Calvinisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jonoo27 (bicara | kontrib)
Jonoo27 (bicara | kontrib)
Baris 191: Baris 191:


=== Hiper-Calvinisme ===
=== Hiper-Calvinisme ===
{{Main|Hiper-Calvinisme}}
Hiper-Calvinisme adalah keyakinan bahwa Allah menyelamatkan umat pilihan melalui kehendak kedaulatan-Nya tanpa atau hanya sedikit menggunakan metode (seperti penginjilan, khotbah, dan doa bagi yang hilang) dalam mewujudkan keselamatan itu. Hiper-Calvinis terlalu menekankan kedaulatan Allah dan terlalu mengabaikan tanggung jawab manusia dalam karya keselamatan.
Hiper-Calvinisme adalah keyakinan bahwa Allah menyelamatkan umat pilihan melalui kehendak kedaulatan-Nya tanpa atau hanya sedikit menggunakan metode (seperti penginjilan, khotbah, dan doa bagi yang hilang) dalam mewujudkan keselamatan itu. Hiper-Calvinis terlalu menekankan kedaulatan Allah dan terlalu mengabaikan tanggung jawab manusia dalam karya keselamatan.



Revisi per 17 April 2024 06.39

Patung Guillaume Farel, Yohanes Calvin, Theodore Beza, dan John Knox, teolog yang paling berpengaruh dalam mengembangkan iman Reformed, di Tembok Reformasi di Jenewa

Calvinisme, yang juga disebut tradisi Reformed, iman Reformed,[1] atau Hervormd[2], adalah cabang utama Protestanisme yang mengikuti tradisi teologi Kristen dan pendekatan terhadap kehidupan Kristen yang dicetuskan oleh reformator Prancis John Calvin dan para teolog era Reformasi lainnya. Teologi Reformed menekankan kedaulatan Allah atas segala sesuatu dan otoritas Alkitab.[3]

Label "Calvinisme" dapat disalahpahami, karena tradisi Reformed yang ditunjukkan dengan label tersebut memiliki keragaman, dengan berbagai macam pengaruh, dan bukan hanya satu pendiri. Namun, hampir semuanya sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Agustinus dari Hippo seribu dua ratus tahun sebelum Reformasi.[4] Teologi Reformed juga dikembangkan oleh teologi-teolog seperti Ulrich Zwingli, Heinrich Bullinger, Peter Martyr Vermigli, dan Martin Bucer, dan juga dipengaruhi oleh para reformator Inggris seperti Thomas Cranmer dan John Jewel.

Tokoh yang dijadikan nama gerakan ini, reformator Prancis John Calvin, memeluk keyakinan Protestan pada akhir 1520-an atau awal 1530-an, ketika gagasan-gagasan awal dari tradisi Reformed sudah dipeluk oleh Ulrich Zwingli. Gerakan ini pertama kali disebut "Calvinisme" pada awal tahun 1550-an oleh kaum Lutheran yang menentangnya. Banyak orang dalam tradisi ini menganggapnya sebagai istilah yang tidak jelas atau tidak tepat dan lebih memilih istilah Reformed.[5][1]

Etimologi

Calvinisme berasal dari nama Yohanes Calvin dan pertama kali digunakan oleh seorang teolog Lutheran pada tahun 1552. Meskipun praktik umum Gereja Katolik Roma adalah menamai bidat dengan nama pendirinya, istilah ini berasal dari kalangan Lutheran. Calvin sendiri mengecam sebutan ini:

Mereka tidak dapat memberikan penghinaan yang lebih besar kepada kita daripada kata ini, Calvinisme. Tidak sulit untuk menebak dari mana datangnya kebencian yang begitu mematikan yang mereka tujukan kepada saya.

— Yohanes Calvin, Leçons ou commentaires et expositions sur les révélations du prophète Jeremie, 1565[6]

Meskipun berkonotasi negatif, sebutan ini menjadi semakin populer untuk membedakan Calvinis dari Lutheran dan cabang-cabang Protestan lainnya yang muncul kemudian. Namun, sebagian besar gereja yang menelusuri sejarah mereka kembali ke Calvin (termasuk Presbiterian, Kongregasionalis, dan gereja-gereja Calvinis lainnya) tidak menggunakan sebutan Calvinis karena mereka merasa sebutan "Reformed" secara umum lebih tepat untuk digunakan. Gereja-gereja ini mengklaim diri mereka sebagai—sesuai dengan kata-kata Yohanes Calvin sendiri—gereja yang "diperbaharui sesuai dengan tatanan Injil yang benar".

Sejak kontroversi Arminian, tradisi Reformed—sebagai sebuah cabang Protestan yang dibedakan dari Lutheranisme—terbagi menjadi dua kelompok: Arminian dan Calvinis.[7][8] Namun, sekarang ini jarang sekali Arminian disebut sebagai bagian dari tradisi Reformed, karena mayoritas Arminian saat ini adalah anggota dari Gereja-gereja Metodis, Gereja-gereja Baptis Umum, atau gereja-gereja Pentakosta. Meskipun tradisi teologi Reformed membahas semua topik tradisional teologi Kristen, kata Calvinisme sering kali digunakan untuk merujuk kepada pandangan-pandangan Calvinis tertentu mengenai soteriologi dan predestinasi, yang dirangkum dalam Lima Poin Calvinisme. Beberapa orang juga berpendapat bahwa Calvinisme secara keseluruhan menekankan kedaulatan atau pemerintahan Allah dalam segala hal termasuk keselamatan.

Sejarah

Calvin berkhotbah di Katedral Saint-Pierre di Jenewa.
Sampul magnum opus Calvin, Institutio Christianae Religionis, diterbitkan pada tahun 1536

Awal Mula

Para teolog Reformed gelombang pertama meliputi Huldrych Zwingli (1484-1531), Martin Bucer (1491-1551), Wolfgang Capito (1478-1541), Yohanes Oecolampadius (1482-1531), dan Guillaume Farel (1489-1565). Meskipun berasal dari latar belakang akademis yang berbeda, karya-karya mereka telah memuat tema-tema utama dalam teologi Reformed, khususnya prioritas Alkitab sebagai sumber otoritas. Alkitab juga dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh, yang mengarah pada teologi kovenan tentang sakramen baptisan dan Perjamuan Kudus sebagai tanda-tanda yang nyata dari kovenan anugerah. Perspektif bersama lainnya adalah penyangkalan mereka akan kehadiran Kristus yang nyata di dalam Perjamuan Kudus. Mereka memahami keselamatan hanya melalui anugerah dan menegaskan doktrin pemilihan tanpa syarat, ajaran bahwa beberapa orang dipilih oleh Allah untuk diselamatkan. Sedangkan, doktrin pembenaran hanya oleh iman, yang juga dikenal sebagai sola fide,[9] merupakan warisan langsung dari Luther.[10]

