Lompat ke isi

Ki Hadjar Dewantara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
k Membatalkan 1 suntingan by 2400:9800:C20:7912:BC8E:1D3C:2FE3:C1B: Tanpa referensi atau kalau tidak bisa ngawur (Star! ✨)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(351 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{refimprove}}
[[Berkas:Ki hajar dewantara.jpg|thumb|[http://tokohindonesia.com tokohindonesia.com]]]
{{Infobox Officeholder
'''Ki Hadjar Dewantara''' ([[Yogyakarta]], [[2 Mei]] [[1889]]–[[26 April]] [[1959]]) adalah seorang pelopor [[pendidikan]] bagi kaum [[pribumi]] [[Indonesia]] pada [[Indonesia: Era Belanda|zaman penjajahan Belanda]].
| honorific-prefix =
| name = Ki Hadjar Dewantara
| image = Ki Hadjar Dewantara Mimbar Umum 18 October 1949 p2.jpg
| imagesize =
| caption = Ki Hadjar Dewantara
| office1 = Indonesia{{!}}Menteri Pengajaran Indonesia
| order1 = ke-1
| term_start1 = 2 September 1945
| term_end1 = 14 November 1945
| president1 = [[Soekarno]]
| predecessor1 = ''Tidak ada, jabatan baru''
| successor1 = [[Todung Sutan Gunung Mulia]]
| birth_date = {{birth date|1889|5|2|df=y}}
| birth_place = [[Pakualaman]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1959|4|26|1889|5|2|df=y}}
| death_place = [[Yogyakarta]], [[Indonesia]]
| party = [[Insulinde]], [[Boedi Oetomo]]
| children = [[Bambang Sokawati Dewantara]], [[Asti Wandansari]], [[Ratih Tarbiyah]], [[Syailendra Wijaya]], [[Sudiro Ali Murtolo]] & [[Subroto Aria Mataram]]
| spouse = [[Nyi Hajar Dewantara]]
| nationality = [[Orang Indonesia|Indonesia]]
| residence = [[Pakualaman]], [[Yogyakarta]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]
| alma_mater = [[Europeesche Lagere School]], [[STOVIA]] (tidak sampai lulus karena sakit)
| occupation = aktivis, politisi, kolumnis, wartawan
| known_for = Bapak Pendidikan Nasional, Pahlawan Revolusi Kemerdekaan, Menteri Pengajaran Indonesia, Aktivis Pergerakan Kemerdekaan Indonesia, Pendiri Taman Siswa, Pelopor Pendidikan bagi Kaum Bumiputra.
| signature = Ki Hajar Dewantara signature.svg
| native_name = (Raden Mas Soewardi Soerjaningrat)
}}
[[Raden Mas]] '''Soewardi Soerjaningrat''' ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: '''Suwardi Suryaningrat''', sejak 1923 menjadi '''Ki Hadjar Dewantara''', EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; {{lahirmati|[[Kadipaten Pakualaman|Pakualaman]]|2|5|1889|Yogyakarta|26|4|1959}};<ref>Ini adalah versi Perguruan Tamansiswa dan Kepustakaan Presiden [[Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]], tokohindonesia.com menyebutkan 28 April 1959 sebagai tanggal wafat.</ref> selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah bangsawan Jawa, aktivis pergerakan [[kemerdekaan Indonesia]], guru bangsa, agent, kolumnis, [[politisi]], dan pelopor [[pendidikan]] bagi kaum [[pribumi]] [[Indonesia]] dari [[Indonesia: Era Belanda|zaman penjajahan Belanda]]. Dia adalah pendiri [[Sekolah Taman Siswa|Perguruan Taman Siswa]], yaitu suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para [[priyayi|priayi]] maupun orang-orang [[Belanda]].


