Lompat ke isi

Dinas Intelijen Rahasia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Desember 2023 03.35 oleh Badak Jawa (bicara | kontrib) (Badak Jawa memindahkan halaman Secret Intelligence Service ke Dinas Intelijen Rahasia)
Secret Intelligence Service
MI6
Logo MI6 sekarang, diadopsi tahun 2010
Informasi lembaga
Dibentuk1909 sebagai Biro Dinas Rahasia
Wilayah hukumPemerintah Britania Raya
Kantor pusatVauxhall Cross, London, United Kingdom
Menteri
Pejabat eksekutif
Lembaga indukForeign and Commonwealth Office
Situs webwww.sis.gov.uk

MI6, yang dikenal juga dengan Dinas Intelijen Rahasia (Secret Intelligence Service, SIS),[2] adalah badan intelijen eksternal Britania Raya. Dinas ini bekerja di bawah arahan Komite Intelijen Gabungan (Joint Intelligence Committee, JIC), dan bekerja sama dengan Dinas Keamanan (Security Service, MI5), Markas Komunikasi Pemerintah (Government Communications Headquarters, GCHQ) dan Staf Intelijen Pertahanan (Defence Intelligence Staff, DIS).

Sebagai direktur ditunjuklah Mansfield George Smith Cumming, atau yang lebih dikenal dengan “C”. Awalnya, keberadaan dinas rahasia ini benar-benar dirahasiakan dari publik, hanya Perdana Menteri Britania Raya dan pejabat tertentu saja yang tahu. Pemerintah selalu menyangkal keberadaannya, walau dinas rahasia ini selalu menggunakan anggaran negara sebesar £ 70 juta per tahun.

Prestasi para agen MI6 ini terbilang cemerlang. Sejumlah operasi intelijen kontra Jerman dan Rusia sukses dijalankan pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Terutama pada Perang Dunia I, saat MI6 dipimpin spymaster Mansfield Smith Cumming. Berulangkali mereka berhasil mengalahkan Jerman.

Dalam budaya populer, SIS (MI6), tampil sebagai tempat kerja dan afiliasi agen rahasia terkemuka Inggris, James Bond, dalam serial novel dan film yang bernama sama.

Asal Muasal

Sejarah dinas rahasia Inggris dimulai dari Sir Francis Walsingham, menteri dalam negeri pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth I (1558-1603). Dia menggerakkan para agennya untuk membongkar komplotan makar terhadap Ratu, yang diatur oleh pihak Katolik, pada akhir abad ke-16. Beberapa tokoh ternama pada masa itu, seperti John Evelyn, dikirim ke luar negeri untuk melakukan penyelidikan rahasia. Dana tetap untuk kegiatan mata-mata mulai dianggarkan pada masa kekuasaan Raja Charles II (1630-1685). Uang yang digunakan lebih banyak dipakai untuk membayar informan, baik di dalam dan luar negeri, namun hal tersebut kurang efektif. Di dalam negeri, kelompok-kelompok politik radikal umumnya diprovokasi oleh provokator dan mata-mata. Sedangkan di luar negeri, seluruh Eropa sudah mengetahui mengenai campur tangan dinas rahasia Inggris di beberapa negara.

Ketika Ratu Victoria (1819-1901) memegang kekuasaan, keamanan dan ketertiban di Inggris terjaga dengan baik. Pada saat ini, badan intelejen hampir tidak berfungsi karena tidak memiliki pekerjaan apapun. Terkait dengan hal ini, Pengarang Charles Dickens pada 1850-an berkata: ”Penghasut paling fanatik di negeri ini dapat berkata apa saja karena dia tidak berada dalam cengkeraman teror sebuah sistem mata-mata yang terorganisasi.”

Setelah saat itu, perekrutan orang-orang penting agar dapat dipekerjakan mata-mata terus dilakukan oleh pemerintah. Pada 1889, beberapa wartawan Reuters tercatat sempat dikontrak untuk memberikan data intelijen terhadap pemerintahan Inggris.

Hingga disahkannya undang-undang kegiatan intelijen pada 1994, MI6, MI5, dan GCHQ tidak pernah diakui eksistensinya secara resmi. Tetapi, melalui kisah-kisah spionase yang ditulis para novelis, reputasi dinas rahasia Inggris telah ada sejak dahulu. Tokoh fiksi James Bond yang diciptakan Ian Fleming merupakan ikon paling populer dari kegiatan intelijen MI6. Kehidupan agen rahasia memang menjadi sangat populer dalam novel-novel Inggris karena karya-karya penulis John le Carre yang pernah menjadi agen MI6. Banyak penulis terkemuka lainnya pernah menjadi agen rahasia Inggris, dan beberapa di antaranya adalah Somerset Maugham, Graham Greene, Conan Doyle dan Thomas Hardy.

