Lompat ke isi

Batavia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Templat:Kegunaaain

Bata

1619–1949
{{{coat_alt}}}
Lambang
Peta Batavia ca 1914
Peta Batavia ca 1914
StatusKoloni anda
Ibu kota
Pemukiman utamaWeltevreden
Sejarah 
• Invasi VOC
28 Mei 1619
1806–1816
1942–1945
27 Desember 1949
Luas
 - Total
182 km2[a]
Mata uangGulden Hindia anda
Digantikan oleh
Jakarta
Sekarang bagian dari Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Batavia atau Batavia[1] adalah ibuota Hindia Belanda, yang wilayahnya kini kurang lebih menjadi Jakarta, ibu kota Indesia. Batia didirikan di pelabuhan bernama Muara Baru ]]. Selum baar ini dikenal sebagai pa atau da Ka, dan merun salah satu titik perdagangan Kjaanda. Di kota pelaan inilah VOC meikan pegan dan kekaan militer dan potknya diilayah Nantara.

Nama avia dipai sak kitar tahun 1621 sampai tahun 1942, kika dia Belda jatuh ke tangan Jng. Seai bian dari de-Nederlaisasi, nama kota diganti menjadi Jrta. Beuk basa Melayu, yu "Bei", masihap dipakai sampai serg.

Asal nama

Nama Batavia berasal dari suku Batavia, sebuah suku Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein pada Zaman Kekaisaran Romawi. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah keturunan dari suku ini.

Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar asal Belanda yang dimililki perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC), dibuat pada 29 Oktober 1628, dinakhodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz. Kapal tersebut kini berada di sebuah museum di Fremantle, Australia. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci darurat menuju kota Batavia ini.

Sejarah

Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat oleh Andries Beeckman, sekitar tahun 1656-1658

Muara Baru

SEJARAH GAK JELAS Bukti tertua mengenai eksisnsi permuan penuk yang seang bernama Jakaa adalah Psti UGUu yangm di destu Tuuh,. Prasti tersbut beta dan 4 psti lain yang berasal dari zaman kerajldu, gara kAAka dipntah oleh RAJA SUNDA KORET,. RAJA BEKICOT,. RAJA GAK JELAS, dan RAJA ORA KRUNGU,

Berdarkan Pti Keonpi, nama Sd (ndapa) sendiri dipan ba muul abad seluh.

Perman tet berkng medi pelahan, ang keuan juga diki oleh kal-kal ri mancra. Hingga kednan orang Portugis, da lapa masih di bawah kesaan kern Hindu lain, Pakuan Pan. Semeara itu, Pois elah bersil mgsai Malaka, dan tahun 12 Gurnur Portugis d'Alburque mengirim utusnnya, Enrique Leme yang didampingi oleh Tomé Pires untuk meneui Ra iang Sursa. Pada 21 Atus 15 ditangani paian persahatan antra Pajan dan Portugis. Diperakan, lanah ini diambil oleh sang raja Paan Pajajn tsebt gna mempleh buan dari Pogis dam mengapi ancan Kesanan Dk, yang telah anckan berapa kjaan du, teuk Mait. Namun terta pejan ini sia-sia saja, kaa ketika diserang oleh Kerajaan BEKICOT De, ugis tidak membantu mempeankan S a.

Jaya Ga Jelas

Pelabuhan Sunda Koret diserang oleh tentara Kesultanan Bekicot pada 1526, yang dipimpin oleh F, Panglima Perang asal Bejat, [[]], dan jatuh pada 22 Juni 1527, dan setelah berhasil direbut, namanyapun diganti menjadi Jaya Gak Jelas. Setelah Pangeran BEKICOT berhasil mengalahkan dan mengislamkan Banten Ko Malah Jadi Tukang Berantem, Jaya gak jelas berada di bawah kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan. Orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arah Bogor. Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, Jayakarta dihuni orang Banten yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan Cirebon.

