Lompat ke isi

Westernisasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pakubuwana VI, Sunan Surakarta yang bertahta dari tahun 1823-1830, mengenakan pakaian bergaya Barat. Tampaknya Pakubuwana VI mengenakan pakaian ini hanya untuk menujukkan kesopanan saat ada pertemuan dengan para pejabat Hindia Belanda.[1]
Gaya berpakaian tersebut mirip dengan yang dikenakan oleh Godert van der Capellen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintah dari tahun 1816-1826.

Westernisasi atau pembaratan (bahasa Inggris: westernization (AmE) atau westernisation (BrE)), juga oksidentalisasi (dari bahasa Inggris, oksiden, yang artinya "barat"), adalah sebuah proses dimana pola kehidupan masyarakat meniru gaya budaya Barat seperti gaya berpakaian, tingkah laku, maupun kebudayaan. Di Indonesia, tidak jelas berawal kapan westernisasi telah terjadi. Sebagian sejarawan mengatakan bahwa proses westernisasi ini terjadi sejak dimulainya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia dan dunia Islam lainnya pada abad ke-19.

Definisi Barat

[sunting | sunting sumber]

Secara wilayah

[sunting | sunting sumber]

"Barat" awalnya didefinisikan sebagai dunia Barat. Romawi Kuno membedakan antara budaya Oriental (Timur, atau Asia) yang sekarang berada di Mesir dan budaya Oksidental yang berada di Barat. Seribu tahun kemudian, Skisma Timur-Barat memisahkan Gereja Katolik and Gereja Ortodoks Timur.

Sipilisasi Barat umumnya dikatakan meliputi Amerika Utara (A.S. dan Kanada), Eropa (di setidaknya Uni Eropa, negara-negara EFTA, negara-negara mikro Eropa), Australia dan Selandia Baru.

Definisi tersebut sering diluaskan, dan dapat meliputi negara-negara tersebut, atau kombinasi dari negara-negara tersebut:

Negara-negara Eropa di luar Uni Eropa

[sunting | sunting sumber]

Utamanya karena keanggotaan mereka dalam Dewan Eropa, Kebijakan Kawasan Eropa, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa dan organisasi lainnya, negara-negara tersebut termasuk dalam definisi Barat. Mereka juga menyebarkan budaya Eropa utama dengan negara-negara UE.

Amerika Latin

[sunting | sunting sumber]

Beberapa negara di Amerika Latin dianggap sebagai negara-negara Barat, sebagian besar karena kebanyakan penduduknya adalah keturunan Eropa (pemukim Spanyol dan Portugis dan kemudian imigrasi dari negara-negara Eropa lainnya). Dan masyakarat mereka mengoperasikan dalam cara Westernisasi yang tinggi. Kebanyakan negara di Amerika Latin menggunakan bahasa Spanyol atau bahasa Portugis sebagai bahasa resmi mereka. Menurut CIA World Factbook, terdapat pula imigran di Amerika Latin dari negara-negara Eropa lainnya selain Spanyol dan Portugal, (Contohnya, dari Jerman, Italia, Belanda, dll. Lihat Imigrasi ke Argentina, Imigrasi ke Chili atau Imigrasi ke Brasil.).[2]

Meskipun secara geografi hanya 3% wilayah Turki yang berada di Eropa, Turki memiliki sistem ekonomi yang mirip, memiliki sebuah serikat pabean dengan Uni Eropa selain menjadi kandidat resmi untuk keanggotaannya, dan anggota organisasi-organisasi bergaya Barat seperti OECD, Dewan Eropa, dan NATO. Negara tersebut sering menjadi anggota organisasi untuk acara-acara olahraga dan kebudayaan Eropa seperti UEFA dan Kontes Menyanyi Eurovision.

Meskipun secara geografi Israel berada di Timur Tengah selatan Lebanon, Israel memiliki berbagai imigran Yahudi dari negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Kanada, Britania Raya, Prancis dan Jerman.[3][4] Negara tersebut adalah anggota OECD. Negara tersebut sering menjadi anggota organisasi untuk acara-acara olahraga dan kebudayaan Eropa seperti UEFA dan Kontes Menyanyi Eurovision. Menurut Sammy Smooha, seorang profesor emeritus sosiologi di Universitas Haifa, Israel dideskripsikan sebagai sebuah “hibrida,” sebuah negara “semi-Barat” yang modern dan berkembang. Pada suatu saat, ia berkata, Israel akan menjadi ”lebih dan lebih Barat.” Namun sebagai hasil dari persengketaan Arab-Israel, Westernisasi secara penuh akan berproses lambat di Israel.[4]

Meskipun secara geografi Lebanon terletak di Timur Tengah utara Israel, Lebanon memiliki setidaknya 40% Kristen yang sangat terpengaruhi budaya dan sosial dari negara-negara Barat (utamanya Prancis yang memiliki kaitan sejarah pada awal negara Salin di Wilayah Tripoli yang didirikan oleh Raymond IV dari Toulouse yang menguasai sebagian besar Lebanon pada masa sekarang. Warisan Prancis pada masyarakat Lebanon adalah pengetahuan tentang bahasa Prancis).

