Lompat ke isi

Injil Lukas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 Agustus 2019 10.55 oleh NawanP (bicara | kontrib) (←Suntingan 182.1.191.56 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh LaninBot)
Lukisan St.Lukas yang ada di dalam Gereja Lutheran Injili Jerman di Charleston, south Carolina

Injil Lukas adalah salah satu dari empat tulisan yang mengawali Perjanjian Baru.[1] Injil Lukas digolongkan sebagai Injil Sinoptik bersama dengan Injil Matius dan Injil Markus.[1] Isi pemberitaannya mengenai kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus.[1] Di kalangan para ahli Perjanjian Baru, Lukas diyakini sebagai penulis Injil ini.[2] Penyusunan Injil Lukas menggunakan bahan-bahan tulisan yang kurang lebih sama dengan yang digunakan dalam Injil Matius dan Injil Markus, tetapi hasil susunannya tidak persis sama dengan kedua Injil tersebut.[3]

Latar Belakang

Penulis

Menurut tradisi, penulis Injil Lukas adalah Lukas yang merupakan rekan sekerja Rasul Paulus.[2] Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya pendapat mengenai penulis Injil Lukas menjadi beragam.[2] Berdasarkan kesaksian diperoleh dari Kanon muratori, Irenaeus, Klemens dari Aleksandria, Origenes dan Tertullianus, umumnya berpendapat bahwa penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul adalah orang yang sama yaitu Lukas.[2] Pendapat ini muncul dengan melihat bagian pendahuluan pada Injil Lukas dan Kisah Para Rasul yang sama-sama ditujukan kepada Teofilus.[2] Selain itu, ditemukan beberapa kesamaan linguistik dan teologis sehingga menimbulkan kesan keduanya berasal dari satu penulis yang sama.[2] Namun, dalam Injil Lukas sendiri sebenarnya tidak dicantumkan nama penulisnya (anonim).[2]

Waktu dan Tempat

Tempat Injil ini ditulis tidak diketahui secara pasti.[1] Kaisarea, Akhaya dan Roma adalah beberapa nama kota yang diduga menjadi tempat Injil ini dituliskan.[1] Yang dapat dipastikan adalah Injil ini dituliskan di luar Palestina tetapi mengenai lokasinya sulit ditentukan.[1] Ada yang menganggap tulisan pada pasal 21 ayat 24[4] mengindikasikan bahwa Lukas mengingat kembali pada peristiwa hancurnya kota Yerusalem, sehingga muncul anggapan Lukas menulis dengan memakai sudut pandang sebagai orang Kristen generasi ke-3 dan dengan demikian penulisan Injil Lukas dilakukan sekitar tahun 80/85 M.[1] Namun, peristiwa terakhir yang dicatat di Kisah Para Rasul adalah masa penjara rasul Paulus yang pertama, dan sama sekali tidak menyebutkan mengenai matinya Paulus (~64-67 M) maupun kejatuhan Yerusalem (70 M), sehingga kitab ini lebih tepatnya diperkirakan ditulis paling lambat tahun 62 M.[5]

Maksud Penulisan

Berdasarkan kalimat pembukaan, penulisan Injil Lukas dimaksudkan untuk memberitahukan Teofilus tentang kebenaran dari segala sesuatu yang telah diajarkan kepadanya.[3] Penulis Injil Lukas juga hendak menuliskan sebuah sejarah untuk meyakinkan orang-orang, terutama para penguasa bahwa kekristenan merupakan agama yang sah dan tidak perlu dicurigai.[3] Kita dapat menemukan di dalamnya kisah-kisah yang berisi perdebatan antara kekristenan dengan pihak penguasa.[3]

Melalui tulisannya, penulis Injil Lukas ingin menolong para pembacanya untuk memahami iman Kristen lebih baik lagi dengan cara menceritakan tentang kehidupan pelayanan dan pengajaran Yesus.[6] Untuk itu dia memberikan perhatian secara khusus terhadap fakta-fakta historis tentang Yesus dengan mempelajari dan menggunakan data-data dari laporan-laporan yang dibuat orang lain.[6]

