Mutu pangan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tingkat kualitas makanan.

Mutu pangan atau kualitas pangan adalah nilai dan kualitas yang ditentukan dengan pedoman mengikuti kriteria keamanan pangan dan kandungan gizi pangan.[1] Kualitas dari suatu pangan dapat dinilai dari energi makanan dan umur simpan yang dimilikinya. Mutu pangan dari suatu produk dikelompokkan menjadi 3 jenis mutu yakni mutu sensorik, mutu fisik, mutu kimia, dan mutu mikrobiologis. Komoditas pangan pada umumnya berasal dari hewani maupun nabati dengan komponen penyusun yang meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, atau mineral. Kualitas pangan dapat meningkat apabila dapat mempertahankan pangan mulai dari sebelum panen hingga setelah panen.

Kualitas pangan harus dibatasi untuk melindungi pelanggan dari penyakit bawaan makanan, oleh karena itu pemerintah membatasi produsen membuat makanan dengan tingkat kualitas rendah. Standar Nasional Indonesia telah ditetapkan sebagai persyaratan bagi produsen bahan makanan di Indonesia, yang menyiratkan bahwa produsen tersebut harus menyediakan produk yang berkualitas baik.[2]

Kualitas pangan yang baik dan seragam juga dapat tercapai, apabila mutu dapat dikendalikan.[3] Pengendalian mutu pangan dapat dilakukan dengan melakukan penetapan kelas mutu dan merek dagang sebagai dasar pertimbangan mutu agar produksi pertanian dan pemasaran produk pangan dapat dijaga dan ditingkatkan dipasok oleh industri pangan.

Konsep dasar[sunting | sunting sumber]

Mutu pangan adalah nilai dan kualitas yang ditentukan dengan pedoman atau prosedur yang telah ditetapkan dan mengikuti kriteria keamanan pangan dan kandungan nutrisi atau gizi pangan.[1] Mutu diartikan sebagai sekumpulan sifat atau ciri dalam membedakan suatu produk dengan produk lain untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen (pembeli).[4][5] Mutu pangan menurut Peraturan Perundangan Nomor 28 tahun 2004, didefinisikan sebagai suatu nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan. makanan, dan minuman.[6] Kualitas pangan dapat menurun sebagai akibat dari proses penanganan, penyimpanan, maupun pemrosesan pascapanen yang tidak tepat. Sebab hal inilah sehingga perlu memperhatikan karakteristik aspek penting mutu dan penetapan komoditas/produk yang dapat mengatur mutu pangan.[7]

Kualitas pangan, mengacu pada totalitas karakteristik pangan, yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan preferensi yang dinyatakan atau tersirat. Kualitas menyiratkan keragaman dan merupakan konsep multi dimensi, yang sebagian besar bersifat subjektif. Salah satu cara untuk mencirikan beberapa dimensi kualitas makanan adalah dengan membedakan:[8]

  • Fitur terukur berupa kemurnian, konsistensi, kadar air, komposisi kimia, sifat fisik, sifat mikrobiologi, dan menjaga kualitas.
  • Preferensi konsumsi – pilihan, bau, rasa, warna, ukuran, bentuk, tekstur, karakteristik makan, after taste.
  • Karakteristik lingkungan – hubungan dengan dampak lingkungan yang diinginkan atau kekurangannya.
  • Karakteristik kesejahteraan hewan – hubungan dengan dampak kesejahteraan hewan yang diinginkan atau kekurangannya.
  • Karakteristik sosial – hubungan dengan hasil sosial yang diinginkan atau kekurangannya.[8]

Aspek penting mutu perlu diperhatikan agar dapat mengatur mutu pangan. Ada banyak aspek-aspek terhadap mutu pangan karena memiliki karakteristik multi dimensi dan mecakup banyak aspek.[9] Aspek-aspek mutu pangan, yaitu: 1) Aspek gizi mencakup kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain; 2) Aspek selera mencakup indrawi, enak, menarik, segar; 3) Aspek bisnis mecakup standar mutu, kriteria mutu; serta 4) Aspek kesehatan mencakup jasmani dan rohani kepuasan konsumen berkaitan dengan mutu.[10]

Kualitas atau mutu suatu bahan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu, tergantung bagaimana cara dalam penanganan bahan pangan tersebut.[11] Kualitas inilah, sehingga apabila kualitas pangan lebih tinggi terhadap makanan yang diproduksi secara regional atau lokal dapat membuat suatu pertanian semakin tinggi pula di mana akan ada tren sebagai pemasok pangan bahan mentah yang sama pentingnya menuju diferensiasi. Suatu produk dengan kualitas kenyamanan pangan juga akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian dan konsumsi. Oleh karena itu, secara langsung terkait dengan persepsi konsumen, keputusan pembelian, dan perilaku konsumsi sehingga aspek-aspek terhadap mutu pangan perlu menjadi perhatian yang memiliki peran penting.[12]

Ruang lingkup[sunting | sunting sumber]

Bentuk umum[sunting | sunting sumber]

Mutu bersifat terbuka dan pengukuran dengan peralatan didasarkan pada indikator tertentu.[13] Mutu pangan dari suatu bahan pangan ataupun berupa produk dibedakan menjadi tiga jenis mutu yakni mutu sensorik, mutu fisik, mutu kimia, dan mutu mikrobiologis.[14]

Mutu sensori dan fisik[sunting | sunting sumber]

Mutu sensorik dan fisik merupakan sifat produk atau komoditas pangan yang dapat diukur berdasar pada proses pengindraan melalui penggunaan indra penglihatan (mata), penciuman (hidung), pengecapan (lidah), perabaan (ujung jari tangan), dan pendengaran (telinga).[15][16] Beberapa mutu dengan sifat fisik esensial dari makanan seperti berat jenis, titik beku, titik gelatinisasi pati, bilangan penyabunan, dan indeks bias. Sifat fisik merupakan dengan kata lain dari mutu atau kualitas, mengacu pada kualitas bahan dan komponennya. Sifat fungsional bahan makanan atau komponennya merupakan atribut penting yang berkaitan dengan sifat fisik.[15][16]

