Lompat ke isi

Rasisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Juli 2024 11.31 oleh Irham.firmansyah (bicara | kontrib) (add content faktor penyebab:policy)

Rasisme umumnya bermakna diskriminasi terhadap ras atau etnis[1], yaitu suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih istimewa dan berhak untuk merendahkan bahkan memperbudak ras lain yang dianggap lebih rendah.[2]

Beberapa penulis menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).[3][4]

Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk setidaknya sejak 1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang sebagai rasis sering bersifat kontroversial.

Etymology

Asal akar kata “race” masih belum jelas. Linguists (para ahli Bahasa) pada umumnya setuju bahwa kata ini berasal dari Bahasa English dari Middle French meskipun tidak ada persetujuan bagaimana kata tersebut menjadi Latin-based languages. Baru-baru ini ada pendapat bahwa kata tersebut merupakan turunan dari Arabic ra’s yang berarti “head, beginning, origin” (kepala, permulaan, asal) atau Hebrew rosh yang berarti sama.[5]

Pada abad 19, banyak scientist yang mendukung belief bahwa populasi manusia dapat di bagi ke beberapa races (ras-ras). Istilah racism sendiri adalah sebuah kata benda yang mendeskripsikan suatu kondisi menjadi seorang racist , orang yang mendukung kepercayaan bahwa populasi manusia dapat dan seharusnya di klasifikasikan kedalam ras-ras (races) yang berbeda dengan berbagai kemampuan masing masing dan sifat alami mereka (tendensi, karakter, sifat, hasrat).

kepercayaan ini mungkin akan memotivasi muculnya sebuah ideologi diskriminatif dimana right and privileges (hak dan keistimewaan) diberikan secara berbeda berdasarkan kategori race itu sendiri. Istilah “racist” mungkin bisa menjadi kata sifat atau kata benda, yang mendeskripsikan seorang yang memegang kepercayaan ini.[6]

Pada awalnya orang yang meneorikan tentang race umumnya memegang pandangan bahwa beberapa race lebih rendah dari pada yang lain dan konsekuensinya mempercayai bahwa perlakuan yang berbeda kepada race-race adalah hal yang benar.[7][8][9][10] Awal teori ini berdasarkan asumsi dari penelitian pseudo-scientific, usaha gabungan yang dilakukan untuk mendefinisikan dan membentuk hipotesis agar dapat diterima tentang perbedaan racial pada umumnya di namakan scientific racism, meskipun kata ini adalah misnomer (kurang akurat) dikarenakan kurang data sience yang actual untuk melatar belakangi klaim tersebut.

Faktor penyebab

Rasisme berkaitan dengan konsep ras di dalam masyarakat. Pembentukan rasisme dapat terjadi jika perbedaan fisik dianggap sebagai suatu hal yang penting di dalam masyarakat. Rasisme juga dapat timbul karena adanya perbedaan dari segi psikologi, ideologi dan ekonomi. Kondisi yang dapat menimbulkan rasisme di dalam masyarakat yaitu adanya beberapa kelompok ras dengan kebudayaan yang berbeda serta adanya pelembagaan ketidaksetaraan pada masing-masing ras yang saling berhubungan satu sama lain.[11]

Faktor lain adalah kurangnya saling mengasihi dan cinta sesama manusia meskipun hal ini bukan pertama yang di pikirkan orang mengenai rasisme. Hal ini mungkin berperan terjadinya rasisme dan diskriminasi karena dengan saling mengasihi/mencintai sesama manusia berarti menolak untuk mentoleransi ketidak-adilan dan merangkul keaneragaman serta saling menghargai tanpa pandang bulu (inklusi).[12]

Psikologi

Authoritarian personality : Adorno’s theory tentang authoritarian personality yang selaras dengan Freud’s psychoanalysis menyatakan bahwa individu yang mendukung conservatism, nationalism, dan fascism cenderung mengembangkan personality dan cara berfikir yang rigid/kaku, serta mengekspresikan kepercayaan konvensional dan sering manyatakan diri mereka sebagai pemimpin. Hal ini menyebabkan kecenderungan untuk membenci sesuatu yang berbeda dengan nilai, norma dan malakukan racism terhadap minoritas.[13]

Prejudice (berprasangka buruk):

Prejudice adalah awal dari diskriminasi dan stigma atau label.[14]

