indonesia ke-7
Masa jabatan
11 Maret 1998 – 21 Mei 1998
PresidenSoeharto
Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia ke-4
Masa jabatan
29 Maret 1978 – 11 Maret 1998
PresidenSoeharto
Kepala Badan Pengusahaan Batam ke-3
Masa jabatan
Maret 1978 – Maret 1998
Informasi pribadi
Lahir25 Juni 1936 (umur 88)
Afdeling Parepare, Celebes, Hindia Belanda
(Parepare, Sulawesi Selatan)
Kebangsaan
Partai politikBerkas:Logo GOLKAR.jpg Golkar
Suami/istriHasri Ainun Besari
Anak
Orang tua
Almamater
ProfesiInsinyur
Tanda tangan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng[1] (lahir 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Saat ini namanya menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo.[2]

Keluarga dan pendidikan

B.J. Habibie beserta keluarga

Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian berasal dari etnis Gorontalo, sedangkan ibunya beretnis Jawa. R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[3]

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[4]

Ia pernah berilmu di SMAK Dago.[5] Ia belajar teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan karier

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Soeharto.

Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat sebagai Presiden (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 – 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.

Masa Kepresidenan

Pelantikan Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998

Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.

Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".

Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah:

  • Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik
  • Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994)
  • Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
  • Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
  1. UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
  2. UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
  3. UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR
  • Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
  1. Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum
  2. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai asas tunggal
  3. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang-undangan
  4. Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.

12 Ketetapan MPR antara lain :

  1. Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara
  2. Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme
  3. Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
  4. Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi daerah
  5. Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi
  6. Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
  7. Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR
  8. Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
  9. Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
  10. Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
  11. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
  12. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

  • Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
  • Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
  • Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
  • Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
  • Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
  • Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
  • Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Menurut pihak oposisi, salah satu kesalahan terbesar yang ia lakukan saat menjabat sebagai Presiden ialah memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999.

Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkannya. Upaya ini akhirnya berhasil saat Sidang Umum 1999, ia memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.

Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah satu pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[6]

Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa.[7] Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam pemberitaan.

Pasca-kepresidenan

Setelah ia tidak menjabat lagi sebagai presiden, ia lebih memilih tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi, ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center.

B. J. Habibie juga menjabat sebagai Komisaris Utama dari PT. Regio Aviasi Industri, perusahaan perancang pesawat terbang R-80.[8]

Filmografi

Publikasi

Karya Habibie

  • Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
  • Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
  • Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
  • Sophisticated technologies : taking root in developing countries, International journal of technology management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
  • Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
  • Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
  • Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
  • Detik-detik Yang Menentukan – Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998)
  • Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori tentang Ainun Habibie)
  • Pesawat N-250 Gatot Kaca.

Mengenai Habibie

  • Hosen, Nadirsyah, Indonesian political laws in Habibie Era : Between political struggle and law reform, Nordic journal of international law, ISSN 0029-151X, Bd. 72 (2003), 4, hal. 483-518
  • Rice, Robert Charles, Indonesian approaches to technology policy during the Soeharto era : Habibie, Sumitro and others, Indonesian economic development (1990), hal. 53-66
  • Makka, Makmur. A, The True Life of HABIBIE Cerita di Balik Kesuksesan, PUSTAKA IMAN, ISBN 978-979-3371-83-2, 2008

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "List of Fellow: Habibie, Professor Dr Ing Bacharuddin Jusuf FREng: 1990". Royal Academy of Engineering. 1990. Diakses tanggal 2014. 
  2. ^ Taufik Rachman (10 April 2014). "Universitas BJ Habibie, Nama Baru Universitas Negeri Gorontalo". Republika.co.id. Diakses tanggal 10 April 2014. 
  3. ^ Makka, Makmur.A, The True Life of Habibie Cerita di Balik Kesuksesan, PUSTAKA IMAN, 2008
  4. ^ "Bachruddin Jusuf Habibie, Masa Bakti 1998–1999". Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 10 Mei 2015. 
  5. ^ Robert Adhi Kusumaputra (19 Juli 2011). "Ruth Sahanaya Pernah di SMAK Dago". Kompas Regional. Diakses tanggal 19 Juli 2011. 
  6. ^ Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden
  7. ^ Suryo B. Sulistyo.1999."Kebijakan ekonominya mengandalkan kekuatan pasar", dalam Badaruddin et.al. Kepemimpinan BJ. Habibie. Visi, Misi, dan Stategi, Jakarta: Yayasan Bina Profesi dan Wirausaha
  8. ^ "About Organization of Regio Aviasi Industri". PT. Regio Aviasi Industri. Diakses tanggal 10 Mei 2015. 
  9. ^ https://www.brilio.net/film/kenalan-yuk-sama-bima-pemeran-habibie-kecil-di-film-rudy-habibie-160630y.html

Pranala luar

Jabatan politik
Didahului oleh:
Soeharto
Presiden Indonesia
1998–1999
Diteruskan oleh:
Abdurrahman Wahid
Didahului oleh:
Try Sutrisno
Wakil Presiden Indonesia
1998
Jabatan lowong
Selanjutnya dijabat oleh
Megawati Sukarnoputri
Didahului oleh:
Soemitro Djojohadikoesoemo
Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia
1978–1998
Diteruskan oleh:
Rahardi Ramelan
Jabatan pemerintahan
Posisi baru Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
1974–1998
Diteruskan oleh:
Rahardi Ramelan