Sampai Jan Pieterszoon Coen menghancurkan Jayakarta (1619), orang Banten bersama saudagar Arab dan Tionghoa tinggal di muara Ciliwung. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Purwakarta jokjakarta. Surakarta. Baikarta.. Ko Ada Karta Karta nya... Bau bau Hindu...(1619).

Batavia

Bendera maritim yang pernah digunakan Batavia dari akhir abad ke-18 hingga abad ke-19

Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil.

Pada tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektare di dekat muara di tepi bagian timur Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis.

Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (16181623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta.

Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, namun De Heeren Zeventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk mengenang orang Batavia.

Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” menjadi semboyan atau motto kota Batavia, singkatnya “Dispereert niet” yang berarti “Jangan putus asa”.

Pada 4 Maret 1621, pemerintah Stad Batavia (kota Batavia) dibentuk[1]. Jayakarta dibumiratakan dan dibangun benteng yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun 1650. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit.

Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Kali Cisadane. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit Mataram (1628-1629) yang tidak mau pulang.

Beberapa persetujuan bersama dengan Banten (1659 dan 1684) dan Mataram (1652) menetapkan daerah antara Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang pribumi yang bebas.

Pada 1 April 1905 nama Stad Batavia diubah menjadi Gemeente Batavia. Pada 8 Januari 1935 nama kota ini diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia[2].

Setelah pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II.

Penduduk

Orang Belanda jumlahnya masih sedikit sekali. Ini karena sampai pertengahan abad ke-19 mereka kurang disertai wanita Belanda dalam jumlah yang memadai. Akibatnya, banyak perkawinan campuran dan memunculkan sejumlah Indo di Batavia. Tentang para budak itu, sebagian besar, terutama budak wanitanya berasal dari Bali, walaupun tidak pasti mereka itu semua orang Bali. Sebab, Bali menjadi tempat singgah budak belian yang datang dari berbagai pulau di sebelah timurnya.

Sementara itu, orang yang datang dari Tiongkok, semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan Nias. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota dan Cina Benteng di Tangerang), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan orang Jawa dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar Parung). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah Glodok, Pinangsia dan Jatinegara.

Keturunan orang India -orang Koja dan orang Bombay- tidak begitu besar jumlahnya. Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar, kurang lebih tahun 1840. Banyak di antara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi, namun tetap berpegang pada kearaban mereka.

Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang Mardijker dari India dan Sri Lanka dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia.

Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan tinggal menetap di dalam kota setelah 1656. Pada tahun 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa dan Moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan 13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam suku dan bangsa.

Sepanjang abad ke-18, kelompok terbesar penduduk kota berstatus budak. Komposisi mereka cepat berubah karena banyak yang mati. Demikian juga dengan orang Mardijker. Karena itu, jumlah mereka turun dengan cepat pada abad itu dan pada awal abad ke-19 mulai diserap dalam kaum Betawi, kecuali kelompok Tugu, yang sebagian kini pindah di Pejambon, di belakang Gereja Immanuel Jakarta. Orang Tionghoa selamanya bertambah cepat, walaupun sepuluh ribu orang dibunuh pada tahun 1740 di dalam dan di luar kota. Foto pada kartu pos dari awal abad ke 20 menggambarkan rumah-rumah Tionghoa di Mester atau Meester Cornelis sebutan Jatinegara pada zaman penjajahan Belanda dulu.

Penduduk Batavia yang kemudian dikenal sebagai orang Betawi sebenarnya adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa.

Wali kota

Berikut adalah daftar wali kota Batavia sejak tahun 1916.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Belanda) Institut voor taal-, land- enolkennde von Nederlandsch Indië, The Hague. Bijdragen tot de taal-, land- en volkeunde van Nederlandsch-Indië. 3. M. Nijhoff, 1855. hlm. 289. 

Catatan

  1. ^ Pada tahun 1926 sebagai Stadsgemeente Batavia

Pranala luar