Lompat ke isi

Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Synthebot (bicara | kontrib)
k bot Mengubah: sv:Buddhism
Faredoka (bicara | kontrib)
k
 
(640 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{kegunaanlain|Buddha (disambiguasi)}}
{{Buddhisme}}
{{infobox religion|name=Buddhisme|native_name=''{{nobold|{{lang|pa|Buddhasāsana}}}}''|image=Bodhi_Tree_Distant_View_-_panoramio.jpg|imagewidth=250px|caption=[[Pohon Bodhi]] di [[Bodh Gaya]], [[India]], markah suci umat Buddha|type=[[Agama|Agama universal]]|main_classification=[[Agama darmik|Darmik]]|scripture=[[Tripitaka]]|theology=[[Nonteisme|Nonteistik]]{{br}}{{small|(lihat [[Ketuhanan dalam Buddhisme]])}}|language=[[Bahasa Pali|Pali]], [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]], [[Bahasa_Prakerta_Magadhi|Prakerta Magadhi]], [[bahasa Tionghoa Klasik|Tionghoa Klasik]], dan [[bahasa Tibet|Tibet]]|territory=[[Buddhis]]|founder=[[Siddhattha Gotama]]|founded_date=588 SM|founded_place=[[Bodh Gaya|Buddhagayā]]–[[Sarnath|Isipatana]]|separations=[[Theravāda]], [[Mahāyāna]], [[Vajrayāna]]|members=[[Buddha menurut negara|488 juta (Pew, 2012),<br/>495 juta (Johnson & Grim, 2013),<br/>535 juta (Harvey, 2013)]]|primary_schools=}}{{Buddhisme|}}
'''Agama Buddha''' lahir di negara [[India]], lebih tepatnya lagi di wilayah [[Nepal]] sekarang, sebagai reaksi terhadap [[agama]] [[Brahmanisme]]. Pencetusnya ialah [[Siddhartha Gautama]] yang dikenal sebagai [[Gautama Buddha]] oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara [[Tiongkok]] pada tahun [[399]] Masehi, dibawa oleh seorang [[bhiksu]] bernama [[Fa Hsien]]. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari [[Tibet]] disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.
'''Buddhisme''' ([[Pali]]: '''''Buddhadhamma''''', '''''Buddhasāsana'''''; [[Sanskerta]]: बुद्धधर्म, '''''Buddhadharma''''', atau बुद्धशासन, ''Buddhaśāsana''),{{sfn|Wells|2008|p=}}{{sfn|Roach|2011|p=}} juga dikenal sebagai '''Agama Buddha''' dan '''Dhammavinaya''', adalah suatu [[agama darmik]] dan sebuah tradisi [[filosofis]] yang berlandaskan kepada ajaran [[Siddhattha Gotama]].<ref>{{cite web|last1=Siderits|first1=Mark|date=2019|title=Buddha|url=https://plato.stanford.edu/entries/buddha/|website=The Stanford Encyclopedia of Philosophy|publisher=Metaphysics Research Lab, Stanford University|archive-url=https://web.archive.org/web/20220521121053/https://plato.stanford.edu/entries/buddha/|archive-date=21 May 2022|access-date=22 October 2021|url-status=live}}</ref> Buddhisme merupakan agama dengan pengikut terbanyak keempat di dunia,<ref>"Buddhism". (2009). In ''[[Encyclopædia Britannica]]''. Retrieved 26 November 2009, from Encyclopædia Britannica Online Library Edition.</ref>{{sfnp|Lopez|2001|p=239}} dengan lebih dari 520 juta pengikut, dikenal sebagai '''Buddhis''', yang mencakup tujuh persen dari populasi global.<ref name="Pew_2012a">{{cite web|date=18 December 2012|title=Buddhists|url=http://www.pewforum.org/2012/12/18/global-religious-landscape-buddhist/|work=Global Religious Landscape|publisher=Pew Research Center|archive-url=https://web.archive.org/web/20200408011020/https://www.pewforum.org/2012/12/18/global-religious-landscape-buddhist/|archive-date=8 April 2020|access-date=13 March 2015|url-status=live}}</ref><ref>{{citation|url=http://www.gordonconwell.edu/resources/documents/1IBMR2015.pdf|title=Christianity 2015: Religious Diversity and Personal|journal=International Bulletin of Missionary Research|volume=39|issue=1|pages=28–29|date=January 2015|doi=10.1177/239693931503900108|s2cid=148475861|access-date=2015-05-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20170525141543/http://www.gordonconwell.edu/resources/documents/1IBMR2015.pdf|archive-date=25 May 2017|via=Gordon-Conwell Theological Seminary|issn = 0272-6122}}</ref> Buddhisme juga meliputi beragam [[ilmu]], nilai [[tradisi]], [[filosofi]], [[kepercayaan]], [[meditasi]], dan praktik [[spiritual]] yang sebagian besar berdasarkan pada [[Buddhisme prasektarian|ajaran-ajaran awal]] yang dikaitkan dengan Siddhattha Gotama dan menghasilkan [[filsafat Buddha|filsafat yang ditafsirkan]]. Buddhisme lahir di [[India kuno]] sebagai suatu tradisi [[Sramana]] sekitar antara abad ke-6 dan 4 SM, menyebar ke sebagian besar [[Asia]]. Penyebaran Buddhisme di [[Asia]] dimulai sejak abad ke-4 SM hingga abad ke-6 SM.


Sang Buddha dikenal oleh para Buddhis sebagai Sang Maha Guru Agung yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan [[Kebijaksanaan (Buddhisme)|kebijaksanaan]]-Nya untuk membantu [[makhluk hidup]] mengakhiri [[dukkha|penderitaan]] (''dukkha'') mereka dengan melenyapkan kebodohan batin/delusi (''[[tilakkhana|moha]]''), keserakahan (''[[tilakkhana|lobha]]''), dan kebencian (''[[tilakkhana|dosa]]''). Berakhirnya atau padamnya ''moha'', ''lobha'', dan ''dosa'' disebut dengan [[Nibbana|Nibbāna]]. Untuk mencapai Nibbāna, seseorang perlu mengikuti [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]].
Setiap aliran Buddha berpegang kepada [[Tripitaka]] sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu ''[[Sutta Piṭaka]]'' (kotbah-kotbah Sang Buddha), ''[[Vinaya Piṭaka]]'' (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan ''[[Abhidhamma Piṭaka]]'' (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Dua aliran arus utama Buddhisme yang masih ada dan diakui secara umum oleh para ahli adalah [[Theravada|Theravāda]] ("Ajaran Para Sesepuh") dan [[Mahayana|Mahāyāna]] ("Kendaraan Agung"). Aliran [[Vajrayana|Vajrayāna]] dapat dianggap juga sebagai aliran ketiga atau hanya merupakan bagian dari Mahāyāna. Theravāda mempunyai pengikut yang tersebar luas di [[Sri Lanka]], dan [[Asia Tenggara]]. Mahāyāna, yang mencakup tradisi [[Buddha Tanah Murni|Tanah Murni]], [[Zen]], [[Agama Buddha Nichiren|Nichiren]], [[Buddhisme Shingon|Shingon]], dan [[Tiantai]] (Tiendai) dapat ditemukan di seluruh [[Asia Timur]]. [[Buddhisme Tibet]], yang melestarikan ajaran Vajrāyāna dari India abad ke-8,<ref>{{Cite book|last=White|first=David Gordon (ed.)|year=2000|page=21|title=Tantra in Practice|publisher=Princeton University Press|url=https://books.google.com/books?id=hayV4o50eUEC&pg=PA21|isbn=0-691-05779-6 }}</ref> dipraktikkan di wilayah sekitar [[Himalaya]], [[Mongolia]],<ref>{{cite book|last1=Powers|first1=John|title=Introduction to Tibetan Buddhism|url=https://books.google.com/books?id=cy980CH84mEC&pg=PA392|date=2007|publisher=Snow Lion Publications|location=[[Ithaca, New York]]|isbn=978-1-55939-282-2|pages=26–27|edition=Rev.}}</ref> dan [[Kalmykia]].<ref>"Candles in the Dark: A New Spirit for a Plural World" by Barbara Sundberg Baudot, p305</ref> Jumlah umat Buddha di seluruh dunia diperkirakan antara 488 juta<ref group="web" name="auto">{{cite web|last=Pew Research Center|authorlink=|author-link=Pew Research Center|title=Global Religious Landscape: Buddhists|url=http://www.pewforum.org/2012/12/18/global-religious-landscape-buddhist/|publisher=Pew Research Center|accessdate=}}</ref> dan 535 juta{{sfn|Harvey|2013|p=5}}, menjadikannya sebagai salah satu agama utama dunia.