  • Model justification-suppression dari prejudice yang diciptakan oleh Christian Crandall and Amy Eshleman.[15] Model ini menjelaskan bahwa seseorang memiliki konflik antara hasrat untuk mengekspresikan prejudice dengan hasrat untuk menjaga self concept (image, citra, harga diri, nama baik) tetap positif. Konflik ini menyebabkan orang untuk mencari pembenaran untuk membenci orang diluar grup dan menggunakan pembenaran tersebut untuk menghindari negative feeling (cognitive dissonance) atau perasaan tidak enak tentang diri mereka karena membenci orang diluar grup.
  • Teori realistic conflict menyatakan bahwa kompetisi untuk mendapatkan sumber daya (alam atau pekerjaan) yang terbatas membuat meningkatnya negative prejudice dan diskriminasi. Hal ini terlihat saat sumber daya yang tersedia sedikit.
  • Teori Integrated threat juga dikenal dengan Teori intergroup threat adalah sebuah teori di dalam psikologi dan sosiologi yang mendeskripsikan kondisi terancam dapat memunculkan prejudice antara grup social meskipun hanya dalam persepsi. Teori ini di aplikasikan ke berbagai social grup yang mungkin merasa terancam, apakah itu grup mayoritas atau minoritas. Di dalam teori ini yang dihadapi sebenarnya hanyalah persepsi tentang ancaman bukan ancaman yang sebenarnya. Persepsi ancaman termasuk semua ancaman yang dipercaya telah dialami anggota grup, tanpa memperdulikan apakah ancaman tersebut benar-benar ada atau tidak. Sebagai contoh, orang mungkin merasa ekonomi mereka terancam oleh orang luar grup dapat mencuri pekerjaan mereka meskipun kenyataannya tidak ada hubungannya dengan kesempatan kerja mereka dengan orang luar. Sehingga, meskipun hanya false-alarm masih mendapat konsekuensi yang nyata untuk prejudice antar grup.[16]
  • Teori Social dominance menyatakan bahwa masyarakat dapat di lihat sebagai dasar hirarki grup. Di dalam kompetisi mendapatkan sumber daya yang sedikit seperti perumahan atau pekerjaan, grup dominan menciptakan prejudice/prasangka negative tentang "legitimizing myths" atau "mitos membenarkan" untuk membuat pembenaran moral dan intelektual perbuatan mereka atas grup lain dan mem-validasi klaim mereka atas sumber daya yang terbatas tersebut.[17] "Mitos membenarkan" seperti praktek diskriminasi penerimaan kerja atau norma yang merit-biases berjalan untuk menjaga prejudice hirarki ini.

Teori Social learning  : Rasisme diperoleh dari masyarakat sejak kecil seperti yang Farzana Saleem, PhD, assistant professor di Graduate School of Education, Stanford University katakan bahwa “Racism is learned early on in development, and children receive many messages about race and racism from a young age.” (rasisme dipelajari sejak awal perkembangan dan anak-anak menerima banyak ajaran tentang ras dan rasisme sejak kecil). [18] Berdasarkan study, Orang yang dibesarkan dengan konteks kebersamaan dan ras yang sama akan menjadi pribadi yang focus kepada orang lain dan kurang menjadi pribadi yang berkarakter, tampak sama dan berbicara dengan cara yang sama. Sebaliknya orang yang dibesarkan dengan individual konteks relative cenderung focus ke diri dan berkarakter berbeda. Orang yang dibesarkan dengan ekpose masalah ras akan lebih focus dan sensitive terhadap masalah ras di kehidupan sehari-hari.[19]

Teori Terror management : Orang cenderung mencari keamanan dengan menjadi bagian grup masyarakat saat takut mengingat akan kematian,[20] mereka cenderung menyamakan diri atau conformity dengan perilaku yang di terima di masyarakat dan menjadi bagian ras atau etnis masyarakat.[21] Hal ini berdasarkan Dr Peter Chew, Senior Lecturer of Psychology at James Cook University in Singapore “For example, when researchers reminded people of death, these people reacted by reporting higher prejudice against minorities, greater intentions to donate money, and an increased preference for luxury products,” (untuk contoh, saat peneliti mengingatkan orang tentang kematian, orang-orang ini bereaksi dengan hasil peningkatan prasangka negative terhadap minoritas, meningkatkan niatan untuk mendonasikan uang, dan peningkatan selera untuk produk mewah).[22]

