Lompat ke isi

Keutamaan Petrus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kristus menyerahkan kunci Kerajaan Sorga kepada Rasul Petrus, lukisan karya Pietro Perugino, berdasarkan nas Matius 16ː18

Keutamaan Petrus atau Primasi Petrus adalah kedudukan utama yang dinisbatkan kepada Petrus di antara kedua belas Rasul.

Keutamaan Petrus di antara para Rasul

Evangelical Dictionary of Theology menyifatkan Petrus sebagai tokoh pemimpin di antara para Rasul, tokoh yang menyuarakan perkara-perkara terkait kepentingan semua rasul, tokoh yang disapa Yesus dengan nama yang membuat sang tokoh dihubung-hubungkan dengan batu karang tempat Yesus mendirikan Gerejanya, tokoh yang diamanatkan untuk menggembalakan kawanan domba Kristus, dan tokoh yang menjalankan peran pemimpin di dalam Gereja Purba sebagaimana diriwayatkan di dalam Kisah Para Rasul.[1]

Para sarjana pada umumnya sependapat bahwa tokoh Petrus-sejarah memang menempati kedudukan utama di antara murid-murid Yesus, sehingga menjadikannya "anggota paling terkemuka dan paling berpengaruh dari kelompok dua belas murid utama, baik semasa Yesus berkiprah maupun di dalam Gereja Perdana".[2]

Menurut salah satu tafsir, Perjanjian Baru dan karya-karya tulis Kristen Purba lainnya menisbatkan kedudukan utama tersebut kepada Petrus karena memandangnya sebagai faktor pemersatu apabila dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang lekat dengan tafsir-tafsir Kristen yang saling bertentangan.[3]

Pandangan Katolik

Di dalam Gereja Katolik, keutamaan Petrus dijujung sebagai landasan keutamaan Uskup Roma di atas semua uskup lain. Perpanjangan keutamaan Petrus kepada paus ini disebut keutamaan Uskup Roma. Doktrin Gereja Katolik ini mengajarkan bahwa paus selaku Uskup Roma mengampu kewenangan yang dilimpahkan Yesus untuk memimpin segenap Gereja. Ada beragam pandangan mengenai hakikat keutamaan Uskup Roma dan bagaimana keutamaan itu dijalankan serta dipindahtangankan secara berkesinambungan. Doktrin ini membedakan kewibawaan pribadi Petrus dari supremasi jabatan paus yang diyakini umat Katolik dilembagakan Yesus dalam diri Petrus.

Di dalam Perjanjian Baru, yang oleh sebagian pihak disebut Hukum Baru atau "Perjanjian Baru Yunani",[4] nas Matius 16:16-18[5] melaporkan bahwa Yesus mengubah nama Simon menjadi Petrus. Di dalam bagian-bagian lain dari Kitab Suci, pengubahan nama semacam itu senantiasa mengandung makna perubahan status (misalnya Abram menjadi Abraham, Yakub menjadi Israel, dan Saulus menjadi Paulus). Di dalam injil-injil, Petrus ditampilkan sebagai orang-dekat Yesus. Rumahnya di Kapernaum disediakan untuk dipakai Yesus, demikian pula perahu nelayan miliknya, bila diperlukan. Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus, dan Petrus turut menghadiri acara perjamuan kawin di Kana. Ia menjadi pemeran utama di dalam kisah mukjizat menjala ikan dan mukjizat berjalan di atas air.[6] Nas Yohanes 20 meriwayatkan bahwa ketika Petrus dan seorang murid lain berlari ke makam yang sudah kosong, murid lain itu tiba lebih dulu, tetapi Petruslah yang masuk ke dalam bilik makam.

Sekalipun terbilang dalam keanggotaan kelompok dua belas murid utama, Petrus tampil menonjol di dalam bab-bab awal Kisah Para Rasul, sementara Yakobus Sadik ditampilkan sebagai seorang pemimpin atas kemampuannya sendiri di dalam bab-bab terkemudian. Petrus bahkan jamak dianggap sebagai Uskup Yerusalem yang pertama. Akan tetapi umat katolik percaya bahwa sekalipun benar demikian, Uskup Yerusalem bukanlah kepala Gereja Katolik, karena jabatan pemimpin diemban Petrus selaku "Batu Karang" dan "Gembala Utama".[7] Diyakini bahwa Petrus mempercayakan jemaat Yerusalem kepada Yakobus tatkala ia terpaksa meninggalkan Yerusalem lantaran aniaya yang dilancarkan Herodes Agripa.[8][9] Selain itu, di dalam Konsili Yerusalem yang diriwayatkan nas Kisah Para Rasul 15, Yakobus menyebut ucapan-ucapan Petrus sebagai eksegesato, kata Yunani yang secara harfiah mengacu kepada tindakan "memaklumkan" atau "menetapkan aturan."[10] Meskipun demikian, Yakobus menyebut ucapan-ucapannya sendiri sebagai akouoo, yang secara harfiah mengacu kepada tindakan "mengeluarkan pendapat," dan tidak berdenotasi kewenangan. Sarjana Katolik Michael M. Winter membahasakannya di dalam bukunya, Saint Peter and the Popes, dengan kalimat "Ucapan Santo Yakobus berbeda sifatnya [dari ucapan Santo Petrus]. Ia berbesar hati mengamini ucapan Santo Petrus, kendati tampaknya tidak sejalan dengan pendiriannya sendiri, kemudian menyampaikan anjuran praktis demi kerukunan."[butuh rujukan]

Bapa Gereja Latin abad ke-4, Hieronimus, mengemukakan di dalam suratnya kepada Agustinus, Uskup Hipo, bahwa "malah Petruslah penggerak utama di balik lahirnya maklumat yang olehnya perkara ini diteguhkan," sehubungan dengan Konsili Yerusalem, kemudian menambahkan "dan kepada fatwanyalah Rasul Yakobus beserta sekalian penatua memberikan persetujuan."[11]

Yesus bersabda kepada Petrus pada ayat 19, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." Bagi bangsa Ibrani pada khususnya, kunci adalah lambang wewenang; kunci juga digunakan sebagai lambang kuasa atas maut di dalam nas Wahyu 1:18.[12] Di dalam bukunya, The Faith of Our Fathers, Kardinal Gibbons memaparkan bahwa kunci masih menjadi lambang wewenang di dalam budaya masa kini. Ia menggunakan contoh orang yang menitipkan kunci rumahnya kepada orang lain, dan menjelaskan bahwa orang lain itu merepresentasikan si empunya rumah yang berhalangan hadir. Dengan menerima kunci, Petrus mengambil jabatan perdana menteri, jabatan yang tidak asing bagi bangsa Ibrani pada masa lampau maupun pada masa hidupnya, jabatan yang dijabarkan di dalam Perjanjian Lama sebagai jabatan pengampu kewenangan dari Allah untuk mengikat dan melepaskan.[13][14]

Konstitusi Dogmatis Pastor aeternus yang dikeluarkan Konsili Vatikan I mendefinisikan keutamaan Uskup Roma atas segenap Gereja Katolik sebagai suatu lembaga asasi Gereja yang tak kunjung dapat ditiadakan. Definisi tersebut didasarkan atas pernyataan Yesus di dalam nas Matius 16:18 yang berbunyi, "dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya", dan nas Yohanes 21:17 yang berbunyi, "Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? " Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Percakapan dengan Petrus ini menetapkan Petrus sebagai pemimpin murid-murid pada saat Yesus tidak bersama-sama dengan mereka.[15]

Gereja Katolik senantiasa memafhumi ...bahwa Petrus selaku orang pribadi tunggal, ketimbang semua Rasul lain, baik perorangan maupun bersama-sama, diperlengkapi Kristus dengan suatu keutamaan yurisdiksi yang sejati dan sepantasnya; ...dilimpahkan serta-merta dan secara langsung kepada Pertus yang terberkati itu sendiri, ...[16]

Pada bulan Desember 1996, Kongregasi untuk Ajaran Iman menggelar sebuah simposium doktrinal mengenai "Keutamaan Pengganti Petrus". Salah satu "hasil perenungan" terhadap pokok-pokok pikiran dari doktrin Katolik mengenai keutamaan tersebut yaitu bahwasanya keutamaan pengganti Petrus adalah suatu pelayanan penting bagi kesatuan.[17] Daftar yang memuat beberapa pokok pikiran dari doktrin tersebut dikeluarkan oleh Prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman, Joseph Kardinal Ratzinger. Patut dicermati bahwa pada daftar kedua belas Rasul di dalam Injil-Injil Sinoptik dan Kisah Para Rasul, Simon/Petrus selalu menempati urutan pertama.