Konteks Jemaat

Jemaat yang digambarkan dalam Injil Lukas adalah jemaat yang tengah menghadapi rupa-rupa persoalan.[1] Pertama, komunitas Lukas sedang mengalami krisis pengharapan akan kedatangan Tuhan (parousia).[1] Di antara mereka ada yang tetap bertekun dalam pengharapan kedatangan Tuhan sementara yang lain sudah mulai lesu imannya dan terus mempertanyakan kapan hari kedatangan Tuhan itu tiba (Lukas 17:8).[1] Injil Lukas sendiri menegaskan bahwa Hari Tuhan pasti akan datang (Lukas 21:8,9b) asalkan Injil telah diberitakan ke seluruh dunia.[1] Dengan demikian, yang menjadi fokus seharusnya bukan pada perhitungan kedatangan Hari Tuhan melainkan pada pemberitaan Injil.[1]

Persoalan kedua adalah banyaknya orang kaya yang sudah menjadi Kristen.[1] Orang-orang kaya ini kemudian menimbulkan masalah di dalam jemaat.[1] Mereka memiliki watak yang egois dan tamak serta mengabaikan keadaan orang miskin.[1] Karena ketamakan ini, mereka berada pada posisi yang berbahaya dan mereka dapat dengan mudah jatuh dari imannya.[1] Persoalan ketiga adalah mengenai hubungan gereja dan negara.[1] Hubungan keduanya digambarkan oleh Injil Lukas tidaklah saling bermusuhan atau terlibat dalam konflik.[1]

Ayat-ayat terkenal

  • Lukas 1:37: Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.
  • Lukas 1:38: Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."
  • Lukas 2:6–7: Ketika mereka di situ (Betlehem) tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.
  • Lukas 2:11: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.
  • Lukas 24:27: Lalu Ia (Yesus) menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.

Pokok-pokok Teologi

Pemberitaan tentang Kerajaan Allah

Kerajaan Allah adalah salah satu pokok pemberitaan Yesus (Lukas 4:43; 8:1; 9:11).[7] Ungkapan Basileia tou Theou (Kerajaan Allah) yang dipakai dalam Injil Lukas menunjuk kepada tindakan Allah dalam sejarah manusia untuk mewujudkan Kerajaan-Nya melalui pelayanan Yesus.[7] Sekalipun Yesus yang digambarkan Lukas sangat menekankan kehadiran kerajaan Allah dalam dunia pada masa kini tetapi tidak berarti Yesus mengabaikan kedatangan Kerajaan Allah yang pada masa mendatang.[7] Pemenuhan Kerajaan Allah yang penuh kemuliaan pada masa depan tetap dinantikan.[7]

Gambaran tentang Yesus

  • Peduli pada Orang-orang Bukan Yahudi

Injil Lukas tidak hanya diberitakan kepada orang-orang Yahudi tetapi juga kepada orang-orang yang dianggap kafir dan berdosa. Ini tampak dalam penjabaran silsilah Yesus yang ditelusuri hingga Adam, bapa semua manusia.[1] Dari awal, telah dikisahkan tentang malaikat yang datang mengabarkan kesukaan besar yakni kelahiran Juruselamat bagi seluruh bangsa.[1] Dalam cerita tentang Yohanes Pembaptis, Injil Lukas juga mengutip dari Yesaya 40:3–5 yang menyatakan bahwa keselamatan ditawarkan kepada semua bangsa (Lukas 3:4–6). Lukas pun menggambarkan peta pelayanan Yesus yang tidak hanya meliputi daerah Palestina. Tirus dan Sidon, kota-kota yang bukan milik orang Yahudi (Lukas 6:17) juga menjadi sasaran pelayanan Yesus.[1]