Reformator generasi kedua adalah Yohanes Calvin (1509-1564), Heinrich Bullinger (1504-1575), Wolfgang Musculus (1497-1563), Petrus Martir Vermigli (1500-1562), dan Andreas Hyperius (1511-1564). Menjelang pertengahan abad ke-16, kepercayaan-kepercayaan ini dibentuk menjadi satu pengakuan iman yang konsisten, yang akan membentuk definisi masa depan iman Reformed. Konsensus Tigurinus tahun 1549 mempersatukan teologi memorialis Zwingli dan Bullinger tentang Perjamuan Kudus, yang mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus hanyalah sebuah peringatan akan kematian Kristus, dengan pandangan Calvin tentang Perjamuan Kudus sebagai sebuah sarana anugerah dimana Kristus benar-benar hadir, meskipun secara rohani dan bukan secara jasmani seperti dalam doktrin Katolik. Dokumen ini menunjukkan adanya keragaman dan juga kesatuan dalam teologi Reformed awal, yang memberikan stabilitas yang memungkinkannya untuk menyebar dengan cepat ke seluruh Eropa.

Pengaruh internasional Yohanes Calvin dalam perkembangan doktrin-doktrin Reformasi Protestan dimulai ketika ia berusia 25 tahun, ketika ia mulai menulis edisi pertamanya dari Institutio: Pengajaran Agama Kristen pada 1534 (diterbitkan pada 1536). Karya ini mengalami sejumlah revisi pada masa hidupnya, termasuk terjemahan yang mengesankan ke dalam bahasa Prancis sehari-hari. Lewat Institutio bersama dengan karya-karya polemik dan penggembalaan Calvin, sumbangan-sumbangannya terhadap dokumen-dokumen konfesional untuk digunakan di gereja-gereja, dan sumbangannya yang besar dalam bentuk tafsir Alkitab, Calvin memberikan pengaruh secara pribadi yang besar terhadap Protestanisme. Ia hanyalah salah satu di antara banyak tokoh lainnya yang memengaruhi doktrin-doktrin gereja-gereja Reformed, meskipun akhirnya ia menjadi yang paling terkemuka.

Calvin adalah seorang pengungsi Prancis di Jenewa. Ia telah menandatangani Pengakuan Iman Augsburg Lutheran setelah direvisi oleh Melanchton pada 1540, tetapi pengaruhnya pertama-tama dirasakan dalam Reformasi Swiss, yang tidak bersifat Lutheran, melainkan lebih mengikuti Ulrich Zwingli. Sejak awal telah jelas bahwa doktrin gereja-gereja Reformed berkembang dalam arah yang bebas dari Luther, di bawah sejumlah penulis dan pembaharu, termasuk Calvin yang kelak menjadi sangat menonjol. Jauh di kemudian hari, ketika kemashyurannya dihubungkan dengan gereja-gereja Reformed, seluruh kumpulan ajarannya kemudian disebut sebagai "Calvinisme".

Penyebaran

Calvinisme awal dikenal dengan gereja-gereja yang sederhana dan tanpa hiasan seperti yang digambarkan dalam lukisan tahun 1661 ini mengenai bagian dalam Oude Kerk, Amsterdam

Meskipun banyak dari praktik Calvin dilakukan di Jenewa, karya-karyanya menyebarkan gagasan-gagasannya tentang gereja yang tereformasi yang benar ke banyak bagian Eropa. Di Swiss, beberapa kanton menjadi Reformed, dan beberapa adalah Katolik. Calvinisme menjadi doktrin yang dominan dalam Gereja Skotlandia, Republik Belanda, beberapa komunitas di Flanders, dan bagian-bagian Jerman, khususnya yang berdekatan dengan Belanda di Pfalz, Kassel, dan Lippe, disebarkan oleh Olevianus dan Zacharias Ursinus. Di Hungaria Timur dan wilayah-wilayah Transilvania yang berbahasa Hungaria, Calvinisme dilindungi oleh bangsawan setempat sehingga menjadi agama yang penting. Saat ini ada sekitar 3.5 juta orang Reformed Hungaria di seluruh dunia.[11]

Calvinisme berpengaruh juga di Prancis, Lithuania, dan Polandia sebelum sebagian besar terhapus selama Kontra Reformasi. Salah satu teolog Reformed Polandia yang paling penting adalah John a Lasco, yang juga terlibat dalam mengurus gereja-gereja di Frisia Timur dan Gereja Orang Asing di London.[12] Di kemudian hari, sebuah faksi yang dikenal sebagai Persaudaraan Polandia memisahkan diri dari Calvinisme pada tanggal 22 Januari 1556, ketika Piotr of Goniądz, seorang siswa Polandia, berbicara menentang doktrin Tritunggal dalam sinode umum gereja-gereja Reformed di Poland yang diadakan di desa Secemin.[13] Calvinisme menjadi populer di Skandinavia, khususnya di Swedia, tetapi kemudian ditolak karena mereka lebih memilih Lutheranisme setelah Sinode Uppsala pada tahun 1593.[14]

Banyak pemukim Eropa abad ke-17 di Tiga Belas Koloni di Amerika Britania adalah orang-orang Calvinis, yang beremigrasi karena perselisihan mengenai struktur gereja, termasuk pada Pilgrim Fathers. Beberapa lainnya diasingkan secara terpaksa, termasuk kaum Huguenot dari Prancis. Para pemukim Calvinis Belanda juga merupakan kolonis-kolonis Eropa pertama yang sukses di Afrika Selatan, mulai dari abad ke-17. Mereka kemudian dikenal sebagai orang-orang Boer atau Afrikaner.

Sebagian besar wilayah Sierra Leone dihuni oleh para pemukim Calvinis dari Nova Scotia, yang umumnya adalah loyalis kulit hitam, yakni orang-orang kulit hitam yang berjuang untuk Britania pada masa Perang Kemerdekaan Amerika. John Marrant mendirikan sebuah jemaat di sana di bawah asuhan Koneksi Huntingdon. Sebagian dari gereja-gereja Calvinis terbesar dimulai oleh tenaga-tenaga misi abad ke-19 dan 20. Beberapa komuni yang sangat besar adalah gereja-gereja di Indonesia, Korea dan Nigeria. Di Korea Selatan, Presbiterianisme adalah denominasi Kristen yang terbesar.[15]

Sebuah laporan tahun 2011 dari Pew Forum mengenai Kehidupan Religius dan Publik memperkirakan bahwa anggota dari gereja-gereja Presbiterian atau Reformed merupakan 7% dari 801 juta orang Protestan yang diperkirakan secara global, atau sekitar 56 juta orang.[16] Meskipun begitu, iman Reformed yang didefinisikan secara las jauh lebih besar, karena hal ini termasuk Gereja Kongregasionalis (0.5%), sebagian besar dari gereja-gereja yang bersatu (gabungan dari beberapa denominasi) (7.2%) dan sangat mungkin beberapa denominasi Protestan lainnya (38.2%). Ketiga hal ini adalah kategori yang terpisah dari Presbiterian atau Reformed (7%) dalam laporan ini.