Pada akhir abad ke-19, angkatan darat dan angkatan laut Inggris mencoba menangani kebutuhan akan jasa Intelijen mereka sendiri, baik dari segi taktis maupun strategis. Mereka mendirikan divisi intel masing-masing. Tetapi, tidak ada hal yang rahasia mengenai kegiatan mereka. Mereka mengandalkan informasi dari koran-koran luar negeri atau materi cetakan lainnya, laporan para atase di kedubes-kedubes Inggris, atau pengamatan ketika melancong keluar negeri. Di dalam negeri, pada 1883, Dinas Khusus Polisi Irlandia dibuat repot oleh serangkaian ledakan bom yang dilakukan oleh kaum Fenian Revolusioner. Selain itu terdapat kerusuhan-kerusuhan di India yang merupakan daerah koloni. Karena hal-hal ini, maka pemerintah Inggris sadar bahwa mereka perlu untuk melakukan pencegahan sebelumnya. Agar dapat melaksanakannya maka perlu memiliki informasi sejak dini. Untuk itu diperlukan suatu jaringan kaum informan yang terorganisir dengan rapi.

Memasuki abad ke-20 berarti memasuki era baru ketidakamanan. Perang Boer (1899-1902) secara mengejutkan mengungkapkan kelumpuhan organisasi militer Inggris. Pada saat yang sama, perluasan kekuatan militer dan industri Jerman tampak siap mengancam supremasi Inggris yang telah lama mapan. Pada 1905, pemerintah Inggris mendirikan Komite Pertahanan Kerajaan. Tugasnya mengawasi strategi dan mendorong peningkatan pengorganisasian lembaga-lembaga pertahanan pada masa damai dan perang. Dinas intel dan kontraspionase Inggris mulai di tangani lebih serius.

Kendati sempat dianggap sebagai bertentangan dengan tradisi liberal Inggris, praktiknya tetap berjalan. Pengawasan dan penyensoran terhadap telegram dan surat dari dan ke Afrika Selatan terbukti memberikan arus tetap informasi yang berguna tentang Perang Boer. Pimpinan proyeknya, Letkol James Edmons, yang mengepalai seksi H; kemudian berhak mengontrol MO5, seksi khusus Direktorat Operasi Militer Dephankam, di seksi yang berkekuatan kecil saja ini, ia segera bertindak dan sekaligus memberi rekomendasi apa yang dapat dilakukan terhadap mereka. Situasi negera sendiri memang sedang baik bagi mekarnya dinas intel. Pada 1907, kekhawatiran masyarakat yang dikipasi kaum propagandais bertumpu pada satu skenario: Jerman sedang berminat menyerbu Inggris. Seorang bernama Letkol Heath menulis kepada Globe: ”Jalan-jalan di kota London penuh dengan orang Jerman yang berkeliaran. Mau apa mereka? Apa yang mau mereka kerjakan? Mereka tidak terlihat terburu-buru. Mereka tampaknya cukup makan dan berpakaian bagus. Niscaya mereka serdadu.” Yang kemudian menyimpulkan adalah Letkol Edmonds jua: "Jerman tentunya sedang merentang jaringan spionase di Inggis.” Ini dimantapkan oleh Direktur Operasi Militer; Mayjen John Spencer Ewart, yang berkata: "Kita harus memiliki dinas rahasia yang memadai, sebuah biro reguler yang terorganisasi." Meskipun begitu, Menhankam R.B Haldane dan banyak rekannya masih sangat ragu-ragu akan keperluan dinas rahasia itu. Tapi pada 1909, demam mata-mata kian berjangkit. Serangkaian publikasi novel Spies of the Kaiser di Weekly News membangkitkan sensasi khalayak. Pengarang fiksi ini, William Tufnell Le Queux, menyatakan bahwa penceritaan gaya James Bondnya tentang perjuangan melawan spionase Jerman di Inggris seluruhnya berdasarkan fakta dan surat kabar tersebut menawarkan hadiah $10 kepada setiap orang yang mengirim surat pengakuan pernah melihat mata-mata. Tak ayal laporan tentang kesaksian memergoki para spion meningkat sepanjang tahun itu. Namun bagaimanapun spesifikinya, laporan-laporan itu setidaknya telah mempercepat lahirnya badan intel yang terorganisasi rapi pertama di dunia. Mayjen Ewart mencoba merumuskan bahwa biro dinas rahasia harus menangani baik spionase di negeri ini maupun kegiatan agen-agen kita di luar negeri.” Di sinilah asal muasal MI5 dan MI6. Tapi, keduanya tak selamanya sejalan, apalagi bekerja sama. Mereka lebih sering bersaingan. Ini pada gilirannya menggansir tugas-tugas pengamanan Inggris secara keseluruhan. Perbedaannya secara tugas, MI5 adalah dinas keamanan/pengamanan (security service), sedangkan MI6 adalah intilijen rahasia (secret intelligence service), yang lazimnya disebut SIS.