Mutu kimia[sunting | sunting sumber]

Mutu kimia merupakan suatu produk pangan ditentukan oleh komposisi bahan (pengukuran kadar air, lemak, protein, karbohidrat, vitamin, mineral, dan lain sebagainya) serta perubahannya selama proses pengolahan, termasuk untuk mengetahui kerusakan atau kehilangan zat gizi tertentu yang diakibatkan oleh perlakuan selama proses pengolahan.[17][16]

Mutu mikrobiologis[sunting | sunting sumber]

Mutu mikrobiologis merupakan suatu produk pangan ditentukan berdasar pada ada tidaknya mikroba (bakteri patogen dan nonpatogen) dalam suatu produk pangan.[18] Umumnya kerusakan pada mutu mikrobiologis tidak hanya terjadi bahan pangan mentah, tapi juga bahan hasil olahan ataupun pangan setengah jadi.[19] Keracunan dapat terjadi ketika bakteri, terutama mikroba patogen yang muncul dalam makanan.[20] Oleh karena itu, pengujian dilakukan untuk melihat apakah ada bakteri, kapang, ragi, atau virus yang ada.[21][16]

Kriteria pengukuran[sunting | sunting sumber]

Mutu suatu produk memiliki banyak sifat dari suatu produk dan faktor lain yang memengaruhi kualitas, yang dikenal sebagai unsur mutu dalam menentukan kualitas dari suatu produk. Hal-hal yang dapat dilihat, diukur, dan tidak dapat diukur yang dianggap sebagai unsur mutu. Sifat dari produk, parameter mutu dan faktor mutu semuanya merupakan bagian dari unsur mutu.[22]

Sifat mutu dari sudut pandang yang langsung dapat diamati, dianalisa atau diukur dari produk mencakupi dua sifat yakni 1) sifat mutu fisik yang objektif, termasuk sifat mutu mekanik, fisik, morfologi, kimiawi, mikrobiologi, sifat mutu gizi dan sifat mutu biologi; dan 2) sifat mutu organoleptik (indrawi) yang subyektif termasuk rasa, bau, warna, tekstur dan penampakan.[23][24][22]

Objektif[sunting | sunting sumber]

Sifat mutu fisik dikenal sebagai mutu objektif dikarenakan pengujiannya menggunakan peralatan, mesin, binatang dan bahan kimia.[25] Sifat mutu mekanik yang seperti komponen yang keras, lunak, mudah patah, sobek, putus, kaku, lentur. Sifat fisik yang seperti komponen yang transparan, bentuk cair, padat, berat jenis, indeks bias, titik leleh, beku, warna. Sifat kimia yang seperti komponen kimia baik yang bermanfaat (gizi) atau yang merugikan (racun). Sifat gizi yang seperti kandungan dari komponen gizi dalam bahan pangan, kalori, vitamin, mineral. Sifat mikrobiologis yang memiliki keterkaitan dengan beberapa jenis dan jumlah mikroba dalam produk terutama mikroba patogen. Sifat biologis biasanya memiliki keterkaitan dengan kontaminasi serangga atau hama lainnya baik hama yang hidup ataupun yang mati.[26][25]

Subjektif[sunting | sunting sumber]

Sifat organoleptik (indrawi) dikenal sebagai mutu subjektif dikarenakan persepsi atau sensoris motorik dan psikologis dalam melibatkan prosesnya.[27] Sifat organoleptik hanya dapat dilakukan melalui pengamatan/pengujian sensoris seperti indera pada manusia. Sifat organoleptik ini, memiliki peran sangat penting dalam menetapkan penilaian suatu mutu produk pangan, baik sebagai bahan pangan dari hasil pertanian, bahan baku atau mentah industri, produk pangan (olahan), maupun masakan kuliner (hidangan).[26][27]

Komoditas[sunting | sunting sumber]

Umumnya komoditas bahan pangan dari suatu pertanian memiliki tingkat mutu tertentu, baik pangan hewani maupun pangan nabati dengan pengelompokan tingkat mutu yakni sangat baik, baik, cukup, atau kurang. Mutu dari suatu bahan dapat dipertahankan tergantung pada bagaimana suatu bahan pangan ditangani, maka kualitasnya dapat dipertahankan untuk jangka waktu tertentu. Jika bahan tidak ditangani dengan benar, kualitas mutu akan menurun seiring waktu.[11]

Sebaliknya, kemungkinan sangat sulit diubah menjadi lebih baik yakni dengan mempersiapkan agar perolehan bahan tingkat mutu yang baik dan mempertahankan tingkat mutu bahan agar tetap terjaga dengan baik dalam jangka waktu tertentu. Faktor yang dapat mempangaruhi keragaman mutu sehingga mutu pangan dapat terjaga yakni penyiapan bibit, pemeliharaan/budidaya, penanganan panen dan pascapanen, serta pengolahan distribusi.[11]

Batas/standar mutu[sunting | sunting sumber]

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia sebagai badan yang membantu perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertanian

Kualitas pangan harus dibatasi untuk melindungi pelanggan dari penyakit bawaan makanan, oleh karena itu pemerintah melarang produsen membuat makanan berkualitas rendah. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menetapkan standar batas mutu, yang meliputi penetapan batas mutu yang dapat dihasilkan. Standar Nasional Indonesia telah ditetapkan sebagai persyaratan bagi produsen bahan makanan di Indonesia, yang menyiratkan bahwa produsen tersebut harus menyediakan produk yang berkualitas baik.[2]

Untuk memenuhi tuntutan konsumen akan kualitas produk atau komoditas, pemerintah mengembangkan batasan kualitas, seperti SNI, melalui tim yang berdedikasi. Menetapkan batas kualitas memiliki dua tujuan: 1) Produsen diharuskan menyediakan barang berkualitas tinggi, dan 2) pelanggan dapat membeli produk yang mereka inginkan.[2]