"Sudah sejak semula, dan dengan kejelasan yang kian lama kian jernih, Gereja memahami bahwa, sama seperti adanya suksesi para rasul di dalam pelayanan para uskup, demikian pula pelayanan kesatuan yang dipercayakan kepada Petrus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari struktur permanen Gereja Kristus dan bahwasanya suksesi ini ditegakkan di takhta kemartirannya.[18]

Katekismus Gereja Katolik menyatakan sebagai berikut:

424 Oleh dorongan Roh Kudus dan rengkuhan Bapa, kita percaya akan Yesus dan menyatakan: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah Yang Hidup." Di atas batu karang iman yang dipermaklumkan Santo Petrus inilah Kristus mendirikan Gereja-Nya.

552 Simon Petrus menduduki tempat pertama di dalam kumpulan dua belas murid; Yesus mempercayakan suatu misi istimewa kepadanya. Melalui pewahyuan dari Bapa, Petrus menyatakan: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah Yang Hidup." Oleh sebab itu Tuhan kita bersabda kepadanya: "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." Dengan demikian Kristus, "Batu Yang Hidup", menjamin Gereja-Nya, yang didirikan di atas Petrus, menang atas kuasa maut. Karena iman yang dinyatakannya, Petrus akan tetap menjadi batu karang yang tak tergoyahkan dari Gereja. Misinya adalah memelihara iman ini dari segala bentuk penyelewengan dan menguatkan saudara-saudaranya di dalam iman ini.[19]

Tokoh-tokoh yang mendukung keutamaan Roma

Bagi para pujangga Gereja Purba, baik Latin maupun Yunani, "batu karang" dipahami sebagai sebutan bagi Petrus selaku orang pribadi maupun sebagai lambang dari imannya. Janji Kristus pun dipahami sebagai janji yang lebih umum sifatnya kepada kedua belas rasulnya dan kepada Gereja Katolik secara keseluruhan.[20]

Ireneus

Ireneus sudah disebut-sebut sebagai saksi utama Kekristenan pada abad ke-2.[21] Selaku murid Polikarpus, tokoh yang berguru kepada Rasul Yohanes, Ireneus menjadi Uskup Lyon pada tahun 178. Di dalam risalahnya, Melawan Bidat-Bidat, Ireneus mengemukakan bahwa "sekalipun ada beragam dialek di dunia, daya tradisi satu dan sama jua. Karena iman yang sama dianut dan diwariskan jemaat-jemaat yang didirikan di negara-negara Jerman, Ispanya, di kalangan suku-suku Kelt, di Timur, di Libya, dan di kawasan tengah dunia."[22] Di dalam jilid ke-3 dari risalahnya itu, Ireneus melanjutkan pembelaannya terhadap persatuan jemaat di sekeliling uskup dengan mengemukakan bahwa "dengan mengacu kepada tradisi dan iman rasuli yang diwartakan kepada umat manusia, yang diwariskan sampai ke zaman kita oleh uskup-uskup yang silih berganti mengampu kepemimpinan, di jemaat yang paling besar, paling purba, lagi paling masyhur, yang diasaskan dan ditegakkan oleh dua rasul teramat mulia, Petrus dan Paulus, di Roma, dapatlah kita tumbangkan semua pihak yang dengan cara lain apa saja … memungut lebih banyak daripada yang seharusnya."[23]

Ireneus mengedepankan doktrin Suksesi Apostolik untuk membatah klaim-klaim para ahli bidat, terutama kaum Gnostik yang menyerang teologi dan kewenangan Gereja arus utama. Ia mengemukakan bahwa orang dapat menemukan ajaran yang sejati di beberapa takhta keuskupan terkemuka, bukan hanya di Roma. Oleh karena itu, doktrin yang dikedepankannya mengandung dua pokok pikiran, yaitu susur-galur dari para Rasul dan ajaran yang benar.

Ignasius, Uskup Antiokhia

Ignasius, Uskup Antiokhia, terkenal sangat mementingkan wewenang uskup. Di dalam suratnya kepada jemaat di Smirna pada tahun 115, ia mengimbau umat Kristen Smirna untuk "menghindari perpecahan, selayaknya biang keladi kedurjanaan. Turutilah uskup, wahai kamu sekalian, sebagaimana Yesus Kristus menuruti Bapa; dan turutilah majelis presbiter selayaknya para rasul. Janganlah seorang pun berbuat apa-apa terpisah dari uskup. Di mana pun uskup tampil, hendaklah umat hadir di situ, selayaknya di mana pun Kristus Yesus berada, di situlah Gereja Katolik."[24]

Tertulianus

Tertulianus lahir di Kartago sekitar tahun 155, menjadi imam saat berumur kira-kira empat puluh tahun, dan giat berusaha membela iman. Di dalam risalahnya yang ditulis pada tahun 208, Scorpiace, Tertulianus mengemukakan bahwa "tiada penangguhan maupun cecar pertanyaan akan bersua umat Kristen di ambang pintu. …Karena sekalipun kamu berpikir surga masih tertutup, ingatlah bahwa Tuhan titipkan kuncinya kepada Petrus di sini, dan melalui Petrus kepada Gereja, kunci yang akan dibawa semua orang, jika ia ditanyai dan memberikan pernyataan [iman]."[25] Scorpiace adalah sumber sejarah pertama yang diketahui yang menyangkutpautkan kunci Kerajaan Sorga dengan orang-orang selain Petrus. Di dalam Scorpiace, Tertulianus memaparkan pemahamannya bahwa kunci tersebut bersangkut paut dengan "semua orang" jika mereka "memberikan pernyataan", bukan semata-mata bersangkut paut dengan Uskup Roma seperti tafsir modern. Kemudian hari Tertulianus menarik kembali pemahaman tersebut di dalam risalahnya yang berjudul De Pudecitia,[26] dengan memerinci berbagai alasan mengapa kunci Petrus semata-mata bersangkut paut dengan Petrus. Kemudian hari Tertulianus dicap sudah murtad bersama-sama para pengikut Montanus lantaran berpendirian bahwa wewenang harus dikaitkan dengan kuasa yang dapat dipertontonkan.