Neurologi

Rasisme berjalan rumit di dalam otak dan terkadang otomatis, subconcious level dan melibatkan banyak brain regions mulai dari bagian untuk mengkategorikan social, self perception, empati, rasa sakit, persepsi wajah serta bentuk lain di dalam grup bias dan diskriminasi orang luar grup.[23]

  • Aktifnya medial prefrontal cortex (social categorization) saat berfikir tentang personal attribute (jati diri) mengindikasikan ada hubungan antara personal attribute (jati diri) dengan grup social (ras, etnis, dll).
  • Meningkatnya aktifitas inferior parietal lobule (coordinates perception and action) saat melihat video pertandingan orang se-grup dengan luar grup menunjukkan in-grup bias terjadi di awal persepsi.
  • Meningkatnya aktifitas anterior cingulate cortex and the inferior frontal cortex (activated when someone experiences pain) saat melihat wajah orang se-etnis sakit dan berkurang drastic saat melihat wajah luar etnis yang sakit, mengindikasikan bahwa orang lebih berempati pada orang satu grup dan tidak menganggap masalah menyakiti orang luar grup.
  • Aktifnya amygdala (emotion processing, including fear, anxiety, and aggression) saat melihat sekilas wajah orang luar tetapi apabila melihat lebih lama bagian frontal cortex (cognitive control and emotion regulation) juga aktif, hal ini mengindikasikan bahwa secara subconcious orang mungkin takut, khawatir bahkan menyerang orang luar jika bertatap muka dengan orang luar grup tetapi apabila bertatap muka dalam waktu lama orang lebih dapat mengontrol diri.[23]

Sosiologi

Racialization atau ethnicization adalah sebuah konsep sosiologi yang digunakan untuk mendeskripsikan proses dimana ethnic atau racial identities diciptakan,[24][25] atau dimasukkan ke dalam pemahaman perilaku manusia ke masyarakat.[26] Hal tersebut membuat model dominasi racial sebagai sebuah proses dimana grup yang dominan me-“racializes”-kan ke grup yang didominasi.[27]

Proses racialization mungkin dimulai dengan memberi “Labels” (mengecap seseorang),[28] setelah itu memberi “stigmatizes” (mamaksakan suatu tanda negative seperti memalukan atau menjelekkan kepada individu/ras serta mengucilkannya, terutama kepada seseorang yang menolak untuk conformity atau menyamakan diri dengan masyarakat. Dan yang terakhir “Marginalization” (meminggirkan, membuat suatu individu/ras tidak dapat perperan penuh atau sederajat di bidang ekonomi, cultural dan institusi politik di masyarakat).[29]

  • Racialization dalam agama : Grup religious dapat juga melalui proses racialization.[30] Pemeluk agama Judaism, Islam, and Sikhism dapat di racist-kan saat mereka melihat diri mereka memiliki karakteristik tertentu secara fisik (perilaku, bentuk pakaian, rambut, jenggot), meskipun faktanya banyak individu pemeluk agama tersebut tidak memiliki karakteristik fisik tersebut.[31][32]
  • Forced conversion : Forced conversion adalah adopsi agama atau non-agama dibawah tekanan. Tiga agama utama yang diklasifikasikan sebagai agama missionary adalah Buddhism, Christianity, dan Islam,sedangkan agama non-missionary seperti Judaism, Zoroastrianism, dan Hinduism. Banyak sejarawan memandang bahwa pergantian Constantinian menjadi Christianity mengubah Cristian dari sebuah persecuted religion (agama yang sering di menjadi agama yang mampu mem-perse) menjadi agama yang mampu mem-persekusi dan terkadang berambisi untuk mempersekusi. Dalam Buddism berdasarkan Chin Human Rights Organisation CHRO),Christians, Chin ethnic minority group di Myanmar menghadapi pemaksaan pindah agama ke Buddha oleh actor dan program negara. Sedangkan dalam Islam, setelah Arab menaklukkan banyak suku Christian Arab yang menderita perbudakan dan membuat pindah agama secara paksa.kusi dan terkadang berambisi untuk mempersekusi. Dalam Buddism berdasarkan Chin Human Rights Organisation (CHRO),Christians, Chin ethnic minority group di Myanmar menghadapi pemaksaan pindah agama ke Buddha oleh actor dan program negara. Sedangkan dalam Islam, setelah Arab menaklukkan banyak suku Christian Arab yang menderita perbudakan dan membuat pindah agama secara paksa.
  • Racialization dari pekerjaan : Marta Maria Maldonado telah mengidentifikasi racialization di pekerjaan untuk mengembangkan pemisahan dan memposisikan pekerja berdasarkan perbedaan persepsi ras.[33] Racialization dari pekerjaan ini dikatakan untuk memproduksi sebuah pengaturan hirarki yang membatasi agen employee dan mobility berdasarkan race mereka. Proses dari racialization diperkuat melalui presupposed, kualitas tertentu dimana orang yang di racialized dipaksa untuk membuat dirinya diterima oleh yang me-rasis-kan.[34]