  • Sahabat Bagi Orang Miskin
Yesus menyembuhkan seorang buta dekat Yerikho

Penulis Injil Lukas hidup pada masa ketika orang banyak pada umumnya menganggap hina orang-orang miskin.[8] Pandangan yang muncul pada waktu itu adalah orang yang miskin berarti tidak berkenan pada Allah. Pandangan seperti inilah yang ditolak oleh penulis Lukas.[8] Oleh karena itu, bila dibandingkan dengan penulis-penulis Injil yang lain, penulis Lukaslah yang benyak memberikan perhatian terhadap kehidupan kaum miskin.

Istilah ptokhos dalam bahasa Yunani yang berarti miskin banyak digunakan dalam Injil Lukas sedangkan bahasa Ibraninya adalah ani yang artinya orang-orang yang miskin dalam hal materi. Dalam Injil Lukas, istilah ptokhos dapat dijumpai pada Lukas 4:18–19; 7:22; 23; 14:13–21; 20:22–23. Pada perikop-perikop ini orang-orang miskin yang dimaksud adalah mereka yang tertindas, lumpuh, buta, kusta dan cacat. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa orang-orang miskin dalam Lukas adalah orang-orang yang miskin materi sehingga dijauhi dan dipinggirkan oleh masyarakat.[7]

Namun, walaupun perhatian Yesus terhadap orang miskin sangat besar ia tidak bermaksud mendorong orang-orang miskin untuk melakukan gerakan revolusioner. Yesus hanya menunjukkan bela rasa terhadap kelompok yang dikucilkan masyarakat ini melalui karya-karya pelayanannya seperti menyembuhkan orang-orang buta, lumpuh, kusta, tulis, bahkan membangkitkan orang mati. Semua itu dilakukannya agar orang-orang dapat terbebas dari segala hambatan sehingga mendapatkan masa depan yang lebih baik.[7]

Perempuan berdosa sedang mengurapi kaki Yesus
  • Sahabat Bagi Kaum Perempuan

Dalam dunia Yahudi, perempuan tidak dihargai dan dianggap sebagai kaum yang rendah martabatnya. Perempuan juga dipandang tak ada bedanya dengan barang yang dapat dimiliki atau dibuang. Berbeda dengan orang-orang Yahudi kebanyakan, Yesus sebagai orang Yahudi justru tidak berpandangan demikian.[7]

Injil Lukas memperlihatkan keakraban Yesus dengan kaum perempuan sebagai sahabat. Ia digambarkan sangat menghargai harkat dan martabat mereka sebagai manusia.[7] Dalam Injil Lukas dapat dijumpai beberapa sosok perempuan seperti Elisabet, Maria dan Marta, Maria Magdalena, dan perempuan janda yang berasal dari Nain.[8]

Potret perempuan yang sangat menonjol dalam Injil Lukas sudah terlihat sejak awal Injil ini ditulis. Elisabet dan Maria digambarkan sebagai dua orang perempuan yang dipakai Allah terkait rencana-Nya untuk menyelamatkan dunia.[7] Dalam pelayanan-Nya, Yesus pun melakukan berbagai mujizat terhadap beberapa perempuan seperti menyembuhkan mertua Petrus yang sedang sakit keras dan perempuan yang selama delapan belas tahun kerasukan roh, membangkitkan anak perempuan janda di Nain, memberi diri-Nya disentuh perempuan yang sedang mengalami pendarahan.[7] Perempuan tidak sekadar tampil sebagai kaum yang dibela tetapi juga sebagai kaum yang ikut terlibat dalam pelayanan Yesus. Lukas melaporkan ada sejumlah perempuan yang menjadi murid Yesus.[7]

  • Sahabat bagi Pemungut Cukai dan Orang Berdosa
Gambar Zakheus si pemungut cukai oleh Niels Larsen Stevns