Siprianus

Tasius Sesilius Siprianus menjadi Uskup Kartago pada tahun 248, tetapi wafat 10 tahun kemudian. Di dalam semua karya tulisnya, Siprianus menandaskan bahwa batu karang itu adalah Petrus, dan Gereja berdiri di atas Petrus. Ia juga menyatakan bahwa lantaran Gereja berdiri di atas para uskup, mereka juga berwenang. Di dalam karya tulisnya ia mengemukakan, "pihak-pihak yang murtad dari Gereja, tidak mengizinkan Gereja untuk memanggil kembali dan membawa pulang orang yang murtad. Ada satu Allah, dan satu Kristus, dan satu Gereja, dan satu kursi yang ditegakkan suara Tuhan di atas batu karang. Tiada mezbah boleh didirikan, tidak pula imamat baru boleh diasaskan, selain satu mezbah dan satu imamat. Barang siapa yang berhimpun di tempat lain, tercerai-berailah dia."[27] Di dalam risalah De Catholicae Ecclesiae Unitate yang ia tulis pada tahun 251, Siprianus bertanya, "orang yang membelot terhadap kursi Petrus, tokoh yang di atasnya Gereja diasaskan, apakah dia yakin dirinya masih berada di dalam Gereja?"[28]

Sehubungan dengan tafsir nas Matius 16:18-19 itu, Jaroslav Pelikan mengemukakan di dalam bukunya bahwa[29] "Bapa Kristen Purba, Siprianus, mendalilkannya sebagai bukti keabsahan wewenang uskup—bukan semata-mata Uskup Roma, melainkan semua uskup," merujuk kepada buku Maurice Bevenot tentang Santo Siprianus.[30] Umat Kristen Katolik Timur setuju dengan pandangan di atas, dan menganut doktrin-doktrin asasi yang sama dengan semua umat Katolik selebihnya, tetapi sebagai suatu refleksi teologis biasanya dalam satu dan lain cara juga memandang Petrus sebagai contoh dari semua uskup lain.

Yohanes Krisostomus

Yohanes Krisostomus lahir di Antiokhia sekitar tahun 347, dan kemudian hari berjuang demi pembaharuan Gereja sampai diasingkan pada tahun 404. Khotbah-khotbahnya menonjolkan keyakinannya akan keutamaan Petrus. Petrus ia sebut sebagai "pemimpin rombongan, penyambung lidah sekalian rasul, kepala suku, pemimpin sejagat, landasan Gereja, orang yang mengasihi Kristus dengan menggebu-gebu."[31] Karya-karya tulisnya juga menonjolkan kefanaan Petrus, menautkannya lebih erat dengan warga Gereja.

Lantas mengapa, ketimbang dengan yang lain, Ia bincangkan perkara-perkara ini dengan Petrus? (Yohanes 21:15). Dialah yang terpilih dari antara para Rasul, penyambung lidah para murid, dan pemimpin rombongan. Atas dasar inilah Paulus pun pada suatu ketika pergi menjumpainya alih-alih menjumpai yang lain (Galatia 1:18). Dan di atas segala-galanya, guna menunjukkan kepadanya bahwa untuk seterusnya dia harus percaya diri, sebagai penawar penyangkalan itu, Ia letakkan ke dalam tangannya jabatan ketua atas saudara-saudara. Dan tidaklah Ia ungkit-ungkit penyangkalan itu, tidak pula menegurnya dengan perkara-perkara lampau, melainkan bersabda, "jikalau engkau mengasihi Aku, pimpinlah saudara-saudara." ...Dan untuk ketiga kalinya Ia berikan amanat yang sama, untuk menunjukkan betapa luhurnya jabatan ketua yang Ia tetapkan atas kawanan domba-Nya sendiri. Dan jikalau ada yang berkata, "lantas mengapa Yakobus yang mendapatkan takhta Yerusalem?," akan aku jawab bahwa Ia mengangkat orang ini (Petrus) menjadi pengajar, bukan atas takhta tersebut, melainkan atas seluruh dunia.[32]

Agustinus, Uskup Hipo

Agustinus lahir di Numidia pada tahun 354, dibaptis di Milan pada tahun 387, dan menjadi Uskup Hipo dari tahun 397 sampai akhir hayatnya pada tahun 430. Agustinus mengajarkan bahwa Petrus adalah orang nomor satu di antara para rasul, dan oleh karena itu mewakili Gereja.[33] Di dalam Sermo, kumpulan khotbahnya, Agustinus mengemukakan bahwa "Petrus, di banyak bagian dari Kitab Suci, tampil selaku representasi Gereja, teristimewa pada bagian yang mengabadikan sabda Yesus, 'Kepadamu akan Kuberikan kunci … akan terlepas di sorga'. Apakah Petrus menerima kunci itu sedangkan Paulus tidak? Apakah Petrus menerimanya sedangkan Yohanes, Yakobus, dan rasul-rasul selebihnya tidak? Namun lantaran Petrus diumpamakan mewakili Gereja, apa-apa yang dikaruniakan kepada dirinya sendiri sesungguhnya dikaruniakan kepada Gereja."[34] Di dalam risalah Contra Epistolam Manichaei yang ia tulis pada tahun 395, Agustinus menjelaskan bahwa "ada banyak perkara lain yang memang pantas membetahkan saya untuk berdiam di haribaan Gereja Katolik. …suksesi para imam membetahkan saya, mulai dari takhta Rasul Petrus sendiri (yang kepadanya, Tuhan, pascakebangkitan-Nya, memberikan amanat untuk menggembalakan domba-domba-Nya) sampai kepada uskup yang sekarang menjabat."[35]

Paus Inosensius I

Paus Inosensius I menjabat dari tahun 402 sampai 417. Teori-teori modern tentang keutamaan paus ditumbuhkembangkan di seputar pribadi dan karya-karya tulisnya. Di dalam sepucuk surat yang ia kirim pada tahun 416 kepada Desensius, Uskup Eugubium, Inosensius mengemukakan bahwa "siapa yang tidak tahu atau celik bahwa perkara ini [tatanan Gereja] dibawa masuk Petrus, pemimpin para rasul, ke Gereja Roma, dan dipelihara sampai sekarang, dan harus dipertahankan semua orang, dan bahwasanya tidak ada apa-apa boleh diwajibkan atau disiarkan jikalau tidak berwibawa, atau tampaknya berpatokan kepada preseden-preseden di tempat lain?"[36] Pada masa jabatannyalah para uskup mulai mengakui keutamaan paus di atas uskup-uskup lain di Barat. Salah satu buktinya adalah sepucuk surat yang dikirim sidang para uskup di Mileve kepada Inosensius pada tahun 416, yang memuat alusi kepada wewenang "bapa suci" yang bersumber dari kewibawaan Kitab Suci.[37] Doktrin keutamaan mulai maujud pada masa jabatannya.

Paus Leo I

Berdasarkan pengetahuannya akan nas-nas yang berkenaan dengan Petrus di dalam Injil, dan karya-karya tulisnya tentang keutamaan Petrus, Paus Leo I jelas-jelas menganggap dirinya tidak terpisahkan dari wewenang yang dikaruniakan kepada Petrus selaku Uskup Roma. Leo sendiri ditahbiskan menjadi Uskup Roma pada tahun 440. Di dalam karya tulisnya ia kemukakan bahwa "hak mengampu kuasa ini memang diteruskan kepada rasul-rasul lain, dan amar maklumat ini diteruskan kepada semua pemimpin Gereja; akan tetapi tidak sia-sialah perkara yang dikaruniakan bagi semua orang itu dipercayakan kepada satu orang saja. Itulah sebabnya wewenang tersebut dipercayakan kepada Petrus secara tersendiri, lantaran semua pemimpin Gereja menyandang ketokohan Petrus. …Dengan demikian di dalam Petrus kekuatan semua orang diperteguh, dan inayah rahmat Allah mengatur supaya kemapanan yang melalui Kristus diberikan kepada Petrus, melalui Petrus tersampaikan kepada para rasul." Konsili Kalsedon kemudian hari menyebut Leo sebagai "orang yang ditugasi Juru Selamat untuk merawat pokok anggur."[38]

Paus Gregorius VII

Gerakan pembaharuan Gregorius adalah serangkaian gerakan yang rata-rata dimaksudkan untuk memperbaharui Gereja Katolik, dipelopori oleh Paus Gregorius VII, yang sebebelumnya dikenal sebagai Diakon Agung Hildebrandus. Gregorius menjadi Paus pada tahun 1073. Gerakan pembaharuannya bukan dimaksudkan untuk merombak tubuh Gereja melainkan memurnikan kaum rohaniwan pada umumnya.[39] Ketenaran Gregorius mungkin melambung lantaran pertikaiannya dengan Raja Jerman, Henrikus IV, yakni pertikaian yang dikenal dengan sebutan "Laga Investitur". Di dalam risalahnya, Dictus Pape, Gregorius membentangkan kebijakan dan cita-cita luhurnya sendiri maupun kebijakan dan cita-cita luhur Gereja Katolik. Lewat karya tulis tersebut, Gregorius menandaskan bahwa paus memiliki kuasa untuk memakzulkan maupun memulihkan jabatan uskup-uskup, dan juga secara efektif memperkecil lingkup kewenangan uskup-uskup lain.[40] Doktrin ini mendukung gagasan bahwasanya Roma dan jemaat di Roma pun harus diutamakan di atas semua jemaat lain. Pada masa jabatannya, Gregorius juga berjaya melambungkan kuasa Gereja mengatasi kuasa negara. Para pengikut Gregorius mengusung gagasan pemisahan kekuasaan. Kata mereka, "baiklah raja-raja menguasai apa yang menjadi hak raja-raja, dan imam-imam menguasai apa yang menjadi hak imam-imam."[41] Pada masa jabatannya, doktrin keutamaan Petrus kian lebih kukuh dibanding sebelumnya.