Dalam Buddhisme Theravāda, tujuan utamanya adalah pencapaian kebahagiaan tertinggi [[Nibbana|Nibbāna]], yang dicapai dengan mempraktikkan [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]] (juga dikenal sebagai [[Jalan Tengah]]), sehingga melepaskan diri dari apa yang dinamakan sebagai [[Samsara (Buddhisme)|siklus]] penderitaan dan [[Tumimbal lahir|kelahiran kembali]].{{sfn|Gethin |1998|pp=27–28, 73–74}} Buddhisme Mahāyāna, sebaliknya, beraspirasi untuk mencapai [[Kebuddhaan]] melalui jalan [[Bodhisattva|Bodhisatwa]], suatu jalan aspirasi untuk tetap berada dalam siklus [[Kelahiran kembali (Buddha)|kelahiran kembali]] untuk membantu makhluk lainnya mencapai [[Kecerahan (Buddhisme)|Kecerahan]].

Setiap aliran Buddha berpegang kepada [[Tipitaka|Tripitaka]] sebagai referensi utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran Buddha Gotama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam tiga buku yaitu ''[[Sutta Piṭaka]]'' ("Keranjang Diskursus"), ''[[Vinaya Piṭaka]]'' ("Keranjang Disiplin") dan ''[[Abhidhamma Piṭaka]]'' ("Keranjang Dhamma Luhur"). Versi Tripitaka yang diakui oleh setiap aliran Buddhisme berbeda-beda. Aliran Theravāda mengakui keabsahan [[Tripitaka Pāli]], aliran Mahāyāna mengakui keabsahan [[Tripitaka Tionghoa]], dan aliran Vajrayāna mengakui keabsahan [[Tripitaka Tibet]].

Seluruh naskah aliran Theravāda menggunakan [[Bahasa Pali|bahasa Pāli]], yaitu bahasa yang dipakai di sebagian India (khususnya daerah Utara) pada zaman Sang Buddha. Cukup menarik untuk dicatat, bahwa tidak ada filsafat atau tulisan lain dalam bahasa Pali selain kitab suci Buddhisme Theravāda, yang disebut kitab suci [[Tipitaka]], oleh karenanya, istilah "ajaran Buddhisme berbahasa Pali" sinonim dengan Buddhisme Theravāda. Agama Buddha Theravāda dan beberapa sumber lain berpendapat bahwa Sang Buddha mengajarkan semua ajaran-Nya dalam bahasa Pali di India, Nepal, dan sekitarnya selama 45 tahun terakhir hidup-Nya, sebelum Dia mencapai Parinibbāna.<ref name="bec">{{cite web
| url =http://www.becsurabaya.org/artikel/kumpulan-dhamma/320-perbedaan-dan-persamaan-antara-theravada-dan-mahayana.html
| title = Perbedaan Dan Persamaan Antara Theravada Dan Mahayana
| last = The Reverend
| first = Dr. Sunanda Putuwar. WFB
| date = 1991
| website = Buddhist Education Surabaya
| publisher = Buddhist Education Surabaya
| access-date = 24-12-2015
| quote = }}</ref>

Seluruh naskah aliran Mahāyāna pada awalnya berbahasa Sanskerta dan dikenal sebagai [[Tripitaka]], kemudian dilestarikan dalam bahasa [[Tionghoa klasik|Tionghoa Klasik]]. Oleh karena itu, istilah Buddhisme berbahasa Sanskerta dan Tionghoa sinonim dengan Buddhisme Mahāyāna. Bahasa Sanskerta adalah bahasa klasik dan bahasa tertua yang dipergunakan oleh kaum terpelajar di India. Selain naskah Buddhisme Mahāyāna, kita menjumpai banyak catatan bersejarah dan agama, atau naskah filsafat tradisi setempat lainnya ditulis dalam bahasa Sanskerta.<ref name="bec"/>

== Sejarah ==
{{Main|Sejarah Buddhisme}}
=== Akar filosofis ===
[[Berkas:Ellora Caves, India, Religious meeting inside ancient Buddhist cave temple.jpg|jmpl|"Gua Tukang Kayu" Buddhis di [[Gua Ellora|Ellora]], [[Maharashtra]], India]]

Secara historis, akar Buddhisme terletak pada pemikiran religius dari [[India Zaman Besi|India kuno]] selama paruh kedua dari milenium pertama SM.{{sfn|Gethin|2008|p=xv}} Pada masa tersebut merupakan sebuah periode pergolakan sosial dan keagamaan, dikarenakan ketidakpuasaan yang signifikan terhadap pengorbanan dan rital-ritual dari [[Agama Weda historis|Brahmanisme Weda]]{{refn|group=note|name=buddhismFound|Buddhism: The foundations of Buddhism, The cultural context. In ''[[Encyclopædia Britannica]]''. Retrieved 19-07-2009, from Encyclopædia Britannica Online Library Edition}} Tantangan muncul dari berbagai kelompok keagamaan [[asketisme|asketis]] dan filosofis baru yang memungkiri tradisi Brahamanis dan menolak otoritas [[Weda]] dan para [[Brahmana]].{{refn|group=note|name=ebhindu|Encyclopædia Britannica Online. Hinduism: History of Hinduism: The Vedic period (2nd millennium – 7th century BCE); Challenges to Brahmanism (6th – 2nd century BCE); Early Hinduism (2nd century BCE – 4th century CE). Retrieved 19-07-2009.}}{{sfn|Warder|2000|p=32}} Kelompok-kelompok ini, yang anggotanya dikenal sebagai [[sramana]], merupakan kelanjutan dari sebuah untaian pemikiraan India yang bersifat non-Weda, yang terpisah dari Brahmanisme [[Indo-Arya]].{{refn|group=note|name=Masih |According to Masih:{{sfn|Masih |2000|p=18}} "Alongside Hinduism was the non-Aryan Shramanic culture with its roots going back to prehistoric times."}} Para ahli memiliki alasan untuk percaya bahwa ide-ide seperti [[samsara|saṃsāra]], karma (dalam hal pengaruh moralitas terhadap kelahiran kembali), dan [[moksha]], berasal dari sramana, dan kemudian diadopsi oleh agama ortodoks Brahmin.{{refn|group=note|name=Masih B|Masih:{{sfn|Masih |2000|p=37}} "This confirms that the doctrine of transmigration is non-aryan and was accepted by non-vedics like Ajivikism, Jainism and Buddhism. The Indo-aryans have borrowed the theory of re-birth after coming in contact with the aboriginal inhabitants of India. Certainly Jainism and non-vedics [..] accepted the doctrine of rebirth as supreme postulate or article of faith."}}{{refn|group=note|name=Karel Werner|Karel Werner:{{sfn|Werner|1989|p=34}} "Rahurkar speaks of them as belonging to two distinct 'cultural strands' ... Wayman also found evidence for two distinct approaches to the spiritual dimension in ancient India and calls them the traditions of 'truth and silence.' He traces them particularly in the older Upanishads, in early Buddhism, and in some later literature."}}{{refn|group=note|name=Flood|Flood:{{sfn|Flood|1996|p=86}} "The origin and doctrine of Karma and Samsara are obscure. These concepts were certainly circulating amongst sramanas, and Jainism and Buddhism developed specific and sophisticated ideas about the process of transmigration. It is very possible that the karmas and reincarnation entered the mainstream brahaminical thought from the sramana or the renouncer traditions."}}{{refn|group=note|name=Jaini |Padmanabh S. Jaini states:{{sfn|Jaini |2001 |p=51}} "Yajnavalkya's reluctance and manner in expounding the doctrine of karma in the assembly of Janaka (a reluctance not shown on any other occasion) can perhaps be explained by the assumption that it was, like that of the transmigration of soul, of non-brahmanical origin. In view of the fact that this doctrine is emblazoned on almost every page of sramana scriptures, it is highly probable that it was derived from them."}}{{refn|group=note|name=Pande|Govind Chandra Pande:{{sfn|Pande|1994 |p=135}} "Early Upanishad thinkers like Yajnavalkya were acquainted with the sramanic thinking and tried to incorporate these ideals of Karma, Samsara and Moksa into the vedic thought implying a disparagement of the vedic ritualism and recognising the mendicancy as an ideal."}}{{refn|group=note|name=Upadhyaya|Kashi Nath Upadhyaya: "The sudden appearance of this theory [of karma] in a full-fledged form is likely due, as already pointed out, to an impact of the wandering muni-and-[[shramana]]-cult, coming down from the pre-Vedic non-Aryan time."{{sfn|Upadhyaya|1998|p=76}}}}

Pandangan ini didukung oleh penelitian di wilayah di mana gagasan ini berasal. Buddhisme tumbuh di [[Magadha]] Raya, yang terletak di sebelah barat laut dari [[Sravasti]], ibu kota [[Kosala]], ke [[Rajgir|Rajagaha]] di sebelah tenggara. Negeri ini, di sebelah timur [[aryavarta]], negeri bangsa [[Arya]], yang dikenal sebagai non-Weda.<ref>Satapatha Brahmana 13.8.1.5</ref> Naskah Weda lainnya mengungkap ketidaksukaan penduduk Magadha, kemungkinannya karena Magadha pada masa tersebut belum mendapat pengaruh Brahmanisme.{{sfn|Oldenberg|1991|p=}} Sebelum abad ke-2 atau ke-3 SM, penyebaran Brahmanisme ke arah timur memasuki Magadha Raya tidaklah signifikan. Pemikiran-pemikiran yang berkembang di Magadha Raya sebelum abad tersebut tidak tunduk pada pengaruh Weda. Ini termasuk [[tumimbal lahir]] dan hukum karma yang muncul dalam sejumlah gerakan di Magadha Raya, termasuk Buddhisme. Gerakan-gerakan ini mewarisi pemikiran tumimbal lahir dan hukum karma dari kebudayaan yang lebih awal.{{sfn|Bronkhorst|2007|pp=}}