Adanya keragaman mutu dan ditetapkannya batas mutu, maka di daerah mutu dari suatu komoditas yang dianggap baik masih dapat dikelompokkan menjadi berbagai tingkatan atau kelas mutu. Pekerjaan dalam proses pengelompokan atau pengkelasan mutu inilah yang dikenal sebagai “Grading” atau dalam bahasa Indonesa "Penilaian" yang bermanfaat bagi produsen dan konsumen.[28][29] Hasil dari upaya pengelompokan komoditas disajikan ke dalam banyak kelas untuk memastikan bahwa setiap kelas memiliki kualitas yang konsisten.[30] Penilaian ini dilakukan agar dapat menciptakan usaha yang bergerak khusus dalam sortasi atau pemisahan dari suatu komoditas produk dan juga bertujuan agar pembelian bahan pangan itu tepat. memiliki berbagai kegunaan diantaranya, yaitu menciptakan keadilan dalam perdagangan komoditas, pelayanan konsumen, penggunaan komoditas yang berbeda, dan perdagangan maupun usaha.[28]

Permasalahan umum yang mungkin terkait bagi produsen adalah biaya produksi lebih tepatnya biaya mutu.[31][32] Tentu saja, lebih banyak biaya produksi diperlukan untuk membuat produk berkualitas bagus atau bermutu tinggi sehingga bernilai jual tinggi.[33] Sebagai akibatnya, dalam menentukan batas mutu ada dua faktor penting yang harus dipertimbangkan yakni batas mutu tidak boleh terlalu rendah agar konsumen tidak dirugikan, dan batas mutu tidak boleh terlalu tinggi agar permintaan produsen dapat terpenuhi.[32]

Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan inspeksi atau pemeriksaan berkelanjutan untuk memastikan standarisasi, konsistensi kualitas, dan mutu produk.[34] Berikut ini adalah tujuan yang harus dipenuhi saat menetapkan standar kualitas atau mutu pangan yakni mengetahui informasi terkait karakteristik dari suatu produk apakah sudah sesuai standar, mengurangi jumlah produk yang bermutu rendah, dan membangun atau meningkatkan citra produsen dengan memastikan bahwa konsumen terlindungi dari mutu produk yang rendah.[35][32]

Komponen penyusun[sunting | sunting sumber]

Karbohidrat, protein, lemak, air, dan turunannya adalah empat komponen utama pangan. Selain itu, bahan pangan mengandung komponen anorganik seperti mineral, serta komponen organik seperti vitamin, enzim, pengemulsi, asam, oksidan, pigmen, dan komponen rasa dalam konsentrasi kecil. Jumlah setiap bahan pangandari komponen ini berubah berdasarkan komposisi makanan, kekerasan atau tekstur, rasa, warna, dan nilai makanan.[36]

Karbohidrat[sunting | sunting sumber]

Kentang bahan makanan yang mengandung karbohidrat.

Karbohidrat merupakan zat gizi yang terutama berfungsi sebagai sumber energi, menghasilkan 4 kalori per gram, dan dikonsumsi dalam jumlah besar oleh masyarakat umum sebagai makanan pokok, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.[36] Karbohidrat merupakan zat makanan pertama yang diidentifikasi secara kimia. Karbon (C), oksigen (O), dan hidrogen (H) adalah tiga unsur penyusun karbohidrat (H). Proses asimilasi atau fotosintesis pada tumbuhan, yang terjadi melalui permukaan daun menghisap udara (CO2) dan air yang diserap oleh akar, kemudian dipindahkan ke jaringan daun. CO2 dan air diubah menjadi pati atau pati dari butiran hijau daun dengan bantuan sinar matahari.[37] Bahan makanan sumber karbohidrat ini misalnya padi-padian atau serealia (gandum dan beras), umbi-umbian (kentang, singkong, ubi jalar), dan gula.[38]

Karbohidrat memiliki beberapa fungsi dalam tubuh manusia, antara lain 1) melindungi protein dari pembakaran sebagai sumber energi, 2) membantu metabolisme lemak dan protein untuk mencegah ketosis atau pemecahan protein yang berlebihan, 3) detoksifikasi zat-zat toksik di hati atau liver, dan 4) karbohidrat yang tidak dapat dicerna berfungsi sebagai serat untuk membantu pencernaan.[39]

Protein[sunting | sunting sumber]

Kuning telur yang dikelilingi putih telur yang mengandung protein.

Protein merupakan zat kimia yang terdiri dari asam amino yang dihubungkan bersama oleh ikatan peptide. Karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen adalah empat unsur atom penyusun yang dapat ditemukan dalam protein. Tumbuhan (kedelai, gandum, jagung) dan hewan merupakan sumber protein yang baik (susu, telur, daging, ikan). Protein juga dikenal sebagai komponen yang ditemukan dalam putih telur. Protein dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembangun serta sumber kalori untuk energi. Protein dimetabolisme untuk menyediakan kalori ketika karbohidrat dan lipid tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori tubuh.[39]

Nilai mutu dari protein ditentukan oleh asam amino yang menyusun fraksi atau bagian terkecilnya. Asam amino dibedakan atas asam amino essensial dan asam amino non-essensial.[40]

Lemak[sunting | sunting sumber]

Daging yang mengandung lemak.