Tantangan

Konsili

Sepanjang sejarah Gereja Katolik, klaim keutamaan yang diajukan paus harus berhadapan dengan berbagai macam tantangan. Baik Maklumat Milan, Konsili Nikea I, maupun Konsili Konstantinopel I berkaitan erat dengan perkara keutamaan ini, lantaran mengamandemen kuasa paus atas uskup-uskup lain. Kanon ke-3 Konsili Konstantinopel I tahun 381 mendapuk Konstantinopel sebagai Roma baru, memberikan kursi kehormatan kepada Uskup Roma, dan memberikan kursi kehormatan nomor dua kepada Uskup Konstantinopel. Konsili Efesus tahun 431 menimbulkan perdebatan mengenai apakah hasilnya menentukan bahwa paus adalah kepala Gereja atau Gereja berada di bawah wewenang dewan uskup.[42] Meskipun pokok bahasan utamanya adalah pengakuan akan Prinadi Kristus, Konsili Kalsedon tahun 451 juga membatasi kuasa para uskup. Banyak surat yang dikeluarkan oleh muktamar ini mengungkapkan bahwa pendiriannya selaras dengan doktrin keutamaan paus. Para peserta menggelari Paus Leo I dengan sebutan yang hebat-hebat seperti "yang paling suci lagi dikasihi Allah" dan "uskup agung oikumene dan batrik Roma raya." Lantaran tidak semua pihak merasa puas dengan hasilnya, Konsili Kalsedon menjadi pangkal skisma dengan Gereja Ortodoks Oriental.[43]

Skisma

Krisis paling terkenal yang pernah dialami lembaga kepausan, sekaligus tentangan terbesar terhadap wewenangnya, muncul berbarengan dengan "Skisma Barat" menjelang akhir Abad Pertengahan, mulai tahun 1378 sampai 1417.[44] Terhitung ada tujuh orang paus yang memimpin Gereja dari Avignon di Prancis pada permulaan abad ke-14, sampai Paus Gregorius XI akhirnya nekat kembali ke Italia dan takhta Keuskupan Roma yang penuh pergolakan.[45] Sesudah zaman kepausan Avignon berakhir pada tahun 1377, Paus Urbanus VI, seorang Italia, membawahi dewan kardinal yang mayoritas beranggotakan orang Prancis. Para kardinal menggugat keabsahan pemilihannya lalu memilih Klemens VII menjadi Paus. Jerman, Italia, Inggris, berikut semua negara Eropa Utara dan Eropa Timur tetap setia kepada Urbanus, sementara Prancis, Spanyol, Skotlandia, dan Roma memihak Klemens VII (1378–1394) dan penggantinya, Benediktus XIII, yang bermarkas di Avignon.

Nas Matius 16:18

Kontroversi menyeruak sehubungan dengan satu ayat khusus yang memuat nama Aram כפא (Kefa) yang berarti "batu karang", nama panggilan yang diberikan Yesus kepada tokoh yang sebelumnya dikenal dengan nama Simon.[46] Orang Yunani menerjemahkan nama tersebut menjadi Πέτρος (Petros), suatu kata rekaan baru, bentuk maskulin dari kata baku feminin πέτρα (petra), yang juga berarti "batu karang." Petros diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Petrus.[47]

Meskipun alasan-alasan yang melatarbelakangi ketidaksepahaman mengenai hakikat keutamaan Petrus cukup rumit, lantaran terkait dengan urusan doktrin, sejarah, dan politik, perdebatan sering kali menyempit menjadi diskusi tentang makna dan terjemahan nas Matius 16:18:[butuh rujukan] "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya."[48]

Di dalam ayat Yunani aslinya, nama baru yang diterima Simon adalah Πέτρος (Petros), tetapi kata Yunani pada bagian kedua dari ayat itu yang diterjemahkan menjadi "batu karang" adalah πέτρα (petra). Jika diterjemahkan secara harfiah, ucapan Yesus akan berbunyi, "engkau adalah Batu Karang dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku".[a] Demi melestarikan permainan-kata itulah nama baru yang diterima Simon diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi Πέτρος, alih-alih menjadi Κηφᾶς (Kefas).[butuh rujukan]

Satu argumen umum yang lazim dikemukakan dari masa ke masa oleh umat Protestan dari masa ke masa adalah bahwasanya penerjemahan Perjanjian Baru berbahasa Ibrani ke bahasa Yunani paling banter hanyalah suatu gagasan yang daif, lantaran tidak ada bukti nyata maupun indikasi bahwa Perjanjian Baru (dalam bahasa Yunani) pernah diterjemahkan dari karya tulis Ibrani atau Aram. Penjelasan lebih lanjut mengenai argumen ini dapat dibaca di artikel Teori Perjanjian Baru asli berbahasa Aram. Menurut argumen alih-aksara Protestan ini,[butuh rujukan] di dalam bahasa yang dituturkan Yesus, kata yang sama, yakni כפא (kefa), dipakai untuk nama Petrus maupun untuk batu karang yang dikatakan Yesus akan menjadi landasan tempat ia mendirikan jemaatnya. Sejak Reformasi Protestan, sudah banyak pihak non-Katolik yang menggugat pendirian Gereja Katolik, mempertanyaan apakah kata feminin πέτρα memang mengacu kepada Petrus, dan mengklaim bahwa mungkin saja kata itu justru mengacu kepada pernyataan iman Petrus atau kepada Yesus sendiri.[49][50]

Pandangan Protestan

Basilika Santo Petrus tegak "di atas batu karang ini," merujuk kepada nas Matius 16:18, karya seni kaca patri pada tingkap sebuah gereja Katolik. Pada umumnya umat Katolik dewasa ini menafsirkan nas tersebut sebagai pernyataan kehendak Yesus untuk mendirikan jemaatnya di atas batu karang Rasul Petrus beserta paus-paus yang mengaku sebagai penerusnya.
Sebuah ilustrasi abad ke-17 dari pokok pikiran Pasal VII: Perihal Gereja, salah satu pasal Pengakuan Iman Augsburg, yang menyatakan bahwa "...Gereja kudus yang esa itu sinambung selama-lamanya. Gereja adalah jemaat orang-orang kudus, tempat Injil diajarkan dengan benar dan sakramen-sakramen dilayankan dengan benar." Pasal tersebut memaknai batu karang di dalam nas Matius 16:18 sebagai pewartaan dan karya pelayanan Yesus selaku Mesias. Pemaknaan semacam ini dijabarkan panjang lebar di dalam Traktat tahun 1537.[51]

Salah satu pokok perdebatan utama Katolik-Protestan berkisar seputar nas Matius 16:18, yang mengabadikan sabda Yesus kepada Petrus, "engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku." Umat Katolik menafsirkannya sebagai ungkapan kehendak Yesus untuk mendirikan Gerejanya di atas Petrus, sang rasul. Yesus bersabda kepada Petrus (Batu Karang) bahwa ia hendak mendirikan Gerejanya di atas Batu Karang (Petrus) ini, dan bahwasanya Petrus dijadikan gembala kawanan rasuli[52] – itulah sebabnya mengapa umat Katolik menjunjung tinggi keutamaan Uskup Roma.

