Dataran tinggi Dieng: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Menambah informasi Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(172 revisi perantara oleh 56 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:Dieng |
[[Berkas:051 Dieng Sunrise.jpg|250px|jmpl|Dieng saat matahari terbit]] |
||
'''Dataran tinggi Dieng''' atau '''Plato Dieng''' adalah sebuah wilayah di pusat [[Jawa Tengah]] yang memiliki ciri [[Geologi|geolog]]<nowiki/>i, [[sejarah]], dan [[pertanian]] yang dinilai khas.{{By whom}} Dataran ini berada di ketinggian antara 2000 hingga 2590 [[Meter di atas permukaan laut]] (MDPL) yang diapit oleh jajaran perbukitan di sisi utara dan selatannya, yang berasal dari aktivitas vulkanik yang sama dan disebut [[Pegunungan Dieng]]. Pegunungan Dieng sendiri secara geografis berada di antara kompleks [[Gunung Rogojembangan|Puncak Rogojembangan]] di sebelah barat dan pasangan [[Gunung Sindoro]] dan [[Gunung Sumbing]] di sisi timurnya. Secara kasar dapat dikatakan bahwa wilayah Dataran tinggi Dieng menempati kawasan berukuran lebar (utara–selatan) 4–6 km dan panjang (barat–timur) 11 km.<ref name=":0">{{Cite book|last=Dan Miller et al.|first=C.|date=1983|url=https://pubs.usgs.gov/of/1983/0068/report.pdf|title=ERUPTIVE HISTORY OF THE DIENG MOUNTAINS REGION, CENTRAL JAVA, AND POTENTIAL HAZARDS FROM FUTURE ERUPTIONS|location=-|publisher=USDI - Geological Survey|isbn=|pages=1-20|url-status=live}}</ref> |
|||
'''Dataran Tinggi Dieng''' adalah kawasan vulkanik aktif di [[Jawa Tengah]], yang masuk wilayah [[Kabupaten Banjarnegara]] dan [[Kabupaten Wonosobo]]. Letaknya berada di sebelah barat kompleks [[Gunung Sindoro]] dan [[Gunung Sumbing]]. |
|||
Dieng |
Secara administrasi, dataran tinggi Dieng berada dalam wilayah [[Batur, Banjarnegara|Kecamatan Batur]] dan sebagian [[Pejawaran, Banjarnegara|Kecamatan Pejawaran]], [[Kabupaten Banjarnegara]], [[Kejajar, Wonosobo|Kecamatan Kejajar]], [[Kabupaten Wonosobo]], dan bagian selatan dari Desa [[Pranten, Bawang, Batang|Pranten]], Bawang, [[Kabupaten Batang]], dengan inti kawasan wisata berada pada wilayah Desa [[Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara|Dieng Kulon]] (di Banjarnegara) dan Desa [[Dieng, Kejajar, Wonosobo|Dieng]] ("Dieng Wetan" di Wonosobo). Ketinggian dataran berada pada 1600 sampai 2100 mdpl dengan arah aliran permukaan ke barat daya,<ref name=":0" /> menuju ke lembah [[Kali Serayu|Sungai Serayu]]. Dengan suhu udara berkisar 12–20 °C di siang hari dan 6–10 °C di malam hari, meskipun pada [[musim kemarau]] (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari, iklim di dataran tinggi Dieng termasuk iklim subtropis dan memunculkan [[embun]] beku yang oleh penduduk setempat disebut ''[[bun upas]]'' ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. |
||
Meskipun cukup terpencil, dataran tinggi Dieng telah lama menjadi kawasan pemukiman orang Jawa pada saat itu. Sejumlah bangunan peninggalan abad ke-8 masih dapat ditemukan, baik dalam keadaan masih berdiri ataupun telah menjadi reruntuhan. Bangunan-bangunan ini berasal dari masa kekuasaan kerajaan Kalingga di Jepara sebelum medang. |
|||
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa [[Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara|Dieng Kulon]], [[Batur, Banjarnegara|Kecamatan Batur]], [[Kabupaten]] [[Banjarnegara]] dan [[Dieng, Kejajar, Wonosobo|Dieng]] ("Dieng Wetan"), [[Kejajar, Wonosobo|Kecamatan Kejajar]], [[Kabupaten Wonosobo]]. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di [[Jawa Tengah]]. |
|||
Pertanian di Dieng menjadi sumber mata pencaharian utama penduduk. Penanaman sayur-mayur khas pegunungan menjadi aktivitas utama, seperti [[kentang]], [[wortel]], [[lobak]], [[Kembang kol|kubis bunga]], [[bit]], dan berbagai bawang-bawangan. Dataran tinggi Dieng adalah penghasil kentang terluas di Indonesia. Tanaman [[Kelembak|klembak]] dan [[Purwaceng|purwoceng]] adalah tanaman penyegar yang khas Dieng, karena hanya cocok untuk tumbuh di kawasan ini. |
|||
== Etimologi == |
== Etimologi == |
||
Nama |
Nama "Dieng" berasal dari turunan kata [[bahasa Proto-Melayu-Polinesia]]: ''di'' yang berarti "tempat" dan ''[[hyang]]'' yang bermakna "leluhur". Dengan demikian, "''dihyang''" berarti pegunungan tempat para leluhur atau persemayaman para dewa.<ref>{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=Y84LAAAAIAAJ&q=dieng+di+hyang&dq=dieng+di+hyang&hl=id&sa=X&ei=d5jyT_OENMPYrQfv_f2qCQ&ved=0CDUQ6AEwAQ|edition=2|title=Central Java hand book|year=1983|publisher=Provincial Government of Central Java|location=Indonesia}}</ref><ref>{{Cite web|title=Austronesian Comparative Dictionary|url=https://www.trussel2.com/acd/acd-s_q.htm|website=trussel2.com|access-date=}}</ref> |
||
Sebuah prasasti mengungkapkan bahwa di dataran tinggi Dieng, orang [[Jawa Kuno]] telah mendiami wilayah tersebut dan digunakan untuk beribadah. Disebutkan dalam [[Prasasti Gunung Wule]] tahun [[861]] Masehi seseorang diperintahkan memelihara bangunan suci di daerah yang bernama Dihyang. |
|||
== Iklim == |
|||
Dataran tinggi Dieng memiliki iklim sedang tetapi hangat. Berdasarkan [[klasifikasi iklim Köppen]], Dieng masuk dalam golongan [[Iklim laut|Cwb]], dengan musim kemarau yang dingin dan musim hujan yang relatif lebih hangat. Rata-rata suhu tahunan di Dieng adalah 14,0 °C.<ref name="climatedata" /> |
|||
{{Weather box |
|||
|location = Dieng |
|||
|metric first = yes |
|||
|single line = yes |
|||
|Jan high C = 17.9 |
|||
|Feb high C = 18.5 |
|||
|Mar high C = 18.6 |
|||
|Apr high C = 18.4 |
|||
|May high C = 18.5 |
|||
|Jun high C = 18.5 |
|||
|Jul high C = 18.2 |
|||
|Aug high C = 18.0 |
|||
|Sep high C = 18.5 |
|||
|Oct high C = 18.8 |
|||
|Nov high C = 19.2 |
|||
|Dec high C = 18.8 |
|||
|Jan mean C = 13.9 |
|||
|Feb mean C = 14.3 |
|||
|Mar mean C = 14.4 |
|||
|Apr mean C = 14.4 |
|||
|May mean C = 14.3 |
|||
|Jun mean C = 13.8 |
|||
|Jul mean C = 13.2 |
|||
|Aug mean C = 12.8 |
|||
|Sep mean C = 13.6 |
|||
|Oct mean C = 14.2 |
|||
|Nov mean C = 14.7 |
|||
|Dec mean C = 14.4 |
|||
|Jan low C = 10.0 |
|||
|Feb low C = 10.1 |
|||
|Mar low C = 10.3 |
|||
|Apr low C = 10.4 |
|||
|May low C = 10.1 |
|||
|Jun low C = 9.2 |
|||
|Jul low C = 8.3 |
|||
|Aug low C = 7.6 |
|||
|Sep low C = 8.7 |
|||
|Oct low C = 9.6 |
|||
|Nov low C = 10.3 |
|||
|Dec low C = 10.1 |
|||
|precipitation color = green |
|||
|Jan precipitation mm = 370 |
|||
|Feb precipitation mm = 430 |
|||
|Mar precipitation mm = 434 |
|||
|Apr precipitation mm = 249 |
|||
|May precipitation mm = 153 |
|||
|Jun precipitation mm = 83 |
|||
|Jul precipitation mm = 53 |
|||
|Aug precipitation mm = 35 |
|||
|Sep precipitation mm = 57 |
|||
|Oct precipitation mm = 170 |
|||
|Nov precipitation mm = 230 |