MI5

Kepala pertama organisasi kontraspionase (MI5) dikenal dengan sebutan MO, adalah seorang pria usia 35 tahun pengidap asma, Kapten (kemudian Sir) Vernon Kell. Toh, walaupun sering kali asmanya kambuh, ia bertahan sebagai kepala MI5 selama 30 tahun. Pengalamannya sebagai mata-mata terbatas, sebagian di Tiongkok, tetapi ia menguasai beberapa bahasa dan yakin betul akan ancaman Jerman bagi keamanan Inggris. Untuk menangkal ancaman itu, Pemerintah Inggris menyediakan baginya sebuah kamar di Dephankam, sebuah lemari arsip, dan anggaran $7.000 setahun. Perwira muda ini memiliki bakat birokrasi cemerlang dan segera memperluas kerajaan kecilnya.

Vernon Kell mulai bertindak. Pertama-tama melakukan pengawasan terhadap 30 ribu penduduk Jerman di Inggris. Pada 1914, MI5 telah memiliki detail dari 16 ribu pemukim asing, dan sekitar 11 ribu di antaranya orang Jerman. Padahal ia hanya mempekerjakan tujuh staf, kendati banyak pekerjaan memang dilakukan anggota polisi. MI5 berhasil menyingkap kegiatan Gustav Steinhauer yang mengelola kegiatan spionase di sejumlah pelabuhan galangan kapal Inggris dari pangkalannya di Potsdam, Prusia. Ia mengendalikan sejumlah penduduk Inggris asal Jerman, turis Jerman, atau personel kapal angkatan laut Inggris sendiri. Informasi mereka harus dikirim lewat pos kepada Steinhauer. Pada 1911, ketika seorang wartawan Jerman, Max Schultz, yang tinggal disebuah rumah perahu di Exeter, menarik perhatian polisi, saat itulah kegiatan Steinhauer mulai terungkap. Dari surat-surat yang dikirimnya, diketahui bahwa ia memasok laporan tentang Angkatan Laut Kerajaan Inggris kepada Steinhauer melalui sebuah perusahaan angkutan di London.

Serangkaian pengungkapan lainnya, termasuk sejumlah penangkapan, misalnya terhadap George Parott, perwira pasukan meriam Angkatan Laut Kerajaan, telah membongkar seluruh operasi Steinhauer. Belakangan, 1914, ia memerintahkan penangkapan 22 agen Jerman dan pengawasan terhadap 200 tercuriga lainnya. MI5 mulai melebarkan sayapnya begitu perang pecah, dan makin berkembang sampai gencatan senjata empat tahun kemudian. Waktu itu, Kell membawahi 844 staf (dibandingkan 14 orang pada awal perang, itu meningkat dengan sangat tinggi) dan anggaran pun dinaikkan menjadi $100.000 sesuai permintaannya. Stafnya menyebar ke seluruh Eropa, melakukan tugas pengintelan di Front Barat dan memeriksa visa yang dikeluarkan kedutaan besar Inggris yang berada di berbagai negara. Mereka juga mendirikan Military Port Control Service, yang memeriksa orang yang memasuki negeri itu. Mereka mempunyai semacam bank informasi yang dikenal dengan sebutan Registry. Namun sukses besar MI5 ada di seksi deteksinya, yang melakukan tugas kontraspionase. Kunci sukses MI5 terletak pada penyadapan kiriman pos, mengingat pada saat itu alat komunikasi yang paling banyak digunakan adalah surat dan telegraf. Ketika perang pecah, direncanakan melakukan intersepsi dan penyensoran telegram tanpa membuka surat-surat pribadi. Pada akhir 1914, terdapat 169 sensor pos, dan empat tahun setelahnya (1918) membengkak menjadi 5000 buah.