Pada 1959, atas jasa-jasanya dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, dia dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional oleh Presiden Soekarno. sedangkan tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia. Bagian dari [[semboyan]] ciptaannya, ''tut wuri handayani'', menjadi [[slogan]] [[Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia]]. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama sebuah [[kapal perang]] Indonesia, [[KRI Ki Hajar Dewantara]]. Potret dirinya juga diabadikan pada [[uang kertas]] pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.<ref name="uang">[http://www.bi.go.id/biweb/utama/pendidikan/uang/asset/html/td_kr20000.html Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan: Rp. 20.000-] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200920044850/https://www.bi.go.id/biweb/utama/pendidikan/uang/asset/html/td_kr20000.html |date=2020-09-20 }}, Bank Indonesia, diakses tanggal 26 April 2011.</ref>
Lahir dengan nama '''Raden Mas Soewardi Soerjaningrat''', beliau mendirikan perguruan [[Taman Siswa]] yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan seperti halnya para [[priyayi]] maupun orang-orang [[Belanda]].


Dia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, [[Sukarno]], pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).<ref>{{Cite web |url=http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-1 |title="DAFTAR NAMA PAHLAWAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA" |access-date=2011-02-27 |archive-date=2012-05-09 |archive-url=https://www.webcitation.org/67WW7R2g9?url=http://www.depsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-1 yisitur4ifg7rit7t43f5eerr7fy8rrrrfg|dead-url=yes }}</ref> Dia juga merupakan peletak dan perintis pendidikan nasional berbasis kebudayaan.<ref>{{Cite journal|last=Riyanti,dkk|first=Dwi|date=2022|title=Pendidikan Berbasis Budaya Nasional Warisan Ki Hajar Dewantara|url=https://edukatif.org/index.php/edukatif/article/view/1833|journal=EDUKATIF|volume=4|issue=1|pages=1|doi=10.31004/edukatif.v4i1.1833 |issn = 2656-8063}}</ref>
Tulisan Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: ''Als ik eens Nederlander was''), dimuat dalam surat kabar de Expres milik [[Douwes Dekker|Dr. Douwes Dekker]], tahun [[1913]]. Artikel ini ditulis dalam konteks rencana pemerintah Belanda untuk mengumpulkan sumbangan dari Hindia Belanda (Indonesia), yang saat itu masih belum merdeka, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis. Kutipan tulisan tersebut antara lain:


== Awal karier ==
:''"Sekiranya aku seorang [[Belanda]], aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan dinegeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si [[inlander]] memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang [[Belanda]]. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa ''inlander'' diharuskan ikut mengkongsi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikitpun".''
[[Berkas:Young Ki Hadjara Dewantara 2 February 1947 KR.jpg|jmpl|220px|Soewardi saat muda.]]
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga [[bangsawan]] [[Kadipaten Pakualaman]]. Dia merupakan putra dari G.P.H. Soerjaningrat dan cucu dari [[Paku Alam III]]. Dia menamatkan [[Sekolah Dasar|pendidikan dasar]] di [[Europeesche Lagere School]]. Sekolah ini merupakan sekolah dasar khusus untuk anak-anak yang berasal dari Eropa. Dia sempat melanjukan pendidikan kedokteran di [[School tot Opleiding van Inlandsche Artsen|STOVIA]], tetapi tidak diselesaikan dikarenakan kondisi kesehatannya yang buruk.<ref>{{Cite journal|last=Astuti, K., dan Arif, M.|date=2021|title=Kontekstualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Ki Hajar Dewantara di Era Covid 19|url=https://e-journal.unmuhkupang.ac.id/index.php/jpdf/article/download/345/344/|journal=Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata|volume=2|issue=2|pages=203|issn=2721-8996}}</ref>


Selanjutnya, dia bekerja sebagai penulis dan [[wartawan]] di beberapa [[surat kabar]]. Dia pernah bekerja untuk surat kabar ''[[Sediotomo]]'', ''[[Midden Java]]'', ''[[De Expres]]'', ''[[Oetoesan Hindia]]'', ''[[Kaoem Moeda]]'', ''[[Tjahaja Timoer (surat kabar)|Tjahaja Timoer]]'', dan ''[[Poesara]]''. Dia tergolong salah seorang penulis yang andal pada masanya. Gaya tulisannya bersifat komunikatif dengan gagasan-gagasan yang antikolonial.<ref>{{Cite journal|last=Musolin, M., dan Nisa, K.|date=2021|title=Pendidikan Masa Pandemik Covid 19: Implementasi Konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara|url=https://edukatif.org/index.php/edukatif/article/download/1316/pdf|journal=Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan|volume=3|issue=6|pages=4137|issn=2656-8071}}</ref>
Beliau wafat pada [[26 April]] [[1959]] dan dimakamkan di Wijayabrata, [[Yogyakarta]]. Tanggal lahirnya, [[2 Mei]], kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional di Indonesia. Beliau dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan wajahnya bisa dilihat pada uang kertas pecahan Rp20.000.