|||
|Dec precipitation mm = 389 |
|||
|source = <ref name="climatedata">http://en.climate-data.org/location/623617/</ref> |
|||
}} |
|||
== Geologi == |
== Geologi == |
||
:''Lihat pula: [[Pegunungan Dieng]]'' |
|||
Dataran tinggi Dieng (DTD) adalah dataran dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, seperti [[Yellowstone]] ataupun [[Dataran Tinggi Tengger]]. Sesungguhnya ia adalah [[kaldera]] dengan gunung-gunung di sekitarnya sebagai tepinya. Terdapat banyak kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya. Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti dengan adanya bencana letusan gas Kawah Sinila 1979. Tidak hanya gas beracun, tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor, dan banjir. |
|||
Pada dasarnya dataran tinggi Dieng adalah [[kaldera]] yang dikelilingi oleh gunung-gunung di sekitarnya, antara lain [[Gunung Prahu]] (2.565 m) di sebelah timur laut kaldera, Bukit [[Gunung Sikunir|Sikunir]] (2.363 m), Gunung [[Gunung Pakuwaja|Pakuwaja]] (2.585 m), Gunung [[Gunung Bisma|Bismo]] (2.365 m) di sebelah selatan kaldera, serta kompleks Gunung Butak-Dringo-Petarangan (di sebelah barat laut). Di bawah permukaan kaldera terdapat aktivitas vulkanik, seperti halnya [[Yellowstone]] ataupun [[Dataran Tinggi Tengger|dataran tinggi Tengger]]. Di sini terdapat banyak kawah (''crater'') dan rekahan (''vent'') yang mengeluarkan hasil aktivitas geologi dalam berbagai wujud: [[fumarola]], [[solfatara]],sumber gas ([[Karbon dioksida|CO<sub>2</sub>]] maupun [[Karbon monoksida|CO]]), dan mata air (panas maupun dingin), serta danau vulkanik. Beberapa kawah masih sangat aktif, seperti Sileri, Candradimuka, dan Sikidang, dijadikan objek wisata alam. |
|||
Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. |
|||
Kondisi ini memiliki potensi bahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah tersebut. Kasus terakhir yang merenggut ratusan nyawa adalah bencana letusan gas Kawah Sinila pada tahun 1979. Tidak hanya [[gas]] beracun dan [[Letusan gunung|erupsi]], tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi [[gempa bumi]] (vulkanik), erupsi lumpur, [[tanah longsor]], dan [[banjir]]. Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. |
|||
Secara biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena ditemukan di air-air panas di dekat kawah beberapa spesies [[bakteri]] termofilik ("suka panas") yang dapat dipakai untuk menyingkap kehidupan awal di [[bumi]]. |
|||
Dari sisi biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena di air-air panas di dekat kawah ditemukan beberapa spesies [[mikroorganisme]] termofilik ("penyuka panas") yang berpotensi menyingkap kehidupan awal di [[Bumi]]. Dieng juga memiliki beberapa spesies tumbuhan khas yang jarang dijumpai di tempat lain akibat kombinasi kondisi iklim dan geotermalnya yang unik. |
|||
=== Kawah-kawah === |
=== Kawah-kawah === |
||
[[Berkas:Djieng sikidang.jpg|jmpl|250px|Kawah Sikidang dilihat dari atas.]] |
|||
Kawah aktif di Dieng merupakan kepundan bagi aktivitas vulkanik di bawah dataran tinggi. Pemantauan aktivitas dilakukan oleh [[PVMBG]] melalui Pos Pengamatan Dieng di Kecamatan Karangtengah. Berikut adalah kawah-kawah aktif yang dipantau: |
|||
Kawah-kawah aktif di dataran tinggi Dieng menunjukkan adanya aktivitas vulkanik yang tinggi di bawah permukaan tanah. Selain semburan gas atau uap air, bentuk aktivitas lainnya adalah letusan (erupsi) maupun gempa bumi. Bencana sekunder yang dapat terjadi adalah [[banjir]] dan aliran [[lahar]]. Pemantauan aktivitas dilakukan oleh [[PVMBG]] melalui Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Dieng di Desa [[Karangtengah, Batur, Banjarnegara|Karangtengah]]. Berikut adalah kawah-kawah aktif yang ditemukan di dataran tinggi Dieng. |
|||
* Candradimuka |
|||
* Sibanteng |
|||
* Siglagah |
|||
* Sikendang, berpotensi gas beracun |
|||
* Sikidang |
|||
* Sileri |
|||
* Sinila, berpotensi gas beracun |
|||
* Timbang, berpotensi gas beracun |
|||
==== Kawasan Utara ==== |
|||
Kumpulan kawah ini berada di sekitar Gunung Sipandu. |
|||
Sibanteng terletak di Desa Dieng Kulon. Kawah ini pernah meletus [[erupsi|freatik]] pada bulan Januari 2009 (15/1)<ref>[http://portal.vsi.esdm.go.id/joomla/index.php?option=com_content&task=view&id=424&Itemid=2 G. Dieng alert level II, Waspada]. PVMBG 15-01-2009</ref>, menyebabkan kawasan wisata Dieng harus ditutup beberapa hari untuk mengantisipasi terjadinya bencana keracunan gas. Letusan lumpurnya terdengar hingga 2 km, merusak hutan milik [[Perhutani]] di sekitarnya, dan menyebabkan longsor yang membendung Kali Putih, anak [[Sungai Serayu]]. |
|||
* [[Kawah Sileri|Sileri]] |
|||
Kawah Sibanteng pernah pula meletus pada bulan Juli 2003. |
|||
* [[Kawah Pagerkandang|Pagerkandang]] |
|||
* [[Kawah Sipandu|Sipandu]] |
|||
Terdapat banyak kawah-kawah di sekitar Sileri. Daerah ini sangat aktif dan telah dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik panas bumi/geotermal (PLTP) oleh PT [[Geo Dipa Energi]]. |
|||
===== Kawah Sikidang ===== |
|||
Sikidang adalah kawah di DTD yang paling populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (''kidang'' dalam [[bahasa Jawa]]). |
|||
==== Kawasan Selatan ==== |
|||
Aktivitas geotermal di bagian selatan ditemukan di sekitar Gunung Pangonan sampai kompleks Gunung Pakuwaja-Sikunir. Kompleks ini juga berada terdekat dengan kompleks percandian di Dieng. |
|||
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Telaga Leri een vallei met beken en warme bronnen in het Diengplateau in Kedoe Midden-Java TMnr 10004349.jpg|thumb|Kawah Sileri]] |
|||
Sileri adalah kawah yang paling aktif dan pernah meletus beberapa kali (berdasarkan catatan: tahun 1944, 1964, 1984, Juli 2003, dan September 2009). Pada aktivitas freatik terakhir (26 September 2009) muncul tiga celah kawah baru disertai dengan pancaran material setinggi 200 meter.<ref>[http://regional.kompas.com/read/xml/2009/09/27/11521441/kawah.sileri.lontarkan.lumpur.panas.sejauh.200.meter Kawah Sileri Lontarkan Lumpur Panas Sejauh 200 Meter]. Kompas 27 September 2009.</ref> |
|||
*[[Kawah Sibanteng|Sibanteng]] |
|||
===== Kawah Sinila ===== |
|||
*[[Kawah Sikendang|Sikendang]], berada di tepi Telaga Warna dan berpotensi gas beracun |
|||
Sinila terletak di antara Desa Batur, Desa Sumberejo, dan Desa Pekasiran, Kecamatan Batur. Kawah Sinila pernah meletus pada pagi hari tahun 1979,<ref>Sudarman. [http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/16/nas16.htm Menyaksikan Bencana Sinila lewat Film]. Suara Merdeka daring edisi 16-07-2005. Diakses 30-01-2009.</ref> tepatnya [[20 Februari]] [[1979]]. Gempa yang ditimbulkan membuat warga berlarian ke luar rumah, namun mereka terperangkap gas racun yang keluar dari Kawah Timbang akibat terpicu letusan Sinila.<ref>[http://portal.vsi.esdm.go.id/joomla/index.php?option=com_content&task=view&id=424&Itemid=2 G. Dieng alert level II, Waspada]. PVMBG 15-01-2009</ref> Sejumlah warga (149 jiwa) dan ternak tewas keracunan gas [[karbondioksida]] yang terlepas dan menyebar ke wilayah pemukiman. |