Pada saat yang sama, gerakan-gerakan ini dipengaruhi dan dalam beberapa hal melanjutkan pemikiran filosofis dalam tradisi Weda, sebagaimana terefleksi misalnya di dalam [[Upanishad]].{{sfn|Warder|2000|p=30–32}} Gerakan-gerakan ini termasuk, selain Buddhisme, berbagai [[skeptis]] (seperti [[Sanjaya Belatthiputta]]), [[Atomisme|atomis]] (seperti [[Pakudha Kaccayana]]), [[materialis]] (seperti [[Ajita Kesakambali]]), [[Antinomianisme|antinomian]] (seperti [[Purana Kassapa]]); aliran-aliran terpenting pada abad ke-5 SM adalah [[Ajivikas]], yang menekankan aturan nasib, [[Lokayata]] ([[materialis]]), [[Jnana|Ajnanas]] ([[Agnostisisme|agnostik]]) dan [[Jainisme|Jaina]], yang menekankan bahwa jiwa harus dibebaskan dari materi.{{sfn|Warder|2000|p=39}} Banyak gerakan-gerakan baru ini berbagi kosakata konseptual yang sama seperti [[Ātman (Buddhisme)|''atman'']] ("diri"), [[buddha|''buddha'']] ("yang sadar"), [[dhamma|''dhamma'']] ("aturan" atau "hukum"), [[karma|''karma'']] ("aksi/perbuatan"), [[Nirvana (konsep)|''nirvana'']] ("padamnya nafsu"), [[samsara|''saṃsāra'']] ("lingkaran penderitaan"), dan [[yoga|''yoga'']] ("praktik spiritual").{{refn|group=note|name=ebbuddh|Encyclopædia Britannica Online. Buddhism: The foundations of Buddhism, the cultural context. Retrieved 19-07-2009.}} Para sramana menolak Weda, dan otoritas brahmana, yang mengklaim mereka memiliki kebenaran terungkap yang tidak bisa diketahui dengan cara manusia biasa mana pun. Selain itu, mereka menyatakan bahwa seluruh sistem Brahmanikal adalah penipuan: sebuah konspirasi para brahmana untuk memperkaya diri mereka sendiri dengan membebankan biaya terlalu tinggi untuk melakukan ritual palsu dan memberikan nasihat tak berguna.{{sfn|Warder|2000|p=33}}

Kritik terutama dari Buddha adalah pengorbanan hewan secara Weda.<ref group="web" name="auto2">{{cite web|title=Dharmacarini Manishini|publisher=Western Buddhist Review|url=http://www.westernbuddhistreview.com/vol4/kamma_in_context.html|access-date=2016-01-01|archive-date=2013-08-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20130808043640/http://www.westernbuddhistreview.com/vol4/kamma_in_context.html|dead-url=yes}}</ref> Dia juga menyindir "[[Purusha Sukta|gita manusia kosmis]]" dari Weda.{{sfn|Gombrich|1988|p=85}} Namun, Sang Buddha tidaklah anti-Weda, dan menyatakan bahwa Weda dalam bentuk sejatinya dinyatakan oleh "Kashyapa" kepada [[resi]] tertentu, yang melalui pertapaan berat telah memperoleh kekuatan untuk melihat dengan mata ilahi.{{sfn|Hardy|1863|p=177}} Dia menamakan para resi Weda, dan menyatakan bahwa Weda orisinil dari para resi{{sfn|Rhys Davids|1921|p=494}}{{refn|group=note|name=Vedic rishis|"Atthako, Vâmako, Vâmadevo, [[Vishvamitra|Vessâmitto]], [[Jamadagni|Yamataggi]], [[Angiras (sage)|Angiraso]], [[Bharadvaja|Bhâradvâjo]], [[Vasistha|Vâsettho]], [[Kashyapa|Kassapo]], and [[Bhrigu|Bhagu]]" in P. 245 ''The Vinaya piṭakaṃ: one of the principle Buddhist holy scriptures ..., Volume 1'' edited by Hermann Oldenberg}} telah diubah oleh beberapa Brahmin yang memperkenalkan pengorbanan hewan.
Sang Buddha mengatakan bahwa hal tersebut termasuk dalam pengubahan dari Weda sejati sehingga dia menolak untuk menghormati Weda pada masanya.{{sfn|Hardy|1866|p=44}} Namun, dia tidak meninggalkan ikatan dengan Brahman,{{refn|group=note|name=ancient way|Hāṇḍā: "Even so have I, monks, seen an ancient way, an ancient road followed by the wholly awakened ones of olden time....Along that have I done, and the matters that I have come to know fully as I was going along it, I have told to the monks, nuns, men and women lay-followers, even monks, this Brahma-faring brahmacharya that is prosperous and flourishing, widespread and widely known become popular in short, well made manifest for gods and men."{{sfn|Hāṇḍā|1984|p=57}}}} atau gagasan diri menyatu dengan Tuhan.{{sfn|Rāhula|1974|p=59}} Pada saat yang sama, Hindu tradisional sendiri secara bertahap mengalami perubahan mendalam, bertransformasi menjadi apa yang dikenal sebagai [[Hindu]] awal.

== Ajaran dasar ==
=== Empat Kebenaran Mulia ===
{{utama|Empat Kebenaran Mulia}}
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai '''Empat Kebenaran Mulia''' atau '''Empat Kebenaran Ariya''' (''Cattāri Ariya Saccāni''), yang merupakan aspek yang sangat penting dari ajaran Buddha. Sang Buddha telah berkata bahwa karena kita tidak memahami Empat Kebenaran Ariya, maka kita terus menerus mengitari siklus kelahiran dan kematian. Pada ceramah pertama Sang Buddha, ''Dhammacakkappavattana Sutta'', yang Ia sampaikan kepada lima orang bhikkhu di Taman Rusa di Sarnath, adalah mengenai Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan.<ref>{{cite book
|last1 = [[K. Sri Dhammananda]]|first1 =
|title = Keyakinan Umat Buddha
|location =
|publisher = Yayasan Penerbit Karaniya dan Ehipassiko Foundation
|pages = 105
|date = 2004
|isbn = }}</ref>

Empat Kebenaran Ariya tersebut adalah:<ref name="catur">{{cite web
| url =http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=50
| title =EMPAT KEBENARAN ARIYA (Cattari Ariya Saccani)
| last =Tim
| first =Bhagavant.com
| date =
| website =Bhagavant.com
| publisher =Bhagavant.com
| access-date =24-12-2015
| quote =
| archive-date =2015-12-25
| archive-url =https://web.archive.org/web/20151225034839/http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=50
| dead-url =yes
}}</ref>

* '''Kebenaran Ariya tentang ''Dukkha''''' (''Dukkha Ariya Sacca'')
Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban. Dukkha menjelaskan bahwa ada lima kemelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan. Guru Buddha bersabda, "Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Dukkha, yaitu: kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita, putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan merupakan dukkha."<ref name="catur"/>

* '''Kebenaran Ariya tentang Asal Mula ''Dukkha''''' (''Dukkha Samudaya Ariya Sacca'')
Samudaya adalah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa sumber dari dukkha atau penderitaan adalah [[taṇhā]], yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Tanha dapat diibaratkan seperti candu atau opium yang menimbulkan dampak ketagihan bagi yang memakainya terus-menerus, dan semakin lama akan merusak fisik maupun mental si pemakai. Tanha juga dapat diibaratkan seperti air laut yang asin yang jika diminum untuk menghilangkan haus justru rasa haus tersebut semakin bertambah.<ref name="catur"/>

* '''Kebenaran Ariya tentang Terhentinya ''Dukkha''''' (''Dukkha Nirodha Ariya Sacca'')
Nirodha adalah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa dukkha bisa dihentikan yaitu dengan cara menyingkirkan taṇhā sebagai penyebab dukkha. Ketika taṇhā telah disingkirkan, maka kita akan terbebas dari semua penderitaan (bathin). Keadaan ini dinamakan Nibbana.<ref name="catur"/>

* '''Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha''' (''Dukkha Nirodha Ariya Sacca'')
Marga adalah jalan pelepasan. Jalan pelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan.