Salah satu pandangan Protestan mengenai nas tersebut sejalan dengan pandangan Katolik, kendati tidak membenarkan bahwa keutamaan tersebut bersumber dari sumber-sumber doktrinal, dan tidak pula membenarkan pengidentikan Simon Petrus dengan paus.[butuh rujukan] Umat Protestan lainnya berpandangan sebagai berikutː[butuh rujukan]

Yesus memberi Simon nama baru, petros. Meskipun demikian, Yesus menyebut "batu karang", petra. Nas ini dianggit dalam bahasa Yunani, bukan bahasa Aram, jadi apa pun yang mungkin diucapkan Yesus dalam bahasa Aram hanya dugaan belaka. Dalam bahasa Yunani, kedua kata itu dibedakan, πέτρα adalah "batu karang" tetapi πέτρος adalah "batu kecil" atau "kerakal" (James G. McCarthy menerjemahkan πέτρα menjadi "gunung batu", dan menerjemahkan πέτρος menjadi "bongkahan atau sebongkah batu").[butuh rujukan] Yang Yesus maksudkan dengan "batu karang ini" bukanlah Petrus melainkan pengakuan iman Petrus pada ayat sebelumnya. Dengan demikian, alih-alih menyatakan keutamaan Petrus, Yesus justru menyatakan bahwa jemaat-Nya bakal dibangun di atas landasan wahyu dan pengakuan iman akan Yesus sebagai Sang Mesias.[butuh rujukan]

Bagaimanapun juga, banyak sarjana Protestan yang menolak pandangan ini,[butuh rujukan] misalnya Craig L. Blomberg yang mengemukakan bahwa "ungkapan 'batu karang ini' nyaris pasti mengacu kepada Petrus, langsung muncul menyusul penyebutan namanya, sama seperti kata-kata sesudah 'Mesias' pada ayat 16 mengacu kepada Yesus. Permainan kata dalam bahasa Yunani antara nama Petrus (Petros) dan 'batu karang' (petra) hanya masuk akal jika Petruslah batu karang itu dan jika Yesus hendak menjelaskan signifikansi dari identifikasi tersebut."[53]

Donald A. Carson III mengemukakan sebagai berikut:

Kendati benar bahwa petros dan petra berturut-turut bisa berarti "batu" dan "batu karang" dalam bahasa Yunani terdahulu, pembedaannya lebih banyak terbatas di bidang puisi. Selain itu, landasan bahasa Aramnya dalam kasus ini tidak terbantahkan; dan mungkin sekali kefa dipakai pada kedua klausa tersebut ("engkau adalah kefa" dan "di atas kefa ini"), lantaran kata tersebut digunakan baik untuk nama orang maupun untuk menyebut "batu karang". Pesyita (ditulis dalam bahasa Suryani, serumpun dengan bahasa Aram) tidak membedakan kata kefa pada kedua klausa tersebut. Orang Yunani membedakan petros dan petra hanya lantaran hendak mempertahankan permainan-katanya dan dalam bahasa Yunani kata feminin petra kurang cocok dipakai sebagai sebuah nama maskulin.[54]

Salah satu argumen alternatif Protestan adalah bahwasanya ketika Yesus bersabda "di atas batu karang ini" di dalam ayat Injil Matius tersebut, yang ia maksudkan adalah dirinya sendiri, merujuk kepada nas Ulangan 32:3-4[55] yang berbunyi, "Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna". Gagasan serupa juga muncul di dalam nas 1 Korintus 10:4[56] yang berbunyi, "...batu karang itu ialah Kristus." Di dalam nas Efesus 2:20,[57] Yesus disebut sebagai "batu penjuru".

Makna "batu karang"

Di dalam nas Yunani aslinya, kata yang diterjemahkan menjadi "Petrus" adalah Πέτρος (Petros), dan kata yang diterjemahkan menjadi "batu karang" adalah πέτρα (petra), dua kata yang sekalipun tidak sama tetap saja memunculkan kesan sebagai salah satu dari sekian banyak permainan-kata yang dipakai Yesus dalam bertutur. Lagi pula, karena Yesus diduga bersabda kepada Petrus di dalam bahasa Aram yang merupakan bahasa-ibu mereka, tentu ia menggunakan kata kefa baik untuk "Petrus" maupun "batu karang".[58] Nas Matius 16ː18 di dalam Pesyita dan bahasa Suryani-Lama memakai kata kefa untuk "Petrus" maupun "batu karang".[59] Nas Yohanes 1:42[60] meriwayatkan bahwa Yesus menyebut Simon dengan nama "Kefas", sama seperti yang dilakukan Paulus di dalam beberapa suratnya.[butuh rujukan] Petrus diamanatkan untuk menguatkan saudara-saudaranya, yaitu para rasul.[61] Menurut Kisah Para Rasul bab 1-2, 10-11, dan 15, Petrus juga berperan selaku pemimpin jemaat Kristen Purba di Yerusalem.

Para pujangga Katolik Latin maupun Yunani terdahulu (misalnya Yohanes Krisostomus) menganggap "batu karang yang menjadi landasan" itu melambangkan Petrus selaku orang pribadi maupun pernyataan imannya (atau iman yang ia nyatakan), dan menganggap janji Kristus pun lebih umum sifatnya lantaran berlaku atas kedua belas rasul maupun seantero Gereja.[20] Tafsir "makna ganda" tersebut juga tersaji di dalam Katekismus Gereja Katolik yang ada saat ini.[62]

Klaim-klaim bantahan Protestan terhadap tafsir Katolik lebih banyak didasarkan pada perbedaan kata-kata Yunani yang diterjemahkan menjadi "Batu Karang" di dalam ayat Injil Matius tersebut. Di dalam bahasa Yunani klasik Atika, petros lazimnya berarti "kerakal," sementara petra berarti "bongkahan batu" atau "tebing batu". Oleh karena itu, dengan mengartikan nama Petrus sebagai "kerakal", mereka berdalil bahwa mustahil "batu karang" yang dimaksud adalah Petrus, melainkan sesuatu yang lain, bisa saja Yesus sendiri, bisa juga keimanan kepada Yesus yang baru saja dinyatakan Petrus. Bagaimanapun juga, Perjanjian Baru ditulis di dalam bahasa Yunani Koiné, bukan bahasa Yunani Atika, dan beberapa pakar terpandang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara makna petros dan makna petra.[butuh rujukan]

Golongan-golongan Kristen lainnya yang berteologi konservatif, antara lain golongan Lutheran Konfesional, juga membantah komentar-komentar Karl Keating dan D.A. Carson yang mengklaim bahwa petros dan petra tidak dibedakan di dalam bahasa Yunani Koine. Para teolog Lutheran[63] menegaskan bahwa kamus-kamus bahasa Yunani Koine, termasuk [64] Leksikon Bauer-Danker-Arndt-Gingrich yang terpandang itu, memang mencantumkan kedua kata tersebut berikut ayat-ayat yang menyajikan makna-makna berlainan untuk masing-masing kata. Para apolog Lutheran konservatif menegaskan sebagai berikut:

Tidak ada bukti Alkitabiah maupun sejarah bagi klaim-klaim Gereja Katolik Roma yang mengatakan bahwa Petrus adalah paus pertama. Malah pada kenyataannya tidak ada bukti keberadaan paus pada abad pertama. Para sejarawan Katolik sendiri mengakui hal ini sebagai suatu kenyataan sejarah. ...Kami menghormati Petrus dan pada kenyataannya beberapa di antara gereja-gereja kami dinamakan menurut namanya, tetapi dia bukanlah paus pertama, bukan pula seorang Katolik Roma. Jika anda membaca suratnya yang pertama, akan anda dapati bahwa dia tidak mengajarkan suatu hirarki Roma, melainkan mengajarkan bahwa semua orang Kristen adalah imam-rajani.[65]