|||
* [[Kawah Sikidang|Sikidang]] |
|||
*Upas-Luwuk |
|||
*[[Gunung Pakuwaja|Pakuwaja]] |
|||
*[[Kawah Pulosari|Pulosari]] |
|||
Selain kawah aktif juga terdapat kawah-kawah non-aktif atau mati. Lapangan geotermal di sekitar Sikidang juga sudah dimanfaatkan untuk PLTP. |
|||
=====Kawah Timbang ===== |
|||
Timbang adalah kawah yang terletak di dekat Sinila dan beraktivitas sedang. Meskipun kurang aktif, kawah ini merupakan sumber gas CO<sub>2</sub> berkonsentrasi tinggi yang memakan ratusan korban pada tahun 1979. Kawah ini terakhir tercatat mengalami kenaikan aktivitas pada bulan Mei 2011 dengan menyemburkan asap putih setinggi 20 meter, mengeluarkan CO<sub>2</sub> dalam konsentrasi melebihi ambang aman (1.000 ppm, konsentrasi normal di udara mendekati 400 ppm) dan memunculkan gempa vulkanik<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/node/146403 Kawah Timbang Dieng Keluarkan Gas Beracun] Pikiran Rakyat Online. Edisi Rabu, 25/05/2011.</ref>. Pada tanggal 31 Mei 2011 pagi, kawah ini kembali melepaskan gas CO<sub>2</sub> hingga mencapai 1% v/v (100.000 ppm) disertai dengan gempa tremor. Akibatnya semua aktivitas dalam radius 1 km dilarang dan warga Dusun Simbar dan Dusun Serang diungsikan <ref>Liliek Dharmawan. [http://www.mediaindonesia.com/read/2011/05/31/230389/289/101/Gas-Beracun-Kawah-Timbang-Meningkat-10-Kali-Lipat-Dua-Dusun-Dikosongkan Gas Beracun Kawah Timbang Meningkat 10 Kali Lipat, Dua Dusun Dikosongkan]. Media Indonesia daring. Edisi 31 Mei 2011.</ref>. |
|||
=== |
==== Kawasan Barat Laut ==== |
||
Agak jauh, berada di sebelah barat dari kompleks Sileri dan di utara pusat kecamatan Batur, terdapat kumpulan aktivitas vulkanik yang terkenal karena catatan letusan yang mematikan akibat emisi gas oksida karbon dengan konsentrasi tinggi. Aktivitas vulkanik di sini terkait dengan keberadaan kompleks Gunung Butak-Petarangan yang sebelumnya merupakan gunung api stratovulkan. |
|||
* [[Gunung Sumbing]] (3.387 m) |
|||
* [[Gunung Sindoro]] (3.150 m) |
|||
* [[Kawah Candradimuka|Candradimuka]] |
|||
* [[Gunung Prahu]] (2.565 m) |
|||
* [[Kawah Jalatunda|Jalatunda]] |
|||
* Gunung Pakuwaja (2.595 m) |
|||
*[[Kawah Sidongkal|Sidongkal]] |
|||
* Gunung Sikunir (2.463 m), tempat wisata, dekat Sembungan |
|||
*[[Kawah Siglagah|Siglagah]] |
|||
* [[Kawah Sigluduk|Sigluduk]], berpotensi gas beracun |
|||
* [[Kawah Sinila|Sinila]] , berpotensi gas beracun |
|||
* [[Kawah Timbang|Timbang]] , berpotensi gas beracun |
|||
=====Galeri gambar===== |
|||
<gallery> |
|||
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Sumur Jalatunda op het Dijeng-plateau TMnr 60019010.jpg|Sumur Jalatunda pada tahun 1937 |
|||
|Peta objek wisata Dieng |
|||
</gallery> |
|||
=== Danau vulkanik === |
=== Danau vulkanik === |
||
[[ |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Telaga Dringo op het Dijeng-plateau TMnr 60019009.jpg|jmpl|Telaga Dringo pada tahun 1937]]Danau atau telaga banyak terbentuk di Dataran tinggi Dieng karena memang bagian tertentu kawasan ini berawa-rawa serta akibat aktivitas geologi. |
||
* Telaga Warna |
* [[Telaga Warna (Dieng)|Telaga Warna]] |
||
*[[Telaga Pengilon]] |
|||
* Telaga Cebong, dekat desa wisata Sembungan |
|||
* Telaga |
* Telaga Cebong |
||
* Telaga |
* [[Telaga Merdada]] |
||
* Telaga Dringo |
* [[Telaga Dringo]] |
||
* Telaga Nila |
* Telaga Nila |
||
== Sejarah dan budaya == |
|||
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Olieverfschildering door Max Fleischer voorstellend de tempel Candi Bima op het Diengplateau TMnr 822-4.jpg|thumb|Lukisan Candi Bima, Dieng, oleh [[Max Fleischer]], 1912.]] |
|||
===Kepurbakalaan=== |
|||
{{main article|Kompleks Candi Dieng}}Kawasan dataran tinggi Dieng telah lama dikenal sebagai pusat temuan [[arkeologi]]; dengan ditemukannya sejumlah [[candi]] dan sisa-sisa bangunan kuno non-pemujaan ([[petirtaan]] dan lubang drainase) serta arca. Catatan Hindia-Belanda menyebutkan ada 117 candi/bangunan purbakala di dataran tinggi Dieng, tetapi sekarang tinggal sembilan yang masih berdiri.<ref name=":1">{{Cite news|last=Putri|first=Anindya|date=18 Juni 2019|title=Cerita Hilangnya 108 Candi di Kawasan Dieng|url=https://serat.id/2019/06/18/cerita-hilangnya-108-candi-di-kawasan-dieng/|work=serat.id|access-date=16 November 2020}}</ref> Candi-candi di Dieng diberi nama sesuai dengan nama tokoh pewayangan [[Mahabharata]] dan berdasarkan perkiraan arkeolog, bangunan-bangunan kuno di Dieng dibangun di masa berkuasanya [[Kerajaan Kalingga]], yaitu pada abad ke-7 dan ke-8.<ref name="Coedes">{{cite book|last=Coedès|first=George|year=1968|title=The Indianized States of Southeast Asia|publisher=University of Hawaii Press|isbn=978-0-8248-0368-1|editor=Walter F. Vella|others=trans.Susan Brown Cowing|authorlink=George Coedès}}</ref> Ini menjadikan percandian Dieng sebagai bangunan tertua di Jawa yang masih berdiri.<ref name="romain">{{Citation|last=Romain|chapter=Indian Architecture in the ‘Sanskrit Cosmopolis’: The Temples of the Dieng Plateau|isbn=9789814345101|pages=299–316|volume=2|publisher=Nalanda-Sriwijaya Centre. Institute of Southeast Asian Studies|location=Singapore|title=Early Interactions Between South and Southeast Asia: Reflections on Cross-cultural Exchange|editor3-first=Geoff|first=Julie|editor3-last=Wade|editor2-first=|editor2-last=Mani|editor-first=Pierre-Yves|editor-last=Manguin|year=2011|chapter-url=https://books.google.com/books?id=ni9AlOLTFZYC&pg=PA299}}</ref> |
|||
Candi-candi ini bercorak keagamaan Hindu dan tampaknya dibangun untuk pemujaan kepada [[Siwa]] dan ''[[hyang]]'' (leluhur yang didewakan setelah meninggal).<ref>Michell, George, (1977) The Hindu Temple: An Introduction to its Meaning and Forms". pp. 160-161. University of Chicago Press. {{ISBN|978-0-226-53230-1}} /</ref> Dalam konsep Hinduisme, kuil atau candi adalah miniatur gunung suci kosmis, meskipun Schoppert melihat motif desain bangunan sangat sedikit terkait dengan India.<ref>{{Citation|last=Schoppert|first=Peter|year=2012|title=Java Style|publisher=Editions Didier Millet|isbn=9789814260602|url=https://books.google.com/books?id=AHHRaLFrMxMC&pg=PA32}}</ref> Dalam tinjauannya yang diterbitkan tahun 2011, Romain mengemukakan pendapat bahwa gaya candi Dieng dapat dikaitkan dengan gaya Dravida dan Pallava dari India selatan.<ref name="romain" /> Pada kondisi tahun 2020, hanya terdapat sembilan candi yang masih berdiri, sisanya tinggal reruntuhan, fondasi, atau tinggal nama. Batu-batu reruntuhan candi dipakai oleh warga untuk fondasi bangunan, jalan, atau pembatas pematang.<ref name=":1" /> |