Persekutuan Gereja-Gereja Reformed Sedunia (WCRC), yang meliputi beberapa Gereja Bersatu, memiliki anggota 80 juta orang.[17] WCRC adalah komuni Kristen terbesar ketiga di dunia Gereja Roma Katolik dan Gereja-Gereja Ortodoks Timur.[18]

Banyak gereja-gereja Reformed yang konservatif yang sangat Calvinistik membentuk World Reformed Fellowship yang memiliki sekitar 70 denominasi anggota. Sebagian besar anggotanya bukan anggota dari Persekutuan Gereja-Gereja Reformed Sedunia karena sifatnya yang ekumenis. International Conference of Reformed Churches juga adalah asosiasi konservatif lainnya.

Pengakuan iman

Secara umum, gereja-gereja Calvinis bukan berpegang pada pengajaran Yohanes Calvin sebagai dasar pengajaran mereka, tetapi kepada pengakuan-pengakuan iman Calvinis, seperti:

Teologi

Pewahyuan dan Alkitab

Segel Gereja Presbiterian di Amerika Serikat, sebuah gereja Presbiterian Amerika awal yang didirikan pada tahun 1789

Para teolog Reformed percaya bahwa Allah mengkomunikasikan pengetahuan akan diri-Nya melalui Firman Allah. Manusia tidak dapat mengetahui apa pun tentang Allah selain melalui penyataan diri-Nya. (Dengan pengecualian wahyu umum Allah; "Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih." (Roma 1:20) Spekulasi mengenai apa pun yang tidak Allah nyatakan melalui Firman-Nya adalah tidak terjamin. Pengetahuan yang dimiliki manusia tentang Allah adalah berbeda dari apa yang mereka miliki tentang hal lainnya karena Allah itu tidak terbatas, dan manusia terbatas tidak mampu memahami sepenuhnya sebuah keberadaan yang tidak terbatas. Meskipun pengetahuan yang diwahyukan Allah kepada manusia tidak pernah salah, namun pengetahuan itu juga tidak pernah lengkap.[19]

Menurut para teolog Reformed, pewahyuan diri Allah selalu dilakukan melalui putranya Yesus Kristus, karena Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Pewahyuan Allah melalui Kristus datang melalui dua saluran. Yang pertama adalah penciptaan dan providensia, yang adalah tindakan Allah dalam mencipta dan terus bekerja dalam dunia ini. Tindakan Allh ini memberikan semua orang pengetahuan mengenai Allah, tetapi pengetahuan ini hanya cukup untuk membuat manusia dapat disalahkan atas dosa mereka; pengetahuan ini tidak meliputi pengetahuan akan injil. Saluran kedua yang Allah gunakan untuk menyatakan dirinya adalah penebusan, yang adalah injil keselamatan dari hukuman atas dosa.[20]

Dalam teologi Reformed, Firman Allah mengambil beberapa rupa. Yesus Kristus sendiri adalah Firman yang Menjelma. Nubuat-nubuat mengenai dia yang menurut mereka ditemukan dalam Perjanjian Lama dan pelayanan para rasul yang melihatnya dan menyebarkan pesannya juga adalah Firman Allah. Selain itu, khotbah dari para pengkhotbah mengenai Allah adalah Firman Allah juga karena Allah dianggap berbicara melalui mereka. Allah juga berbicara melalui para penulis manusia dalam Alkitab, yang terdiri dari teks-teks yang dikhususkan Allah untuk pewahyuan diri.[21] Para teolog Reformed menekankan Alkitab sarana penting yang unik yang digunakan Allah untuk berkomunikasi dengan manusia. Manusia mendapatkan pengetahuan akan Allah melalui Alkitab yang tidak bisa didapatkan melalui cara lainnya.[22]

Para teolog Reformed menegaskan bahwa Alkitab adalah benar, tetapi beberapa perbedaan muncul di antara mereka mengenai arti dan sejauh mana kebenarannya.[23] Pengikut konservatif dari para teolog Princeton memegang pandangan bahwa Alkitab adalah benar dan (ineran), atau tidak mampu memiliki kesalahan di semua tempat.[24] Pandangan ini mirip dengan pandangan ortodoks Gereja Katolik dan juga Evangelikalisme modern.[25] Pandangan lain, dipengaruhi oleh pengajaran Karl Barth dan neo-ortodoksi, ditemukan dalam Pengakuan Iman tahun 1967 dari Gereja Presbiterian (AS) (PCUSA). Mereka yang memegang pandangan ini percaya Alkitab sebagai sumber utama pengetahuan kita akan Allah, tetapi juga bahwa beberapa bagian Alkitab bisa salah, bukan saksi bagi Kristus, dan tidak normatif bagi gereja masa kini.[24] Menurut pandangan ini, Kristus adalah wahyu dari Allah, dan kitab suci menjadi saksi dari wahyu ini dan bukan wahyu itu sendiri.[26]

Teologi kovenan

Kejatuhan Manusia oleh Jacob Jordaens

Para teolog Reformed menggunakan konsep kovenan atau perjanjian untuk menggambarkan cara Allah memasuki persekutuan dengan manusia dalam sejarah.[27] Konsep kovenan sangat utama dalam teologi Reformed sehingga teologi Reformed dalam keutuhannya kadang disebut sebagai "teologi kovenan".[28] Namun, para teolog abad ke-16 dan ke-17 mengembangkan sebuah sistem teologi khusus yang disebut "teologi kovenan" atau "teologi federal" yang banyak gereja-gereja Reformed konservatif masih pegang hari ini.[27] Kerangka ini menata kehidupan Allah dengan manusia terutama dalam dua kovenan: kovenan kerja dan kovenan anugerah.[29]