Dukungan parsial dari pihak Protestan

Dukungan parsial terhadap pendirian Katolik datang dari Oscar Cullmann. Ia tidak sependapat dengan Luther maupun para reformator Protestan yang berpendirian bahwa yang dimaksud Kristus dengan "batu karang" bukanlah Petrus, melainkan dirinya sendiri atau iman para pengikutnya. Ia yakin bahwa makna asli Aram dari kata itu sudah terang-benderang, yaitu kefa adalah kata Aram untuk "batu karang", dan kefa jugalah nama yang dipakai Kristus untuk menyapa Petrus.[66]

Meskipun demikian, Oscar Cullmann menolak keras klaim Katolik yang mengatakan bahwa Petrus adalah pelopor suksesi paus. Ia mengemukakan di dalam tulisannya bahwa "di dalam riwayat hidup Petrus tidak ada titik anjak bagi suatu rantai suksesi kepemimpinan segenap Gereja." Sekalipun meyakini bahwa nas Injil Matius tersebut sepenuhnya sahih dan sedikit pun tidak mengandung keragu-raguan, ia berpendapat bahwa nas itu tidak dapat dipakai sebagai "pembenaran suksesi paus."[66]

Oscar Cullmann menyimpulkan bahwa kendati Petrus adalah pemimpin mula-mula para rasul, ia bukanlah pengasas suksesi kasatmata apapun di dalam Gereja.[66]

Ada pula sarjana-sarjana Protestan lain yang secara parsial membela pendirian historis Katolik tentang "Batu Karang".[67] Dengan pendekatan yang agak berlainan dari pendekatan Oscar Cullmann, mereka menunjukkan bahwa Injil matius tidak ditulis dalam ragam klasik Atika dari bahasa Yunani, melainkan dalam dialek Helenistis Koine yang tidak membedakan makna petros dan petra. Lagi pula, di dalam bahasa Yunani Atika pun, yang memaknai petros sebagai batu kecil, ada contoh-contoh pemakaian kata itu untuk menyebut batu karang yang lebih besar ukurannya, misalnya di dalam naskah sandiwara karangan Sofokles, Oidipus di Kolonos ayat 1595, yang memakai kata petros sebagai sebutan untuk bongkahan batu yang dijadikan tengaran, jelas-jelas benda yang lebih besar daripada sebutir kerakal. Bagaimanapun juga, pembedaan petros dari petra tidaklah relevan jika mengingat bahwa bahasa Aramlah yang mungkin dipakai dalam menuturkan kalimat itu. Di dalam bahasa Yunani, dari zaman apa saja, bentuk feminin petra tidak dapat dipakai menjadi nama diri laki-laki, dan fakta ini mungkin dapat menjelaskan mengapa Petros adalah kata Yunani yang dipakai untuk menerjemahkan kata Aram Kefa.[58] Petrus juga disebut sebagai paus pertama Gereja Katolik yang dipercaya bangsa Romawi pada tahun 69 Masehi.

Meskipun demikian, sarjana-sarjana Protestan lainnya teguh meyakini bahwa Yesus sebenarnya memang mengacu kepada Petrus sebagai batu karang tempat ia akan mendirikan jemaatnya, tetapi ayat tersebut sama sekali tidak mengindikasikan sustu suksesi berkelanjutan dari jabatan tersirat Petrus. Menurut mereka, Matius memakai pronomina demonstratif taute, yang konon berarti "inilah" atau "ini jua", ketika mengacu kepada batu karang tempat jemaat Yesus akan didirikan. Matius juga memakai kata Yunani kai sebagai kata-penghubung "dan". Konon apabila sebuah pronomina demonstratif dirangkaikan dengan kai, pronomina itu merujuk kepada nomina yang mendahuluinya. Oleh karena itu, batu karang kedua yang diucapkan Yesus mestilah sama dengan batu karang yang pertama; dan jika Petrus adalah batu karang yang pertama, maka mesti dia jualah batu karang yang kedua.[68]

Gereja Rasuli Baru meyakini penetapan kembali pelayanan Rasul. Gereja ini memandang Petrus sebagai Rasul Ketua pertama Gereja Purba.[butuh rujukan]

Pandangan Lutheran

Buku Konkordia menyatakan sebagai berikut:

Krisostomus mengatakan, "di atas batu karang ini," bukan di atas Petrus. Karena Ia mendirikan Gereja-Nya bukan di atas manusia, melainkan di atas iman Petrus. Namun apakah imannya itu? "Engkau adalah Mesias, Anak Allah Yang Hidup." Hilarius pun mengatakan, Bapa mewahyukan kepada Petrus supaya berkata, "Engkau adalah Anak Allah Yang Hidup." Oleh karena itu, Gereja didirikan di atas batu karang pengakuan ini; iman inilah landasan Gereja.[69]

Berbeda dari Oscar Cullmann, umat Lutheran Konfesional dan banyak apolog Protestan lainnya sepakat bahwa tidak ada artinya menjelaskan makna Batu Karang dengan menilik bahasa Aram, karena sekalipun benar bahwa orang Yahudi lebih banyak bertutur dalam bahasa Aram di rumah, biasanya mereka bertutur dalam bahasa Yunani di muka umum. Segelintir kata bahasa Aram yang diucapkan Yesus di muka umum bukanlah perkara yang lumrah, dan itulah sebabnya kata-kata tersebut ditonjolkan. Salah satu faktor yang turut berontribusi terhadap pandangan yang dianut banyak umat Lutheran bahwa penafsiran Batu Karang melalui bahasa Aram itu sia-sia adalah fakta bahwa Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani Koine, bukan dalam bahasa Aram.[70][71][72]

Para sejarawan Lutheran modern bahkan menyingkapkan bahwa sebelum dasawarsa 1870-an, Gereja Katolik belum menganggap Petrus sebagai Batu Karang, setidaknya belum secara bulat beranggapan demikian:

Tolok ukur Roma dalam membabarkan Kitab Suci dan merumuskan doktrin adalah Syahadat Pius IV. Syahadat ini mewajibkan Roma untuk membabarkan Kitab Suci hanya menurut persetujuan bulat para bapa. Pada tahun 1870, ketika para bapa bersidang dan paus mempermaklumkan infalibilitasnya, para kardinal tidak sependapat dalam menafsirkan nas Matius 16ː18. Ada lima tafsir berlainan yang mereka punya. Tujuh belas suara bersikeras bahwa Petruslah batu karang itu. Enam belas suara berpendirian bahwa Kristuslah batu karang itu. Delapan suara menegaskan bahwa majelis para rasullah batu karang itu. Empat puluh empat suara berpendapat bahwa iman Petruslah batu karang itu, sementara suara selebihnya berpandangan bahwa segenap umat berimanlah batu karang itu. – Kendati demikian, Roma dulu dan sekarang pun masih saja mengajarkan bahwa Petruslah batu karang itu.[73]

Para apolog Lutheran mengemukakan kecamannya sebagai berikut:

Semua argumen Katolik Roma untuk menciptakan kesan bahwa Petrus adalah paus pertama semata-mata dikemukakan demi menopang ajaran palsunya yang mengatakan bahwa orang diselamatkan bukan hanya oleh Kristus, melainkan juga oleh laku silih yang dikerjakannya. Ajaran yang kata pihak Katolik Roma diajarkan para paus mulai dari Petrus ini jualah yang menyingkap bagi kita alasan di balik cara Katolik Roma menafsir nas Matius 16:18.[74]