Dia juga berperan aktif dalam berbagai organisasi baik nasional maupun internasional yang bergerak di ranah pendidikan, seperti [[Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa|UNESCO]]. Selain itu, beliau pernah menduduki posisi sebagai [[Daftar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia|Menteri Pendidikan dan Kebudayaan]] pada tahun 1950 <ref>{{Cite web|last=Comunitynews|title=Ki Hajar Dewantara: Pelopor Pendidikan Anak Pribumi di Indonesia|url=https://www.comunitynews.my.id/2023/01/kihajar-dewantara-pelopor-pendidikan-anak-pribumi-indonesia.html|website=Comunitynews|language=en|access-date=2024-07-06}}</ref>
Nama beliau diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, [[KRI Ki Hajar Dewantara]]. Selain itu, sampai saat ini perguruan Taman Siswa yang beliau dirikan masih ada dan telah memiliki sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.


== Aktivitas pergerakan ==
Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah: '''tut wuri handayani.''' Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya [[ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani]]. Hanya ungkapan '''tut wuri handayani''' saja yang banyak dikenal dalam masyarakat umum. Arti dari semboyan ini secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita, terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, dia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya [[Boedi Oetomo]] (BO) tahun 1908, dia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di [[Yogyakarta]] juga diorganisasi olehnya.


Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi ''[[Insulinde (partai politik)|Insulinde]]'', suatu organisasi multietnik yang didominasi [[Eropa-Indonesia|kaum Indo]] yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh [[Ernest Douwes Dekker]] (DD). Ketika DD mendirikan ''[[Indische Partij]]'', Soewardi juga ikut diajak.
== Pranala luar ==
{{wikiquote|lang=id}}
*[http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/k/ki-hajar-dewantara/index.shtml Profil di TokohIndonesia.com]


== ''Als ik een Nederlander was'' ==
{{Kotak_mulai}}
[[Berkas:Soewardi1919Lebeau.jpg|jmpl|280x280px|Ki Hadjar Dewantara <br />(Chris Lebeau, 1919).]]
{{Kotak_suksesi | jabatan = [[Menteri Pengajaran]] | tahun = 1945| pendahulu = tidak ada | pengganti = [[Todung Sutan Gunung Mulia]]}}
Ketika pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari [[Prancis]] pada 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Dia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam [[surat kabar]] ''[[De Expres]]'' pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.
{{Kotak_selesai}}

:''"Sekiranya aku seorang [[Belanda]], aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si ''[[Inlanders|inlander]]'' memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa ''inlander'' diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".''

Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar dia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.

Akibat tulisan ini dia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal [[Idenburg]] dan akan diasingkan ke [[Pulau Bangka]] (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]], memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.<ref>{{Cite news|url=https://www.medcom.id/telusur/medcom-files/0KvVdD9K-kebangkitan-nusantara-di-tangan-ki-hajar-dewantara|title=Kebangkitan Nusantara di Tangan Ki Hajar Dewantara|last=Adnan|first=Sobih AW|date=2016-08-116|work=[[Medcom.id]]|accessdate=2020-07-13|editor-first=Mohammad|editor-last=Adam}}</ref>

== Dalam pengasingan ==
[[Berkas:Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, and Suryadi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantoro), 20 Mei Pelopor 17 Agustus, p11.jpg|jmpl|kiri|200px|Soewardi, [[Ernest Douwes Dekker]] dan [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] ([[Tiga Serangkai]]) tahun 1914 saat diasingkan di Negeri Belanda.]]
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, ''[[Indische Vereeniging]]'' (Perhimpunan Hindia). Tahun 1913 dia mendirikan ''Indonesisch Pers-bureau'', "kantor berita Indonesia". Ini adalah penggunaan formal pertama dari istilah "Indonesia", yang diciptakan tahun 1850 oleh ahli bahasa asal Inggeris [[George Windsor Earl]] dan pakar hukum asal Skotlandia [[James Richardson Logan]].