Meskipun kekuasaan pusat ada pada pemerintah Romawi akan tetapi pada pelaksanaan tugas ada pendelegasian tugas dan wewenang kepada alat-alat pemerintahan.[9] Untuk mengurusi bidang keuangan diberikan kekuasaan kepada orang-orang Yahudi untuk menarik pajak. Agar dapat menjadi pemungut cukai, seseorang harus membayar sejumlah besar uang yang diambil dari pajak bangsa Israel kepada pemerintah Romawi.[9] Walaupun sudah ada tarif pajak yang ditetapkan tetapi tanpa pengawasan yang ketat mudah saja bagi para pemungut cukai untuk menarik uang dari rakyat lebih banyak dari yang seharusnya diberikan.[9]

Itulah sebabnya, pemungut cukai menjadi kelompok yang tidak disukai dan dibenci oleh orang-orang Yahudi. Rakyat menyamakan mereka dengan orang-orang berdosa dan tidak mengenal Allah. Akan tetapi, kelompok inilah yang justru mendapat perhatian dalam Injil Lukas.[7] Injil ini mencatat tentang Yesus yang mau makan bersama-sama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa (Lukas 5:27–32). Hal ini membuat Yesus dikecam sebagai seorang peminum dan pelahap sahabat pemungut cukai dan orang berdosa (Lukas 7:34).[7] Namun, dalam pandangan Yesus seorang pemungut cukai lebih berkenan di hadapan Allah daripada orang Farisi (Lukas 18:9–14).[9]

Gelar-gelar Yesus

  • Yesus sebagai Nabi
Kisah Perjalanan ke Emaus berdasarkan Lukas 24:13–32, karya Joseph von Führich, 1830.

Dalam Injil Lukas paling tidak kita dapat menemukan ada dua puluh tujuh kali kata nabi (profetes) disebutkan.[2] Beberapa ayat secara eksplisit memperlihatkan kenabian Yesus.[2] Lukas 4:22 menceritakan tentang Yesus yang dilukiskan sebagai seorang nabi pada waktu Ia membaca sebuah gulungan kitab di salah satu rumah ibadah di Nazareth.[2] Lukas 9:7–8 menyatakan bahwa Herodes banyak mendengar cerita dari orang-orang yang menyebut Yesus sebagai Yohanes Pembaptis atau nabi Elia atau salah satu dari antara para nabi dulu yang telah bangkit.[2] Dari Lukas 24:19 ditemukan lagi sebuah pernyataan tentang Yesus sebagai nabi dari mulut salah satu murid Yesus ketika sedang berada dalam perjalanan ke Emaus.[2] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gambaran Yesus sebagai seorang nabi sejak masa pelayanan hingga setelah kematian-Nya merupakan salah satu pokok yang hendak ditekankan dalam Injil Lukas.[2]

  • Anak Allah

Gelar Yesus sebagai sebagai Anak Allah muncul dua puluh lima kali dalam Injil Lukas.[7] Gelar ini bahkan telah diperkenalkan dimulai dari kisah pemberitahuan tentang kelahiran seorang anak laki-laki yang disampaikan malaikat Gabriel kepada Maria.[2] Allah sendiri mengakui Yesus sebagai anak-Nya (Lukas 9:35).[2] Tidak hanya Allah, bahkan setan pun mengakui Yesus sebagai anak Allah ketika ia menyembuhkan orang-orang yang sakit (Lukas 4:41).[2] Tampaknya pemberian gelar Anak Allah dari penulis Injil Lukas terutama untuk menunjukkan bahwa Allah sendiri yang menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui setiap karya yang Yesus lakukan.[2]

  • Anak Daud

Penyebutan Yesus sebagai Anak Daud dalam Injil ini hanya tiga kali yaitu dua kali saat Bartimeus meminta Yesus mencelikkan matanya (Lukas 18:38–39) dan satu kali saat Yesus bertanya pada ahli Taurat (Lukas 20:41–44). Dengan gelar Anak Daud, penulis hendak menegaskan bahwa Yesus adalah seorang yang berasal dari keturunan Daud.[2] Ini sekaligus menyatakan bahwa Yesuslah Sang Mesias yang selama ini dinantikan oleh umat Israel, seperti telah dinubuatkan para nabi.[2]