|||
== Obyek wisata == |
|||
[[Berkas:Dieng temple complex.jpg|thumb|Kompleks [[Candi Arjuna]], Dieng]] |
|||
Bangunan candi di Dieng berada dalam kelompok-kelompok, namun hampir semuanya berada dalam kawasan lembah Dieng di sekitar pusat desa Dieng Kulon. Kelompok Arjuna adalah yang terbesar dan kondisinya paling baik, meskipun banyak [[arca]] yang telah dicuri maupun rusak. Sekarang menjadi objek wisata yang dikelola untuk kepentingan pendapatan daerah/instansi. Termasuk dalam kelompok ini adalah [[Candi Arjuna]], [[Candi Semar]], [[Candi Sembadra]], [[Candi Srikandi]], dan [[Candi Puntadewa]]; agak terpisah ke barat terdapat [[Candi Setyaki]] yang sudah dipugar sebagian. Kelompok Gatotkaca |
|||
[[Berkas:Javanen offerend bij Tjandi Parikesit.jpg|thumb|Sesajian di Candi [[Parikesit]] pada tahun 1880-an (gambar dari majalah ''[[Eigen Haard]]'')]] |
|||
berada di tepi jalan penghubung utama ke arah Candi Bima. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah [[Candi Gatotkaca]], [[Candi Nakula]], [[Candi Sadewa]], dan [[Candi Gareng]]. Hanya candi Gatotkaca yang masih baik kondisinya. Kelompok Dwarawati berada di Dusun Krajan, Desa Dieng Kulon, di dekat salah satu jalur pendakian menuju Gunung Prahu. Hanya satu candi yang masih berdiri, yaitu [[Candi Dwarawati]]; candi-candi lainnya, seperti [[Candi Abyasa]], [[Candi Pandu]], dan [[Candi Margasari]] sudah menjadi reruntuhan. [[Candi Bima]] adalah candi tunggal, berada di sisi selatan kompleks Arjuna maupun Gatotkaca. Candi Parikesit (diperkirakan terletak di kaki Gunung Sipandu) hanya diketahui dari catatan arkeologi Hindia-Belanda, demikian pula Candi Prahu. |
|||
Beberapa peninggalan budaya dan alam telah dijadikan sebagai [[obyek wisata|objek wisata]] dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo. Berikut beberapa objek wisata di Dieng. |
|||
* [[Telaga]]: [[Telaga Warna]], sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, [[Telaga Pengilon]], yang letaknya bersebelahan persis dengan Telaga Warna, uniknya warna air di telaga ini bening seperti tidak tercampur belerang. Keunikan lain adalah yang membatasi Telaga Warna dengan Telaga Pengilon hanyalah rerumputan yang terbentuk seperti rawa kecil. [[Telaga Merdada]], adalah merupakan yang terbesar di antara telaga yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Airnya yang tidak pernah surut dijadikan sebagai pengairan untuk ladang pertanian. Bahkan Telaga ini juga digunakan para pemancing untuk menyalurkan hobi atau juga wisatawan yang sekadar berkeliling dengan perahu kecil yang disewakan oleh penduduk setempat. |
|||
Dari sekian banyak bangunan non-candi, dapat disebutkan [[Gangsiran Aswatama]], suatu saluran drainase kuno berupa lubang pembuangan air untuk menjaga agar kawasan percandian tidak tergenang air;<ref>{{Cite web|last=BPCB Jateng|first=|date=20 Mei 2020|title=Urutan Pembangunan Candi-Candi Di Dieng|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/urutan-pembangunan-candi-candi-di-dieng/|website=Indonesiana: Platform Kebudayaan|access-date=16 November 2020}}</ref> petirtaan [[Tuk Bima Lukar|Tuk Bimo Lukar]], sebagai tempat peziarah untuk menyucikan diri sebelum melakukan puja di percandian; [[Tangga Buda|Ondho Budho]] (ditemukan kembali Desember 2019, di kaki Bukit Sipandu), suatu susunan batu menyerupai tangga;<ref>{{Cite news|last=Ariefana|first=Pebriansyah|date=24 Juli 2020|title=Misteri Ondo Budho Dieng, Tangga Bagi Peziarah Menuju Tempat Suci Dieng|url=https://jateng.suara.com/read/2020/07/24/085048/misteri-ondo-budho-dieng-tangga-bagi-peziarah-menuju-tempat-suci-dieng?page=all|work=Suara.com|access-date=16 November 2020}}</ref> dan arca [[Ganesha]] tanpa kepala yang ditemukan akhir Desember 2019 di Desa Dieng, Kabupaten Wonosobo.<ref>{{Cite news|last=Ridlo|first=Muhamad|date=31 Des 2019|title=Jejak Mataram Kuno dalam Penemuan Arca Ganesha Tanpa Kepala di Dieng|url=https://www.liputan6.com/regional/read/4145210/jejak-mataram-kuno-dalam-penemuan-arca-ganesha-tanpa-kepala-di-dieng|work=[[Liputan6.com]]|access-date=16 Nov 2020|editor-last=Ridlo|editor-first=Muhamad}}</ref><ref>{{Cite news|last=Khairina (ed.)|date=07 Jan 2020|title=Arca Ganesha Terbesar Diangkat dari Kawasan Dieng|url=https://regional.kompas.com/read/2020/01/07/22044211/arca-ganesha-terbesar-diangkat-dari-kawasan-dieng|work=[[Kompas.com]]|access-date=16 Nov 2020|editor-last=Khairina}}</ref><ref>{{Cite news|last=Susmayanti|first=Hari|date=Senin, 30 Desember 2019|title=Kronologi Penemuan Arca Ganesha Terbesar di Dieng, Ditemukan Tanpa Kepala|url=https://jogja.tribunnews.com/2019/12/30/kronologi-penemuan-arca-ganesha-terbesar-di-dieng-ditemukan-tanpa-kepala|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|access-date=16 November 2020}}</ref><ref>{{Cite news|last=Hartono|first=Uje|date=05 Jan 2020|title=Temuan Batu Bata di Arca Ganesha Terbesar Dieng Ungkap Fakta Baru|url=https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4846920/temuan-batu-bata-di-arca-ganesha-terbesar-dieng-ungkap-fakta-baru|work=[[Detik.com|detikcom]]|access-date=16 November 2020}}</ref> |
|||
[[Berkas:Berdoa Untuk Anak Berambut Gimbal.jpg|jmpl|Upacara pemotongan rambut gimbal di Dieng]] |
|||
=== Masyarakat berambut gimbal === |
|||
Penduduk beberapa dusun di Dieng juga diketahui memiliki kekhasan [[fenotipe]], dengan rambut yang gimbal. Diduga sifat rambut ini diturunkan secara genetik. Setiap tahun diadakan upacara pemotongan rambut gimbal untuk warga dengan ciri fisik demikian. Upacara ini sekarang menjadi salah satu objek wisata budaya. |
|||
=== Bahasa === |
|||
Bahasa yang dituturkan masyarakat yang mendiami dataran tinggi Dieng sebagian besar adalah [[Dialek Banyumasan|Bahasa Jawa Banyumasan]], hal ini dikarenakan letak geografis Dieng yang berada di bagian timur [[Pegunungan Serayu Utara]]. Ciri khas dari dialek Banyumasan adalah " logat A ngapak" yang dituturkan oleh masyarakat eks [[Karesidenan Banyumas]].<ref>[https://wonosobokab.go.id Website resmi kabupaten wonosobo] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190706070516/https://wonosobokab.go.id/ |date=2019-07-06 }} wonosobokab.go.id Diakses tanggal 28 April 2020.</ref> |
|||
== Pertanian == |
|||
[[Berkas:Bapak dengan pakaian adat jawa sedang menjual es carica khas dieng.jpg|jmpl|Penjual es carica khas Wonosobo Dieng]] |
|||