Asam lemak dan gliserol digunakan untuk membuat lemak, yang merupakan jenis lipid sederhana dari lemak. Setelah karbohidrat, lemak adalah sumber energi kedua yang paling umum. Unsur-unsur penyusun lemak terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen membentuk molekul lemak. Beberapa lemak dalam bentuk cair, sementara yang lain padat. Asam lemak esensial dan asam lemak non-esensial adalah dua jenis asam lemak yang membentuk lemak. Asam linoleat dan linolenat adalah asam lemak esensial yang penting bagi manusia.[41] Lemak menurut asal atau sumbernya dibagi menjadi dua yakni 1) lemak yang berasal dari tumbuhan seperti minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak jagung, margarin dan sebagainya; dan 2) Lemak yang berasal dari hewan seperti lemak sapi, lemak kambing, lemak babi, minyak ikan dan sebagainya.[42]

Dermatitis, anemia, kesulitan pertumbuhan, infertilitas, jantung, hati, dan masalah pernapasan semua dapat disebabkan oleh kekurangan asam lemak.[43] Akibatnya, lemak harus dievaluasi untuk bahan penyusunnya dalam hal kualitas makanan memiliki mutu yang tinggi untuk memastikan bahwa itu diawetkan ataupun dikonsumsi secara sehat.

Emulsifier[sunting | sunting sumber]

Emulsifier pada Mayones.

Emulsifier merupakan zat yang dapat mempertahankan dispersi lemak di dalam air ataupun sebaliknya. Kekurangan asam lemak dapat menyebabkan dermatitis, anemia, masalah pertumbuhan, infertilitas, jantung, hati, dan masalah pernapasan. Oleh karena itu, lemak harus diperiksa dari segi kualitas makanan untuk bahan pangan penyusunnya agar tetap terjaga. Misalnya di dalam mayones, lemak dan air akan terpisah tanpa adanya emulsifier.[43]

Asam Organik[sunting | sunting sumber]

Fermentasi susu pada pembuatan keju.

Asam organik dapat ditemukan di berbagai sumber hewani, tumbuhan, dan mikroba di alam.[44] Asam dapat dihasilkan dengan memfermentasi makanan melalui mikroba (seperti ragi, bakteri) agar menghasilkan rasa yang unik. Misalnya, daun sawi atau kubis difermentasi untuk membuat asam laktat, sedangkan apel difermentasi untuk menghasilkan asam alkohol terlebih dahulu, kemudian asam asetat atau cuka.[45]

Contoh lainnya, produksi keju, susu difermentasi dengan bakteri tertentu untuk menghasilkan asam laktat, yang memungkinkan protein susu mengendap.[45]

Oksidan dan Antioksidan[sunting | sunting sumber]

Makanan tertentu memiliki kecenderungan untuk mengikat oksigen dari udara. Hal ini umum terjadi pada minyak dan makanan lain yang mengandung lemak, yang menjadikan rusak atau memburuk jika terkena udara terlalu lama. Karoten, yang membuat vitamin A dan asam askorbat, atau vitamin C, adalah vitamin lain yang aksinya diturunkan oleh oksigen. Oksigen adalah oksidan yang selalu ada di sekitar makanan.[46]

Oksigen ini dapat dikurangi dengan pengemasan vakum atau diganti dengan nitrogen.[47] Logam tertentu seperti tembaga dan besi adalah katalis untuk oksidasi. Hal ini mengakibatkan penggantian tembaga dan besi dalam pengolahan makanan dengan stainless steel. Beberapa makanan juga mengandung sejumlah kecil tembaga dan besi, tetapi juga antioksidan. Antioksidan alami yang ditemukan dalam makanan meliputi: lesitin, vitamin E, dan beberapa asam amino yang mengandung belerang atau sulfur.[48]

Enzim[sunting | sunting sumber]

Enzim adalah molekul biologis yang membantu berbagai proses metabolisme. Contohnya Amilase dalam air liur (saliva) di mulut dapat memecah pati, pepsin dalam sekresi lambung dapat memecah protein dan lipase di pankreas dapat memecah lemak. Hampir semua makhluk hidup seperti bakteri, ragi, kapang, tumbuhan, dan mamalia memiliki sekitar 100 enzim yang berbeda.[48]

Enzim berperan penting dalam bahan pangan seperti mengatur pematangan buah dan sayuran sebelum panen. Setelah pemanenan, enzim akan melanjutkan proses pematangan ini kecuali enzim tersebut dinonaktifkan oleh panas, reaksi kimia atau perlakuan lainnya. Jika enzim tidak dinonaktifkan, proses peluruhan kemungkinan akan terjadi. Enzim dapat menyebabkan perubahan rasa, warna, tekstur, dan sifat makanan lainnya. Proses pemanasan dalam makanan tidak hanya dirancang untuk membunuh mikroorganisme, tetapi juga untuk menonaktifkan enzim yang menjaga makanan tetap stabil selama penyimpanan.[49]

Pigmen dan warna[sunting | sunting sumber]

Warna makanan dapat disebabkan oleh berbagai sumber, yang terpenting adalah pigmen yang terdapat pada tumbuhan atau hewan. Beberapa pigmen memberi selada dan buncis warna hijau, karoten memberi wortel dan jagung warna jingga, likopen memberi tomat dan semangka warna merah, antosianin memberi biot dan ceri kopi ungu, dan mioglobin memberi daging warna merah.[49]

Pigmen alami mengalami perubahan kimia. Sama seperti buah matang atau daging yang diawetkan. Pigmen juga sangat sensitif terhadap perubahan kimia dan fisika selama pemrosesan. Paparan asam organik dalam makanan ke udara juga dapat menyebabkan perubahan warna. Misalnya, warna gelap apel dan potongan kulit kayu, dan warna cokelat teh berasal dari tanin. Oksidasi ini biasanya lebih intens dengan adanya ion logam.[50]

Cita rasa[sunting | sunting sumber]