Policy (Aturan)

Berikut beberapa aturan yang dapat membuat terbentuknya ras dan rasisme :

Geographical segregation

Geographical segregation muncul dimana proporsi dari populasi dua atau lebih masyarakat tidak homogen di dalam suatu wilayah. Populasi dapat berupa spesies tumbuhan atau hewan, jenis kelamin manusia, pemeluk dari suatu agama, masyarakat dari bangsa yang berbeda, grup etnis, dll.

Racial segregation

Racial segregation adalah pemisahan manusia kedalam socially-constructed racial groups (kelompok ras/racial dalam konstruksi social) di kehidupan sehari hari. Hal ini mungkin diaplikasikan dalam aktivitas makan di restoran, minum dari water fountain, menggunakan kamar mandi, sekolah, pergi ke bioskop atau rental/membeli rumah serta menginap di hotel.[35] Sebagai tambahan, segregation sering membolehkan hubungan dekat antar ras atau etnis yang berbeda di dalam hirarki, seperti seorang dari suatu ras bekerja sebagai pelayan untuk orang dari ras lain. Racial segregation di dunia umumnya berjalan diluar hukum.

Social stratification

Social stratification merujuk ke sebuah proses mengkategorikan masyarakat ke dalam grup-grup berdasarkan factor social-ekonomi seperti kekayaan, gaji, ras, edukasi, etnis, jenis kelamin, profesi, status social, atau pemberian kekuasaan (social dan politik). Hal ini merupakan sebuah hierarki didalam grup-grup yang memasukkan mereka ke dalam level keistimewahan yang berbeda.[36] Hal seperti itu, membuat stratification merupakan posisi relatif social seseorang di dalam grup social, kategori, daerah geografi, atau unit social.[37][38][39]

Racial hierarchy

Racial hierarchy adalah sebuah system dari stratification yang berdasarkan kepercayaan bahwa beberapa grup-grup ras lebih superior dari pada grup ras lain. Pada berbagai point di dialam sejarah, racial hierarchies menjadi fitur di dalam masyarakat, seringkali menjadi hal formal di dalam hukum, seperti Nuremberg Laws di Nazi Germany.[40] Pada umumnya, orang yang mendukung hirarki ras percaya bahwa mereka adalah bagian dari ras yang superior dan basis dari superiority mereka berdasarkan pseudo-biological, cultural atau religious arguments.[41][42] Bagaimanapun system hirarki social telah secara luas ditolak dan ditentang serta banyak yang seperti Apartheid telah dihilangkan.[43] Penghilangan system seperti itu tidak menghentikan debat antara racial hierarchy dan racism lebih luas.

Negara dengan kasus rasisme terburuk

Saat maraknya covid-19, rasisme kembali terjadi yaitu masyarakat Asia yang mendapat diskriminasi, karena orang-orang menganggap bahwa orang orang Asia adalah penyebab munculnya virus COVID-19. Menurut stop AAPI, setidaknya terdapat 500 insiden diskriminasi yang dialami oleh masyarakat Asia dan dari Maret 2020 hingga Februari 2021 telah mencapai 3.785 laporan.

Mayoritas laporan mencatat 68% merupakan pelecehan verbal. Sementara 11% melibatkan serangan fisik. Puncaknya terjadi pada kasus penembakan di tempat spa Asia di Atlanta yang menewaskan 8 orang pada Maret lalu.

Daftar negara yang melaporkan kasus rasisme

1. Prancis

Beberapa anak keturunan Asia seperti China, Vietnam, Korea, dan Jepang dikabarkan telah dikucilkan dan diejek oleh teman-temannya di sekolah menegah Paris. Ini karena asal-usul etnis mereka.