Kawasan Dieng merupakan penghasil [[sayuran]] dataran tinggi untuk wilayah Jawa Tengah. [[Kentang]] adalah komoditas utama dan usaha taninya menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk kawasan itu. Selain itu, [[wortel]], [[kubis]], dan [[bawang-bawangan]] juga dihasilkan dari kawasan ini. Selain sayuran, Dieng juga merupakan sentra penghasil [[pepaya gunung]] (''carica''), [[jamur]], buah kemar ([[terung belanda]]), [[kelembak]], dan [[purwaceng]]. Namun akibat aktivitas pertanian yang pesat, kawasan hutan di puncak-puncak pegunungan nyaris hampir habis dikonversi menjadi lahan pertanaman sayur. |
|||
== Lapangan Geotermal == |
|||
Kawasan Dieng masih aktif secara geologi dan banyak memiliki sumber-sumber energi hidrotermal. Ada tiga lapangan hidrotermal utama, yaitu Pakuwaja, Sileri, dan Sikidang. Di ketiganya terdapat [[fumarola]] (kawah uap) aktif, kolam lumpur, dan lapangan uap. Mata air panas ditemukan, misalnya, di Bitingan, Siglagah, Pulosari, dan Jojogan, dengan suhu rata-rata mulai dari 25 °C (Jojogan) sampai 58 °C (Siglagah).<ref>[http://www.geothermal.web.id/?p=44 Dieng Geothermal Field]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. Artikel di Geothermal Indonesia (blog). Rilis 7 Mei 2009</ref> Kawasan Sikidang dan Sileri telah mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi hidrotermal. |
|||
== Objek Wisata == |
|||
[[Berkas:Javanen offerend bij Tjandi Parikesit.jpg|jmpl|Sesajian di Candi [[Parikesit]] pada tahun 1880-an (gambar dari majalah ''[[Eigen Haard]]'')]] |
|||
Beberapa peninggalan budaya dan gejala alam telah dijadikan sebagai [[objek wisata]] dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo, serta Perhutani. Berikut beberapa objek wisata di Dieng. |
|||
* [[Telaga]]: [[Telaga Warna]], sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, [[Telaga Pengilon]], yang letaknya bersebelahan persis dengan Telaga Warna, uniknya warna air di telaga ini bening seperti tidak tercampur belerang. Keunikan lain yaitu yang membatasi Telaga Warna dengan Telaga Pengilon hanyalah rerumputan yang terbentuk seperti rawa kecil. [[Telaga Merdada]] merupakan yang terbesar di antara telaga yang ada di dataran tinggi Dieng. Airnya yang tidak pernah surut dijadikan sebagai pengairan untuk ladang pertanian. Bahkan Telaga ini juga digunakan para pemancing untuk menyalurkan hobi atau juga wisatawan yang sekadar berkeliling dengan perahu kecil yang disewakan oleh penduduk setempat. |
|||
* [[Kawah]]: Sikidang, Sileri, Sinila (meletus dan mengeluarkan gas beracun pada tahun 1979 dengan korban 149 jiwa), Kawah Candradimuka. |
* [[Kawah]]: Sikidang, Sileri, Sinila (meletus dan mengeluarkan gas beracun pada tahun 1979 dengan korban 149 jiwa), Kawah Candradimuka. |
||
* Kompleks candi-candi Hindu yang dibangun pada [[abad ke-7]] |
* [[Kompleks Candi Dieng|Kompleks candi-candi Hindu]] yang dibangun pada [[abad ke-7]] Masehi. |
||
* [[Gua]]: [[Gua Semar]], Gua Jaran, Gua Sumur. Terletak di antara Telaga Warna dan Telaga Pengilon, sering digunakan sebagai tempat olah spiritual. |
* [[Gua]]: [[Gua Semar]], Gua Jaran, Gua Sumur. Terletak di antara Telaga Warna dan Telaga Pengilon, sering digunakan sebagai tempat olah spiritual. |
||
[[ |
* [[Kawah Jalatunda|Sumur Jalatunda]] |
||
* [[Sumur Jalatunda]]. |
|||
* ''[[Dieng Volcanic Theater]]'', teater untuk melihat film tentang kegunungapian di Dieng. |
* ''[[Dieng Volcanic Theater]]'', teater untuk melihat film tentang kegunungapian di Dieng. |
||
* [[Museum Dieng Kailasa]], menyimpan artefak dan memberikan informasi tentang alam (geologi, flora-fauna), masyarakat Dieng (keseharian, pertanian, kepercayaan, kesenian) serta warisan arkeologi dari Dieng. Memiliki teater untuk melihat film (saat ini tentang arkeologi Dieng), panggung terbuka di atas atap museum, serta restoran. |
* [[Museum Dieng Kailasa]], menyimpan artefak dan memberikan informasi tentang alam (geologi, flora-fauna), masyarakat Dieng (keseharian, pertanian, kepercayaan, kesenian) serta warisan arkeologi dari Dieng. Memiliki teater untuk melihat film (saat ini tentang arkeologi Dieng), panggung terbuka di atas atap museum, serta restoran. |
||
* [[Tuk Bima Lukar]] (''Tuk'' = mata air), merupakan hulu [[Sungai Serayu]] dari Dieng ke Laut Cilacap. Tuk Bima Lukar sering digunakan untuk ritual keagamaan bagi [[umat Hindu]]. Ada juga yang mengatakan bahwa tuah dari Tuk Bima Lukar dipercaya sebagai obat awet muda.<ref>Masruroh, Anna (09 Mar 2021). [https://gelartikar.com/wisata/tempat-wisata-dieng-wonosobo-jawa-tengah/ "Tempat Wisata Dieng Wonosobo di Jawa Tengah yang Wajib Dikunjungi"]. ''gelartikar.com''. Diakses tanggal 02 April 2021.</ref> |
|||
* Mata air [[Kali Serayu|Sungai Serayu]], sering disebut dengan [[Tuk Bima Lukar]] (''Tuk'' = mata air). |
|||
*Tradisi potong rambut gimbal |
|||
== |
== Lihat juga == |
||
* [[Kompleks Candi Dieng]] |
|||
Kawasan Dieng merupakan penghasil [[sayuran]] dataran tinggi untuk wilayah Jawa Tengah. [[Kentang]] adalah komoditas utama. Selain itu, [[wortel]], [[kubis]], dan [[bawang-bawangan]] dihasilkan dari kawasan ini. Selain sayuran, Dieng juga merupakan sentra penghasil [[pepaya gunung]] (''carica''), [[jamur]], buah kemar, dan [[purwaceng]]. |
|||
Namun, akibat aktivitas pertanian yang pesat kawasan hutan di puncak-puncak pegunungan hampir habis dikonversi menjadi lahan pertanaman sayur. |
|||
==Lapangan geotermal == |
|||
Kawasan Dieng masih aktif secara geologi dan banyak memiliki sumber-sumber energi hidrotermal. Ada tiga lapangan hidrotermal utama, yaitu Pakuwaja, Sileri, dan Sikidang. Di ketiganya terdapat [[fumarola]] (kawah uap) aktif, kolam lumpur, dan lapangan uap. Mata air panas ditemukan, misalnya, di Bitingan, Siglagah, Pulosari, dan Jojogan, dengan suhu rata-rata mulai dari 25°C (Jojogan) sampai 58°C (Siglagah)<ref>[http://www.geothermal.web.id/?p=44 Dieng Geothermal Field]. Artikel di Geothermal Indonesia (blog). Rilis 7 Mei 2009</ref>. Kawasan Sikidang telah mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi hidrotermal. |
|||
== Catatan kaki == |
== Catatan kaki == |
||
Baris 88: | Baris 178: | ||
== Pranala luar == |
== Pranala luar == |
||
* {{id}} [http://geospasial.bnpb.go.id/2011/05/30/peta-rupabumi-wilayah-gunung-dieng/ Peta Rupa Bumi Wilayah Dieng - BNPB] |
* {{id}} [http://geospasial.bnpb.go.id/2011/05/30/peta-rupabumi-wilayah-gunung-dieng/ Peta Rupa Bumi Wilayah Dieng - BNPB]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} |
||
{{commons cat|Dieng Plateau|Dieng}} |
{{commons cat|Dieng Plateau|Dieng}} |
||
{{Lokasi wisata Jawa Tengah}} |
|||
{{Kuil Hindu di Indonesia}} |
{{Kuil Hindu di Indonesia}} |
||
[[Kategori:Kawasan wisata Dieng]] |
|||
[[Kategori:Tempat wisata di Jawa Tengah]] |
[[Kategori:Tempat wisata di Jawa Tengah]] |
||
[[Kategori:Pegunungan di Jawa Tengah]] |
[[Kategori:Pegunungan di Jawa Tengah]] |
||
[[Kategori:Situs arkeologi di Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Bentang alam Jawa Tengah]] |
|||