Kovenan kerja dibuat dengan Adam dan Hawa di Taman Eden. Syarat dari kovenan tersebut adalah bahwa Allah menyediakan kehidupan yang diberkati di dalam taman dengan ketentuan bahwa Adam dan Hawa menaati hukum Allah dengan sempurna. Karena Adam dan Hawa merusak kovenan tersebut dengan memakan buah terlarang, mereka harus dihukum mati dan diusir dari taman. Dosa ini diturunkan ke semua umat manusia karena semua orang dikatakan sebagai dalam Adam sebagai kepala kovenantal atau "federal". Para teolog federal biasanya mengimplikasikan bahwa Adam dan Hawa akan mendapatkan kehidupan abadi jika mereka taat dengan sempurna.[30]

Kovenan kedua, disebut sebagai kovenan anugerah, dikatakan sebagai langsung dibuat setelah dosa Adam dan Hawa. Di dalamnya, Allah dengan penuh anugerah menawarkan keselamatan dari kematian dengan ketentuan iman kepada Allah. Kovenan ini dijalankan dalam beberapa cara di seluruh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tetapi mempertahankan substansinya yang bebas dari persyaratan akan ketaatan sempurna.[31]

Melalui pengaruh Karl Barth, banyak teolog Reformed kontemporer telah membuang kovenan kerja, bersamaan dengan konsep lain teologi federal. Barth melihat kovenan kerja sebagai terputus dari Kristus dan injil, dan menolak gagasan bahwa Allah bekerja dengan manusia dalam cara ini. Sebaliknya, Barth berargumen bahwa Allah terus berinteraksi dengan manusia di bawah kovenan anugerah, dan bahwa kovenan anugerah bebas dari semua ketentuan apa pun. Teologi Barth dan yang mengikutinya telah disebut sebagai "mono kovenantal" sebagai lawan dari skema "bi-kovenantal" dari teologi federal klasik.[32] Teolog Reformed konservatif kontemporer, seperti John Murray, juga telah menolak gagasan mengenai kovenan didasarkan pada hukum dan bukan anugerah. Meskipun begitu, Michael Horton telah membela kovenan kerja sebagai menggabungkan prinsip-prinsip hukum dan kasih.[33]

Allah

Perisai Tritunggal menggambarkan doktrin Tritunggal klasik.

Pada umumnya, tradisi Reformed tidak mengubah konsensus abad pertengahan tentang doktrin Allah.[34] Karakter Allah terutama digambarkan menggunakan tiga adjektiva: kekal, tidak terbatas, dan tidak dapat berubah.[35] Para teolog Reformed seperti Shirley Guthrie telah mengajukan bahwa daripada memahami Allah dalam hal sifat-sifat-Nya dan kebebasan-Nya untuk melakukan apa yang Ia kehendaki doktrin Allah harus didasarkan pada karya Allah dalam sejarah dan kebebasan-Nya untuk hidup bersama dan memberdayakan manusia.[36]

Para teolog Reformed juga secara tradisional telah mengikuti tradisi abad pertengahan sejak sebelum konsili-konsili gereja mula-mula Nicaea dan Kalsedon tentang doktrin Tritunggal. Allah ditegaskan sebagai satu Allah dalam tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Anak (Kristus) dipercaya sebagai secara kekal diperanakkan oleh Bapa dan Roh Kudus secara kekal keluar dari Bapa dan Anak.[37] Namun, para teolog kontemporer juga telah mengkritik aspek-aspek pandangan Barat di sini. Berdasarkan tradisi Timur, para teolog Reformed ini mengajukan "trinitarianisme sosial" di mana pribadi-pribadi Tritunggal hanya ada dalam kehidupan mereka bersama sebagai pribadi-dalam-relasi.[37] Pengakuan-pengakuan iman Reformed kontemporer seperti Deklarasi Barmen dan Pernyataan Iman Singkat Gereja Presbiterian (AS) telah menghindari pembahasan mengenai sifat-sifat Allah dan menekankan karya-Nya dalam hal rekonsiliasi dan pemberdayaan manusia.[38] Teolog feminis Letty Russell menggunakan penggambaran kemitraan untuk pribadi-pribadi Tritunggal. Menurut Russell, berpikir dengan cara ini mendorong orang-orang Kristen untuk berinteraksi dalam hal persekutuan dan bukan hubungan timbal balik.[39] Namun, teolog Reformed konservatif Michael Horton, telah berargumen bahwa trinitarianisme sosial tidak dapat dipertahankan karena meninggalkan kesatuan yang esensial dari Allah dan menggantinya dengan sebuah komunitas dari keberadaan-keberadaan yang terpisah.[40]

Kristus dan pendamaian

Para teolog Reformed menegaskan kepercayaan Kristen historis bahwa Kristus adalah secara kekal satu pribadi dengan natur ilahi dan natur manusia. Orang-orang Kristen Reformed telah secara khusus menekankan bahwa Kristus sungguh-sungguh menjadi manusia supaya manusia bisa diselamatkan.[41] Natur manusia Kristus telah menjadi titik perdebatan antara Kristologi Reformed dan Lutheran. Sesuai dengan kepercayaan bahwa manusia yang terbatas tidak dapat meliputi keilahian yang tidak terbatas, para teolog Reformed memegang bahwa tubuh manusia Kristus tidak bisa berada di berbagai tempat pada saat yang sama. Karena para Lutheran percaya bahwa Kristus hadir secara jasmani dalam Ekaristi, mereka memegang bahwa Kristus hadir secara jasmani di banyak tempat pada saat yang sama. Untuk orang-orang Kristen Reformed, kepercayaan semacam itu menyangkal bahwa Kristus benar-benar menjadi manusia.[42] Beberapa teolog Reformed kontemporer telah meninggalkan bahasa tradisional tentang satu pribadi dalam dua natur, menganggapnya sebagai tidak dapat dimengerti oleh orang-orang kontemporer. Sebaliknya, mereka cenderung menekankan konteks dan kekhususan Yesus sebagai seorang Yahudi abad pertama.[43]

Yohanes Calvin dan banyak teolog Reformed yang mengikutinya menggambarkan karya penebusan Kristus sebagai jabatan rangkap tiga: nabi, imam, dan raja. Kristus dikatakan sebagai seorang nabi karena Ia mengajarkan doktrin yang sempurna, seorang imam karena Ia bersyafaat kepada Bapa mewakili orang-orang percaya dan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban untuk dosa, dan seorang raja karena Ia memerintah atas gereja dan berperang mewakili orang-orang percaya. Jabatan rangkap tiga Kristus mengaitkan karya Kristus dengan karya Allah di Israel kuno.[44] Banyak, tetapi tidak semua, teolog Reformed terus menggunakan jabatan rangkap tiga sebagai kerangka kerja karena penekanannya pada hubungan karya Kristus dengan Israel. Namun, mereka telah seringkali menginterpretasi ulang makna dari masing-masing jabatan.[45] Contohnya, Karl Barth menginterpretasikan jabatan nabi Kristus dalam hal keterlibatan politik mewakili masyarakat miskin.[46]