MI6

Kepala pertama MI6 (mulanya dikenal sebagai MI-1C) adalah Commander Mansfield Smith Cumming, perwira purnawirawan dari AL Kerajaan sejak itu Kepala MI6 dipanggil dengan kependekan “C”. Cumming sudah masuk daftar purnawirawan sejak 20 tahun sebelumnya karena mabuk laut kronis yang menyebabkan ia didaratkan, menurut salah seorang koleganya, kantor Cumming di Whitehall Court memasang dinding palsu yang dengan rahasia di sebaliknya. Ia memakai kacamata tunggal (monocle) dan hanya menulis dengan tinta hijau. Gayanya yang eksentrik kian berwarna setelah tahun 1914 ia terpaksa mengenakan kaki kayu. Sang kaki asli lenyap sesudah mengalami kecelakaan mobil di luar Paris yang menghilangkan nyawa anak laki-lakinya. Cedera ini membuatnya jera. Dalam sisa hidupnya, ia tetap seorang pengemudi maut mobil Rolls Roycenya tetap dipandang sebagai hantu pencabuat nyawa oleh para pejalan kaki London. Dikantor, ia juga tak bisa tinggal diam. Dengan kaki kayunya, ia masih mampu bergerak lincah disepanjang koridor. Kalau bicara, kaki kayunya diketuk-ketukkan kelantai untuk memberi tekanan pada ucapannya. Disamping melawat sendiri ke Eropa daratan, Cumming juga mendaftar para pengusaha yang dimintanya memberi informasi atau melakukan kontak-kontak melalui hubungan bisnis dengan mitra usahanya. Setidaknya di dua kota, Rotterdam dan Brussels, ia menebar jaring. Kepadanya lalu ada yang menawarkan buku kode (codebook) Jerman dengan harga cukup mahal, $600. ia membayarnya tetapi palsu. Di komunitas intelijen dunia, reputasi MI6 juga boleh dikatakan menjulang. Jika CIA, dinas rahasia Amerika dikenal dengan julukan The Company, kalangan intelijen negara-negara Barat biasa menyebut SIS alias MI6 dengan julukan The Friends. Sementara kalangan internal menyebut MI6 sebagai The Firm. Kantor pusat SIS yang terletak di 85 Albert Embankment, Vauxhall Cross, London juga punya julukan khusus. Mereka yang bekerja di dalamnya, menyebut kantor pusat SIS ini sebagai Legoland. Pada 1993, popularitas MI6, sempat tersalip oleh MI-5 ketika dinas Security Services mengumumkan pemimpin barunya: Stella Rimington. Rimington segera memperoleh publikasi besar-besaran karena merupakan wanita pertama yang memimpin dinas intelijen.

GCHQ

Sebenarnya, selain dua dinas rahasia ini, Inggris masih memiliki satu lembaga intelijen penting lain, yakni Government Communications Headquarters (GCHQ), yang beroperasi memantau berbagai jaringan komunikasi di seluruh dunia. Tetapi, sebagaimana tradisi intelijen Inggris, yang sifat kerahasiaannya sangat tinggi, tak banyak hal yang bisa diketahui tentang lembaga ini.

Dinas Rahasia Dalam Perang Dunia

Perang Dunia I

Dalam pada itu, tibalah bulan Maret 1917, ketika rezim Imperium Rusia harus berakhir. Ini diikuti masa tiga bulan kekuasaan pemerintah sosialis Liberal pimpinan Alexander Karensky. Cumming “C” menganggap amat penting bagi Inggris mendukung Karensky melawan kaum Revolusioner Bolsyevik, yang menyerukan di akhirinya peperangan. Jika Rusia melakukan perdamaian terpisah dengan Jerman, seluruh kekuatan militer Jerman akan berbalik dikerahkan kepada pasukan Inggris dan Prancis di garis depan Front Barat. Karenanya kaum Bolsyevik harus dicegah berkuasa. Untuk itu, pertama-tama, harus ada orang intel yang bekerja di Moskow. Kepala dinas rahasia Inggris di New York, Sir William Wiseman, kebetulan mengetahui orang yang berpengalaman mutakhir di bidang intel militer tersebut yang waktu itu sedang berada di AS. Orang tersebut adalah William Somerset Maugham (1874-1965),novelis Inggris termasyur. Karena ia bisa bicara Rusia, ia tampaknya orang ideal untuk itu. Pada 1917 ia angkat sauh ke Petrograd (leningrad ) melalui Jepang dan Wladiwostok, dibekali US$150 ribu, termasuk dalam tukaran pounsterling. Tugasnya, dengan satu dan lain cara menunggingkan pemerintah Rusia. Laporn intelnya dengan akurat mencatat merosotnya kekuasaan Karensky. Ia melaporkan kepada Wiseman bahwa sang perdana menteri sedang kehilangan popularitasnya dan bahwa pembunuhan para perwira berlangsung leluasa. Pada 31 Oktober, Karensky mengundang Maugham berapat dan memintanya membawa pesan pribadi kepada perdana menteri Inggris, Llyod George. Isinya: memohon sangat kiriman senjata dan amunisi untuk mempertahankan rezim dan melanjutkan perang. Maugham pulang kenegerinya pada malam itu juga, naik kapal perusak Inggris di Oslo, Berlayar melalui Laut Utara ke Scotlandia, ia tiba di Downing Street 10 (kantor perdana menteri) keesokan harinya. Usahan Maugham tak berhasil banyak. “Saya tak dapat melakukannya,” kata Llyod George tentang permintaan bantuan Karensky. Seminggu kemudian, 7 November, Karensky di gulingkan kaum Bolsyevik-nya Lenin. Maugham tak kembali lagi ke Rusia. Begitu para Bolsyevik mengkonsolidasikan dirinya dan melakukan perjanjian perdamaian terpisah dengan Jerman, mereka langsung menuding Inggris melakukan subversi. Maret 1918, perwakilan diplomatik Inggris angkat kaki dari Moskow. Yang tinggal hanya misi tak resmi, dikepalai Bruce Lockhart, yang mulai mendanai grup-grup anti-Bolsyevik. Ada dua agen Inggris lain yang dikirim ke Rusia, George Hill dan Sydney Reilley. Tapi dua-duanya mulut besar. Di mata Cumming, yang mengenalnya lewat Wisseman, Reilley adalah “laki-laki menakutkan yang membuat saya tak mempercayainya sepenuhnya”. Bersama Lokhart, Reilley berniat membunuh Trotsky dan Lenin, dua pemimpin Bolsyevik terkemuka waktu itu. Tapi Feliks Dzerzhinsky, kepala polisi rahasia Soviet Cheka cikal bakal KGB, segera membauinya. Pada Juli 1918, upaya pembunuhan Lenin kandas, dan Reilley terpaksa menghilang.