Udara, panas, dan interaksinya satu sama lain sangat sensitif terhadap interaksi molekul kimia ini. Cita rasa dan aroma seperti pada kopi, susu, daging, dan sebagian besar produk lainnya mengalami perubahan rasa dan aroma yang terus-menerus selama penanganan, pemrosesan, dan penyimpanan. Perubahan rasa makanan lebih sulit daripada perubahan dari warna makanan. Dengan pengecualian taco, kecap, fermentasi susu dalam pembuatan keju, penyimpanan brem, terasi yang difermentasi, dan makanan laut, rasa berkembang selama proses pembuatan. Cita rasa dalam studi yang diteliti dan uji organoleptik, kromatografi gas dapat digunakan untuk memisahkan komponen dari cita rasa pangan. Komponen aroma akan dipisahkan satu sama lain berdasarkan daya penguapannya melalui kolom, menghasilkan titik puncak tertentu pada kertas kromatografi, yang kemudian dapat diidentifikasi.[51]

Vitamin dan mineral[sunting | sunting sumber]

Penambahan vitamin dan mineral merupakan faktor penting dalam meningkatkan mutu gizi bahan makanan sehingga terwujud konsumsi pangan bergizi seimbang.[52]

Vitamin adalah senyawa organik yang hadir dalam jumlah kecil dalam makanan dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk fungsi metabolisme normal. Vitamin dibagi menjadi dua kelompok yakni 1) Vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K, dan 2) Vitamin yang larut dalam air, yaitu kelompok vitamin C dan vitamin B kompleks. Vitamin diperlukan untuk pertumbuhan normal, pemeliharaan, dan pemeliharaan fungsi tubuh. Penting untuk mengawetkan vitamin selama pemrosesan dan penyimpanan. Vitamin dapat rusak oleh reaksi kimia, mengubahnya menjadi senyawa tidak aktif, atau larut seperti vitamin yang larut dalam air hilang selama blansing atau memasak. Kekurangan vitamin dapat menyebabkan kekurangan vitamin, dan kelebihan vitamin dapat menyebabkan hipervitaminosis.[53]

Mineral sangat penting untuk kelangsungan hidup, serta untuk mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan sistem reproduksi. Mineral dapat dikategorikan ke dalam kelompok esensial dan non-esensial berdasarkan bagaimana kegunaan dalam aktivitas kehidupan.[53] Kelompok mineral esensial yang mencakup makromineral dan mikromineral berdasarkan ukurannya.[53] Kalsium (Cu), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K), fosfor (P), khlorin (Cl), dan belerang atau sulfur (S) dikategorikan ke dalam makromineral. Mangan (Mn), zat besi (Fe), tembaga (Cu), iodium (I), seng (Zn), flourin (F), vanadium (Va), kobalt (Co), molibdenum (Mo), selenium (Se) , kromium (Cr), timah putih (Sn), nikel (ni), silikat (silikat) dan silikat (Si) dikategorikan ke dalam mikromineral.[54] Sedangkan, kelompok mineral non-esensial diantaranya alumunium, antimon, bismut, boron, germanium, aurum, timah hitam, air raksa, rubidium, perak dan titanium.[55]

Kalsium, fosfor, magnesium, mangan, kobalt, besi, tembaga, natrium, klorin, kalium, yodium, dan gandum adalah semua mineral penting dalam makanan. Umumnya mineral tidak dipengaruhi oleh adanya proses pengolahan.[55]

Tuntunan perkembangan[sunting | sunting sumber]

Jaminan mutu[sunting | sunting sumber]

Jaminan mutu adalah semua operasi terencana dan sistematis yang diterapkan dalam proses verifikasi sistem mutu dan ditunjukkan sesuai kebutuhan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa barang atau jasa akan memenuhi persyaratan kualitas atau spesifikasi yang diperlukan.[56] Secara konsep jaminan mutu, verifikasi dan pengujian tidak hanya dilakukan diakhir proses saja, tetapi dilakukan sejak dari awal proses.[56] Jaminan mutu adalah pendekatan berbasis proses yang memfasilitasi dan mendefinisikan tujuan terkait dengan desain, pengembangan, dan produksi produk. Tujuan utama jaminan mutu adalah melacak dan menyelesaikan kekurangan sebelum produksi produk.[57] Sebuah program untuk pemantauan dan evaluasi sistematis dari berbagai aspek proyek, layanan, atau fasilitas untuk memastikan bahwa standar kualitas terpenuhi. Inilah yang disebut dengan jaminan mutu.[58]

Sistem manajemen mutu[sunting | sunting sumber]

Sistem manajemen mutu didefinisikan sebagai sistem formal yang mendokumentasikan proses, prosedur, dan tanggung jawab untuk mencapai kebijakan dan sasaran mutu. Sistem manajemen mutu bertujuan membantu mengoordinasikan dan mengarahkan kegiatan organisasi untuk memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan serta meningkatkan efektivitas dan efisiensinya secara terus-menerus.[59] Sistem manajemen mutu dan sistem keamanan pangan pada prinsipnya memiliki tujuan pengendalian yang sama yaitu "proses" dengan konteks yang berbeda untuk tujuan keseluruhan yang sama, yaitu memenuhi kebutuhan peraturan perundang-undangan, pelanggan (konsumen).[60]

Manajemen mutu terpadu[sunting | sunting sumber]

Manajemen kualitas total lebih dari sekadar konsep yang telah menjadikannya filosofi tersendiri. Manajemen kualitas total didefinisikan sebagai strategi manajemen untuk sebuah organisasi, berpusat pada kesadaran kualitas dalam semua proses organisasi.[61] Manajemen kualitas total didasarkan pada pengendalian mutu yang diartikan sebagai sistem manajemen yang melibatkan partisipasi semua pemimpin dan karyawan di semua tingkatan untuk mencapai kepuasan statistik melalui penggunaan metodologi statistik.[62] Menurut American Society for Quality, istilah manajemen kualitas total pertama kali digunakan oleh Komando Sistem Udara Angkatan Laut Amerika Serikat untuk menggambarkan pendekatan manajemen gaya Jepang untuk peningkatan kualitas.[61] Strategi manajemen kualitas total didasarkan pada partisipasi semua anggota dan ditujukan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan manfaat bagi semua anggota organisasi dan masyarakat. Manajemen kualitas total bergantung pada alat manajemen kualitas yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kualitas yang diinginkan dalam operasi sehari-hari, memungkinkan peningkatan operasi yang berkelanjutan dan memenuhi harapan pelanggan yang berubah.[63]