Orang Kristen percaya bahwa kematian dan kebangkitan Yesus menjadikan mungkin bagi orang-orang percaya menjadi untuk mendapatkan pengampunan dosa dan rekonsiliasi dengan Allah melalui pendamaian. Kaum Protestan Reformed pada umumnya memegang sebuah pandangan khusus tentang pendamaian yang disebut sebagai pendamaian substitusi penal, yang menjelaskan kematian Kristus sebagai pembayaran korban bagi dosa. Kristus dipercaya mati menggantikan orang percaya, yang diperhitungkan benar sebagai hasil dari pembayaran korban ini.[47]

Dosa

Dalam teologi Kristen, manusia diciptakan baik dan dalam gambar Allah tetapi telah menjadi rusak oleh dosa, yang menyebabkan mereka menjadi tidak sempurna dan terlalu mementingkan diri sendiri.[48] Orang-orang Kristen Reformed, mengikuti tradisi Agustinus dari Hippo, percaya bahwa kerusakan natur manusia ini disebabkan oleh dosa pertama Adam dan Hawa, sebuah doktrin yang disebut sebagai dosa asal.

Meskipun penulis-penulis Kristen terdahulu mengajarkan unsur-unsur kematian jasmani, kelemahan moral, dan kecenderungan untuk berbuat dosa dalam dosa asal, Agustinus adalah yang pertama untuk menambahkan konsep kebersalahan (reatus) yang diwariskan dari Adam di mana setiap bayi dilahirkan dalam kondisi terkutuk secara kekal dan manusia tidak memiliki kemampuan yang tersisa untuk berespons terhadap Allah.[49] Para teolog Reformed menekankan bahwa keberdosaan ini mempengaruhi seluruh natur seseorang, termasuk kehendak mereka. Pandangan ini, bahwa dosa sangat mendominasi manusia sehingga mereka tidak mampu menghindari dosa, disebut sebagai kerusakan total.[50] Sebagai akibat, setiap dari keturunan mereka mewarisi noda kerusakan. Kondisi ini, yang menjadi kondisi bawaan setiap manusia, dikenal dalam teologi Kristen sebagai dosa asal.

Menurut Calvin, dosa asal adalah "kerusakan natur kita yang diwariskan, menjangkau seluruh bagian jiwa." Calvin menegaskan manusia sangat dibengkokkan oleh dosa asal sehingga "semua yang pikiran kita hasilkan, renungkan, rencanakan, dan putuskan, selalu adalah kejahatan." Kondisi rusak dari setiap manusia bukanlah akibat dari dosa yang orang lakukan dalam hidup mereka. Sebaliknya, sebelum manusia dilahirkan, ketika masih berada di dalam kandungan ibu, "kita dalam pandangan Allah adalah tercemar." Menurut Calvin, manusia dengan benar dibinasakan ke neraka karena keadaan mereka yang rusak adalah "secara alamiah dibenci Allah."[51]

Istilah "kerusakan total" dapat dengan mudah disalah mengerti untuk berarti bahwa manusia tidak memiliki kebaikan apa pun atau tidak mampu melakukan hal baik apa pun. Namun, pengajaran Reformed sebenarnya adalah bahwa meskipun manusia terus membawa gambar Allah dan melakukan hal yang terlihat baik di luar, niat mereka yang berdosa mempengaruhi keseluruhan natur dan tindakan mereka sehingga mereka tidak memperkenan Allah.[52]

Beberapa teolog kontemporer dalam tradisi Reformed, seperti mereka yang diasosiasikan dengan Pengakuan Iman tahun 1967 dari Gereja Presbiterian (AS), telah menekankan sifat sosial dari keberdosaan manusia. Para teolog ini berusaha memberikan perhatian pada isu-isu keadilan lingkungan, ekonomi, dan politik sebagai bagian kehidupan manusia yang telah terdampak oleh dosa.[53]

Keselamatan

Perumpamaan Anak yang Hilang, digambarkan dalam sebuah lukisan karya Rembrandt, menggambarkan pengampunan.

Para teolog Reformed, bersama orang-orang Protestan lainnya, percaya keselamatan dari hukuman dosa adalah diberikan kepada semua yang memiliki iman kepada Kristus.[54] Iman tidak murni intelektual, tetapi melibatkan percaya pada janji Allah untuk menyelamatkan.[55] Orang-orang Protestan tidak memegang adanya syarat lain untuk keselamatan, tetapi bahwa hanya iman adalah cukup.[54]

Pembenaran adalah bagian dari keselamatan di mana Allah mengampuni dosa mereka yang percaya kepada Kristus. Secara historis, menurut orang-orang Protestan, pembenaran adalah kepercayaan terpenting dari iman Kristen, meskipun baru-baru ini kadang kurang dipentingkan penting karena kepentingan ekumenis.[56] Manusia dalam dirinya sendiri tidak mampu untuk sepenuhnya bertobat dari dosa-dosa mereka atau mempersiapkan diri mereka untuk bertobat karena keberdosaan mereka. Oleh karena itu, pembenaran dipercaya muncul semata-mata dari tindakan Allah yang bebas dan beranugerah.[57]

Pengudusan adalah bagian dari keselamatan di mana Allah membuat orang-orang percaya menjadi kudus, dengan memampukan mereka untuk menjalankan kasih yang lebih besar kepada Allah dan kepada orang lain.[58] Pekerjaan baik yang dilakukan oleh orang-orang percaya saat mereka dikuduskan dinilai sebagai hasil yang harus ada dari keselamatan orang percaya, meskipun mereka tidak menyebabkan orang percaya tersebut diselamatkan.[55] Pengudusan, seperti pembenaran, adalah melalui iman, karena melakukan pekerjaan baik hanya sesederhana hidup sebagai anak Allah sebagaimana mereka telah dijadikan.[59]

Predestinasi

Para teolog Reformed mengajarkan bahwa dosa sangat berdampak pada natur manusia sehingga mereka tidak mampu menjalankan imannya kepada Kristus dengan kehendak mereka sendiri. Meskipun manusia tetap memiliki kehendak bebas, di dalamnya mereka berdosa dengan keinginannya sendiri berbuat dosa, mereka tidak mampu untuk tidak berdosa karena kerusakan mereka yang disebabkan dosa asal. Orang-orang Kristen Reformed percaya bahwa Allah menetapkan beberapa orang untuk diselamatkan dan lainnya untuk kebinasaan kekal.[60] Pemilihan oleh Allah untuk menyelamatkan beberapa dipercaya sebagai tanpa syarat dan tidak didasarkan pada karakteristik atau tindakan apa pun dari pribadi manusia yang dipilih. Pandangan ini berlawanan dengan pandangan Arminian bahwa pemilihan Allah untuk menyelamatkan siapa adalah bersyarat atau didasarkan pada pra-pengetahuannya akan siapa yang akan berespons secara positif kepada Allah. [61]