Usai Perang Dunia I

Ketika sekutu menang perang atas Jerman pada 1918, Kell maupun Cumming dihadiahi gelar bangsawan. Namun politisi yang “sadar anggaran” menganggap kecilnya manfaat dinas intel pada masa damai. Pada 1921, bujet MI5 telah digunting dari jumlah tertingginya sekitar 25 ribu poundsterling. Juga MI6 alias SIS, yang kena potong dari 240 ribu pounsterling menjadi 65 ribu poundsterling setahun. Namun melalui perjuangan gigih sejumlah birokrat yang menaruh simpati, kedua badan mata-mata ini berhasil mempertahankan kebebasan dan keleluasaan memperlebar daya lingkup tanggung jawabnya. Kell mulanya menolak usul, yang antaranya didukung Sir Winston Churchill, untuk melahirkan biro intelijen yang menyatu. Ia juga menampik saran Sir Basil Thompson tentang badan khusus (Special Branch). Pada 1919, pemerintah menyuruh Thompson memimpin sebuah Direktorat Intelijen yang bertnggung jawab memerangi subversi sipil. Jelas ini bertujuan menggemplang MI5. Terbukti, Direktorat tersebut sudah mati muda. Dalam rentang waktu 20 tahun (1919-1939), masyarakat intelijen bertahan sebagai kelompok kecil yang rapat dan solid, dengan para perwira yang berdinas lama. Jarang merekrut tenaga baru. Namun kebutuhan perang yang meluas memaksa pintu markas spion harus dibuka. Para pengusaha kota, wartawan dan pengacara mulai berdesakan antre di koridor-koridor yang terkesan angker membawa bakat segar dan sikap baru. Banyak di antara mereka belakangan meraih kemasyhuran dalam arti baik maupun buruk seperti Graham Greene, William Somerset Maugham, Malcolm Muggeridge dan Kim Philby di MI6; Anthony Blunt dan Victor(Lord)Rothschild di MI5; Ian Fleming dari intelijen AL; dan Hugh Trover Roper di Radio Security Service (RSS).