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa ada jalan atau cara untuk menghentikan dukkha, yakni melalui [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]]. Jalan Menuju Terhentinya Dukkha dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:<ref name="catur"/>
** Kebijaksanaan (''Paññā''), terdiri dari Pengertian Benar (''sammā-ditthi'') dan Pikiran Benar (''sammā-saṅkappa'')
** Kemoralan (''Sīla''), terdiri dari Ucapan Benar (''sammā-vācā''), Perbuatan Benar (sammā-kammanta), dan Pencaharian Benar ''(sammā-ājīva)''
** Konsentrasi (''Samādhi''), terdiri dari Daya-upaya Benar (''sammā-vāyāma''), Perhatian Benar (''sammā-sati''), dan Konsentrasi Benar (''sammā-samādhi'')

Empat Kebenaran Mulia tidak dapat dipisahkan antara Kebenaran yang satu dengan Kebenaran yang lainnya. Empat Kebenaran Mulia bukanlah ajaran yang bersifat pesimis yang mengajarkan hal-hal yang serba suram dan serba menderita. Dan juga bukan bersifat optimis yang hanya mengajarkan hal-hal yang penuh harapan, tetapi merupakan ajaran yang realitis, ajaran yang berdasarkan analisis yang diambil dari kehidupan di sekitar kita.

=== Jalan Mulia Berunsur Delapan ===
{{utama|Jalan Mulia Berunsur Delapan}}
[[Berkas:Dharma Wheel.svg|jmpl|''[[Dharmacakra]]'' melambangkan [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]]]]
Dalam '''''Dhammacakkappavattana Sutta; Saṃyutta Nikāya 56.11 {S 5.420}''''', Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya kepada Lima Bhikkhu Pertama (Pali: ''Pañcavaggiya Bhikkhu''; Sanskerta: ''Pañcavargīya Bhikṣu''), yang di dalamnya terdapat Jalan yang Menuju Terhentinya ''Dukkha''. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (''Ariya Atṭhaṅgika Magga''). Di dalam Jalan ini mengandung unsur ''sīla'' (kemoralan), ''samādhi'' (konsentrasi), dan ''paññā'' (kebijaksanaan).<ref>{{cite web
| url = http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=51
| title = Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga)
| last = Tim
| first = Bhagavant.com
| date =
| website = Bhagavant.com
| publisher = Bhagavant.com
| access-date = 20 Desember 2015
| quote =
| archive-date = 2016-02-07
| archive-url = https://web.archive.org/web/20160207082601/http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=51
| dead-url = yes
}}</ref>

Berikut pengelompokan unsur yang terkandung di dalamnya:
{|class="wikitable"
|-
! Divisi
! Faktor Berunsur Delapan
! ''Sanskerta, Pali''
|- style="background:#cff;"
|rowspan="2"|Kebijaksanaan<br />(Sanskerta: ''[[Prajñā (Buddhisme)|prajñā]]'',<br />Pāli: ''paññā'')
|1. Pengertian (Pandangan) Benar
|''samyag dṛṣṭi,<br />sammā ditthi''
|- style="background:#cff;"
|2. Pikiran Benar
|''samyag saṃkalpa,<br />sammā saṅkappa''
|- style="background:#cfc;"
|rowspan="3"|Perilaku Etis<br />(Sanskerta: ''[[Sila|śīla]]'',<br />Pāli: ''sīla'')
|3. Ucapan Benar
|''samyag vāc,<br />sammā vāca''
|- style="background:#cfc;"
|4. Perbuatan Benar
|''samyag karman,<br />sammā kammanta''
|- style="background:#cfc;"
|5. Pencaharian (Penghidupan) Benar
|''samyag ājīvana,<br />sammā ājīva''
|- style="background:#fc9;"
|rowspan="3"|Konsentrasi<br />(Sanskerta and Pāli: ''[[samadhi|samādhi]]'')
|6. Daya upaya Benar
|''samyag vyāyāma,<br />sammā vāyāma''
|- style="background:#fc9;"
|7. Perhatian Benar
|''samyag smṛti,<br />sammā sati''
|- style="background:#fc9;"
|8. Konsentrasi Benar
|''samyag samādhi,<br />sammā samādhi''
|}

Jalan Mulia Berunsur Delapan dibabarkan sebagai berikut: <br/>
1. Pengertian Benar (''Sammā Diṭṭhi'')<br/>
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
:a. Empat Kebenaran Mulia
:b. Hukum Tilakkhaṇa (Tiga Corak Umum)
:c. Hukum Paṭicca-Samuppāda
:d. Hukum Kamma

2. Pikiran Benar (''Sammā Saṅkappa'')<br/>
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
:a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (''nekkhamma-saṅkappa'')
:b. Pikiran yang bebas dari kebencian (''avyāpāda-saṅkappa'')
:c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (''avihimsā-saṅkappa'')

3. Ucapan Benar (''Sammā Vāca'')<br/>
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (''musāvāda''), memfitnah (''pisunāvāca''), berucap kasar/caci maki (''pharusavāca''), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (''samphappalāpa''). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini:
:a. Ucapan itu benar
:b. Ucapan itu beralasan
:c. Ucapan itu berfaedah
:d. Ucapan itu tepat pada waktunya

4. Perbuatan Benar (''Sammā Kammantā'')<br/>
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.

5. Penghidupan Benar (''Sammā Ājiva'')<br/>
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Aṇguttara Nikāya, III, 153), yaitu:
:a. makhluk hidup
:b. senjata
:c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
:d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,
:e. racun

Selain itu, terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (''Majjhima Nikāya. 117''), yaitu:
:a. Penipuan
:b. Ketidaksetiaan
:c. Penujuman
:d. Kecurangan
:e. Memungut bunga yang tinggi (praktik lintah darat)

6. Usaha Benar (''Sammā Vāyama'')<br/>
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.

7. Perhatian Benar (''Sammā Sati'')<br/>
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
:- perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
:- perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
:- perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
:- perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)

Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai ''Vipassanã Bhãvanã''.

8. Konsentrasi Benar (''Sammā Samādhi'')<br/>
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada objek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.

=== Kamma '''atau Karma''' ===
Selain nilai-nilai moral di atas, Buddhisme juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip hukum sebab akibat. Secara umum, kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya.

Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum universal tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup, yang tidak hidup, maupun yang abstrak atau yang ada karena kita buat dalam pikiran sebagai ide) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhluk yang muncul tanpa ada sebab lebih dahulu.<ref>{{cite book
|last1 = Cornelis|first1 = Wowor MA.
|title = Hukum Kamma Buddhis
|location = Jakarta
|publisher = CV. Nitra Kencana Buana
|pages = 2
|date = 2004
|isbn = }}</ref>

Buddha dalam '''Nibbedhika Sutta; Aṇguttara Nikāya 6.63''' menjelaskan secara jelas arti dari kamma:<ref name="bhagavant">{{cite web
| url = http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=55
| title = Kamma (Perbuatan)
| last = Tim
| first = Bhagavant.com
| date =
| website = Bhagavant.com
| publisher = Bhagavant.com
| access-date = 24-12-2015
| quote =
| archive-date = 2015-12-25
| archive-url = https://web.archive.org/web/20151225065759/http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=55
| dead-url = yes
}}</ref>

"Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran."

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (''cetana''), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (''kaya''), perkataan (''vaci'') dan pikiran (''mano''), yang baik (''kusala'') maupun yang jahat (''akusala'').

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai ''Kamma Vipaka''.

Dalam '''Samuddaka Sutta; Saṃyutta Nikāya 11.10 {S 1.227}''', Guru Buddha menjelaskan cara bekerjanya kamma:<ref name="bhagavant"/>
"Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah daripadanya".

=== Kelahiran Kembali ===
{{Main|Tumimbal lahir}}
[[Berkas:Kushinara1.jpg|jmpl|alt=Sebuah bukit yang sangat besar di belakang dua pohon palem dan sebuah bjalan raya, pejalan kaki hanya 1/5 dari tinggi bukit |Situs kremasi Gotama, Stupa Ramabhar di [[Kushinagar]], [[Uttar Pradesh]], [[India]]]]

Kelahiran kembali (Pali: ''Punabbhava'') merupakan '''suatu proses'' menjadi ada/eksis kembali dari suatu makhluk hidup di kehidupan mendatang (setelah ia meninggal/mati) sehingga lahir (''jati''), di mana proses ini merupakan akibat atau hasil dari kamma (perbuatan)nya pada kehidupan lampau.<ref>{{cite web
| url = http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=75
| title = Punabhava (Kelahiran Kembali)
| last = Tim
| first = Bhagavant.com
| date =
| website = Bhagavant.com
| publisher = Bhagavant.com
| access-date = 25-12-2015
| quote =
| archive-date = 2015-12-26
| archive-url = https://web.archive.org/web/20151226022637/http://bhagavant.com/home.php?link=dhamma_sari&n_id=75
| dead-url = yes
}}</ref> Proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali atau punabbhava terjadi pada semua makhluk hidup yang belum pencapai Penerangan Sempurna, ketika mereka telah meninggal/mati.