Di sinilah dia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh ''Europeesche Akta'', suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti [[Friedrich W. A. Froebel|Froebel]] dan [[Maria Montessori|Montessori]], serta pergerakan pendidikan [[India]], [[Santiniketan]], oleh keluarga [[Tagore]]. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

== Taman Siswa ==
[[Berkas:Ki Hadjar Dewantara, with students (page 65).jpg|jmpl|Ki Hadjar Dewantara bersama murid-murid Taman Siswa ({{circa|1922}}).]]

Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian dia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang berencana untuk didirikannya.{{Butuh rujukan}}Pada 3 Juli 1922, dia akhirnya mendirikan [[Sekolah Taman Siswa|Perguruan Nasional Taman Siswa]] di Yogyakarta.<ref>{{Cite book|last=Nazarudin|date=2019|url=http://repository.radenfatah.ac.id/7080/1/Buku%20pendidikan%20keluarga.pdf|title=Pendidikan Keluarga Menurut Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam|location=Palembang|publisher=NoerFikri Palembang|isbn=978-602-447-494-2|pages=126|url-status=live}}</ref> Saat dia genap berusia 40 tahun menurut hitungan [[penanggalan Jawa]], dia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Dia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya dia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam [[bahasa Jawa]] berbunyi ''ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.'' ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

== Pengabdian pada masa Indonesia merdeka ==
[[Berkas:TDKGM 01.194 Surat Ketetapan Presiden Indonesia tentang pengangkatan Ki Hadjar Dewantara sebagai Mahaguru Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi di Mertojoedan, Magelang.pdf|jmpl|Surat Ketetapan Presiden Indonesia tentang pengangkatan Ki Hadjar Dewantara sebagai Mahaguru Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi di Mertojoedan, Magelang.]]

Tanggal 17 Agustus 1946 ditetapkan sebagai Maha Guru pada Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi di Mertoyudan Magelang, oleh P.J.M. Presiden Republik Indonesia.

Pada masa pemerintahan [[Presiden Indonesia]] yaitu [[Soekarno]], tepatnya di tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai [[Daftar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia|Menteri Pendidikan Indonesia]] yang pertama.<ref>{{Cite book|last=Sukirman|date=2020|url=http://repository.iainpalopo.ac.id/id/eprint/3182/1/Teori%2C%20model%2C%20dan%20sistem%20pembelajaran.pdf|title=Teori, Model dan Sistem Pendidikan|location=Palopo|publisher=Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo|isbn=978-602-8497-80-0|editor-first=Arifuddin|pages=19-20|url-status=live}}</ref> Lalu, pada tanggal 19 Desember 1956, dia juga mendapatkan gelar Doktor [[Honoris Causa]] dari [[Universitas Gadjah Mada]].<ref>{{Cite book|date=2017|url=http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cff5f5fb646044330d686d0/cfb15f5d5fb43adebec0aefe68374f40.pdf|title=Indeks Beranotasi Karya Ki Hadjar Dewantara|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-602-1289-70-9|editor-last=Lohanda|editor-first=Mona|pages=165|translator-last=Sunjayadi, A., dan Harjosaputra, Karsono|url-status=live}}</ref>

Ki Hadjar Dewantara juga diditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional atas jasa-jasanya dalam mengembangkan [[pendidikan di Indonesia]]. Selain itu, tanggal 2 Mei yang merupakan hari kelahirannya, ditetapkan sebagai [[Hari Pendidikan Nasional]].<ref>{{Cite journal|last=Sugiarta, I. M., dkk.|date=2019|title=Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur)|url=https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/download/22187/13814|journal=Jurnal Filsafat Indonesia|volume=2|issue=3|pages=130|issn=2620-7982}}</ref> Ketetapan hari tersebut disahkan dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 305 Tahun 1959 bersamaan dengan penetapannya sebagai [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]].<ref>{{Cite book|last=Sujiono|first=Yuliani Nurani|date=2013|url=http://sipeg.unj.ac.id/repository/upload/buku/2A_BUKU_KONSEP_DASAR_PAUD.pdf|title=Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini|location=Jakarta Barat|publisher=PT Indeks|isbn=978-979-062-079-7|pages=136|url-status=live}}</ref> Surat keputusan tersebut diterbitkan tanggal 28 November 1959.<!--
Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.

Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.

Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal daripada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diizinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.

Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.

Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. -->

== Wafat ==
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di [[Kota Yogyakarta]] pada 26 April 1959. Lokasi wafatnya di Padepokan Ki Hadjar Dewantara. Jenazahnya kemudian disimpan di Pendapa Agung Taman Siswa untuk kemudian dimakamkan di [[Taman Wijaya Brata]] pada tanggal 29 April 1959. [[Upacara pemakaman]]<nowiki/>nya dipimpin oleh [[Soeharto]] yang bertindak sebagai inspektur upacara.<ref>{{Cite book|last=Wiryopranoto, S., dkk.|date=2017|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/4881/1/Buku%20Ki%20Hajar%20Dewantara.pdf|title=Perjuangan Ki Hajar Dewantara: Dari Politik ke Pendidikan|publisher=Museum Semarang Kebangkitan Nasional|isbn=978-602-61552-0-7|editor-frist=Marihandono|editor-first=Djoko|pages=163|url-status=live}}</ref>

== Galeri ==
<gallery>
Berkas:Ki Hadjar Dewantara Mimbar Umum 18 October 1949 p2.jpg|Potret di ''Mimbar Umum'' 18 Oktober 1949.
Berkas:Ki Hadjar Dewantara, funeral procession (page 114).jpg|Pemakaman Ki Hajar Dewantara.
Berkas:Ki Hadjar Dewantara, with Sukarno (page 100).jpg|Ki Hajar Dewantara dengan Sukarno.
Berkas:Ki Hadjar Dewantara, writing (page 87).jpg|Ki Hajar Dewantara sedang menulis.
Berkas:Patung ki hadjar dewantara.jpg|Patung Ki Hajar Dewantara.
</gallery>

== Referensi ==
{{reflist}}

== Pranala luar ==
{{Wikiquote|lang=id}}
{{Commons category|Ki Hajar Dewantara}}
{{Commons category|Letters from Tamansiswa Dewantara Kirti Griya Museum library|Surat-surat Ki Hajar Dewantara}}
* [http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/k/ki-hajar-dewantara/index.shtml Profil di TokohIndonesia.com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100528133529/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/k/ki-hajar-dewantara/index.shtml |date=2010-05-28 }}
* [http://www.tamansiswa.org/ Taman Siswa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20121226192310/http://www.tamansiswa.org/ |date=2012-12-26 }}
* {{id}} [http://biografi.rumus.web.id/2010/10/biografi-ki-hajar-dewantara.html Biografi Ki Hajar Dewantara] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120623100259/http://biografi.rumus.web.id/2010/10/biografi-ki-hajar-dewantara.html |date=2012-06-23 }}
{{Kotak mulai}}
{{s-off}}
{{Kotak suksesi |jabatan = [[Daftar Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia|Menteri Pengajaran]] |tahun = 1945|pendahulu = tidak ada |pengganti = [[Todung Sutan Gunung Mulia]]}}
{{Kotak selesai}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{indo-bio-stub}}
{{BPUPKI}}
{{PPKI}}
{{Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia}}


[[Kategori:Kelahiran 1889|Dewantara, Ki Hajar]]
{{lifetime|1889|1959|Dewantara, Ki Hajar}}
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Kematian 1959|Dewantara, Ki Hajar]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia|Dewantara, Ki Hajar]]
[[Kategori:Filsuf Indonesia|Dewantara, Ki Hajar]]
[[Kategori:Menteri Kabinet Presidensial|Dewantara, Ki Hajar]]


[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[en:Ki Hajar Dewantara]]
[[Kategori:Filsuf Indonesia]]
[[hi:की हजर देवान्तर]]
[[Kategori:Anggota BPUPKI]]
[[ms:Ki Hajar Dewantara]]
[[Kategori:Tokoh pendidikan Indonesia]]
[[nl:Ki Hadjar Dewantara]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh dari Kota Yogyakarta]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Kabinet Presidensial]]
[[Kategori:Menteri Pendidikan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Orde Lama]]