Restoran China, Thailand, Kamboja, dan Jepang telah melaporkan penurunan pelanggan. Skala penurunan berkisar antara 30 hingga 50%.

2. Jerman

Majalah mingguan Der Spiegel pernah menerbitkan sampul kontroversial yang dianggap oleh beberapa orang menyalahkan China atas wabah tersebut dan memicu kebencian Anti-Asia atau xenofobia.

Kedutaan Besar China di Berlin telah mengakui peningkatan kasus permusuhan terhadap warganya sejak wabah. Pada 1 Februari 2020, seorang warga negara Tiongkok berusia 23 tahun di Berlin dilaporkan menerima penghinaan rasis dan kemudian dipukuli oleh dua penyerang tak dikenal, dalam sebuah insiden yang diklasifikasikan oleh polisi sebagai "xenofobia".

3. Belanda

Kasus paling banyak ditemukan dalam beberapa kolom komentar dalam postingan mengenai virus corona.

Pada 8 Februari 2020, sekelompok mahasiswa Tiongkok yang tinggal di asrama mahasiswa Universitas Wageningen menemukan bahwa lantai mereka telah dirusak. Kerusakan termasuk bendera Cina robek dari pintu siswa dan robek serta dinding dirusak dengan penghinaan bahasa Inggris.

4. Australia

Pada tanggal 20 Maret 2020, seorang siswa yang mengenakan masker di Hobart, Tasmania diberi tahu, "Anda terkena virus" dan "kembali ke negara Anda" sebelum ditinju sehingga menyebabkan matanya memar dan kacamata pecah. Alasan penyerangan tersebut sebagian disebabkan oleh perbedaan budaya dalam penggunaan masker di budaya Timur dan Barat.

Restoran dan perusahaan China di Sydney dan Melbourne juga tercatat telah mengalami penurunan bisnis yang dramatis, dengan perdagangan menurun lebih dari 70%.

5. India

Tak hanya di dunia Barat, di India sentimen Anti-Asia dan Anti-Oriental juga berhembus kencang. Sebuah survei yang dilaksanakan The Takshashila Institution menemukan bahwa 52,8% responden India merasa istilah seperti "Virus China" dan "Pandemi Made in China" tidak bersifat rasis.

Tak hanya itu, Presiden unit Negara Bagian dari partai berkuasa Bharatiya Janata atau BJP di West Bengal Dilip Ghosh pernah menyatakan bahwa China telah "menghancurkan alam" dan "itulah mengapa Tuhan membalas dendam terhadap mereka." Pernyataan tersebut kemudian dikecam oleh konsulat China di Kolkata, menyebut mereka "salah."

Bahkan rasisme tak hanya terjadi di negara negara eropa saja bahkan di asia sendiri masih saja ada oknum oknum tidak bertanggung jawab yang sangat senang membuat huru hara di antara masyarakat.