Karl Barth menginterpretasi ulang doktrin predestinasi Reformed menjadi hanya berlaku pada Kristus. Individu manusia hanya dikatakan dipilih melalui mereka berada di dalam Kristus.[62] Para teolog Reformed yang mengikuti Barth, termasuk Jürgen Moltmann, David Migliore, dan Shirley Guthrie, telah berargumen bahwa konsep predestinasi tradisional Reformed bersifat spekulatif dan telah mengajukan model-model alternatif. Para teolog ini mengklaim bahwa sebuah doktrin trinitarian yang benar menekankan kebebasan Allah untuk mengasihi semua manusia, dan bukannya memilih beberapa untuk keselamatan dan lainnya untuk kebinasaan. Keadilan Allah terhadap dan kebinasaan dari orang-orang berdosa dikatakan oleh para teolog ini sebagai hasil dari kasiih-Nya kepada mereka dan sebuah keinginan untuk mereka berekonsiliasi dengan-Nya.[63]

Lima Poin Calvinisme

Teologi Calvinis kadang-kadang diidentifikasi dengan lima poin Calvinisme, atau disebut juga doktrin rahmat, yang merupakan sebuah respon poin demi poin terhadap lima poin dari Remonstrans Arminian (lihat Sejarah perdebatan Calvinis-Arminian) dan yang berfungsi sebagai sebuah ringkasan dari keputusan yang dihasilkan oleh Sinode Dordrecht (juga disebut Sinode Dordt atau Dort) tahun 1619. Calvin sendiri tidak pernah digunakan seperti model dan tidak pernah diperangi secara langsung oleh Arminianisme.

Kelima poin itu berfungsi sebagai ringkasan perbedaan antara Calvinisme dan Arminianisme, tetapi bukan sebagai ringkasan lengkap dari tulisan Calvin atau teologi gereja-gereja Reformed pada umumnya. Dalam bahasa Inggris, kadang-kadang dikenal dengan singkatan TULIP:

Meskipun ini urutannya berbeda daripada Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht. Inti dari penegasan kanon ini adalah bahwa Allah mampu menyelamatkan setiap orang yang kepadanya telah diberikan rahmat dan bahwa apa yang dilakukan-Nya tidak dapat digagalkan oleh kefasikan atau ketidakmampuan manusia.

Gereja

Yohanes Calvin digambarkan di ranjang kematiannya bersama anggota-anggota gereja dalam Momen-momen akhir Calvin, sebuah lukisan akhir abad ke-19 oleh Lluís Domènech i Montaner

Orang-orang Kristen Reformed memandang Gereja Kristen sebagai komunitas yang dengannya Allah telah membuat kovenan anugerah, sebuah janji kehidupan kekal dan relasi dengan Allah. Kovenan ini menjangkau mereka yang berada di bawah "kovenan lama" yang Allah pilih, dimulai dengan Abraham dan Sara.[64] Gereja dipahami sebagai sesuatu yang tidak kelihatan dan kelihatan. Gereja yang tidak kelihatan adalah sebuah tubuh yang terdiri dari semua orang percaya, yang hanya diketahui oleh Allah. Gereja yang kelihatan adalah badan institusi yang terdiri atas anggota-anggota gereja yang tidak kelihatan serta mereka yang terlihat memiliki iman kepada Kristus, tetapi tidak sungguh-sungguh menjadi bagian dari kaum pilihan Allah.[65]

Untuk mengidentifikasi gereja yang kelihatan, para teolog Reformed telah berbicara mengenai tanda-tanda tertentu dari Gereja. Bagi beberapa orang, satu-satunya tanda adalah pemberitaan yang murni dari injil Kristus. Lainnya, termasuk Yohanes Calvin, juga memasukkan penyelenggaraan yang benar dari sakramen-sakramen. Lainnya lagi, seperti mereka yang mengikuti Pengakuan Iman Skotlandia, memasukkan tanda ketiga, yaitu penyelenggaraan yang benar dari disiplin gereja, atau melaksanakan kecaman terhadap pendosa yang tidak bertobat. Tanda-tanda ini mengizinkan orang-orang Reformed untuk mengidentifikasi gereja berdasarkan kesesuaiannya dengan Alkitab dan Magisterium atau tradisi gereja.[65]

Urutan logis dari dekrit Allah

Dalam teologi Calvinis skolastik, ada dua aliran dari pemikiran mengenai kapan dan siapa yang dipredestinasikan Allah:

  • Supralapsarianisme (dari bahasa Latin: supra, "di atas", yang berarti "sebelum" + lapsus, "jatuh"), atau Antelapsarianisme, kadang-kadang disebut "Calvinisme tinggi", yang berpendapat bahwa Allah menetapkan sebagian orang untuk keselamatan dan sebagian untuk kebinasaan sebelum manusia jatuh ke dalam dosa.[66]
  • Infralapsarianisme (dari bahasa Latin: infra, "di bawah", yang berarti "setelah" + lapsus, "jatuh") atau dikenal juga dengan sublapsarianisme atau postlapsarianisme, kadang-kadang disebut "Calvinisme rendah", berpendapat bahwa penetapan Allah terhadap siapa yang dipilih dan siapa yang ditolak terjadi setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa.[66]
Perbedaan pandangan Lapsarian
Supralapsarianisme
Antelapsarianisme
Infralapsarianisme
Sublapsarianisme
Postlapsarianisme
Pemilihan untuk keselamatan dan penentuan kebinasaan
Penciptaan manusia pilihan dan non-pilihan Penciptaan manusia
Mengizinkan kejatuhan
Penebusan bagi orang-orang pilihan oleh Kristus Pemilihan untuk keselamatan dan penentuan kebinasaan
Penebusan bagi orang-orang pilihan oleh Kristus

Catatan: Urutan dalam Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme bukanlah urutan kronologis / waktu, tetapi hanya urutan berdasarkan logika.[67]

Kedua pandangan ini saling bersaing di Sinode Dordrecht, sebuah badan internasional yang mewakili gereja-gereja Kristen Calvinis dari seluruh Eropa, dan keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh dewan tersebut berpihak pada infralapsarianisme (Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht, Poin Doktrin Pertama, Pasal 7). Pengakuan Iman Westminster juga mengajarkan (dalam kata-kata Hodge "dengan jelas mengimplikasikan") pandangan infralapsarian[68], tetapi sensitif terhadap mereka yang memegang supralapsarianisme.[69] Kontroversi lapsarian memiliki pendukung vokal di masing-masing pihak, tetapi secara keseluruhan hal ini tidak mendapat banyak perhatian di antara Calvinis modern.