Revisi terkini sejak 19 September 2024 07.02

Ki Hadjar Dewantara
(Raden Mas Soewardi Soerjaningrat)
Ki Hadjar Dewantara
Menteri Pengajaran Indonesia ke-1
Masa jabatan
2 September 1945 – 14 November 1945
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada, jabatan baru
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1889-05-02)2 Mei 1889
Pakualaman, Hindia Belanda
Meninggal26 April 1959(1959-04-26) (umur 69)
Yogyakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikInsulinde, Boedi Oetomo
Suami/istriNyi Hajar Dewantara
AnakBambang Sokawati Dewantara, Asti Wandansari, Ratih Tarbiyah, Syailendra Wijaya, Sudiro Ali Murtolo & Subroto Aria Mataram
Tempat tinggalPakualaman, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
Alma materEuropeesche Lagere School, STOVIA (tidak sampai lulus karena sakit)
Pekerjaanaktivis, politisi, kolumnis, wartawan
Dikenal karenaBapak Pendidikan Nasional, Pahlawan Revolusi Kemerdekaan, Menteri Pengajaran Indonesia, Aktivis Pergerakan Kemerdekaan Indonesia, Pendiri Taman Siswa, Pelopor Pendidikan bagi Kaum Bumiputra.
Tanda tangan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1923 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; 2 Mei 1889 – 26 April 1959;[1] selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah bangsawan Jawa, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, guru bangsa, agent, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Dia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, yaitu suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priayi maupun orang-orang Belanda.

Pada 1959, atas jasa-jasanya dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, dia dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional oleh Presiden Soekarno. sedangkan tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama sebuah kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya juga diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.[2]

Dia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).[3] Dia juga merupakan peletak dan perintis pendidikan nasional berbasis kebudayaan.[4]

Awal karier

[sunting | sunting sumber]
Soewardi saat muda.

Soewardi berasal dari lingkungan keluarga bangsawan Kadipaten Pakualaman. Dia merupakan putra dari G.P.H. Soerjaningrat dan cucu dari Paku Alam III. Dia menamatkan pendidikan dasar di Europeesche Lagere School. Sekolah ini merupakan sekolah dasar khusus untuk anak-anak yang berasal dari Eropa. Dia sempat melanjukan pendidikan kedokteran di STOVIA, tetapi tidak diselesaikan dikarenakan kondisi kesehatannya yang buruk.[5]

Selanjutnya, dia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar. Dia pernah bekerja untuk surat kabar Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Dia tergolong salah seorang penulis yang andal pada masanya. Gaya tulisannya bersifat komunikatif dengan gagasan-gagasan yang antikolonial.[6]

Dia juga berperan aktif dalam berbagai organisasi baik nasional maupun internasional yang bergerak di ranah pendidikan, seperti UNESCO. Selain itu, beliau pernah menduduki posisi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1950 [7]

Aktivitas pergerakan

[sunting | sunting sumber]

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, dia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, dia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.

Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika DD mendirikan Indische Partij, Soewardi juga ikut diajak.

Als ik een Nederlander was

[sunting | sunting sumber]
Ki Hadjar Dewantara
(Chris Lebeau, 1919).

Ketika pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Prancis pada 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Dia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".

Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar dia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.

Akibat tulisan ini dia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.[8]

Dalam pengasingan

[sunting | sunting sumber]
Soewardi, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo (Tiga Serangkai) tahun 1914 saat diasingkan di Negeri Belanda.

Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Tahun 1913 dia mendirikan Indonesisch Pers-bureau, "kantor berita Indonesia". Ini adalah penggunaan formal pertama dari istilah "Indonesia", yang diciptakan tahun 1850 oleh ahli bahasa asal Inggeris George Windsor Earl dan pakar hukum asal Skotlandia James Richardson Logan.

Di sinilah dia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Taman Siswa

[sunting | sunting sumber]
Ki Hadjar Dewantara bersama murid-murid Taman Siswa (ca 1922).

Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian dia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang berencana untuk didirikannya.[butuh rujukan]Pada 3 Juli 1922, dia akhirnya mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta.[9] Saat dia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, dia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Dia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya dia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Pengabdian pada masa Indonesia merdeka

[sunting | sunting sumber]
Surat Ketetapan Presiden Indonesia tentang pengangkatan Ki Hadjar Dewantara sebagai Mahaguru Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi di Mertojoedan, Magelang.