Lihat pula

Pranala luar

Catatan kaki

  1. ^ Racism,Definition of racism from the Cambridge Academic Content Dictionary © Cambridge University Press
  2. ^ "racism - Definitions from Dictionary.com". 
  3. ^ "Document equating ethnocentrism with racism". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-19. Diakses tanggal 2007-01-21. 
  4. ^ "Document equating views against miscegenation with racism". 
  5. ^ "race (n2)". Online Etymology Dictionary. Retrieved 21 February 2016.
  6. ^ Webster's Ninth New Collegiate Dictionary. Merriam-Webster, Inc. 1983. p. 969. ISBN 0-87779-508-8.
  7. ^ Garner, Steve (2009). Racisms: An Introduction. Sage. Archived from the original on 2019-04-01. Retrieved 2017-06-21.
  8. ^ "Racism". The Canadian Encyclopedia. 2013. Archived from the original on 8 June 2019. Retrieved 21 February 2016.
  9. ^ "Framework decision on combating racism and xenophobia". Council Framework Decision 2008/913/JHA of 28 November 2008. European Union. Retrieved 3 February 2011.
  10. ^ "International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination". UN Treaty Series. United Nations. Archived from the original on 4 August 2011. Retrieved 3 February 2011.
  11. ^ Rahman, M. T. (2011). Glosari Teori Sosial (PDF). Bandung: Ibnu Sina Press. hlm. 106. ISBN 978-602-99802-0-2. 
  12. ^ "How Love and Hate Influence Health and Racial Equity". RWJF (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-13. 
  13. ^ Fibbi, Rosita; Midtbøen, Arnfinn H.; Simon, Patrick (2021). "Migration and Discrimination". IMISCOE Research Series. doi:10.1007/978-3-030-67281-2. ISSN 2364-4087. Adorno’s theory of the authoritarian personality (Adorno et al. 1950) is iconic for highlighting intrapsychic factors as causes of blatant discrimination. Echoing Freud’s psychoanalysis, this theory argues that individuals inclined to conservatism, nationalism, and fascism tend to develop a rigid personality, think in rigid categories, express conventional beliefs, and often identify with and submit themselves to authority figures. According to Adorno, individuals with authoritarian personalities develop aversion toward differences to their own values and norms and thus express an overt negative attitude toward minority groups. 
  14. ^ National aids trust (February 2003). "THE PSYCHOLOGY OF PREJUDICE" (PDF). NAT (Fact sheet 7): 1. 
  15. ^ Crandall, Christian S.; Eshleman, Amy (2003). "A justification-suppression model of the expression and experience of prejudice". Psychological Bulletin. 129 (3): 414–46. doi:10.1037/0033-2909.129.3.414. PMID 12784937. S2CID 15659505.
  16. ^ Stephan, Walter G.; Ybarra, Oscar; Morrison, Kimberly Rios (2009). "Intergroup Threat Theory". In Nelson, Todd D. (ed.). Handbook of Prejudice, Stereotyping, and Discrimination. Psychology Press. Taylor and Francis Group. pp. 44. ISBN 9780805859522.
  17. ^ Sidanius, Jim; Pratto, Felicia; Bobo, Lawrence (1996). "Racism, conservatism, Affirmative Action, and intellectual sophistication: A matter of principled conservatism or group dominance?". Journal of Personality and Social Psychology. 70 (3): 476–90. CiteSeerX 10.1.1.474.1114. doi:10.1037/0022-3514.70.3.476.
  18. ^ Weir, K. (2023, May 18). Raising anti-racist children. Monitor on Psychology, 52(4)
  19. ^ Roberts, Steven O.; Bareket-Shavit, Carmelle; Dollins, Forrest A.; Goldie, Peter D.; Mortenson, Elizabeth (2020-11). "Racial Inequality in Psychological Research: Trends of the Past and Recommendations for the Future". Perspectives on Psychological Science (dalam bahasa Inggris). 15 (6): 1295–1309. doi:10.1177/1745691620927709. ISSN 1745-6916. 
  20. ^ "Terror Management Theory | Psychology Today". www.psychologytoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-13. 
  21. ^ "The Psychology of Racism | Psychology Today". www.psychologytoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-13. 
  22. ^ "Terror Management Theory: Thinking about death can bring out the worst in us". www.jcu.edu.sg (dalam bahasa Inggris). 2022-05-17. Diakses tanggal 2024-07-13. 
  23. ^ a b "The Neuroscience of Racism | Psychology Today". www.psychologytoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-14. The findings in the review article by Molenberghs (2013) make one thing clear: Racism is a highly complex problem, not only on the societal level but also in the brain. There is no single brain area involved in racism. Instead, a complex network of brain regions involved in social categorization, self-perception, empathy, pain, and face perception is involved in racism and other forms of in-group bias and out-group discrimination. 