Pandangan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir

Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (gereja OSZA) mengamini keutamaan Petrus, kendati tidak lazim memakai istilah tersebut. Gereja OSZA mengajarkan bahwa Petrus adalah rasul-ketua dan kepala Gereja pascakenaikan Kristus. Gereja OSZA lebih lanjut mengajarkan bahwa segala wewenang Imamat Melkisedek harus diperoleh lewat alur wewenang yang dapat ditelusuri langsung dari Kristus melalui Petrus.[75] Meskipun demikian, berbeda dari kelompok-kelompok lain, gereja ini percaya bahwa alur suksesi tersebut terputus sesudah para rasul wafat, sehingga perlu ada pemulihan wewenang imamat. Gereja OSZA mengajarkan bahwa pemulihan wewenang imamat terjadi pada peristiwa penampakkan-pascabangkit Petrus, Yakobus, dan Yohanes, yang menyerahkan wewenang kepada Joseph Smith dan Oliver Cowdery pada tahun 1829.[76] Semua warga tertahbis gereja OSZA dapat memperoleh penjabaran tertulis alur wewenang yang dapat dirunut balik sampai kepada Kristus melalui Petrus.[77]

Sekalipun mengamini keutamaan Petrus, beberapa petinggi gereja OSZA mengajarkan bahwa yang dimaksud Yesus dengan batu karang di dalam nas Matius 16:18 bukanlah Petrus maupun pernyataan imannya, melainkan karunia wahyu dari Roh Kudus yang menyingkap keilahian Kristus kepada Petrus. Rasul Howard W. Hunter mengajarkan bahwa:

"Dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku." Di atas batu karang apa? Petrus? Di atas seorang insan? Bukan, bukan di atas seorang insan, melainkan di atas batu karang wahyu, yakni perkara yang sedang mereka bincangkan. Sebelum itu Ia sudah bersabda, "... sebab bukan daging dan darah yang menyatakan ini kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga." Wahyu bahwa Yesuslah Sang Kristus adalah landasan tempat Ia akan mendirikan jemaat-Nya.[78]

Pendiri gereja OSZA, Joseph Smith, pernah berkata:

Tatkala mengajar, Yesus bersabda, "di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya." Batu karang apa? Wahyu.[79]

Meskipun petikan-petikan di atas dapat merepresentasikan akidah normatif gereja OSZA, tidak satu pun yang bersumber dari sumber-sumber doktrinal terkanonisasi.[80] Oleh karena itu gereja OSZA tidak memiliki tafsir doktrinal resmi atas nas Matius 16:18.[butuh rujukan]

Baca juga

Keterangan

  1. ^ Terjemahan Prancisnya, "Tu es Pierre, et sur cette pierre je bâtirai mon Église, et les portes de l'enfer ne prévaudront point contre elle", melestarikan permainan-kata di dalam kalimat yang diduga aslinya dilisankan dalam bahasa Aram itu.[butuh rujukan]