Jepang dan Korea Selatan

[sunting | sunting sumber]

Meskipun secara geografi Jepang dan Korea Selatan terletak di Asia Timur, mereka memiliki bentuk pemerintahan demokratis, sistem ekonomi pasar bebas, standar hidup yang tinggi dan kontribusi-kontribusi utama pada ilmu pengetahuan dan teknologi Barat, dan dideskripsikan sebagai "hibrida," negara "semi-Barat" yang modern dan berkembang.

Afrika Selatan

[sunting | sunting sumber]

Karena pengaruh yang tinggi dari budaya Eropa di tempat-tempat seperti Afrika Selatan, terutama Belanda.

Westernisasi diawali dengan proses imitasi terhadap pola pikir dan budaya dari negara yang memiliki kekuatan yang dominan. Prosesnya mulai berlangsung dari bidang bisnis dan ekonomi. Suatu individu akan merasa menjadi bagian dari masyarakat global hanya dengan meniru gaya hidup di dunia Barat. Beberapa fenomena westernisasi yaitu meminum minuman bersoda dan merokok. Sementara itu, di kalangan muslim, fenomena westernisasi terlihat dari pengumbaran aurat melalui pemakaian pakaian yang memperlihatkan perut dan rambut.[5]

Globalisasi budaya

[sunting | sunting sumber]

Westernisasi yang dilakukan oleh dunia Barat memberikan dominasi atas budaya konsumerisme, hedonisme dan materialisme. Dominasi ini menghasilkan globalisasi yang ditandai dengan homogenisasi dari segi makanan, hiburan dan pemikiran. Proses integrasinya terjadi secara tak terhindarkan karena didukung oleh perkembangan peralatan komunikasi dan transportasi modern.[6]

Konsekuensi

[sunting | sunting sumber]

Karena kolonisasi dan imigrasi Eropa, bahasa-bahasa asli di Amerika, Australia, Selandia Baru, Asia Utara dan sebagian dari Afrika Selatan dan Asia Tengah, sekarang sering menggunakan bahasa-bahasa Eropa dan kreol:

Contoh para pemimpin yang melakukan Westernisasi

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Hidayat, Taufiqurrahman (2012). Busana Paku Buwono XIII Pada Upacara Tingalan Jumenengandalem Periode 2005-2011 (Sebuah Kajian Makna Simbolis Busana Raja) (Tesis Undergraduate). Digital Library Universitas Sebelas Maret. https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/28364/Busana-Paku-Buwono-XIII-Pada-Upacara-Tingalan-Jumenengandalem-Periode-2005-2011-Sebuah-Kajian-Makna-Simbolis-Busana-Raja. 
  2. ^ "CIA - The World Factbook -- Field Listing - Ethnic groups". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-06. Diakses tanggal 2008-02-20. 
  3. ^ Richard T. Arndt, David Lee Rubin (1996). The Fulbright difference. Studies on cultural diplomacy and the Fulbright experience. Transaction Publishers. hlm. 53. ISBN 9781560008613. Diakses tanggal 2010-05-26. 
  4. ^ a b Sheldon Kirshner (2013-10-16). "Is Israel Really a Western Nation?". Sheldon Kirshner Journal. Diakses tanggal 2013-11-09. 
  5. ^ Husaini 2005, hlm. 17.
  6. ^ Husaini 2005, hlm. 20.
  • Gunewardene, Huon, and Zheng (2001). Exposure to Westernization and Dieting: A Cross-Cultural Study. Int. J. Eat. Disord., 29: pp. 289–293.
  • Khondker (2004). Glocalization as Globalization: Evolution of a Sociological Concept. Bangladesh e-Journal of Sociology. Volume 1. Number 2. pp. 12–20.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Husaini, Adian (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-602-250-517-4. 

Bacaan tambahan

[sunting | sunting sumber]