Perang Dunia II

Memasuki Perang Dunia II, para perwira MI6 menghadapi banjir laporan intel yang saling bartentangan, sebagian besar di antaranya malahan palsu. Menandai beberapa bahan berharga, haruslah dengan naluri yang tajam, malah ilham. Namun bukan MI6 tetapi MI5 yang terkena perombakan. Ini bertepatan dengan mulai duduknya Churchill sebagi perdana menteri Inggris, Mei 1940. Churchill lebih jeli tentang dinas rahasia ketimbang pemimpin Inggris manapun. Dan pada 10 Juni, Sir Vernon Kell, yang telah memimpin instansi sekuriti selama 31 tahun, dibebastugaskan. Sebagaimana Perang Dunia I, kepanikan dan paranoida kembali mewabah. Meskipun kemajuan teknologi telah menjadikan radio sebagai perangkat spionase standar, burung merpati kembali dicurigai selaku pembawa pesan rahasia ke daratan Eropa. Makanya pesawat RAF ditugaskan menyebarkan jenis burung itu, yang dimuat dalam keranjang-keranjang kertas, di selat Inggris merpati-merpati Inggris itu diharapkan akan bergabung dengan burung-burung dara Jerman dan menimbulkan kebingungan, burung pemangsa (Falconer) yang terkenal, ditempatkan di pantai selatan dengan burung-burungnya sebagai bagian dari Falcon (Intercopter) Unit. Adalah tugas pemangsa untuk mengganyang setiap merpati pos yang mencurigakan. Secara umum dipercayai bahwa setiap invasi Jerman akan didahului oleh infiltrasi beribu-ribu agen rahasia ke negeri yang bersangkutan. Divisi B MI5, yang bertugas melakukan kontraspionase dan sejak 1940 dikepalai oleh Guy Liddel, harus menampung laporan masyarakat yang kebetulan menyaksikan hal-hal mencurigakan. Misalnya sorotan-sorotan cahaya, dengan memakai lampu senter umpamanya, yang mungkin sesuatu isyarat pihak musuh. Atau melihat parasut musuh mendarat. Hampir semua laporan penduduk yang diterima palsu. Terbukti, hanya sejumlah amat kecil agen Jerman yang dikirim ke Inggris (30an) antara september hingga november 1940. mereka biasa mendarat dengan parasut di wilayah pedalaman atau dengan perahu kecil di pantai. Para agen umumnya kurang terlatih atau kurang berpengetahuan tentang negeri yang bersangkutan. Mereka segera menaruh kecurigaan penduduk setempat dengan gerak gerik dan pembawaannya sendiri. Dengan sendirinya mereka langsung ditangkap. Begitu tertangkap, para agen Jerman diserahkan kepada MI5 untuk diinterogasi. Pusat pemeriksaan MI5 adalah Latcmere House di desa Ham Common, di luar kota London. Pemimpinnya seorang mantan perwira Peshawar Rifles, Kolonel ‘Tin-Eye’(mata timah) Stephens. Karena perlakuan buruk di Latcmere, banyak tahanan yang bunuh diri atau mati disiksa. Tapi para tahanan yang memperlancar pemeriksaan, tentu, akan menerima perlakuan lebih baik. Seluruhnya 16 agen musuh yang dicabut nyawanya di Inggris selama perang 15 orang digantung dan seorang di eksekusi di Tower (menara) of London. Tapi sebagian besar yang ditangkap setuju ‘membelot’ kepada Inggris. Mereka menjadi bagian dari salah satu operasi rahasia paling sukses dalam abad modern, Operasi Silang Ganda (Double-Cross). Pemanfaatan sepenuhnya Double-Cross dilakukan pada rencana pengaburan operasi Overlord, pendaratan di Normandia pada 1944. Adalah penting untuk meyakinkan pihak Jerman bahwa pendaratan akan dilakukan di Pas de Calais, ketimbang Normandia, yang akan menjadi ajang serbuan besar-besaran pertama pasukan Sekutu di Eropa. Seluruh kekuatan silang ganda dikerahkan untuk maksud tersebut. Seorang agen ganda. Filipe Fernandez (nama sandi GARBO), malah memberikan peringatan akurat kepada pembinanya tentang kepastian pendaratan di Normandia itu tetapi, wahai, sudah terlambat bagi orang Jerman untuk bersiap diri. Toh ia masih memberi catatan bahwa pendaratan di pantai Prancis itu hanya embel-embel dari invasi sesungguhnya yang bakal didaratkan di Pas de Calais. Kepada Hitler telah di tunjukkan laporan berharga tersebut. Dan hal itu mungkin memengaruhi keputusannya yang krusial: menarik kembali pengerahan kekuatan militer ketimbang mengirimnya segera untuk mencegah pendaratan yang bisa menjadi awal kehancuran NAZI Jerman. Silang ganda bukan satu-satunya contoh keberhasilan masyarakat intel Jerman dan sekutunya. Ceritanya, ketika serangkaian kemenangan Jerman di Eropa telah menyapu bersih pos-pos MI6 kecuali di Swiss, Swedia, Spanyol dan Portugal yang netral, Inggris dan Churchill bagai tersentak. Informasi kini jadinya hanya bisa diharapkan dari para pemerintah sekutu yang masih bisa menjalin kontak dengan MI6, khususnya berkenaan dengan Prancis ini yang ingin dijadikan batu lompatan mengganyang Jerman NAZI, Jendral Charles de Gaulle tidak menyambut keputusan MI6 yang ingin melancarkan dua operasi terpisah di Prancis satu bekerja sama dengan Prancis bebasnya, satu lagi melalui rezim Vichy yang pro Jerman. Bahkan di negari-negeri netral tempat MI6 mendirikan posnya, aktivitasnya sering kali terbatas. Termasuk di Spanyol yang dikuasai Generalissimo Fransisco Franco yang pro-Jerman, dan di Swedia dengan digiringnya para agen Inggris ke penjara. Tapi Sir Stewart Menzies, yang mengepalai MI6, punya kartu as yang ia dapat pertaruhkan bagi keuntungan organisasinya. Kartu as itu adalah ultra menguraikan arti sadapan komunikasi radio Jerman. Ultra sungguh sumber terbagus informasi intel dalam Perang Dunia II. Hal itu tergantung pada kemampuan penguraian arti kode-kode yang dihasilkan Jerman melalui mesin-mesin kode Enigma, yang digunakan dalam setiap pesan rahasia paling top. Sepanjang tahun 1930-an, para kriptografer (pembaca/penafsir sandi) dinas rahasia Polandia, dengan Enigma mengembangkan sejenis komputer primitif yang mereka sebut ‘Bombe’ untuk mempercepat beribu-ribu penafsiran yang mungkin terhadap setiap kata yang disandikan. Para penafsir kode GC&CS (Government Code & Cypher School, Sekolah Kode dan Sandi Rahasia Pemerintah) mangkal di Bletchley Park Buckinghamshire, rumah tingal Gubernur Militer dalam keadaan darurat perang. Disebuah rumah besar sekitar 50 mil dari London ini mereka terutama terdiri dari kaum intelek muda ahli linguistik, sarjana ilmu sastra dan seni klasik, pemain catur dan ahli matematika yang hampir semuanya di bawah 30 tahun. Berpangkal pada kemajuan yang diraih orang Polandia dan Prancis sampai tahun 1940, dibantu keberuntungan dengan terungkapnya buku kode Luftwafe dan Reichsmarine (AU&AL Jerman), mereka mencapai sukses besar dalam menangkap siaran radio sandi Jerman. Tanpa jasa mereka kemenangan Sekutu atas NAZI Jerman minimal akan diperlambat. MI5 dan MI6 keluar dari kancah Perang Dunia II dengan reputasi tinggi yang belum diraih sebelumnya. Tapi serenceng tantangan baru menunggu. Pada dasawarsa berikutnya, kedua organisasi mata-mata itu diguncangkan oleh serentetan kejadian yang memalukan, yang sekaligus mengungkapkan sukses Soviet menanam orang-orangnya di kubu bekas sekutu Perang Dunia II nya.