Varian dalam teologi Reformed

Amyraldisme

Moses Amyraut merumuskan Amyraldisme, sebuah teologi Calvinis yang dimodifikasi mengenai natur pendamaian Yesus.[70][71]

Amyraldisme (atau kadang Amyraldianisme, juga sebagai Mazhab Saumur, universalisme hipotetis,[72] pasca penebusan,[73] Calvinisme moderat,[74] atau Calvinisme empat poin) adalah bentuk modifikasi dari teologi Calvinis yang menolak salah satu dari lima poin Calvinisme, yakni doktrin penebusan terbatas. Mereka percaya bahwa Allah, sebelum ketetapannya untuk memilih, menetapkan pendamaian Kristus bagi semua orang tanpa kecuali jika mereka percaya, tetapi melihat bahwa tidak ada satupun yang dengan sendirinya akan percaya, maka Allah pun kemudian memilih orang-orang yang Ia akan bawa kepada iman di dalam Kristus, dengan demikian tetap mempertahankan doktrin Calvinis tentang pemilihan tanpa syarat. Namun, efikasi dari pendamaian tetap terbatas pada mereka yang percaya.

Dinamai sesuai perumusnya Moses Amyraut, doktrin ini masih dipandang sebagai sebuah varietas dari Calvinisme karena doktrin ini masih mempertahankan kekhususan anugerah yang berdaulat dalam pengaplikasian pendamaian. Namun, penentangnya B. B. Warfield telah menyebutnya sebagai "bentuk yang tidak konsisten dan oleh sebab itu tidak stabil dari Calvinisme."[75]

Hiper-Calvinisme

Hiper-Calvinisme adalah keyakinan bahwa Allah menyelamatkan umat pilihan melalui kehendak kedaulatan-Nya tanpa atau hanya sedikit menggunakan metode (seperti penginjilan, khotbah, dan doa bagi yang hilang) dalam mewujudkan keselamatan itu. Hiper-Calvinis terlalu menekankan kedaulatan Allah dan terlalu mengabaikan tanggung jawab manusia dalam karya keselamatan.

Menurut Edwin H. Palmer, Hiper-Calvinisme bertentangan secara frontal dengan Arminianisme. Sementara penganut Arminian menyangkal kedaulatan Allah, Hiper-Calvinis meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Namun, karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya.[76]