[[Kategori:Dataran tinggi di Indonesia|Dieng]] |
|||
<!-- #ALIH [[Dataran Tinggi Dieng]] |
|||
{{rapikan}} |
|||
{{Gabung|Dieng}} |
|||
Dieng adalah dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. |
|||
== Aspek Sosial == |
|||
1. Nama Dieng berasal dari [[bahasa Jawa Kuno]]: ''di'' yang berarti "tempat" atau "gunung" dan ''hyang'' yang bermakna (leluhur/dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para leluhur dan para dewa bersemayam. |
|||
2. Penduduknya 100 % beragama Islam, mayoritas penduduknya beragama Islam tersebut memiliki kultur keislam yang dekat dengan wali songo. Secara umum, mazhab yang menjadi panutan adalah Mazhab syafi'i. Nuansa keislaman dan keberagaman sangat tampak dari sudut budayanya.Di daerah sepanjang Dieng pun banyak berdiri masjid-masjid megah . Tanpa ada gereja atupun wihara satupun. |
|||
3. Ada pula yang terkenal yaitu bocah yang rambutnya awut-awutan biasa dikenal dengan sebutan anak gimbal. Sayangnya saat study tour, kami tidak menmukan satupun anak gimbal yang mengikuti orang tuanya berjualan. |
|||
Tetapi kami akan bahas sedikit tentang anak gimbal. Masyarakat di Dieng sangat mengistimewakan anak gimbal (anak yang rambutnya gembel) Semua permintaan mereka harus dipenuhi. Bila tidak, masyarakat percaya keluarga akan mendapat petaka. |
|||
4. Masyarakat di Pegunungan Dieng, bertekad memulihkan kondisi kampung halaman mereka yang mengalami kerusakan sehingga sulit memperoleh air bersih. Masyarakat harus menempuh perjalanan dengan jarak 10 kilometer hanya untuk mendapat sumber air bersih. Namun hasil pertanian di Pegunungan Dieng bisa diibaratkan emas hijau bagi masyarakat disana yang matapencahrianya rata-rata petani.Justru karena hasilnya tinggi, petani terus-menerus memanfaatkan tanahnya untuk pertanian tanpa memedulikan aspek keselamatan lingkungan.Akibatnya kawasan yang semula rimbun, lanjutnya, kini berubah menjadi lahan pertanian gundul. |
|||
5. Norma-norma yang berlaku di masyarakat sekitar dieng adalah norma-norma islam. Walaupun dahulunya di lereng gunung dieng itu terdapat tempat beribadah umat budha dengan bukti adanya candi-candi di sana. Selain itu, Sepanjang jalan menuju puncak dieng, terdapat banyak masjid maupun langgar. Di dalam masjidnyapun menggunakan hijab (pembatas antara ikhwan (laki-laki) dengan akhwat (perempuan) yang terbuat dari kain). Hal tersebut menunjukkan bahwa norma serta nilai-nilai islam masih sangat melekat di lingkungan masyarakat nya. |
|||
== Aspek Ekonomi == |
|||
1.Penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Saat ini pertanian yang mendominasi adalah tanaman sayuran seperti kol, kacang, wortel labu siam dan kentang. Untuk Tanaman pangan umumnya mereka menanam jagung, dan singkong. |
|||
2.Sebagian yang lain berprofesi sebagai pedagang, buruh industri, buruh dagang, sopir, dan perantau. Disamping itu, sebagian warga juga bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia di Luar negeri. |
|||
3.Wilayah dieng memiliki potensi wisata yang cukup tinggi. Objek wisata yang terkenal adalah terdapat dua sumber mataair panas, yakni Pengamoman Lor dan Pengamoman Kidul. Objek tersebut cocok untuk penelitian geologis mengenai sumber mataair panas di kawasan Pegunungan Dieng. Objek wisata sangat menjanjikan penghasilan daerah dan masyarakat sekitar, seperti objek wisata telaga warna, menonton film dieng, dan kawah nya, sangat menjanjikan. |
|||
4.Namun, potensi longsor didaerah itu sangat besar. Pengunjung dapat menikmati indahnya kawasan pegunungan Dieng dengan Kesegaran dan kesejukan udara tanpa menghirup kompos. Objek wisata Curug Cikarim setinggi 200 meter sangat cocok untuk dikembangkan menjadi objek wisata potensial. Selama perjalanan ada jalanan yang longsor yang dapat menghambat wisatawan untuk pergi ke dieng menikmati matahri terbit ,akan mengurangi pendapatan daerah. |
|||
[[Kategori:Pegunungan di Jawa]] |
|||
-->[[Kategori:DAS Serayu]] |
Revisi terkini sejak 17 Juli 2024 23.13
Dataran tinggi Dieng atau Plato Dieng adalah sebuah wilayah di pusat Jawa Tengah yang memiliki ciri geologi, sejarah, dan pertanian yang dinilai khas.[oleh siapa?] Dataran ini berada di ketinggian antara 2000 hingga 2590 Meter di atas permukaan laut (MDPL) yang diapit oleh jajaran perbukitan di sisi utara dan selatannya, yang berasal dari aktivitas vulkanik yang sama dan disebut Pegunungan Dieng. Pegunungan Dieng sendiri secara geografis berada di antara kompleks Puncak Rogojembangan di sebelah barat dan pasangan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing di sisi timurnya. Secara kasar dapat dikatakan bahwa wilayah Dataran tinggi Dieng menempati kawasan berukuran lebar (utara–selatan) 4–6 km dan panjang (barat–timur) 11 km.[1]
Secara administrasi, dataran tinggi Dieng berada dalam wilayah Kecamatan Batur dan sebagian Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, dan bagian selatan dari Desa Pranten, Bawang, Kabupaten Batang, dengan inti kawasan wisata berada pada wilayah Desa Dieng Kulon (di Banjarnegara) dan Desa Dieng ("Dieng Wetan" di Wonosobo). Ketinggian dataran berada pada 1600 sampai 2100 mdpl dengan arah aliran permukaan ke barat daya,[1] menuju ke lembah Sungai Serayu. Dengan suhu udara berkisar 12–20 °C di siang hari dan 6–10 °C di malam hari, meskipun pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari, iklim di dataran tinggi Dieng termasuk iklim subtropis dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Meskipun cukup terpencil, dataran tinggi Dieng telah lama menjadi kawasan pemukiman orang Jawa pada saat itu. Sejumlah bangunan peninggalan abad ke-8 masih dapat ditemukan, baik dalam keadaan masih berdiri ataupun telah menjadi reruntuhan. Bangunan-bangunan ini berasal dari masa kekuasaan kerajaan Kalingga di Jepara sebelum medang.
Pertanian di Dieng menjadi sumber mata pencaharian utama penduduk. Penanaman sayur-mayur khas pegunungan menjadi aktivitas utama, seperti kentang, wortel, lobak, kubis bunga, bit, dan berbagai bawang-bawangan. Dataran tinggi Dieng adalah penghasil kentang terluas di Indonesia. Tanaman klembak dan purwoceng adalah tanaman penyegar yang khas Dieng, karena hanya cocok untuk tumbuh di kawasan ini.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Nama "Dieng" berasal dari turunan kata bahasa Proto-Melayu-Polinesia: di yang berarti "tempat" dan hyang yang bermakna "leluhur". Dengan demikian, "dihyang" berarti pegunungan tempat para leluhur atau persemayaman para dewa.[2][3]
Sebuah prasasti mengungkapkan bahwa di dataran tinggi Dieng, orang Jawa Kuno telah mendiami wilayah tersebut dan digunakan untuk beribadah. Disebutkan dalam Prasasti Gunung Wule tahun 861 Masehi seseorang diperintahkan memelihara bangunan suci di daerah yang bernama Dihyang.