  24. ^ Omi, Michael; Winant, Howard (1986). Racial Formation in the United States / From the 1960s to the 1980s. Routledge & Kegan Paul. p. 64. ISBN 978-0-7102-0970-2. We employ the term racialization to signify the extension of racial meaning to a previously racially unclassified relationship, social practice, or group.
  25. ^ St Louis, Brett (2005). "Racialization in the "zone of ambiguity"". In Murji, Karim; Solomos, John (eds.). Racialization: Studies in Theory and Practice. Oxford University Press. pp. 29–50. ISBN 0199257035.
  26. ^ Hoyt, Carlos (2016-01-19). The Arc of a Bad Idea: Understanding and Transcending Race. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-938627-7 – via Google Books.
  27. ^ Gans, Herbert J. (2017). "Racialization and racialization research". Ethnic and Racial Studies. 40 (3): 341–352. doi:10.1080/01419870.2017.1238497. ISSN 1466-4356. S2CID 152204468.
  28. ^ Popowich, Sam. "Research Guides: Race, Racialization and Racism: Key Concepts". libguides.uwinnipeg.ca (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-15. [...]Processes of racialization begin by attributing racial meaning to people's identity and, in particular,[...]. 
  29. ^ "THE PROCESS OF "RACIALIZATION"". www.yorku.ca. Diakses tanggal 2024-07-15. THE PROCESS OF RACIALIZATION “LABELS” AND “STIGMATIZES” A MINORITY GROUP BY LINKING IT WITH RACE ====>STIGMATIZATION: REFERS TO A MARK OF DISGRACE IMPOSED ON AN INDIVIDUAL BY OTHER INDIVIDUALS OR A SOCIAL GROUP. IN POPULAR USAGE IT OFTEN REFERS TO ANY NEGATIVE SANCTION OR DISAPPROVAL FOR NONCONFORMITY. AN UNDESIRABLE DIFFERENTNESS OF AN INDIVIDUAL THAT DISQUALIFIES HIM OR HER FROM FULL SOCIAL ACCEPTANCE. SOCIOLOGISTS ORIGINALLY USED THE TERM TO SHOW HOW HUMANS NOT ONLY SEEK TO CONTROL THE PHYSICAL WORLD BUT THE SOCIAL WORLD. ====>[...]MARGINALIZATION: REFERS TO THE STATUS OF A GROUP WHO DOES NOT HAVE FULL AND EQUAL ACCESS TO THE SOCIAL ECONOMIC, CULTURAL, AND POLITICAL INSTITUTIONS OF SOCIETY. 
  30. ^ Gans, Herbert J. (2017). "Racialization and racialization research". Ethnic and Racial Studies. 40 (3): 341–352. doi:10.1080/01419870.2017.1238497. ISSN 1466-4356. S2CID 152204468.
  31. ^ Meer, Nasar (2013-03-01). "Racialization and religion: race, culture and difference in the study of antisemitism and Islamophobia". Ethnic and Racial Studies. 36 (3): 385–398. doi:10.1080/01419870.2013.734392. ISSN 0141-9870. S2CID 144942470.
  32. ^ Joshi, Khyati Y. (2006-09-01). "The Racialization of Hinduism, Islam, and Sikhism in the United States". Equity & Excellence in Education. 39 (3): 211–226. doi:10.1080/10665680600790327. ISSN 1066-5684. S2CID 145652861.
  33. ^ Maldonado, Marta Maria (July 2009). "'It is their nature to do menial labour': The racialization of 'Latino/A workers' by agricultural employers". Ethnic and Racial Studies. 32 (6): 1026. doi:10.1080/01419870902802254. S2CID 143635150. 'It is their nature to do menial labour': the racialization of 'Latino/a workers' by agricultural employers
  34. ^ Maldonado, Marta Maria (Winter 2006). "Racial Triangulation of Latino/a Workers by Agricultural Employers". Human Organization. 65 (4): 360. doi:10.17730/humo.65.4.a84b5xykr0dvp91l.
  35. ^ Schill, Michael; Wachter, Susan (2001). "Principles to Guide Housing Policy at the Beginning of the Millennium". Cityscape: 5–19. CiteSeerX 10.1.1.536.5952.
  36. ^ Blundell, Jonathan (2014). Cambridge IGCSE® sociology coursebook. Cambridge, United Kingdom : Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-64513-4.
  37. ^ "What Is Social Stratification?". Archived from the original on 4 March 2021. Retrieved 11 March 2021.
  38. ^ "6.S: Social Stratification (Summary)". 13 December 2016. Archived from the original on 12 December 2019. Retrieved 11 March 2021.
  39. ^ "What Is Social Stratification, and Why Does It Matter?". Archived from the original on 16 April 2021. Retrieved 11 March 2021.
  40. ^ Longerich, Peter. "The Nazi Racial State". BBC. Retrieved 23 August 2020.
  41. ^ "Nation of Islam". Southern Poverty Law Centre. Retrieved 23 August 2020.
  42. ^ "Loyal White Knights of the Ku Klux Klan". Anti-Defamation League (ADL). Retrieved 23 August 2020.
  43. ^ "The End of Apartheid". US Department of State Archive. 7 January 2008. Retrieved 23 August 2020.