Rujukan

  1. ^ Walter A. Elwell (penyunting), Evangelical Dictionary of Theology (Baker Academic 2001 ISBN 978-0-80102075-9), lema "Peter, Primacy of"
  2. ^ Theodore Stylianopoulos "Concerning the Biblical Foundation of Primacy", dalam Walter Kasper (penyunting), The Petrine Ministry (Paulist Press 2008 ISBN 978-0-80914334-4), hlmn. 43–44, mengutip John P. Meier, A Marginal Jew. 3. Companions and Competitors (Knopf Doubleday 2001 ISBN 978-0-38546993-7), hlm. 221–225, dll.
  3. ^ "Karena Petrus mungkin sekali pada kenyataannya dan pada praktiknya adalah sang penjembatan (pontifex maximus!) yang berbuat lebih banyak dari pada semua orang lain untuk merangkul segenap keberagaman Kekristenan abad pertama. Yakobus saudara Yesus, dan Paulus orang Tarsus, dua tokoh terkemuka lainnya di dalam Kekristenan abad pertama, terlalu erat dikaitkan dengan "merek" Kekristenan mereka masing-masing, setidaknya di mata umat Kristen yang berada di dua kubu ekstrem dari spektrum khusus ini. Namun Petrus, khususnya sebagaimana dibuktikan oleh kejadian di Antiokhia yang diriwayatkan di dalam Galatia 2, memiliki kepedulian untuk berpegang teguh kepada warisan Yahudinya – yang tidak ada pada Paulus – maupun keterbukaan terhadap tuntutan-tuntutan Kekristenan yang sedang berkembang, yang tidak ada pada Yakobus. Yohanes dapat saja menjadi tokoh penengah yang merangkul semua kubu ekstrem, akan tetapi jika karya-karya tulis yang dikait-kaitkan dengan namanya benar-benar menunjukkan pendiriannya, maka ia adalah orang yang terlalu individualis untuk menjadi tokoh pemersatu. Tokoh-tokoh lain dapat saja menautkan agama baru yang sedang berkembang itu dengan lebih erat kepada peristiwa-peristiwa seputar kelahirannya dan kepada Yesus sendiri. Namun tak seorangpun dari mereka, termasuk semua anggota lain dari kelompok dua belas murid utama, tampaknya pernah memainkan peran apa pun yang berkelanjutan signifikansinya bagi keseluruhan Kekristenan—kendati Yakobus saudara Yohanes dapat saja menjadi kekecualian andaikata tidak dihukum mati." [cetak miring sesuai aslinya] Dunn, James D.G. The Canon Debate. McDonald & Sanders editors, 2002, bab. 32, hlm. 577.
  4. ^ Knight, Kevin. "Question 106. The law of the Gospel, called the New Law, considered in itself." New Advent. 11 September 2009: http://www.newadvent.org/summa/2106.htm
  5. ^ Matius 16:16–18
  6. ^ "The Primacy of Peter", Catholic Tradition
  7. ^ Mckenzie, John L. The Dictionary of the Bible (Katolik)
  8. ^ Kisah Para Rasul 12
  9. ^ The Navarre Bible, catatan kaki
  10. ^ The Biblical Basis for the Papacy oleh John Salza
  11. ^ "CHURCH FATHERS: Letter 75 (Augustine) or 112 (Jerome)". www.newadvent.org. Diakses tanggal 2020-04-25. 
  12. ^ Wahyu 1:18
  13. ^ "Dr Scott Hahn on the Papacy | Catholic-Pages.com". www.catholic-pages.com. Diakses tanggal 24 April 2020. 
  14. ^ "St. Peter and the Popes". Catholic News Agency (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 April 2020. 
  15. ^ "Church of the Primacy of Peter", FaithND
  16. ^ Pastor aeternus, Bab IV
  17. ^ "The Primacy of the Successor of Peter in the Mystery of the Church", CDF
  18. ^ "The Primacy of the Successor of Peter", §3.
  19. ^ "Cathecism of the Catholic Church". Vatican.va. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Juni 2012. Diakses tanggal 22 Juli 2012. 
  20. ^ a b Veselin Kesich (1992). "Peter's Primacy in the New Testament and the Early Tradition" in The Primacy of Peter. St. Vladimir's Seminary Press. hlm. 61–66. 
  21. ^ Giles, E., penyunting Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 6.
  22. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 8.
  23. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 9.
  24. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 4.
  25. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 23.
  26. ^ Schaff, Philip., Penyunting Amerika, 1994. Alexander Roberts, D.D. & James Donaldson, LL.D. dengan keterangan oleh A. Cleveland Coxe, D.D.. AnteNicene Fathers: Fathers of the Third Century: Tertullian, Bagian Keempat; Minucius Felix; Commodian; Origen, Bagian Pertama dan Kedua. On Modesty "Bab. XXI - Of the difference Between Discipline and Power, and of the Power of the Keys." hlmn. 98-101. Terbit daring di http://www.ccel.org/ccel/schaff/anf04.iii.viii.xxi.html
  27. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlmn. 29-30.
  28. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 53.
  29. ^ Pelikan, Jaroslav (1959). The Riddle of Roman Catholicism. New York: Abingdon Press. hlm. 78. 
  30. ^ Bevenot, Maurice. St. Cyprian: The Lapsed, The Unity of the Catholic Church. hlm. 6–8. 
  31. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 126.
  32. ^ "If Peter had primacy, why did James make the decision on circumcision? (Acts 15)". 
  33. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 163.
  34. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 175.
  35. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 182.
  36. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 194.
  37. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlm. 198.
  38. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. hlmn. 280, 323.
  39. ^ Morris, Colin. The Papal Monarchy: The Western Church from 1050 to 1250. Oxford: Clarendon Press, 1989. hlm. 101.
  40. ^ Morris, Colin. The Papal Monarchy: The Western Church from 1050 to 1250. Oxford: Clarendon Press, 1989. hlm. 129.
  41. ^ Morris, Colin. The Papal Monarchy: The Western Church from 1050 to 1250. Oxford: Clarendon Press, 1989. hlm. 133.
  42. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. Hlmn. 238-256.
  43. ^ Giles, E., penyunting, Documents Illustrating Papal Authority: A.D. 96-454. London: S.P.C.K., 1952. Hlmn. 297-321.
  44. ^ Schatz, Klaus. Papal Primacy: From Its Origins to the Present. Diterjemahkan oleh John A. Otto dan Linda M. Maloney. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1996. Hlm. 100.
  45. ^ Logan, F. Donald. A History of the Church in the Middle Ages. New York: Routledge, 2002. hlm. 297.
  46. ^ Yohanes 1:42
  47. ^ "Cephas - Dictionary.com - Reference.com". Dictionary.reference.com. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  48. ^ Matius 16:18
  49. ^ John Engler. "The Rock-Foundation of Matthew 16:17-20". Diarsipkan 2016-06-23 di Wayback Machine. Diakses tanggal 12 Maret 2013
  50. ^ Stagg, Frank. New Testament Theology. Broadman Press, 1962. ISBN 0-8054-1613-7
  51. ^ Risalah tentang Kuasa dan Keutamaan Paus, alinea 22 dst.
  52. ^ Yohanes 21:15–19
  53. ^ "PETER IS THE ROCK (This Rock: January 1998)". Catholic.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Juli 2011. Diakses tanggal 16 Juli 2012. 
  54. ^ "Who is the Rock?". Users.stargate.net. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Februari 2012. Diakses tanggal 16 Juli 2012. 
  55. ^ Ulangan 32:3–4
  56. ^ 1 Korintus 10:4
  57. ^ Efesus 2:20
  58. ^ a b "Peter the Rock". Catholic Answers Magazine. October 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 01 Juni 2016. Diakses tanggal 2012-07-22. 
  59. ^ "Peshitta Aramaic/English Interlinear New Testament" (PDF). Diakses tanggal 22 Juli 2012. 
  60. ^ Yohanes 1:42
  61. ^ Lukas 22:31–32
  62. ^ Katekismus Gereja Katolik, Pasal 424 dan 552
  63. ^ Danker, Frederick W., The concise Greek-English lexicon of the New Testament, hlm. 282.
  64. ^ Rykle Borger, "Remarks of an Outsider about Bauer's Worterbuch, BAGD, BDAG, and Their Textual Basis," Biblical Greek Language and Lexicography: Essays in Honor of Frederick W. Danker, Bernard A. Tayler (dkk. Penyunting) hlmn. 32–47.
  65. ^ "Responses to previous questions..." WELS Topical Q&A. Wisconsin Evangelical Lutheran Synod. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2009. Diakses tanggal 16 Maret 2017. 
  66. ^ a b c "Religion: Peter & the Rock." "Time," tanggal 07 Desember 1953. Diakses tanggal 08 Oktober 2009
  67. ^ D. A. Carson in The Expositor's Bible Commentary (Grand Rapids: Zondervan, 1984).
  68. ^ Jesus, Peter & the Keys: A Scriptural Handbook on the Papacy
  69. ^ "Treatise on the Power and Primacy of the Pope". Book of Concord. Diakses tanggal 16 Juli 2012. 
  70. ^ Gawrisch, Wilbert R. (5 Aug 1991). "The Doctrine of Church and Ministry in the Life of the Church Today" (PDF). Wisconsin Lutheran Seminary. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 03 Februari 2015. Diakses tanggal 4 Februari 2015. 
  71. ^ Balge, Richard D. (6 Juni 1995). "Cross-Cultural And Multicultural Ministry In The New Testament" (PDF). Wisconsin Lutheran Seminary. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 03 Februari 2015. Diakses tanggal 4 Februari 2015. 
  72. ^ Some thoughts on Matthew 16:18 [pranala nonaktif]
  73. ^ Eckert, Harold H. "The Specific Functions of the Church in the World" (PDF). Wisconsin Lutheran Seminary. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 03 Februari 2015. Diakses tanggal 4 Februari 2015. 
  74. ^ "And On THIS ROCK I Will Build My Church..." WELS Topical Q&A. Wisconsin Evangelical Lutheran Synod. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2009. Diakses tanggal 16 Maret 2017. 
  75. ^ "The Restoration of the Aaronic and Melchizedek Priesthoods". 
  76. ^ "Dating the Restoration of the Melchizedek Priesthood". 
  77. ^ "Request a Priesthood Line of Authority". 
  78. ^ "New Testament Student Manual". LDS Church. Diakses tanggal 31 Maret 2016. 
  79. ^ "Bab 16: Revelation and the Living Prophet". Teachings of Presidents of the Church: Joseph Smith. LDS Church. Diakses tanggal 31 Maret 2016. 
  80. ^ "Approaching Mormon Doctrine". 2007-05-04. 

Bahan bacaan lanjutan

  • Addis, William E. & Thomas Arnold (rev. T.B. Scannell). Catholic Dictionary. (edisi ke-9) London: Virtue & Co., 1925. (Menyajikan kutipan-kutipan yang memakai kata "πέτρος" dengan arti "batu karang" di dalam karya-karya tulis klasik)
  • Berington, Joseph (1830). "Primacy of Saint Peter and His Successors.". The Faith of Catholics: confirmed by Scripture, and attested by the Fathers of the five first centuries of the Church, Jilid 1. Jos. Booker. 
  • Chadwick, Henry. The Church in Ancient Society: From Galilee to Gregory the Great. Oxford: Oxford University Press, 2001.
  • Collins, Paul. Upon This Rock: The Popes and their Changing Roles. Melbourne: Melbourne University Press, 2000.
  • Deharbe, Joseph (1912). "Ninth Article: 'The Holy Catholic Church; the Communion of Saints.'". A Complete Catechism of the Catholic Religion. Diterjemahkan oleh Rev. John Fander. Schwartz, Kirwin & Fauss. 
  • Evans, G.R. The Church in the Early Middle Ages. I.B. Tauris: New York, 2007.
  • Maxwell-Stuart, P.G. Chronicle of the Popes: the Reign-by-Reign Record of the Papacy from St. Peter to the Present, Edisi ke-2, London : Thames & Hudson, 2006.
  • Meyendorff, John, (penyunting) The Primacy of Peter: Essays in Ecclesiology and the Early Church. (ISBN 0-88141-125-6)
  • Perkins, Pheme. Peter: Apostle for the Whole Church. Columbia: University of South Carolina Press, 1994.
  • Pham, John-Peter. Heirs of the Fisherman: Behind the Scenes of Papal Death and Succession. New York: Oxford University Press, 2004.
  • Ray, Stephen K. Upon This Rock: St. Peter and the Primacy of Rome in Scripture and the Early Church. (ISBN 0-89870-723-4)
  • Webster, William. "The Matthew 16 Controversy". Calvary Press, 1996. (ISBN 1-87973-725-6)
  • Winter, Michael M. Saint Peter and the Popes. Baltimore: Helicon Press, 1960.