Iklim
[sunting | sunting sumber]Dataran tinggi Dieng memiliki iklim sedang tetapi hangat. Berdasarkan klasifikasi iklim Köppen, Dieng masuk dalam golongan Cwb, dengan musim kemarau yang dingin dan musim hujan yang relatif lebih hangat. Rata-rata suhu tahunan di Dieng adalah 14,0 °C.[4]
Data iklim Dieng | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bulan | Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Agt | Sep | Okt | Nov | Des | Tahun |
Rata-rata tertinggi °C (°F) | 17.9 (64.2) |
18.5 (65.3) |
18.6 (65.5) |
18.4 (65.1) |
18.5 (65.3) |
18.5 (65.3) |
18.2 (64.8) |
18.0 (64.4) |
18.5 (65.3) |
18.8 (65.8) |
19.2 (66.6) |
18.8 (65.8) |
18.49 (65.28) |
Rata-rata harian °C (°F) | 13.9 (57) |
14.3 (57.7) |
14.4 (57.9) |
14.4 (57.9) |
14.3 (57.7) |
13.8 (56.8) |
13.2 (55.8) |
12.8 (55) |
13.6 (56.5) |
14.2 (57.6) |
14.7 (58.5) |
14.4 (57.9) |
14 (57.19) |
Rata-rata terendah °C (°F) | 10.0 (50) |
10.1 (50.2) |
10.3 (50.5) |
10.4 (50.7) |
10.1 (50.2) |
9.2 (48.6) |
8.3 (46.9) |
7.6 (45.7) |
8.7 (47.7) |
9.6 (49.3) |
10.3 (50.5) |
10.1 (50.2) |
9.56 (49.21) |
Presipitasi mm (inci) | 370 (14.57) |
430 (16.93) |
434 (17.09) |
249 (9.8) |
153 (6.02) |
83 (3.27) |
53 (2.09) |
35 (1.38) |
57 (2.24) |
170 (6.69) |
230 (9.06) |
389 (15.31) |
2.653 (104,45) |
Sumber: [4] |
Geologi
[sunting | sunting sumber]- Lihat pula: Pegunungan Dieng
Pada dasarnya dataran tinggi Dieng adalah kaldera yang dikelilingi oleh gunung-gunung di sekitarnya, antara lain Gunung Prahu (2.565 m) di sebelah timur laut kaldera, Bukit Sikunir (2.363 m), Gunung Pakuwaja (2.585 m), Gunung Bismo (2.365 m) di sebelah selatan kaldera, serta kompleks Gunung Butak-Dringo-Petarangan (di sebelah barat laut). Di bawah permukaan kaldera terdapat aktivitas vulkanik, seperti halnya Yellowstone ataupun dataran tinggi Tengger. Di sini terdapat banyak kawah (crater) dan rekahan (vent) yang mengeluarkan hasil aktivitas geologi dalam berbagai wujud: fumarola, solfatara,sumber gas (CO2 maupun CO), dan mata air (panas maupun dingin), serta danau vulkanik. Beberapa kawah masih sangat aktif, seperti Sileri, Candradimuka, dan Sikidang, dijadikan objek wisata alam.
Kondisi ini memiliki potensi bahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah tersebut. Kasus terakhir yang merenggut ratusan nyawa adalah bencana letusan gas Kawah Sinila pada tahun 1979. Tidak hanya gas beracun dan erupsi, tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi (vulkanik), erupsi lumpur, tanah longsor, dan banjir. Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan.
Dari sisi biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena di air-air panas di dekat kawah ditemukan beberapa spesies mikroorganisme termofilik ("penyuka panas") yang berpotensi menyingkap kehidupan awal di Bumi. Dieng juga memiliki beberapa spesies tumbuhan khas yang jarang dijumpai di tempat lain akibat kombinasi kondisi iklim dan geotermalnya yang unik.
Kawah-kawah
[sunting | sunting sumber]Kawah-kawah aktif di dataran tinggi Dieng menunjukkan adanya aktivitas vulkanik yang tinggi di bawah permukaan tanah. Selain semburan gas atau uap air, bentuk aktivitas lainnya adalah letusan (erupsi) maupun gempa bumi. Bencana sekunder yang dapat terjadi adalah banjir dan aliran lahar. Pemantauan aktivitas dilakukan oleh PVMBG melalui Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Dieng di Desa Karangtengah. Berikut adalah kawah-kawah aktif yang ditemukan di dataran tinggi Dieng.
Kawasan Utara
[sunting | sunting sumber]Kumpulan kawah ini berada di sekitar Gunung Sipandu.
Terdapat banyak kawah-kawah di sekitar Sileri. Daerah ini sangat aktif dan telah dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik panas bumi/geotermal (PLTP) oleh PT Geo Dipa Energi.
Kawasan Selatan
[sunting | sunting sumber]Aktivitas geotermal di bagian selatan ditemukan di sekitar Gunung Pangonan sampai kompleks Gunung Pakuwaja-Sikunir. Kompleks ini juga berada terdekat dengan kompleks percandian di Dieng.
- Sibanteng
- Sikendang, berada di tepi Telaga Warna dan berpotensi gas beracun
- Sikidang
- Upas-Luwuk
- Pakuwaja
- Pulosari
Selain kawah aktif juga terdapat kawah-kawah non-aktif atau mati. Lapangan geotermal di sekitar Sikidang juga sudah dimanfaatkan untuk PLTP.
Kawasan Barat Laut
[sunting | sunting sumber]Agak jauh, berada di sebelah barat dari kompleks Sileri dan di utara pusat kecamatan Batur, terdapat kumpulan aktivitas vulkanik yang terkenal karena catatan letusan yang mematikan akibat emisi gas oksida karbon dengan konsentrasi tinggi. Aktivitas vulkanik di sini terkait dengan keberadaan kompleks Gunung Butak-Petarangan yang sebelumnya merupakan gunung api stratovulkan.
- Candradimuka
- Jalatunda
- Sidongkal
- Siglagah
- Sigluduk, berpotensi gas beracun
- Sinila , berpotensi gas beracun
- Timbang , berpotensi gas beracun
Galeri gambar
[sunting | sunting sumber]-
Sumur Jalatunda pada tahun 1937
Danau vulkanik
[sunting | sunting sumber]Danau atau telaga banyak terbentuk di Dataran tinggi Dieng karena memang bagian tertentu kawasan ini berawa-rawa serta akibat aktivitas geologi.
- Telaga Warna
- Telaga Pengilon
- Telaga Cebong
- Telaga Merdada
- Telaga Dringo
- Telaga Nila
Sejarah dan budaya
[sunting | sunting sumber]Kepurbakalaan
[sunting | sunting sumber]Kawasan dataran tinggi Dieng telah lama dikenal sebagai pusat temuan arkeologi; dengan ditemukannya sejumlah candi dan sisa-sisa bangunan kuno non-pemujaan (petirtaan dan lubang drainase) serta arca. Catatan Hindia-Belanda menyebutkan ada 117 candi/bangunan purbakala di dataran tinggi Dieng, tetapi sekarang tinggal sembilan yang masih berdiri.[5] Candi-candi di Dieng diberi nama sesuai dengan nama tokoh pewayangan Mahabharata dan berdasarkan perkiraan arkeolog, bangunan-bangunan kuno di Dieng dibangun di masa berkuasanya Kerajaan Kalingga, yaitu pada abad ke-7 dan ke-8.[6] Ini menjadikan percandian Dieng sebagai bangunan tertua di Jawa yang masih berdiri.[7]
Candi-candi ini bercorak keagamaan Hindu dan tampaknya dibangun untuk pemujaan kepada Siwa dan hyang (leluhur yang didewakan setelah meninggal).[8] Dalam konsep Hinduisme, kuil atau candi adalah miniatur gunung suci kosmis, meskipun Schoppert melihat motif desain bangunan sangat sedikit terkait dengan India.[9] Dalam tinjauannya yang diterbitkan tahun 2011, Romain mengemukakan pendapat bahwa gaya candi Dieng dapat dikaitkan dengan gaya Dravida dan Pallava dari India selatan.[7] Pada kondisi tahun 2020, hanya terdapat sembilan candi yang masih berdiri, sisanya tinggal reruntuhan, fondasi, atau tinggal nama. Batu-batu reruntuhan candi dipakai oleh warga untuk fondasi bangunan, jalan, atau pembatas pematang.[5]
Bangunan candi di Dieng berada dalam kelompok-kelompok, namun hampir semuanya berada dalam kawasan lembah Dieng di sekitar pusat desa Dieng Kulon. Kelompok Arjuna adalah yang terbesar dan kondisinya paling baik, meskipun banyak arca yang telah dicuri maupun rusak. Sekarang menjadi objek wisata yang dikelola untuk kepentingan pendapatan daerah/instansi. Termasuk dalam kelompok ini adalah Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi, dan Candi Puntadewa; agak terpisah ke barat terdapat Candi Setyaki yang sudah dipugar sebagian. Kelompok Gatotkaca berada di tepi jalan penghubung utama ke arah Candi Bima. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Candi Gatotkaca, Candi Nakula, Candi Sadewa, dan Candi Gareng. Hanya candi Gatotkaca yang masih baik kondisinya. Kelompok Dwarawati berada di Dusun Krajan, Desa Dieng Kulon, di dekat salah satu jalur pendakian menuju Gunung Prahu. Hanya satu candi yang masih berdiri, yaitu Candi Dwarawati; candi-candi lainnya, seperti Candi Abyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari sudah menjadi reruntuhan. Candi Bima adalah candi tunggal, berada di sisi selatan kompleks Arjuna maupun Gatotkaca. Candi Parikesit (diperkirakan terletak di kaki Gunung Sipandu) hanya diketahui dari catatan arkeologi Hindia-Belanda, demikian pula Candi Prahu.