Kegiatannya Yang Mempermalukan Pemerintah Inggris

Sementara Ultra dan Double Cross membantu memenangkan sekutu melawan Jerman, para agen Soviet berhasil menelusup ke proyek bom atom Manhattan, Departemen Luar Negeri, dan akhirnya paling memalukan, ke dalam tubuh MI5 dan MI6 sendiri. Yang lebih menyakitkan, sebagian besar, sebagian besar mata-mata Rusia adalah kelahiran dan didikan para anggota elit Inggris yang berkuasa. Mereka adalah Kim Philby, Donald Maclean, Guy Burges dan Anthony Blunt yang semuanya berkenalan di Trinity College, Cambridge, awal 1930-an. Pada April 1956 misalnya MI6 membuat malu pemerintah Inggris. Agen-agen MI6 diketahui telah melakukan operasi rahasia untuk menyelidiki kapal penjelajah Rusia Ordkhonikidze. Peristiwa ini menimbulkan kisruh diplomatik karena ketika diselidiki, kapal ini tengah membawa pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev dalam sebuah misi persahabatan ke Inggris. Perdana Menteri Inggris pada saat itu, Sir Anthony Eden, sangat marah ketika tahu bahwa MI6 menjalankan operasi rahasia tanpa izinnya. Apa hukuman yang dipikir Eden paling pantas untuk MI6? Ia memaksa pemimpin MI6, Mayor Jenderal John Sinclair untuk mengundurkan diri. Ia digantikan oleh Sir Dick White, pemimpin MI-5. Karena MI-5 dipandang sebagai dinas rahasia yang lebih lemah, maka penunjukan Dick White merupakan hukuman yang paling berat yang bisa dibayangkan MI6. Pemerintah Inggris juga pernah dibuat malu oleh agen rahasianya. Pada tahun 1987 yaitu Peter Wright, pensiunan agen rahasia MI6, menerbitkan buku Spycatcher yang secara blak-blakan menceritakan cara kerja agen rahasia Inggris. Wright, yang hidup di Australia menulis buku untuk mencari uang karena merasa pensiunnya tak cukup, sementara rekan-rekannya yang tak harus mempertaruhkan nyawa hidup enak. Dan tahun 1988 seorang bekas spion dari biro itu juga menuntut pemerintah Inggris agar piutang dibayar. Dia Anthony Divall, yang menuntut piutangnya dibayar yang berjumlah £ 200.000, selain merasa tak punya uang, juga karena ongkos operasinya memang belum dibayar lunas oleh dinasnya. Padahal, Divall bukan agen rahasia sembarangan. Dia bekerja di badan rahasia MI6 sejak 1945, ditempatkan di Hamburg, Jerman Barat kala itu. Ia seorang yang piawai menyamar sebagai pedagang senjata. Jasanya terbesar ketika ditugasi pura-pura menjual senjata ke Argentina, kala perang Malvinas sedang berlangsung, 1982. waktu itu Inggris memang agak takut terhadap rudal Exocet bikinan Prancis yang dimiliki Argentina, yang telah menenggelamkan dua kapal Kerajaan. Divall sukses menipu Kapten Alfredo Corti, pimpinan misi militer Argentina di Prancis. Karena itu, Argentina membatalkan pembelian Exocet dari penjual sebenarnya, dan membuat kontrak dengan Divall yang menjual Exocet lebih murah.