Dalam [[Paticcasamuppada|Hukum Paticcasamuppada]] (Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan), proses menjadi ada/eksis atau ''punabbhava'' atau kelahiran kembali disebabkan oleh Kamma (perbuatan) yang kemudian menghasilkan kemelekatan kepada segala sesuatu termasuk kemelekatan pada hidup dan kehidupan. Jadi makhluk hidup apa pun yang mengalami proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali (punabbhava), merupakan makhluk yang masih memiliki kemelekatan pada sesuatu dalam kehidupan sebelumnya. Dan seperti yang diuraikan dalam Hukum Paticcasamuppada kemelekatan timbul karena adanya ''Tanha'' (keinginan/kehausan) dan juga ''Avijja'' (ketidaktahuan/kebodohan).


== Konsep Ketuhanan ==
== Konsep Ketuhanan ==
{{main|Ketuhanan dalam Buddhisme}}
{{Rapikan-cakupan}}
{{main|Tuhan dalam agama Buddha}}


Ketuhanan dalam Buddhisme tidak berdasarkan kepada suatu sosok Yang Maha Kuasa sebagai pencipta dan pengatur [[alam semesta]].<ref name=":0">Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. pp. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2. "Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya."</ref> Buddhisme menyatakan bahwa [[alam semesta]] diatur oleh [[Hukum Alam (Niyāma)]], yakni Utu Niyāma, Bija Niyāma, Kamma Niyāma, Citta Niyāma, dan [[Dhamma]] Niyāma yang berjalan tanpa sosok pengatur tertinggi. [[Siddhartha Gautama|Sang Buddha]] sendiri tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai [[Tuhan]] Yang Maha Kuasa. [[Buddha]] merupakan [[guru]] agung umat Buddha sebagai penemu [[Dhamma]], bukan pencipta [[Dhamma]].<ref name=":6">{{Cite web|title=Sutta reference for that Buddha discovered the Dhamma, not invented it|url=https://discourse.suttacentral.net/t/sutta-reference-for-that-buddha-discovered-the-dhamma-not-invented-it/26152|website=SuttaCentral Discuss & Discover|access-date=2024-02-08}}</ref>
Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan [[Tuhan]]. Konsep [[Tuhan dalam agama Buddha|ketuhanan dalam agama Buddha]] berbeda dengan konsep dalam [[agama Samawi]] dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke [[sorga]] ciptaan Tuhan yang kekal.


Umat Buddha menerima keberadaan makhluk hidup di alam yang lebih tinggi, yang dikenal sebagai [[Dewa (Buddhisme)|dewa]] dan [[Brahmā (Buddhisme)|brahma]]. Akan tetapi, tidak seperti [[Hinduisme]], mereka tidak dianggap sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak Maha Sempurna. Sebagai akibatnya, konsep-konsep Buddhisme yang berkaitan dengannya juga berbeda dengan konsep-konsep dari [[agama]] lain. Buddhisme tidak menekankan pada keterlibatan sosok pencipta dunia dalam pemahamannya mengenai iman, berdoa, terbentuknya alam semesta, munculnya manusia, kiamat, hingga keselamatan atau kebebasan.<!--Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain. Sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam [[agama Buddha]] adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
:''Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.''


Bila kita mempelajari ajaran [[Agama_Buddha|agama Buddha]] seperti yang terdapat dalam kitab suci [[Tripitaka|Tripitaka]], maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula.--><ref name=":1">{{Cite book|last=Wowor|first=Cornelis|date=1984|url=https://samaggi-phala.or.id/download/lain/ketuhanan.pdf|title=Ketuhanan Yang Mahaesa Dalam Agama Buddha|location=Jakarta|publisher=Akademi Buddhis Nalanda|url-status=live}}</ref>
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam [[bahasa Pali]] adalah ''Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang'' yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.


Untuk memenuhi sila pertama [[Pancasila|Pancasila Indonesia]], maka [[Nirwana|Nibbāna]] sebagai keadaan dan tujuan tertinggi dapat diinterpretasikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa. Nibbāna sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam [[bahasa Pali]], sebagaimana dijelaskan dalam Tatiyanibbāna Sutta, Udāna 8.3, adalah "''ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ''" dengan makna:
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Mahaesa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.


# Yang Tidak Dilahirkan (''ajāta'')
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang [[alam semesta]], [[terbentuknya Bumi]] dan [[evolusi manusia|manusia]], kehidupan manusia di alam semesta, [[kiamat]] dan Keselamatan atau Kebebasan.
# Yang Tidak Menjelma (''abhūta'')
# Yang Tidak Tercipta (''akata'')
# Yang Tidak Terkondisi (''asaṅkhata'')


== Moralitas ==
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (''anuttara samyak sambodhi'') atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses [[tumimbal lahir]]. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.
Sebagaimana agama [[Kristen]], [[Islam]], dan [[Hindu]], ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan.


Moralitas dalam ajaran Buddha bertujuan praktis menuntun orang menjuju tujuan akhir kebahagiaan tertinggi. Dalam jalan umat Buddha menuju pembebasan, setiap individu dianggap bertanggung jawab untuk keberuntungan dan kemalangannya sendiri. Setiap individu diharapkan mengupayakan pembebasannya sendiri melalui pemahaman dan usaha. Keselamatan umat Buddha adalah hasil pemgembangan moral orang itu sendiri dan tidak dapat diadakan atau diberikan kepada seseorang oleh suatu perantara eksternal. Misi Sang Budda adalah untuk mencerahkan manusia akan sifat keberadaan dan untuk menasihatkan bagaimana cara terbaik untuk kebahagiaan mereka dan keuntungan orang lain. Secara konsekuen, etika umat Buddha bukan merupakan perintah apa pun yang memaksa manusia untuk mengikutinya.<ref>{{cite book
== Moral Buddha ==
|last1 = [[K. Sri Dhammananda]]|first1 =
Sebagai mana agama [[Islam]] dan [[Kristen]] ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan [[Pancasila (Buddha)|Pancasila]]. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
|title = Keyakinan Umat Buddha
* bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
|location =
* bertekad melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
|publisher = Yayasan Penerbit Karaniya dan Ehipassiko Foundation
* bertekad melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
|pages = 211-212
* bertekad melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
|date = 2004
* bertekad melatih diri menghindari makan makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran dan menimbulkan ketagihan.
|isbn = }}</ref>


Moralitas bagi umat Buddha dapat dirangkum dalam tiga prinsip sederhana: '''"Hindarkan kejahatan; lakukan kebaikan; sucikan pikiran. Inilah nasihat yang diberikan oleh semua Buddha."''' ([[Dhammapada]]:183)<ref>{{cite book
== Aliran Buddha ==
|last1 = [[K. Sri Dhammananda]]|first1 =
Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
|title = Keyakinan Umat Buddha
# [[Buddha Theravada]]
|location =
# [[Buddha Mahayana]]: [[Zen]]
|publisher = Yayasan Penerbit Karaniya dan Ehipassiko Foundation
# [[Buddha Vajrayana]]
|pages = 212
|date = 2004
|isbn = }}</ref>


=== Lima Sila (Pañcasīla) ===
{{utama|Pancasila (Buddha)}}
Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pañcasīla. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:<ref>{{cite web
| url = http://parittabuddhist.com/paritta-pancasila-lima-latihan-sila/
| title = PANCASILA (Lima Latihan Sila)
| last = Paritta
| first = Pali
| date =
| website = ParittaBuddhist.com
| publisher = Paritta dan Lagu Buddhis
| access-date = 20 Desember 2015
| quote =
| archive-date = 2015-12-22
| archive-url = https://web.archive.org/web/20151222075300/http://parittabuddhist.com/paritta-pancasila-lima-latihan-sila/
| dead-url = yes
}}</ref>
* ''Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi''
* ''Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi''
* ''Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi''
* ''Musāvāda veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi''
* ''Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi''


Yang artinya:
* Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
* Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
* Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila.
* Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perkataan dusta.
* Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.


=== Buddha Mahayana ===
== Aliran dan tradisi ==
Umat Buddha secara umum mengklasifikasikan diri mereka sebagai [[Theravada|Theravāda]] atau [[Mahayana|Mahāyāna]].{{sfn|Keown|1996|p=12}} Klasifikasi ini juga digunakan oleh beberapa ahli{{sfn|Smith|2006|pp=}} dan merupakan salah satu penggunaan yang lazim dalam bahasa Inggris.


=== Buddha Mahāyāna ===
{{main|Buddha Mahayana}}
{{main|Buddha Mahayana}}
{{Buddhisme Mahayana}}
[[Berkas:Hong Kong Budha.jpg|jmpl|250px|Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong]]
[[Sutra Teratai]] merupakan Referensi sampingan penganut Buddha aliran [[Buddha Mahayana|Mahāyāna]]. Tokoh [[Kwan Im]] yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sanskerta-nya "[[Avalokiteśvara]]" merupakan tokoh Mahāyāna dan dipercayai telah [[titis|menitis]] beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang [[dewi]].