Pengendalian mutu[sunting | sunting sumber]

Untuk mencapai kualitas produk yang baik dan seragam, pengendalian mutu atau kontrol mutu memerlukan analisis dan identifikasi penyebab variabilitas produk dan kemudian mengambil tindakan perbaikan pada proses produksi.[3] Tujuan keseluruhan dari pengendalian mutu adalah untuk melestarikan dan meningkatkan standar mutu yang telah ditetapkan.[3] Adapun tujuan dari proses pengendalian mutu,[64] antara lain:

  1. Mengontrol dan memantau terjadinya penyimpangan kualitas produk,
  2. Mengeluarkan peringatan dini untuk mencegah penyimpangan kualitas produk lebih lanjut,
  3. Mengeluarkan instruksi tepat waktu tentang perlunya tindakan korektif segera untuk meluruskan proses yang menyimpang, dan
  4. Menentukan penyebab produk variasi atau penyimpangan.[64]

Kebijakan kontrol mutu perusahaan sering diterapkan untuk memproyeksikan citra berkualitas tinggi.[65] Kebijakan pengendalian mutu dapat dibagi menjadi tiga kategori, antara lain:

  1. Bagian pengendalian mutu khusus,
  2. Kerjasama tiga bagian: pemasaran, produksi, dan pengendalian mutu, dan
  3. Sistem kendali mutu total, juga dikenal sebagai sistem kendali mutu.[65]

Kelas mutu dan merek dagang[sunting | sunting sumber]

Penangan komoditas, baik dari hasil panen maupun dari operasi pengolahan industri, tidak selalu sama, oleh karena itu pengelompokan dilakukan berdasarkan pembedaan kualitas oleh produsen atau pemasar komoditas atau produk tersebut. Komoditas ini biasanya dilakukan pada pascapanen.[66] Pekerjaan mengelompokkan suatu jenis komoditas yang beragam menjadikan beberapa tingkat berdasarkan perbedaan mutu itu disebut pengkelasan mutu (grading). Sedangkan, hasil pekerjaan pengelompokkan komoditas menjadi beberapa kelas sehingga masing-masing kelas seragam mutunya.[30]

Kelas dan nama mutu[sunting | sunting sumber]

Setiap kelas mutu diberi nama atau simbol yang disebut Nama Mutu atau Simbol Mutu untuk membedakannya.[7] Dalam perjanjian dagang antara penjual dan pembeli, nama atau simbol kualitas banyak digunakan. Penunjukan kualitas menunjukkan kategori kualitas dan juga mencerminkan tingkat harga komoditas dalam kategori tersebut. Akibatnya, istilah atau simbol kualitas berfungsi sebagai media komunikasi antara penjual dan konsumen, serta bahasa mutu.[30]

Merek dagang dan nama mutu[sunting | sunting sumber]

Hanya standarisasi mutu resmi yang mengetahui nama mutu tersebut sesuai dengan ketetapan, seperti dalam ISO dan SNI.[67] Konsumen akan menghindari penggunaan nama berkualitas yang mengandung angka ordinal (1, 2, 3, atau I, II, dan seterusnya) atau alfabet (seperti A, B, C, dan seterusnya).[68] Kelas mutu dengan kode atau nama mutu angka atau huruf bagi konsumen kurang menguntungkan karena nama mutu yang bukan I atau A akan memberikan kesan mutu rendah. Para pedagang dan industri memanfaatkan merek sebagai nama diri suatu komoditas yang juga mencerminkan kualitas agar tidak menimbulkan kesan negatif. Jadi, jika sebuah perusahaan membuat tiga merek untuk produk yang sama, ketiga merek tersebut memiliki kelas kualitas yang berbeda dan, akibatnya, memiliki biaya yang bervariasi.[68]

Peranan kelas mutu[sunting | sunting sumber]

Kelas mutu bermanfaat untuk memastikan keadilan dalam bertransaksi, memberikan layanan berkualitas tinggi kepada berbagai konsumen, dan memberikan prospek bisnis sehingga dapat mempertahan kerjasama dalam jangka waktu atau di masa yang akan datang.[69] Selanjutnya, kelas mutu dapat memberikan arahan untuk penggunaan barang yang beragam.[68] Kelas mutu memiliki beragam peran, diantaranya peranan kelas mutu sebagai berikut.

Keadilan mutu[sunting | sunting sumber]

Tujuan dari kelas mutu adalah untuk memastikan bahwa jual beli sama-sama adil. Komoditas yang memiliki tinggi diberi harga yang tinggi, sedangkan komoditas yang berkualitas rendah diberi harga yang rendah, sebagai akibat dari keadilan ini.[70]

Pelayanan konsumen[sunting | sunting sumber]

Tujuan dari klasifikasi mutu dalam pelayanan konsumen adalah untuk memberikan jangkauan layanan yang lebih luas kepada pembeli dengan daya beli yang bervariasi atau selera yang beragam. Pembeli dapat dengan mudah menyesuaikan kemampuan dan keinginannya terhadap pilihan kelas mutu yang tersedia karena adanya beberapa kelas kualitas pada komoditas.[71]

Penggunaan berbeda[sunting | sunting sumber]

Nilai bahan baku yang berbeda kadang-kadang dikembangkan untuk tujuan yang berbeda. Misalnya, kelas kualitas bahan baku tertentu digunakan untuk membuat daging untuk "daging kornet", bakso, dan sosis. Kelas mutu dibentuk dalam skenario ini agar sesuai dengan pemanfaatan sumber daya mentah.[71]

Keragaman[sunting | sunting sumber]