Pimpinan Satu Huruf

MI6 memang punya kebiasaan unik, dengan selalu menyebut pemimpinnya sebagai "C". Tradisi ini bermula dari kebiasaan Sir Mansfield Cumming, pemimpin pertama dari MI6. Cumming, yang selalu membahasakan diri dengan julukan 'C', juga menandatangani semua dokumen resmi MI6 dengan initial satu huruf itu. Belakangan, kebiasaan Cumming ini diikuti seluruh penggantinya. Mereka semua kemudian selalu disebut 'C' dan juga ikut menandatangani semua dokumen-dokumen resmi mereka dengan simbol satu huruf itu. Kebiasaan ini juga diikuti oleh MI-5, Dinas rahasia Inggris lainnya, yang menyebut pimpinannya dengan "K" dalam dokumen resmi. "K" adalah initial dari Vernon Kell, pemimpin pertama MI-5.

Suka Mengkudeta Negeri Lain

Sebagai dinas rahasia yang wilayah kerjanya di luar Inggris, MI6 tak bisa menghindarkan diri dari "hobi" mencampuri urusan dalam negeri lain. MI6 juga tak ragu untuk menyiapkan kudeta. Pada 1951, Mohammed Mossadeq, mengambil alih kekuasaan di Iran dan menasionalisasi Anglo-Iranian Oil Company, yang ketika itu merupakan aset terbesar Inggris di luar negeri. Perdana Menteri Sir Anthony Eden marah dan langsung menyetujui rencana MI6 untuk menggulingkan Mossadeq. Antara November 1952 hingga Agustus 1953, MI6 dan CIA menyelenggarakan operasi klandestin untuk menggulingkan PM Iran Mohammed Mossadeq. Presiden AS Dwight D. Eisenhower mengganggap Mossadeq telah dipengaruhi partai Tudeh yang beraliran Marxis hingga cenderung berkiblat ke Blok Timur. Pada Agustus 1953, sedikitnya 300 orang meninggal selama kerusuhan di Teheran. Mussadeq pun mengundurkan diri dan digantikan oleh Jenderal Zahedi.

Belakangan MI6 juga terlibat dalam rencana untuk membunuh pemimpin Mesir Gamal Abdul Nasser. MI6 memang tercatat "rajin" terlibat dalam upaya membunuh pemimpin negeri lain. Salah satunya adalah rencana untuk membunuh Ho Chi Minh pada 1955. Rencana itu gagal. Tapi pada tahun 1961, agen MI6 yang bekerja sama dengan agen CIA berhasil "membunuh" Patrice Lumumba di Kongo. Agen-agen MI6 yang bermarkas di Phoenix Park, Singapura juga pernah mengincar Soekarno. Begitu Presiden Soekarno mengumumkan kebijaksanaan Konfrontasi terhadap Malaysia, agen-agen MI6 pun ditugaskan untuk menjalankan misi rahasia mendongkel Bung Karno. Tetapi gagal total, karena Soekarno berhasil menangkap agen CIA, Allen Lawrence Pope setelah pesawatnya ditembaki TNI AU pada 18 Mei 1958[3] di Indonesia dan menahannya. Bung Karno memanfaatkan itu sebagai alat politiknya untuk mendapatkan dukungan Inggris dan Amerika Serikat dalam Operasi Trikora menghadapi Belanda. Hubungan diplomatik Belanda dan Inggris sempat putus karena Inggris menjual persenjataan tercanggih mereka kepada Indonesia.

MI6, CIA dan badan intelijen Spanyol juga dituduh mendukung upaya kudeta di Negara Equatorial Guinea untuk menggulingkan presiden Theodoro Obiang Nguema Mbasongo yang melibatkan Mark Thatcher anak mantan perdana menteri Inggris Margaret Thatcher pada Maret 2004.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "The Chief — SIS (MI6)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-25. Diakses tanggal 17 December 2010. 
  2. ^ SIS Or MI6. What's In A Name? – MI6 website, London. Undated Diarsipkan 2007-08-27 di Wayback Machine.. Diakses: 2 September 2007.
  3. ^ Republika (surat kabar) Insiden 'Intel Asing' di Indonesia – hal 9. 28 Mei 2013.