Pemujaan kepada Buddha [[Amitabha]] (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha [[Mahayana|Mahāyāna]]. Surga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha di mana mereka tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
[[Berkas:Buddha_lantau.jpg|thumb|250px|Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong]]
[[Lotus Sutra]] merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran [[Buddha Mahayana|Mahayana]]. Tokoh [[Kuan Yin]] yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "[[Avalokiteśvara]]" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah [[titis|menitis]] beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang [[dewi]].


Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah [[Dhamma]] dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan di mana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang [[Tionghoa]].
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.

Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.


Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.


Menurut [[Buddha Gautama]] , kenikmatan Kesadaran [[Nirwana]] yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha [[Mahayana]] khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga ''bodhisattva'' (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam [[Tipitaka]] suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, [[Maitreya|Buddha Maitreya]] .
Menurut [[Buddha Gautama|Buddha Gotama]], kenikmatan Kesadaran [[Nirwana]] yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha [[Mahayana|Mahāyāna]] khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga ''bodhisattva'' (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam [[Tipitaka]] suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, [[Maitreya|Buddha Maitreya]] .


=== Buddha Theravada ===
=== Buddhisme Theravāda ===
{{utama|Theravāda}}
{{Buddhisme Theravada}}
Aliran Theravāda adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang bertahan sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi [[Sri Lanka]] dan wilayah [[Asia Tenggara]] (sebagian dari [[Tiongkok]] bagian barat daya, [[Kamboja]], [[Laos]], [[Myanmar]], [[Malaysia]], [[Indonesia]] dan [[Thailand]]) dan juga sebagian [[Vietnam]]. Selain itu populer pula di [[Singapura]] dan [[Australia]].


==== Gramatika ====
{{main|Buddha Theravada}}
Theravāda berasal dari [[bahasa Pali]] yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti [[sesepuh]] khususnya sesepuh terdahulu, dan vada berarti perkataan atau [[ajaran]]. Jadi Theravāda berarti Ajaran Para Sesepuh.


Istilah Theravāda muncul sebagai salah satu aliran Buddhisme dalam [[Dipawangsa]], catatan awal sejarah [[Sri Lanka]] pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam [[Mahawangsa]], sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5. Diyakini Theravāda merupakan wujud lain dari salah satu aliran Buddhisme terdahulu yaitu [[Sthaviravada]] ([[Bahasa Sanskerta]]: Ajaran Para Sesepuh), sebuah aliran Buddhisme awal yang terbentuk pada [[Sidang Agung Sangha]] ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran [[Vibhajjavada]] yang berarti [[Ajaran Analisis]] (Doctrine of Analysis) atau [[Agama Akal Budi]] (Religion of Reason).
Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi [[Sri Langka]] dan wilayah [[Asia Tenggara]] (sebagian dari [[Tiongkok]] bagian barat daya, [[Kamboja]], [[Laos]], [[Myanmar]], [[Malaysia]], [[Indonesia]] dan [[Thailand]]) dan juga sebagian [[Vietnam]]. Selain itu populer pula di [[Singapura]] dan [[Australia]].


==== Gramatika ====
==== Sejarah ====
Sejarah Theravāda tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri Buddhisme. Setelah Sang Buddha [[parinibbana]] (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan [[Sidang agung Buddhis|Sidang Agung Sangha]] (Sangha Samaya).


Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan dipimpin oleh [[Mahakassapa|Y.A. Mahakassapa]] dan dihadiri oleh 500 orang [[Bhikkhu]] yang semuanya [[Arahat]]. Sidang diadakan di [[Gua Saptaparni]] di kota [[Rajgir|Rajagaha]]. Sponsor sidang agung ini adalah [[Raja Ajatasatu]]. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang [[Dhamma]] dan [[Vinaya]] agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. [[Upali|Y.A. Upali]] mengulang Vinaya dan [[Ananda|Y.A. Ananda]] mengulang Dhamma.
Theravada berasal dari [[bahasa Pali]] yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti [[sesepuh]] khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau [[ajaran]]. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.


Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM, [[di mana]] awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahāyāna. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam [[Dipavamsa]], catatan awal sejarah [[Sri Lanka]] pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam [[Mahavamsa]], sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5
Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu [[Sthaviravada]] ([[Bahasa Sanskerta]]: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada [[Sidang Agung Sangha]] ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran [[Vibhajjavada]] yang berarti [[Ajaran Analisis]] (Doctrine of Analysis) atau [[Agama Akal Budi]] (Religion of Reason).


Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok [[Sthaviravada]]. Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan [[Moggaliputta-Tissa]] sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula [[Abhidharma|Abhidhamma]] dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian [[Y.M. Mahinda]] (putra Raja Asoka) membawa [[Tipitaka]] ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravāda.
==== Sejarah ====


==== Kitab suci ====
Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha [[parinibbana]] (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha ([[Sangha Samaya]]).
Kitab suci yang dipergunakan dalam Buddhisme [[Buddha Theravada|Theravāda]] adalah kitab suci [[Tripitaka]] yang dikenal sebagai [[Kanon Pali]] (''Pali Canon''). Tripitaka dalam bahasa Pali umumnya disebut sebagai ''Tipiṭaka''. Kanon Pali merupakan kitab suci Buddhisme yang paling tua, diketahui hingga sekarang, dan tertulis dalam bahasa Pali/Magadhi Kuno. Kitab ini terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "''piṭaka''" atau "keranjang") yaitu: [[Vinaya Pitaka|Vinaya Piṭaka]], [[Sutta Piṭaka]], dan [[Abhidhamma Pitaka|Abhidhamma Piṭaka]].


== Hari raya ==
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan
Terdapat empat hari raya utama dalam Buddhisme. Namun, satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci [[Waisak]], sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.
Dipimpin oleh [[Y.A. Maha Kassapa]] dan dihadiri oleh 500 orang [[Bhikkhu]] yang semuanya [[Arahat]]. Sidang diadakan di [[Goa Satapani]] di kota [[Rajagaha]]. Sponsor sidang agung ini adalah [[Raja Ajatasatu]]. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang [[Dhamma]] dan [[Vinaya]] agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. [[Y.A. Upali]] mengulang Vinaya dan [[Y.A. Ananda]] mengulang Dhamma.


=== [[Hari Waisak|Vesākha Pūjā (Waisak)]] ===
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, disisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.
Penganut Buddha merayakan [[Hari Waisak]] yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Tiga peristiwa tersebut meliputi hari kelahiran Pangeran Siddhattha (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gotama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Vesākha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta


=== [[Kathina]] ===
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok [[Sthaviravada]]. Sidang ini memutuskan untuk tidak merubah Vinaya, dan [[Moggaliputta Tissa]] sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula [[Abhidhamma]] dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian [[Y.M. Mahinda]] (putra Raja Asoka) membawa [[Tipitaka]] ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.
Hari raya [[Kathina]] merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan Buddhisme.


==== Kitab Suci ====
=== [[Asadha Puja|Āsādha Pūjā]] ===
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Āsādha disebut Āsādha Pūjā / Āsāḷha Pūjā. Hari raya Āsādha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa [[di mana]] Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).


Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana (Sanskerta: Trisarana). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama [[Buddha Theravada]] adalah Kitab Suci [[Tipitaka]] yang dikenal sebagai [[Kanon Pali]] (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: [[Vinaya Pitaka]], [[Sutta Pitaka]], dan [[Abhidhamma Pitaka]]. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).


Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai [[Empat Kebenaran Mulia]] (Cattāri Ariya Saccāni) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.
==== Ajaran ====


=== [[Magha Puja|Māgha Pūjā]] ===
Ajaran dasar dikenal sebagai [[Empat Kebenaran Arya]], meliputi:
Hari Besar Māgha Pūjā memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para ''bhikkhu''. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditabiskan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu: Bhikkhu yang ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha.
Tempat ibadah Buddhisme disebut [[Vihara|Wihara]].


== Penyebaran di Asia dan Indonesia ==
* Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),
[[Berkas:Penyebaran Agama Buddha.svg|jmpl|ka|628x|Peta penyebaran ajaran Buddha]]
* Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
* Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
* Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).


Agama Buddha mulai berkembang di [[India]], yaitu tempat di mana Buddha Gotama mengajarkan ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gotama, ajaran tersebut tidak lenyap begitu saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di [[Asia]].
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan [[sila]] (kemoralan), [[samadhi]] (konsentrasi) dan [[panna]] (kebijaksanaan).


=== Penyebaran di India dan Asia Tengah ===
Agama Buddha Theravada hanya mengakui [[Buddha Gotama]] sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.
{{utama|Agama Buddha di India dan Asia Tengah}}
Dimulai dari India, tempat di mana Buddha Gotama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai [[Nirwana]], ajaran Buddha Gotama mulai memudar sehingga para [[biksu]] disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat ''[[Dharma]]'' atau pengajaran. Di India jugalah tempat di mana mulai terbentuknya aliran [[Mahayana|Mahāyāna]] dan [[Theravada|Theravāda]] akibat perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum tua. Theravāda umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi [[arahat]], sedangkan Mahāyāna mengajarkan bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan.