Petani menghasilkan berbagai macam bahan baku.[72] Pertanian didefinisikan sebagai pemanfaatan sumber daya hayati oleh manusia untuk menciptakan makanan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta memelihara lingkungannya. Berdasarkan pengertian yang luas, yang meliputi segala kegiatan yang menyangkut pemanfaatan makhluk hidup untuk kepentingan orang banyak.[73] Namun demikian, sektor pengolahan membutuhkan barang-barang olahan yang homogen.[71] Untuk memperoleh barang olahan yang seragam, sektor pengolahan membutuhkan bahan baku yang seragam, yang dapat diperoleh dengan membeli bahan baku yang berkualitas atau bermutu. Sebelum memproses bahan mentah yang dibeli, perusahaan terkadang dipaksa untuk mengklasifikasikan atau menilai kualitasnya. Karena barangnya sangat beragam, diperlukan klasifikasi kualitas.[74]

Usaha[sunting | sunting sumber]

Klasifikasi kualitas produk dapat menyebabkan kenaikan harganya.[74] Akibatnya, keuntungan dapat diperoleh dari kenaikan harga yang disebabkan oleh peningkatan kualitas. Biaya baru diperlukan untuk pekerjaan perataan berkualitas tinggi. Biaya ini dapat diklasifikasikan sebagai biaya layanan pelanggan. Biaya layanan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat layanan. Akibatnya, hukum "pengembalian yang semakin berkurang" membatasi peningkatan pendapatan dari investasi bertingkat.[75]

Dasar pertimbangan kelas mutu[sunting | sunting sumber]

Sebelum sebuah perusahaan dapat menetapkan kelas mutu untuk produknya, ia harus terlebih dahulu menentukan kualitas produk serta tujuan pemasarannya. Penciptaan kelas mutu harus memperhatikan ketersediaan sumber daya mentah serta posisi konsumen. Pembentukan dan standarisasi kelas mutu pada produk yang ditujukan untuk konsumsi dalam negeri berbeda dengan penetapan dan standarisasi kelas mutu pada produk yang ditujukan untuk ekspor.[75] Produk yang dipasarkan di dalam negeri harus menyesuaikan dengan kondisi dan harapan konsumen dalam negeri, sedangkan produk ekspor harus menyesuaikan dengan kondisi dan permintaan negara pengimpor. Adapun beberapa pertimbangan yang menjadi dasar dan digunakan dalam membentuk kelas mutu,[76] yaitu:

  1. Memenuhi kewajiban yang diamanatkan pemerintah,
  2. Keadaan kualitas komoditas secara keseluruhan,
  3. Memenuhi kebutuhan beragam pelanggan,
  4. Meningkatkan nama baik atau nama baik perusahaan atau negara, dan
  5. Motivasi untung.[76]

