Ilmu formal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ilmu formal adalah disiplin yang terkait dengan sistem formal seperti logika, matematika, statistika, ilmu komputer teoretis, teori informasi, teori permainan, teori sistem, teori pengambilan keputusan, dan linguistika.

Ketika ilmu alam dan ilmu lainnya seperti ilmu sosial, ilmu perilaku, dan ilmu kognitif yang mencari teori ilmiah dengan mengandalkan pengamatan yang bertujuan memprediksi secara tepat dan akurat untuk menjelaskan fenomena eksternal dunia, ilmu formal bekerja dengan sifat internal dari sistem formal, terutama definisi dari suatu istilah dan peraturan yang mengatur suatu kesimpulan.

ilmu formal membantu membangun, menilai, dan menguji teori dan permodelan ilmiah dengan terlebih dahulu menemukan inkonsistensi dan bentuk kecacatan dari kesimpulan.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Ilmu formal dimulai sebelum formulasi metode ilmiah, dengan teks matematika bertanggal 1800 sebelum masehi di Babilonia (Matematika Babilonia), 1600 sebelum masehi di Mesir Kuno (Matematika Mesir), dan 1000 sebelum masehi di India (Matematika India). Dari kebudayaan yang berbeda, lahir Matematika Yunani dan Matematika Islam yang membuat kontribusi utama, sementara Matematika Cina dan Matematika Jepang berkembang secara independen dari jauh untuk budaya mereka sendiri.

Selain matematika, logika adalah salah satu contoh subjek pengetahuan tertua dalam bidang ilmu formal. Seperti analisis eksplisit dari metode pertimbangan, logika terbangun di tiga tempat, yaitu Logika India dari abad ke enam sebelum masehi, Logika Cina dari abad ke lima sebeum masehi, dan Yunani kuno dari abad ke empat sebelum masehi. Pengolahan logika modern secara formal diturunkan dari budaya Yunani kuno, dituliskan melalui Logika Aristotelian, yang lalu dikembangkan lebih jauh oleh pakar logika Islam.

Sejumlah disiplin lain dalam ilmu formal sangat bergantung pada matematika, mereka tidak muncul hingga matematika berkembang menjadi level tingkat tinggi. Pierre de Fermat dan Blaise Pascal (1654), serta Christiaan Huygens (1657) memulai studi awal mengenai teori probabilitas. Di awal abad ke 19, Carl Friedrich Gauss dan Pierre-Simon Laplace mengembangkan teori matematika statistika yang juga menjelaskan penggunaan statistika dalam asuransi dan akuntansi di pemerintahan.

Di pertengahan abad ke 20, matematika berkembang dengan munculnya ilmu matematika dan disiplin teknik seperti riset operasi dan teknik sistem. Ilmu mengambil keuntungan dari penelitian dasar di bidang kelistrikan yang lalu berkembang komputer. Kemajuan ini juga mengembangkan teori informasi, analisis numerik, komputasional ilmiah, dan ilmu komputer teoretis. Ilmu komputer teoretis juga berkembang dari logika matematika, yang masuk ke dalam teori komputasi

Perbedaan dengan bentuk ilmu lainnya[sunting | sunting sumber]

Satu alasan mengapa matematika menikmati peran khusus di atas ilmu lainnya adalah karena matematika dan hukum-hukumnya memiliki kebenaran mutlak dan tidak dapat diragukan, sementara ilmu lainnya pada derajat tertentu diperdebatkan dan selalu berada dalam ancaman digulingkan dengan ditemukannya fakta baru.

Berlawanan dengan ilmu empiris (alam dan sosial), ilmu formal tidak melibatkan prosedur empiris. Ilmu formal juga tidak membutuhkan hipotesis, fakta terkait, atau penjelasan di dunia nyata. Dalam pandangan ini, ilmu formal adalah bersifat a priori secara logika dan metodologi, dengan isi dan validitasnya independen terhadap setiap prosedur empiris.

Karena sifat non-empirisnya, ilmu formal ditafsirkan dengan menguraikan serangkaian aksioma dan definisi dari penyataan (teorema) yang dideduksi. Dengan kata lain, teori dalam ilmu formal tidak mengandung pernyataan sintetis. Semua pernyataan di dalam ilmu formal adalah analitik.[2][3]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Albert Einstein (1923). "Geometry and Experience". Sidelights on relativity. Courier Dover Publications. hlm. 27.  Reprinted by Dover (2010), ISBN 978-0-486-24511-9.
  2. ^ Carnap, Rudolf (1938). "Logical Foundations of the Unity of Science". International Encyclopaedia of Unified Science. I. Chicago: University of Chicago Press. 
  3. ^ Bill, Thompson (2007), "2.4 Formal Science and Applied Mathematics", The Nature of Statistical Evidence, Lecture Notes in Statistics, 189 (edisi ke-1st), Springer, hlm. 15 

Bahan bacaan terkait[sunting | sunting sumber]

  • Mario Bunge (1985). Philosophy of Science and Technology. Springer.
  • Mario Bunge (1998). Philosophy of Science. Rev. ed. of: Scientific research. Berlin, New York: Springer-Verlag, 1967.
  • C. West Churchman (1940). Elements of Logic and Formal Science, J.B. Lippincott Co., New York.
  • James Franklin (1994). The formal sciences discover the philosophers' stone. In: Studies in History and Philosophy of Science. Vol. 25, No. 4, pp. 513–533, 1994
  • Stephen Leacock (1906). Elements of Political Science. Houghton, Mifflin Co, 417 pp.
  • Bernt P. Stigum (1990). Toward a Formal Science of Economics. MIT Press
  • Marcus Tomalin (2006), Linguistics and the Formal Sciences. Cambridge University Press
  • William L. Twining (1997). Law in Context: Enlarging a Discipline. 365 pp.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]