Kerajaan Parigi
Kerajaan Parigi Kagaua Patanggota Parigi | |
---|---|
1515–1960 | |
Bendera | |
Wilayah zelfbestuur di Sulawesi Tengah, termasuk Parigi, 1941. | |
Ibu kota | Parigi |
Bahasa yang umum digunakan | Kaili |
Agama | Islam |
Pemerintahan | Monarki |
Magau | |
Sejarah | |
• Didirikan | 1515 |
• Bergabung dengan Indonesia | 1960 |
Kerajaan Parigi (bahasa Inggris: Parigi Kingdom), adalah sebuah kerajaan Islam di Indonesia yang umumnya terletak di wilayah Parigi, Sulawesi Tengah. Kerajaan ini berdiri pada tahun 1515, dan raja pertama yang memerintah adalah Makagero yang di lantik oleh Francisco Lesa, seorang gubernur dari Portugis yang berkuasa di sebagian wilayah Sulawesi Tengah pada masa itu. Wilayah kerajaan ini umumnya terdiri dari empat wilayah; yaitu Lantibu, Masigi, Toboli, dan Dolago.
Sejarah
Wilayah Parigi sebelum di kuasai oleh Belanda lebih dulu disinggahi oleh para penjelajah dari Portugis dan Spanyol. Pembangunan benteng Portugis di Parigi dimulai pada tahun 1555. Pada awalnya, mereka datang untuk berdagang tetapi seiring berjalan waktu akhirnya mereka meninggalkan Sulawesi Tengah karena perdagangan tidak menguntungkan lagi. Spanyol mengadakan hubungan perdagangan dengan Kerajaan Parigi pada awal abad ke-17 hingga tahun 1663 setelah kedatangan VOC.[1]
Perlawanan Pangeran Vinono
Belanda pertama kali tiba di wilayah Parigi pada tahun 1663, dengan tujuan awal untuk berdagang. Sejak tahun 1897, Raja Parigi yang bernama I Djengitonambaru (satu-satunya raja wanita yang pernah memerintah kerajaan ini) telah mengikat Korte Verklaring (perjanjian pendek) dengan Belanda. Seorang Putra Mahkota bernama Vinono dengan tegas menolak kehadiran mereka, dan menduga bahwa Belanda akan merebut kekuasaan di Parigi. Vinono adalah anak pertama dari Raja ke-13 Parigi, Sawali / Raja Muhammad Ali yang seharusnya menjadikan Vinono sebagai pewaris sah takhta Kerajaan Parigi, namun dia menolak menjadi raja karena di masa itu kerajaan Parigi dalam tekanan kekuasaan Penjajah Belanda, Vinono Bersama putranya yang bernama Hanusu, ia memimpin para pengikutnya untuk melawan Belanda. Perlawanan tidak seimbang ini memakan banyak korban, karena pasukan Kerajaan Parigi masih menggunakan senjata yang sederhana. Dalam perang ini, Vinono mengucapkan sumpah, "mabula boga rivana, pade meta'a mbaeva Balanda" (Jika monyet di hutan rimba berubah menjadi putih, barulah saya akan berhenti melawan Belanda).
Perlawanan ini sendiri dapat ditekan oleh Belanda, dan akibatnya Hanusu dibuang ke Tondano di wilayah Minahasa. Ia baru dipulangkan pada tahun 1917, dan diangkat oleh Belanda menjadi Raja Parigi setelah menandatangani Korte Verklaring pada tanggal 5 Februari 1917.
Daftar Magau
- Makagero Polimbo Ada alias Magau Lomba (1515-1533)
- Boga (1533-1557)
- Ntavu (1557-1579)
- Sheikh Maliq Ash Shiddiq alias Sultan Langimoili (1579-1602) (Raja Parigi pertama yang memeluk Islam)
- Sheikh Maulana Yussuf Maliq Ibrahim alias Tonikota (1602-1627)
- Sheikh Maulana Machmud Maliq alias Magau Janggo (1627-1661)
- Ntadu (1661-1690)
- Palopo alias Kodi Palo (1690-1724)
- Mansyur alias Bombo Onge (1724-1760)
- Abduh alias Pangabobo (1760-1792
- Puselembah alias Tedo (1792-1821)
- Radja Ngguni (1821)
- Radja Ali atau Sawali alias Baka Palo (1821-1855)
- Radja Lolo alias Paledo (1855-1880)
- I Djengi Tonambaru (1880-1898) (satu-satunya Raja perempuan yang memerintah Parigi)
- Hanusu Finono (1898-1927)
- Tagunu Hanusu (1927-1960)
Struktur pemerintahan
Kerajaan Parigi dipimpin oleh seorang Magau (Raja), yang merupakan posisi tertinggi di kerajaan ini. Posisi berikutnya adalah Madika Malolo (Raja Muda/Pangeran), sebagai pewaris takhta. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Kerajaan Parigi, Magau dibantu oleh Dewan Pemerintahan Kerajaan atau Libu Nu Maradika yang terdiri dari Madika Matua (semacam Perdana Menteri), Punggava, Galara sebagai hakim adat, Pabisara sebagai juru bicara, Tadulako sebagai Panglima Perang, dan Sabandara sebagai bendara kerajaan. Selain Libu Nu Maradika, ada juga Libu Nto Deya atau Dewan Permusyawaratan Rakyat yang merupakan perwakilan rakyat berbentuk Kota Pitunggota (Kesatuan Tujuh Kampung) dan Kota Patanggota (Kesatuan Empat Kampung). Kerajaan Parigi menggunakan sistem Kota Patanggota karena Kerajaan Parigi terdiri dari kesatuan empat kampung yang di pimpin oleh seorang Baligau atau Ketua Dewan Adat.
Sosial
Kerajaan Parigi juga membagi masyarakatnya ke dalam golongan strata sosial. Golongan tertinggi adalah kelompok Madika/Maradika, yang umumnya merupakan keturunan bangsawan. Golongan berikutnya adalah Totua Nungata, biasanya merupakan tokoh adat dan masyarakat. To Dea menempati golongan berikutnya, sebagian besar terdiri dari masyarakat biasa. Sedangkan Batua adalah golongan paling rendah, umumnya merupakan kaum budak.
Referensi
- ^ "Parigi, Raja of Parigi". Indonesia Travel Magazine. 22 Maret 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-09. Diakses tanggal 8 November 2017.