  • Kristus (Mesias)

Gelar 'Kristus' yang dikenakan pada Yesus jarang digunakan oleh Lukas.[2] Kata 'Kristus' berasal dari bahasa Ibrani mashiah yang artinya 'diurapi' dan biasanya ditujukan pada orang yang diutus Allah untuk mengemban tugas tertentu. Kata ini dapat digunakan kepada seorang raja, imam, nabi, dan pahlawan.[7] Bagi penulis Lukas, Yesus sebagai mesias berarti sosok orang yang diperlengkapi dan diutus Allah untuk menderita.[2]

  • Tuhan

Gelar "Tuhan" kepada Yesus adalah gelar yang paling banya dijumpai dalam Injil Lukas (ada 103 kali penulis Injil Lukas memakai gelar ini).[2] Kata "Tuhan" sendiri yang dalam bahasa Yunani yakni Kurios mempunyai banyak arti.[2] Kurios bisa menjadi sebutan yang ditujukan pada pemilik sesuatu misalnya pemilik kebun anggur atau sebagai sebutan dari seorang hamba kepada tuannya, atau sebutan kepada orang yang dihormati.[2]

Di samping itu, gelar ini pun dipakai oleh orang-orang Yunani untuk menyebut ilah-ilah mereka sementara orang-orang Kristen memakai kata yang sama untuk menyapa Allah.[7] Pemberian gelar "Tuhan" kepada Yesus berarti Yesus menempati posisi yang amat tinggi dan terhormat di samping Allah.[2] Gelar Kurios tidak hanya ditujukan pada Yesus tetapi juga pada Allah sehingga untuk menentukan apakah yang dimaksud adalah Allah atau Yesus, pembaca harus memperhatikan konteks.[2]

Gambaran Para Murid

Dalam menggambarkan mengenai murid-murid Yesus, Lukas begitu berbeda dengan Injil yang lain.[7] Bila dalam Injil Markus murid-murid digambarkan sebagai orang-orang yang degil hatinya dan sulit sekali memahami maksud perumpamaan Yesus, Lukas justru sebaliknya.[7] Selain itu, para murid juga dikenal sebagai murid-murid yang tetap menjaga kesetiaan pada Yesus bahkan hingga saat Yesus disalibkan.[7] Perbedaan-perbedaan tersebut dilakukan agar dapat memberi gambaran mengenai model kemuridan yang ada dalam komunitasnya.[7]

Daftar Isi

Lihat pula

Injil Lukas
Didahului oleh:
Injil Markus
Perjanjian Baru
Alkitab
Diteruskan oleh:
Injil Yohanes

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u {id} Samuel Benyamin Hakh. 2010. Perjanjian Baru:Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm.268, 291-294. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Sam" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z {id} Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru 1. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm.103,120-128.
  3. ^ a b c d {id} S. Wismoady Wahono. 1986. Di sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 376.
  4. ^ Lukas 21:24
  5. ^ The Nelson Study Bible. Thomas Nelson, Inc. 1997
  6. ^ a b {id} John Drane. 1996. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.213.
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t {id} Samuel Benyamin Hakh. 2007. Pemberitaan tentang Yesus menurut Injil-injil Sinoptik. Bandung: Jurnal Info Media. Hlm.53, 57, 119, 121, 126-127.
  8. ^ a b c {id} C.Groenen. 1973. Mengantar "Berita untuk Manusia". Ende: Nusa Indah. Hlm.78.
  9. ^ a b c d {id} R.Soedarmo. 2008. Makna Ungkapan-ungkapan Asing dalam Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.33-34.

Pranala luar