Tanggal 17 Agustus 1946 ditetapkan sebagai Maha Guru pada Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi di Mertoyudan Magelang, oleh P.J.M. Presiden Republik Indonesia.

Pada masa pemerintahan Presiden Indonesia yaitu Soekarno, tepatnya di tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan Indonesia yang pertama.[10] Lalu, pada tanggal 19 Desember 1956, dia juga mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada.[11]

Ki Hadjar Dewantara juga diditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional atas jasa-jasanya dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal 2 Mei yang merupakan hari kelahirannya, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.[12] Ketetapan hari tersebut disahkan dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 305 Tahun 1959 bersamaan dengan penetapannya sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.[13] Surat keputusan tersebut diterbitkan tanggal 28 November 1959.

Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Kota Yogyakarta pada 26 April 1959. Lokasi wafatnya di Padepokan Ki Hadjar Dewantara. Jenazahnya kemudian disimpan di Pendapa Agung Taman Siswa untuk kemudian dimakamkan di Taman Wijaya Brata pada tanggal 29 April 1959. Upacara pemakamannya dipimpin oleh Soeharto yang bertindak sebagai inspektur upacara.[14]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ini adalah versi Perguruan Tamansiswa dan Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, tokohindonesia.com menyebutkan 28 April 1959 sebagai tanggal wafat.
  2. ^ Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan: Rp. 20.000- Diarsipkan 2020-09-20 di Wayback Machine., Bank Indonesia, diakses tanggal 26 April 2011.
  3. ^ yisitur4ifg7rit7t43f5eerr7fy8rrrrfg ""DAFTAR NAMA PAHLAWAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA"" Periksa nilai |archive-url= (bantuan). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-09. Diakses tanggal 2011-02-27. 
  4. ^ Riyanti,dkk, Dwi (2022). "Pendidikan Berbasis Budaya Nasional Warisan Ki Hajar Dewantara". EDUKATIF. 4 (1): 1. doi:10.31004/edukatif.v4i1.1833. ISSN 2656-8063. 
  5. ^ Astuti, K., dan Arif, M. (2021). "Kontekstualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Ki Hajar Dewantara di Era Covid 19". Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata. 2 (2): 203. ISSN 2721-8996. 
  6. ^ Musolin, M., dan Nisa, K. (2021). "Pendidikan Masa Pandemik Covid 19: Implementasi Konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara". Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan. 3 (6): 4137. ISSN 2656-8071. 
  7. ^ Comunitynews. "Ki Hajar Dewantara: Pelopor Pendidikan Anak Pribumi di Indonesia". Comunitynews (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-07-06. 
  8. ^ Adnan, Sobih AW (2016-08-116). Adam, Mohammad, ed. "Kebangkitan Nusantara di Tangan Ki Hajar Dewantara". Medcom.id. Diakses tanggal 2020-07-13. 
  9. ^ Nazarudin (2019). Pendidikan Keluarga Menurut Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam (PDF). Palembang: NoerFikri Palembang. hlm. 126. ISBN 978-602-447-494-2. 
  10. ^ Sukirman (2020). Teori, Model dan Sistem Pendidikan (PDF). Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo. hlm. 19–20. ISBN 978-602-8497-80-0. 
  11. ^ Lohanda, Mona, ed. (2017). Indeks Beranotasi Karya Ki Hadjar Dewantara (PDF). Diterjemahkan oleh Sunjayadi, A., dan Harjosaputra, Karsono. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 165. ISBN 978-602-1289-70-9. 
  12. ^ Sugiarta, I. M., dkk. (2019). "Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur)". Jurnal Filsafat Indonesia. 2 (3): 130. ISSN 2620-7982. 
  13. ^ Sujiono, Yuliani Nurani (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PDF). Jakarta Barat: PT Indeks. hlm. 136. ISBN 978-979-062-079-7. 
  14. ^ Wiryopranoto, S., dkk. (2017). Perjuangan Ki Hajar Dewantara: Dari Politik ke Pendidikan (PDF). Museum Semarang Kebangkitan Nasional. hlm. 163. ISBN 978-602-61552-0-7. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
Jabatan politik
Didahului oleh:
tidak ada
Menteri Pengajaran
1945
Diteruskan oleh:
Todung Sutan Gunung Mulia