Selanjutnya, kelas mutu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan dengan cepat dan akurat. Kelas mutu yang menggunakan metodologi standar membentuk kelas mutu yang dapat dipercaya, diandalkan, dan disajikan secara objektif. Kelas mutu baku atau kelas mutu standar ditetapkan oleh sistem ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi dituntut untuk melakukan klasifikasi mutu yang baku.[22]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Asiah, Nurul; Djaeni, Mohamad (2021). Konsep Dasar Proses Pengeringan Pangan. Malang: AE Publishing. hlm. 42. ISBN 9786233064699. 
  2. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 10.
  3. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 109.
  4. ^ Muhandri, Tjahja; Subarna (2019). Kumpulan Istilah Pangan. Bogor: IPB Press. hlm. 185. ISBN 978-623-256-356-8. 
  5. ^ Syah, Dahrul Syah (2018). Pengantar Teknologi Pangan. Bogor: IPB Press. hlm. 480. ISBN 9786024404338. 
  6. ^ Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu & Gizi Pangan (PDF) 
  7. ^ a b Asiah, Nurul; Djaeni, Mohamad (2021). Konsep Dasar Proses Pengeringan Pangan. Malang: AE Publishing. hlm. 43. ISBN 9786233064699. 
  8. ^ a b Buckwell, Allan (2003). "Food safety, food quality and the CAP". Studies in Spatial Development: Chapters (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-In: Policy vision for sustainable rural economies in an enlarged Europe). ARL – Akademie für Raumentwicklung in der Leibniz-Gemeinschaft. 4: 155. 
  9. ^ Naibaho, Netty Maria; Ramadhani, Suci; Rudito, Rudito (2021). Mengenal Abon dan Teknik Pengolahannya. Tanesa. hlm. 33. ISBN 9786239851811. 
  10. ^ Saragih, Bernatal (2020). Pengawasan Mutu Hasil Pertanian. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 35. ISBN 9786230219009. 
  11. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 8.
  12. ^ Imtiyaz, Hena; Soni, Peeyush; Yukongdi, Vimolwan (2021). "Role of Sensory Appeal, Nutritional Quality, Safety, and Health Determinants on Convenience Food Choice in an Academic Environment" (PDF). MDPI: Journals Foods. 10 (2): 2. doi:10.3390/foods10020345. 
  13. ^ Rahayu, Winiati P. (2011). Keamanan pangan peduli kita bersama. Bogor: IPB Press. hlm. 87. ISBN 9786024403508. 
  14. ^ Rahayu, Winiati P. (2011). Keamanan pangan peduli kita bersama. Bogor: IPB Press. hlm. 87–90. ISBN 9786024403508. 
  15. ^ a b Rahayu, Winiati P. (2011). Keamanan pangan peduli kita bersama. Bogor: IPB Press. hlm. 87–88. ISBN 9786024403508. 
  16. ^ a b c d Mamuaja 2016, hlm. 9.
  17. ^ Rahayu, Winiati P. (2011). Keamanan pangan peduli kita bersama. Bogor: IPB Press. hlm. 89. ISBN 9786024403508. 
  18. ^ Dewanti, Ratih; Hariyadi (2021). Mikrobiologi Keamanan Pangan. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 343. ISBN 9786232567450. 
  19. ^ Mamuaja 2016, hlm. 48.
  20. ^ Pitriani; Herawanto (2019). Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Makassar: Nas Media Pustaka. hlm. 101. ISBN 9786237340904. 
  21. ^ Rahayu, Winiati P. (2011). Keamanan pangan peduli kita bersama. Bogor: IPB Press. hlm. 89–90. ISBN 9786024403508. 
  22. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 37.
  23. ^ Kusuma, Titis Sari; Kurniawati, Adelya Desi; Rahmi, Yosfi; Rusdan, Ilzamha Hadijah; Widyanto, Rahma Micho (2017). Pengawasan Mutu Makanan. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 33. ISBN 9786024324193. 
  24. ^ Soekarto, Soewarno T. (2021). Metode dan Analisis Uji Indrawi. Bogor: IPB Press. hlm. 17. ISBN 9786232566125. 
  25. ^ a b Pudjirahaju 2017, hlm. 43.
  26. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 38.
  27. ^ a b Pudjirahaju 2017, hlm. 44.
  28. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 11.
  29. ^ Asiah, Nurul; Nurenik; David, Wahyudi; Djaeni, Mohamad (2020). Teknologi Pascapanen Bahan Pangan. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 73. ISBN 9786230217357. 
  30. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 32.
  31. ^ Guru Besar IPB (2021). Merevolusi Revolusi Hijau. Bogor: IPB Press. hlm. 101. ISBN 9786237340904. 
  32. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 12.
  33. ^ Kamaludin; Sulistiono (2013). "Kualitas Produk Sebagai Faktor Penting Dalam Pemasaran Ekspor Pada PT. Eurogate Indonesia" (PDF). Thesis - Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan. 1 (1): 2. doi:10.13140/RG.2.2.11109.91365. 
  34. ^ Sherly; Halim, Fitria; Butarbutar, Marisi; Arfandi SN; Sisca; Purba, Bonaraja; Ferinia, Rolyana; Dewi, Idah Kusuma; Hasyim; Sudarso, Andriasan; Purba, Elvitrianim (2020). Pemasaran Internasional. Medan: Yayasan Kita Menulis. hlm. 93. ISBN 9786236761908. 
  35. ^ Lukiawan, Reza (2020). Menimbang Pala. Sleman, Yogyakarta: Deepublish. hlm. 128. ISBN 9786230211010. 
  36. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 13.
  37. ^ Mamuaja 2016, hlm. 13-14.
  38. ^ Sumbono, Aung (2021). Karbohidrat Seri Biokimia Pangan Dasar. Sleman, Yogyakarta: Deepublish. hlm. 15. ISBN 9786230228933. 
  39. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 16.
  40. ^ Mamuaja 2016, hlm. 17.
  41. ^ Mamuaja 2016, hlm. 18.
  42. ^ Mamuaja 2016, hlm. 19.
  43. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 20.
  44. ^ Environmental Research (2016). "Organic Acid". sciencedirect.com. Diakses tanggal 2022-01-28. 
  45. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 21.
  46. ^ Marsanti, Avicena Sakula; Widiarini, Retno (2018). Buku Ajar Higiene Sanitasi Makanan. Uwais Inspirasi Indonesia. hlm. 8. ISBN 9786025891601. 
  47. ^ Marsanti, Avicena Sakula; Widiarini, Retno (2018). Buku Ajar Higiene Sanitasi Makanan. Uwais Inspirasi Indonesia. hlm. 9. ISBN 9786025891601. 
  48. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 22.
  49. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 23.
  50. ^ Mamuaja 2016, hlm. 24.
  51. ^ Mamuaja 2016, hlm. 25.
  52. ^ Junaedi (2014). Petani tanpa tapal batas. UB Press. hlm. 83. ISBN 9786022036135. 
  53. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 27.
  54. ^ Mamuaja 2016, hlm. 27-28.
  55. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 28.
  56. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 29.
  57. ^ "What Does Quality Assurance (QA) Mean?". techopedia.com. Diakses tanggal 2022-01-06. 
  58. ^ "quality assurance". merriam-webster.com. Diakses tanggal 2022-01-06. 
  59. ^ "WHAT IS A QUALITY MANAGEMENT SYSTEM (QMS)?". asq.org. Diakses tanggal 2022-01-06. 
  60. ^ Mamuaja 2016, hlm. 6.
  61. ^ a b "Total quality management". apo-tokyo.org. Diakses tanggal 2022-01-06. 
  62. ^ Mamuaja 2016, hlm. 117.
  63. ^ "WHAT IS TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)?". asq.org. Diakses tanggal 2022-01-06. 
  64. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 109-110.
  65. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 111.
  66. ^ Mutiarawati, Tino. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Workshop. Pemandu Lapangan I (Pl-1) Sekolah Lapangan Pengolahan Dan Pemasaran. Hlm. 2.
  67. ^ "Pentingnya Standardisasi & Sertifikasi sebagai Bukti Formal Kualitas". ukmindonesia.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-16. Diakses tanggal 2022-01-06. 
  68. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 33.
  69. ^ Shinta, Agustina (2011). Manajemen Pemasaran (PDF). Malang, Jawa Timur: Universitas Brawijaya Press (UB Press). hlm. 12. ISBN 978-602-8960-27-4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2022-01-06. 
  70. ^ Mamuaja 2016, hlm. 33-34.
  71. ^ a b c Mamuaja 2016, hlm. 34.
  72. ^ Utami, Silmi Nurul (2021-10-11). "Jenis Barang yang Dihasilkan Petani dan Sumber Daya Alam yang Digunakan". kompas.com. Diakses tanggal 2022-01-22. 
  73. ^ Andiyono (2021). Pertanian Indonesia Persepsi dan Resiko. Sleman, Yogyakarta: Bintang Pustaka Madani. hlm. 2. ISBN 9786236372166. 
  74. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 35.
  75. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 36.
  76. ^ a b Mamuaja 2016, hlm. 36-37.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]