Selain melalui kaum biarawan, Buddhisme juga disebarkan oleh raja-raja besar di India seperti [[Raja Ashoka]]. Ia mengajarkan kepada rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran, cinta kasih dan amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara tetangga, termasuk ke Sri Lanka di mana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka menjadi basis Buddhisme.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai [[Pencerahan Sempurna]] yaitu [[Jalan Arahat]] (Arahatship) dan [[Jalan Kebuddhaan]] (Buddhahood).


=== Penyebaran di Asia Timur ===
== Waisak ==
{{utama|Agama Buddha di Asia Timur}}
Penganut Buddha merayakan [[Hari Waisak]] yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Pencerahan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha mangkat mencapai Nibbana/Nirwana.
Selama abad [[3 SM]], Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu [[Pakistan]] dan [[Afganistan]]. Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini segera menjadi pusat pembelajaran Buddhisme yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana. Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka. Dengan dukungan dari pedagang, [[biara gua]] banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad [[2 SM]], beberapa kota Asia Tengah seperti [[Khotan]], telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui [[Jalan Sutera]] inilah, pertama kalinya orang [[Tiongkok]] mengenal Buddhisme dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah menganut Buddhisme.


Bentuk awal penyebaran Buddhisme di Tiongkok adalah dengan adanya penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari bahasa India ke bahasa Tionghoa kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya seni dan pahat di mana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan lainnya adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup [[seni]], [[patung]], [[arsitektur]] dan [[filsafat]] waktu itu.
Tempat ibadah agama Buddha disebut [[vihara]].

Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi ke [[Semenanjung Korea]] untuk memperkenalkan Buddhisme kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada waktu itu. Sehingga pada [[abad ke-6]] dan [[abad ke-7]], Buddhisme telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea, Buddhisme juga berkembang di kepulauan [[Jepang]].

=== Penyebaran di Asia Tenggara ===
{{utama|Agama Buddha di Asia Tenggara}}
[[Berkas:Shah Alam Buddhist Society (2).jpg|jmpl|Persatuan Agama Buddha di [[Selangor]], [[Malaysia]].]]
Pada awal era [[masehi]], orang-orang di berbagai belahan [[Asia Tenggara]] datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya hubungan dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara, tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal Buddhisme, tetapi tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka.
Sejak masuk di [[semenanjung Indocina]] (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di [[Birma]], [[Siam]] (sekarang [[Thailand]]), [[Vietnam]], [[semenanjung Malaya]] (sekarang [[Malaysia Barat]]) dan kepulauan [[nusantara]] (sekarang [[Indonesia]]).

=== Penyebaran di Nusantara ===
{{utama|Agama Buddha di Indonesia}}
[[Berkas:Borobudur-Nothwest-view.jpg|jmpl|400px|[[Candi Borobudur]], monumen [[Dinasti Syailendra]] yang dibangun di [[Magelang]], [[Jawa Tengah]].]]
Pada akhir [[abad ke-5]], seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di [[Pulau Jawa]], tepatnya di [[Jawa Tengah]] sekarang. Pada akhir [[abad ke-7]], [[I Tsing]], seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke [[Pulau Sumatra]] (kala itu disebut [[Swarnabhumi]]), yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan [[Sriwijaya]]. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibu kota Sriwijaya (sekarang [[Palembang]]), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu [[Buddha Vajrayana|Buddha Vajrāyāna]]). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke India.

Pada pertengahan [[abad ke-8]], Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja [[Dinasti Syailendra]] yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu [[Candi Borobudur]]. Monumen ini selesai di bagian awal [[abad ke-9]].

Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah menguasai Pulau Sumatra, Pulau Jawa dan [[Semenanjung Malaya]].

==== Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha ====
Pada akhir [[abad ke-13]] seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari [[Timur Tengah]], kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatra, dan agama Islam segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan ''[[Wali Sanga]]''. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir [[abad ke-15]] Islam adalah agama yang dominan di Nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke Nusantara hanya pada [[abad ke-19]], dengan kedatangan pedagang dan orang-orang [[Tionghoa]], Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.

==== Candi-Candi Peninggalan Kerajaan Buddha di Nusantara ====
{{lihat|Candi}}
Candi-candi peninggalan Buddhisme di Nusantara kebanyakan terdapat di Jawa dan Sumatra, antara lain:
* [[Situs Batujaya|Candi Batujaya]], stupa bata di [[Kabupaten Karawang]], Jawa Barat. Diduga mulai dibangun pada abad ke-4 M, salah satu bangunan Buddha tertua di Nusantara.
* [[Candi Kalasan]] atau Tarabhavanam, candi ini didirikan oleh Rakai Panangkaran pada tahun 778 M untuk memuja [[Tara (Bodhisatwa)|Dewi Tara]]. Candi ini terletak di Yogyakarta.
* [[Candi Sari]], biara bertingkat dua yang terkait dengan candi Kalasan.
* [[Candi Sewu]] atau Prasada Vajrasana Manjusrigrha, candi ini terletak di utara dari Candi Prambanan dan menurut [[Prasasti Manjusrigrha]] dibangun sekitar tahun 792 M, dan dipersembahkan untuk memuliakan [[bodhisatwa]] [[Manjusri]].
* [[Candi Mendut]], terletak pada satu garis lurus ke arah timur dari Candi Borobudur. Di dalamnya terdapat tiga arca batu berukuran 3 meter yaitu Buddha [[Wairocana]] diapit bodhisatwa [[Awalokiteswara]] dan [[Wajrapani]].
* [[Candi Pawon]], candi ini juga terletak pada garis lurus arah timur antara Candi Borobudur dan Candi Mendut.
* [[Candi Borobudur]], candi ini merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Candi Borobudur dibangun oleh raja-raja Wangsa Sailendra pada abad ke-9 M dan bangunan candi terdiri atas sepuluh tingkat. Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
* [[Candi Plaosan]], candi ini terdiri atas dua candi induk kembar, terletak di arah timur Candi Sewu.
* [[Candi Sojiwan]], candi Buddha ini dikaitkan dengan tokoh Rakryan Sanjiwana atau Sri Kahulunnan [[Pramodhawardhani]]. Pada bagian kakinya terukir kisah fabel [[Jataka]].
* [[Candi Banyunibo]], candi Buddha terletak dekat kompleks purbakala [[Ratu Boko]].
* [[Candi Muaro Jambi]], kelompok candi Buddha dari bata merah ini terletak di tepi utara sungai [[Batanghari]] dekat muara, [[Kabupaten Muaro Jambi]], terkait dengan [[Kerajaan Malayu]] di [[Jambi]].
* [[Candi Muara Takus]], candi ini terletak di [[Kabupaten Kampar]], [[Riau]].
* [[Candi Bahal]] di dekat Padangsidempuan, Sumatera Utara merupakan bangunan bercorak Buddha.
* [[Candi Sumberawan]], stupa ini terletak di [[Kabupaten Malang]], Jawa Timur, terkait kerajaan [[Singhasari]].
* [[Candi Brahu]], candi dari bahan bata merah di [[Situs Trowulan]], Jawa Timur. Terkait kerajaan [[Majapahit]]
* [[Candi Jabung]], candi Buddha berbahan bata merah ini juga terkait kerajaan Majapahit. Terletak dekat Probolinggo, Jawa Timur.

== Demografis ==
[[Berkas:Buddhism percent population in each nation World Map Buddhist data by Pew Research.svg|jmpl|300px|Persentase umat Buddha berdasarkan negara, menurut [[Pew Research Center]], per tahun 2010.]]

Buddhisme diperkirakan dipraktikkan oleh sekitar 488 juta,<ref group="web" name="auto"/> 495 juta,{{sfn|Johnson |2013|pp=34–37}} atau 535 juta{{sfn|Harvey|2013|p=5}} penduduk dunia per tahun 2010, merepresentasikan 7% sampai 8% total populasi dunia.

[[Tiongkok]] merupakan negara dengan populasi Buddhis terbesar, sekitar 244 juta jiwa atau 18,2% dari total populasinya.<ref group="web" name="auto"/> Mereka kebanyakan adalah pengikut [[Agama Buddha di Tiongkok|aliran Buddhisme]] [[Mahayana|Mahāyāna]], menjadikan Mahāyāna sebagai aliran Buddhis yang terbesar dibandingkan tradisi lainnya. Mahāyāna, juga dipraktikkan secara luas di [[Asia Timur]], diikuti oleh lebih dari setengah populasi Buddhis dunia.<ref group="web" name="auto"/>

Berdasarkan analisis demografi yang dilaporkan oleh Peter Harvey (2013){{sfn|Harvey|2013|p=5}}:
''Mahāyāna'' memiliki 360 juta pemeluk; [[Theravada|''Theravāda'']] memiliki 150 juta pemeluk; dan ''[[Vajrayana|Vajrāyāna]]'' memiliki 18,2 juta pemeluk. Di luar Asia, jumlah umat Buddha sebanyak tujuh juta jiwa.