Dari sekian banyak bangunan non-candi, dapat disebutkan Gangsiran Aswatama, suatu saluran drainase kuno berupa lubang pembuangan air untuk menjaga agar kawasan percandian tidak tergenang air;[10] petirtaan Tuk Bimo Lukar, sebagai tempat peziarah untuk menyucikan diri sebelum melakukan puja di percandian; Ondho Budho (ditemukan kembali Desember 2019, di kaki Bukit Sipandu), suatu susunan batu menyerupai tangga;[11] dan arca Ganesha tanpa kepala yang ditemukan akhir Desember 2019 di Desa Dieng, Kabupaten Wonosobo.[12][13][14][15]
Masyarakat berambut gimbal
[sunting | sunting sumber]Penduduk beberapa dusun di Dieng juga diketahui memiliki kekhasan fenotipe, dengan rambut yang gimbal. Diduga sifat rambut ini diturunkan secara genetik. Setiap tahun diadakan upacara pemotongan rambut gimbal untuk warga dengan ciri fisik demikian. Upacara ini sekarang menjadi salah satu objek wisata budaya.
Bahasa
[sunting | sunting sumber]Bahasa yang dituturkan masyarakat yang mendiami dataran tinggi Dieng sebagian besar adalah Bahasa Jawa Banyumasan, hal ini dikarenakan letak geografis Dieng yang berada di bagian timur Pegunungan Serayu Utara. Ciri khas dari dialek Banyumasan adalah " logat A ngapak" yang dituturkan oleh masyarakat eks Karesidenan Banyumas.[16]
Pertanian
[sunting | sunting sumber]Kawasan Dieng merupakan penghasil sayuran dataran tinggi untuk wilayah Jawa Tengah. Kentang adalah komoditas utama dan usaha taninya menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk kawasan itu. Selain itu, wortel, kubis, dan bawang-bawangan juga dihasilkan dari kawasan ini. Selain sayuran, Dieng juga merupakan sentra penghasil pepaya gunung (carica), jamur, buah kemar (terung belanda), kelembak, dan purwaceng. Namun akibat aktivitas pertanian yang pesat, kawasan hutan di puncak-puncak pegunungan nyaris hampir habis dikonversi menjadi lahan pertanaman sayur.
Lapangan Geotermal
[sunting | sunting sumber]Kawasan Dieng masih aktif secara geologi dan banyak memiliki sumber-sumber energi hidrotermal. Ada tiga lapangan hidrotermal utama, yaitu Pakuwaja, Sileri, dan Sikidang. Di ketiganya terdapat fumarola (kawah uap) aktif, kolam lumpur, dan lapangan uap. Mata air panas ditemukan, misalnya, di Bitingan, Siglagah, Pulosari, dan Jojogan, dengan suhu rata-rata mulai dari 25 °C (Jojogan) sampai 58 °C (Siglagah).[17] Kawasan Sikidang dan Sileri telah mulai dimanfaatkan sebagai sumber energi hidrotermal.
Objek Wisata
[sunting | sunting sumber]Beberapa peninggalan budaya dan gejala alam telah dijadikan sebagai objek wisata dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo, serta Perhutani. Berikut beberapa objek wisata di Dieng.
- Telaga: Telaga Warna, sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, Telaga Pengilon, yang letaknya bersebelahan persis dengan Telaga Warna, uniknya warna air di telaga ini bening seperti tidak tercampur belerang. Keunikan lain yaitu yang membatasi Telaga Warna dengan Telaga Pengilon hanyalah rerumputan yang terbentuk seperti rawa kecil. Telaga Merdada merupakan yang terbesar di antara telaga yang ada di dataran tinggi Dieng. Airnya yang tidak pernah surut dijadikan sebagai pengairan untuk ladang pertanian. Bahkan Telaga ini juga digunakan para pemancing untuk menyalurkan hobi atau juga wisatawan yang sekadar berkeliling dengan perahu kecil yang disewakan oleh penduduk setempat.
- Kawah: Sikidang, Sileri, Sinila (meletus dan mengeluarkan gas beracun pada tahun 1979 dengan korban 149 jiwa), Kawah Candradimuka.
- Kompleks candi-candi Hindu yang dibangun pada abad ke-7 Masehi.
- Gua: Gua Semar, Gua Jaran, Gua Sumur. Terletak di antara Telaga Warna dan Telaga Pengilon, sering digunakan sebagai tempat olah spiritual.
- Sumur Jalatunda
- Dieng Volcanic Theater, teater untuk melihat film tentang kegunungapian di Dieng.
- Museum Dieng Kailasa, menyimpan artefak dan memberikan informasi tentang alam (geologi, flora-fauna), masyarakat Dieng (keseharian, pertanian, kepercayaan, kesenian) serta warisan arkeologi dari Dieng. Memiliki teater untuk melihat film (saat ini tentang arkeologi Dieng), panggung terbuka di atas atap museum, serta restoran.
- Tuk Bima Lukar (Tuk = mata air), merupakan hulu Sungai Serayu dari Dieng ke Laut Cilacap. Tuk Bima Lukar sering digunakan untuk ritual keagamaan bagi umat Hindu. Ada juga yang mengatakan bahwa tuah dari Tuk Bima Lukar dipercaya sebagai obat awet muda.[18]
- Tradisi potong rambut gimbal
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Dan Miller, C.; et al. (1983). ERUPTIVE HISTORY OF THE DIENG MOUNTAINS REGION, CENTRAL JAVA, AND POTENTIAL HAZARDS FROM FUTURE ERUPTIONS (PDF). -: USDI - Geological Survey. hlm. 1–20.
- ^ Central Java hand book (edisi ke-2). Indonesia: Provincial Government of Central Java. 1983.
- ^ "Austronesian Comparative Dictionary". trussel2.com.
- ^ a b http://en.climate-data.org/location/623617/
- ^ a b Putri, Anindya (18 Juni 2019). "Cerita Hilangnya 108 Candi di Kawasan Dieng". serat.id. Diakses tanggal 16 November 2020.
- ^ Coedès, George (1968). Walter F. Vella, ed. The Indianized States of Southeast Asia. trans.Susan Brown Cowing. University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-0368-1.
- ^ a b Romain, Julie (2011), "Indian Architecture in the 'Sanskrit Cosmopolis': The Temples of the Dieng Plateau", dalam Manguin, Pierre-Yves; Mani; Wade, Geoff, Early Interactions Between South and Southeast Asia: Reflections on Cross-cultural Exchange, 2, Singapore: Nalanda-Sriwijaya Centre. Institute of Southeast Asian Studies, hlm. 299–316, ISBN 9789814345101
- ^ Michell, George, (1977) The Hindu Temple: An Introduction to its Meaning and Forms". pp. 160-161. University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-53230-1 /
- ^ Schoppert, Peter (2012), Java Style, Editions Didier Millet, ISBN 9789814260602
- ^ BPCB Jateng (20 Mei 2020). "Urutan Pembangunan Candi-Candi Di Dieng". Indonesiana: Platform Kebudayaan. Diakses tanggal 16 November 2020.
- ^ Ariefana, Pebriansyah (24 Juli 2020). "Misteri Ondo Budho Dieng, Tangga Bagi Peziarah Menuju Tempat Suci Dieng". Suara.com. Diakses tanggal 16 November 2020.
- ^ Ridlo, Muhamad (31 Des 2019). Ridlo, Muhamad, ed. "Jejak Mataram Kuno dalam Penemuan Arca Ganesha Tanpa Kepala di Dieng". Liputan6.com. Diakses tanggal 16 Nov 2020.
- ^ Khairina (ed.) (07 Jan 2020). Khairina, ed. "Arca Ganesha Terbesar Diangkat dari Kawasan Dieng". Kompas.com. Diakses tanggal 16 Nov 2020.
- ^ Susmayanti, Hari (Senin, 30 Desember 2019). "Kronologi Penemuan Arca Ganesha Terbesar di Dieng, Ditemukan Tanpa Kepala". Tribunnews.com. Diakses tanggal 16 November 2020.
- ^ Hartono, Uje (05 Jan 2020). "Temuan Batu Bata di Arca Ganesha Terbesar Dieng Ungkap Fakta Baru". detikcom. Diakses tanggal 16 November 2020.
- ^ Website resmi kabupaten wonosobo Diarsipkan 2019-07-06 di Wayback Machine. wonosobokab.go.id Diakses tanggal 28 April 2020.
- ^ Dieng Geothermal Field[pranala nonaktif permanen]. Artikel di Geothermal Indonesia (blog). Rilis 7 Mei 2009
- ^ Masruroh, Anna (09 Mar 2021). "Tempat Wisata Dieng Wonosobo di Jawa Tengah yang Wajib Dikunjungi". gelartikar.com. Diakses tanggal 02 April 2021.