Lihat pula

Doktrin

Kelompok

Sumber

Pranala luar

Situs-situs Calvinis

Calvinisme dan sistem-sistem teologi lainnya

Referensi

  1. ^ a b Muller 2004, hlm. 130.
  2. ^ Warfield, hlm. 359: "Kadang-kadang nama ini ['Calvinisme'] hanya merujuk kepada ajaran Yohanes Calvin saja. Kadang-kadang, secara lebih luas, kata ini juga merujuk kepada sistem doktrin yang dianut oleh sekelompok Gereja Protestan yang secara historis dikenal, berbeda dengan Gereja-gereja Lutheran, sebagai “Gereja-gereja Hervormd”… tetapi juga lazim disebut sebagai ‘Gereja-gereja Calvinis’ karena eksposisi ilmiah yang besar dari iman mereka pada zaman Reformasi, dan, sebagai pengaruh yang terbesar, diberikan oleh Yohanes Calvin. Kadang-kadang, dalam pengertian yang lebih luas lagi, nama ini merujuk kepada keseluruhan konsep – teologis, etis, filosofis, sosial, politik – yang dipengaruhi oleh pemikiran Yohanes Calvin, yang menjadi dominan di negara-negara Protestan dari masa pasca-Reformasi. Konsep-konsep ini telah meninggalkan bekas yang permanen bukan hanya pada pemikiran manusia, tetapi juga pada sejarah kehidupan manusia, tatanan sosial dari masyarakat berada dan bahkan organisasi politik negara."
  3. ^ Benjamin B. Warfield. "Calvinism". Dalam Johann Jakob Herzog, Philip Schaff, Albert Hauck. The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge. hlm. p. 359. Prinsip dasar Calvinisme ... terletak dalam ketakutan yang mendalam terhadap Allah dalam keagungannya, dengan kesadaran yang tak terelakkan tentang sifat yang sesungguhnya dari hubungan dengan Dia yang dijaga oleh makhluk-makhluk yang demikian, dan khususny a oelh cipaan yang tidak adil. 
  4. ^ Hill, Graham. "Augustine's Influence on Calvin, Luther, and Zwingli". The Global Church Project. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 August 2020. Diakses tanggal 3 December 2019. 
  5. ^ Hägglund, Bengt (2007). Teologins Historia [History of Theology] (dalam bahasa Jerman). Translated by Gene J. Lund (edisi ke-Fourth Revised). Saint Louis: Concordia Publishing House. 
  6. ^ Bernard Cottret (22 May 2003). Calvin, A Biography. A&C Black. hlm. 239. ISBN 978-0-567-53035-6. 
  7. ^ "Reformed Churches". Christian Cyclopedia. 
  8. ^ Gonzalez, Justo L. The Story of Christianity, Vol. Two: The Reformation to the Present Day (New York: HarperCollins, 1985; reprint – Peabody: Prince Press, 2008) 180
  9. ^ "Sola Fide". Lutheran Reformation (dalam bahasa Inggris). 2016-06-16. Diakses tanggal 2020-10-06. 
  10. ^ Muller 2004, hlm. 131–132.
  11. ^ "The Reformed Church". Hungarian Reformed Church of Australia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 February 2014. Diakses tanggal 8 February 2014. 
  12. ^ Eaves, Richard Glen; Carter, William A. (1979). "John à Lasco: A Polish Religious Reformer in England, 1550–1553". Journal of Thought. Journal of Thought (14): 311–323. JSTOR 42588808. 
  13. ^ Hewett, Phillip (2004). Racovia: An Early Liberal Religious Community. Blackstone Editions. hlm. 21–22. ISBN 978-0-9725017-5-0. 
  14. ^ "The Reformation in Germany And Scandinavia". Vlib.iue.it. Diakses tanggal 5 December 2013. 
  15. ^ Meehan, Chris (4 October 2010). "Touched by Devotion in South Korea". Christian Reformed Church. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 July 2017. Diakses tanggal 5 December 2013. 
  16. ^ Pew Research Center's Forum on Religion and Public Life (19 December 2011), Global Christianity (PDF), hlm. 21, 70, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 23 July 2013, diakses tanggal 20 November 2015 
  17. ^ "WCRC History". World Communion of Reformed Churches. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 July 2011. Diakses tanggal 7 July 2011. The World Alliance of Reformed Churches (WARC) and the Reformed Ecumenical Council (REC) have merged to form a new body representing more than 80 million Reformed Christians worldwide. 
  18. ^ "Major Branches of Religions". Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 1999. 
  19. ^ Allen 2010, hlm. 18–20.
  20. ^ Allen 2010, hlm. 22–23.
  21. ^ Allen 2010, hlm. 24–25.
  22. ^ McKim 2001, hlm. 12.
  23. ^ Allen 2010, hlm. 28.
  24. ^ a b Allen 2010, hlm. 31.
  25. ^ Farley & Hodgson 1994, hlm. 77.
  26. ^ McKim 2001, hlm. 20.
  27. ^ a b Allen 2010, hlm. 34–35.
  28. ^ McKim 2001, hlm. 230 n. 28.
  29. ^ Allen 2010, hlm. 44.
  30. ^ Allen 2010, hlm. 41–42.
  31. ^ Allen 2010, hlm. 43.
  32. ^ Allen 2010, hlm. 48.
  33. ^ Horton 2011a, hlm. 420–421.
  34. ^ Allen 2010, hlm. 54.
  35. ^ Allen 2010, hlm. 55.
  36. ^ Allen 2010, hlm. 57–58.
  37. ^ a b Allen 2010, hlm. 61–62.
  38. ^ Guthrie 2008, hlm. 32–33.
  39. ^ McKim 2001, hlm. 29.
  40. ^ Horton 2011a, hlm. 298–299.
  41. ^ McKim 2001, hlm. 82.
  42. ^ Allen 2010, hlm. 65–66.
  43. ^ Stroup 1996, hlm. 142.
  44. ^ McKim 2001, hlm. 94.
  45. ^ Stroup 1996, hlm. 156–157.
  46. ^ Stroup 1996, hlm. 164.
  47. ^ McKim 2001, hlm. 93.
  48. ^ McKim 2001, hlm. 66.
  49. ^ Wilson, Kenneth (2018). Augustine's Conversion from Traditional Free Choice to 'Non-fee' Free Will: A Comprehensive Methodology. Tübingen: Mohr Siebeck. hlm. 35, 37, 93, 127, 140, 146, 150, 153, 221, 231–233, 279–280, 295. ISBN 978-3-16-155753-8. 
  50. ^ McKim 2001, hlm. 71–72.
  51. ^ Calvin, John (1989). Institutes of the Christian Religion (dalam bahasa English). 1. Grand Rapids, Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Company. hlm. 214–220, 244. 
  52. ^ Muller, Richard A. (2012). Calvin and the Reformed Tradition (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-Ebook). Grand Rapids, Michigan: Baker Academic. hlm. 51. 
  53. ^ McKim 2001, hlm. 73.
  54. ^ a b Allen 2010, hlm. 77–78.
  55. ^ a b McKim 2001, hlm. 114.
  56. ^ Allen 2010, hlm. 80.
  57. ^ McKim 2001, hlm. 113.
  58. ^ Allen 2010, hlm. 84.
  59. ^ Allen 2010, hlm. 85.
  60. ^ Calvin, John (1994). Institutes of the Christian Religion. Eerdmans. hlm. 2206. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 April 2019. Diakses tanggal 13 September 2018. 
  61. ^ Allen 2010, hlm. 100–101.
  62. ^ McKim 2001, hlm. 229–230.
  63. ^ Guthrie 2008, hlm. 47–49.
  64. ^ McKim 2001, hlm. 125.
  65. ^ a b McKim 2001, hlm. 126.
  66. ^ a b Dr. F.D. Willem, 2006. Kamus sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal.440&442.
  67. ^ Loraine Boettner. The Reformed Doctrine of Predestination. Hal. 129. "Juga benar bahwa ada hal-hal di sini yang tidak bisa dimasukkan ke dalam cetakan waktu, - bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak ada dalam pikiran ilahi seperti mereka ada dalam pikiran kita, oleh tindakan-tindakan yang berturut-turut / beriring-iringan, satu setelah yang lain, tetapi bahwa oleh satu tindakan Allah sekaligus telah menentukan semua hal-hal ini. Dalam pikiran ilahi rencana itu adalah satu kesatuan, ... Semua ketetapan adalah kekal. Mereka mempunyai hubungan logika, bukan hubungan chronologis"
  68. ^ Hodge, Charles (1871). "Systematic Theology – Volume II – Supralapsarianism". Christian Classics Ethereal Library. Diakses tanggal 4 June 2007. 
  69. ^ Hodge, Charles (1871). "Systematic Theology – Volume II – Infralapsarianism". Christian Classics Ethereal Library. Diakses tanggal 4 June 2007. 
  70. ^ Iustitia Dei: A History of the Christian Doctrine of Justification. hlm. 269. Alister E. McGrath – 2005 "Pentingnya skema rangkap tiga ini berasal dari pengadopsiannya oleh Moses Amyraut sebagai dasar dari teologinya yang khas. 'Universalisme hipotetis' Amyraut dan doktrinnya tentang kovenan rangkap tiga antara Allah dan manusia adalah ..."
  71. ^ Hubert Cunliffe-Jones, A History of Christian Doctrine, hlm. 436. 2006 "Penunjukan John Cameron, seorang sarjana Skotlandia peripatetik, untuk menjadi profesor di Akademi pada tahun 1618 memperkenalkan seorang guru yang merangsang ke panggung adegan, dan ketika pada tahun 1626 muridnya, Moses Amyraut (Amyraldus), dipanggil untuk menjadi seorang pendeta ..."
  72. ^ "Systematic Theology – Volume II – Christian Classics Ethereal Library". Ccel.org. 21 July 2005. Diakses tanggal 5 December 2013. 
  73. ^ Benjamin B. Warfield, Works vol. V,Calvin and Calvinism, hlm. 364–365, dan vol. VI, The Westminster Assembly and Its Work, hlm. 138–144.
  74. ^ Michael Horton dalam J. Matthew Pinson (ed.), Four Views on Eternal Security, hlm. 113.
  75. ^ Warfield, B. B., The Plan of Salvation (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1973).
  76. ^ Edwin H. Palmer. The Five Points of Calvinism. Hal 84.