Menurut ''Johnson and Grim'' (2013), Buddhisme telah tumbuh dari total 138 juta penganut pada tahun 1910, dengan 137 juta berada di [[Asia]], menjadi 495 juta pada tahun 2010, dengan 487 juta berada di Asia.{{sfn|Johnson |2013|pp=34–37}}
[[File:Buddha123.jpg|thumb|Buddha]]
Sepuluh negara di dunia dengan populasi mayoritas Buddhis terbesar:
{| class="wikitable sortable"
|+ Buddhisme menurut persentase per tahun 2010{{sfn|Pew Research Center|2012|p=}}
|-
! Negara
! Estimasi populasi Buddhis
! % Buddhis dari total populasi
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Kamboja}}
| 13.701.660
| 96,90%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Thailand}}
| 64.419.840
| 93,20%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Myanmar}}
| 38.415.960
| 80,10%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Bhutan}}
| 563.000
| 74,70%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Sri Lanka}}
| 14.455.980
| 69,30%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Laos}}
| 4.092.000
| 66,00%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Mongolia}}
| 1.520.760
| 55,10%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Jepang}}
| 45.807.480 atau 84.653.000
| 36,20% atau 67%<ref>{{Cite web |url=http://www.stat.go.jp/data/nenkan/zuhyou/y2322a00.xls |title=Salinan arsip |access-date=2015-12-21 |archive-date=2015-06-09 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150609154109/http://www.stat.go.jp/data/nenkan/zuhyou/y2322a00.xls |dead-url=yes }}</ref>
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Singapura}}
| 1.725.510
| 33,90%
|- style="text-align:center;"
| {{flag|Taiwan}}
| 4.945.600 atau 8.000.000
| 21,10% atau 35%<ref>[http://www.state.gov/documents/organization/171672.pdf]</ref>
|}


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
Baris 103: Baris 499:
* [[Agama]]
* [[Agama]]
* [[Buddha]]
* [[Buddha]]
* [[Gautama Buddha]] / [[Siddhartha Gautama]]
* [[Filsafat Buddha]]
* [[Vajrayana|Ajaran Buddha Vajrayana]]
* [[Gautama Buddha|Gotama Buddha]] / [[Siddhartha Gautama|Siddhattha Gotama]]
* [[Agama Hindu dan Buddha dari A - Z]]
* [[Agama Hindu dan Buddha dari A - Z]]
* [[Amitabha]]
* [[Amitabha]]
Baris 112: Baris 510:
* Buddha Maitreya [[I Kuan Tao]]
* Buddha Maitreya [[I Kuan Tao]]


== Pranala luar ==
== Catatan ==
{{reflist|group=note|2}}


== Referensi ==
* [http://www.InfoBuddhis.com Media Informasi dan Komunikasi Umat Buddha - FKUB DKI Jakarta, Budiman Sudharma ,S.H.]
{{Reflist|colwidth=30em}}
* [http://www.smipusat.org/ Sangha Mahayana Indonesia, Bhiksu Gunabhadra Mahasthavira ,S. Ag]

* [http://www.gemabudhi.org/ Generasi Muda Buddhis Indonesia (GEMABUDHI)]
=== Sumber Internet ===
{{reflist|group=web}}

== Pranala luar ==
* [http://www.hikmahbudhi.or.id/ Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI)]
* [http://www.hikmahbudhi.or.id/ Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI)]
* [http://www.walubi.or.id/ Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi)]
* [http://www.walubi.or.id/ Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi)]
* [http://www.what-buddha-taught.net/index2.htm#Indonesia Buddha dan DhammaNya]
* [http://www.dhammatalks.net/index2.htm#Indonesia Buddha dan Dhamma-Nya]
* [http://www.bhagavant.com/ Bhagavant.com (Ajaran Buddha Gotama)]
* [http://www.samaggi-phala.or.id/ Samaggi Phala (Buddhist Information Network)]
* {{en}} [http://www.buddhanet.net Buddhanet.net]


{{Link FA|ar}}
{{Buddhisme-topik}}
{{Link FA|ro}}
{{Agama di Indonesia}}
{{Link FA|vi}}


[[Kategori:Buddhisme]]
[[Kategori:Buddhisme| API]]
[[Kategori:Kepercayaan]]
[[Kategori:Kepercayaan]]

[[af:Boeddhisme]]
[[als:Buddhismus]]
[[an:Budismo]]
[[ar:بوذية]]
[[ast:Budismu]]
[[bar:Buddhismus]]
[[bat-smg:Budėzmos]]
[[bcl:Budismo]]
[[bg:Будизъм]]
[[bn:বৌদ্ধ ধর্ম]]
[[br:Boudaegezh]]
[[bs:Budizam]]
[[ca:Budisme]]
[[cs:Buddhismus]]
[[cy:Bwdhaeth]]
[[da:Buddhisme]]
[[de:Buddhismus]]
[[el:Βουδισμός]]
[[en:Buddhism]]
[[eo:Budhismo]]
[[es:Budismo]]
[[et:Budism]]
[[eu:Budismo]]
[[fa:آئین بودایی]]
[[fi:Buddhalaisuus]]
[[fr:Bouddhisme]]
[[fur:Budisim]]
[[fy:Boedisme]]
[[ga:Búdachas]]
[[gan:佛教]]
[[gl:Budismo]]
[[he:בודהיזם]]
[[hi:बौद्ध धर्म]]
[[hr:Budizam]]
[[ht:Boudis]]
[[hu:Buddhizmus]]
[[hy:Բուդդայականություն]]
[[ia:Buddhismo]]
[[ie:Budhisme]]
[[ilo:Budhismo]]
[[io:Budismo]]
[[is:Búddismi]]
[[it:Buddhismo]]
[[ja:仏教]]
[[jbo:bu'ojda]]
[[ka:ბუდიზმი]]
[[kk:Буддизм]]
[[kn:ಬುದ್ಧ]]
[[ko:불교]]
[[kw:Bouddhisteth]]
[[ky:Буддизм]]
[[la:Buddhismus]]
[[li:Boeddhisme]]
[[lmo:Budiism]]
[[lo:ພຸດທະສາດສະໜາ]]
[[lt:Budizmas]]
[[lv:Budisms]]
[[mk:Будизам]]
[[ml:ബുദ്ധമതം]]
[[mn:Буддизм]]
[[mr:बौद्ध धर्म]]
[[ms:Agama Buddha]]
[[mt:Buddiżmu]]
[[my:ဗုဒ္ဓဘာသာ]]
[[nds:Buddhismus]]
[[nl:Boeddhisme]]
[[nn:Buddhismen]]
[[no:Buddhisme]]
[[oc:Bodisme]]
[[pih:Budism]]
[[pl:Buddyzm]]
[[ps:بوديزم]]
[[pt:Budismo]]
[[qu:Budismu]]
[[ro:Budism]]
[[ru:Буддизм]]
[[sc:Buddhismu]]
[[scn:Buddismu]]
[[sco:Buddhism]]
[[si:බුදු දහම]]
[[simple:Buddhism]]
[[sk:Budhizmus]]
[[sl:Budizem]]
[[sr:Будизам]]
[[sv:Buddhism]]
[[sw:Ubuddha]]
[[ta:பௌத்தம்]]
[[te:బౌద్ధ మతము]]
[[th:พระพุทธศาสนา]]
[[tl:Budismo]]
[[tpi:Budisim]]
[[tr:Budizm]]
[[uk:Буддизм]]
[[ur:بدھ مت]]
[[uz:Buddizm]]
[[vi:Phật giáo]]
[[yi:בודהיזם]]
[[yo:Buddhism]]
[[zh:佛教]]
[[zh-classical:佛教]]
[[zh-min-nan:Hu̍t-kàu]]
[[zh-yue:佛教]]

Revisi terkini sejak 11 November 2024 14.50

Buddhisme
Buddhasāsana
Pohon Bodhi di Bodh Gaya, India, markah suci umat Buddha
JenisAgama universal
PenggolonganDarmik
Kitab suciTripitaka
TeologiNonteistik
(lihat Ketuhanan dalam Buddhisme)
BahasaPali, Sanskerta, Prakerta Magadhi, Tionghoa Klasik, dan Tibet
DaerahBuddhis
PendiriSiddhattha Gotama
Didirikan588 SM
BuddhagayāIsipatana
PecahanTheravāda, Mahāyāna, Vajrayāna
Umat488 juta (Pew, 2012),
495 juta (Johnson & Grim, 2013),
535 juta (Harvey, 2013)

Buddhisme (Pali: Buddhadhamma, Buddhasāsana; Sanskerta: बुद्धधर्म, Buddhadharma, atau बुद्धशासन, Buddhaśāsana),[1][2] juga dikenal sebagai Agama Buddha dan Dhammavinaya, adalah suatu agama darmik dan sebuah tradisi filosofis yang berlandaskan kepada ajaran Siddhattha Gotama.[3] Buddhisme merupakan agama dengan pengikut terbanyak keempat di dunia,[4][5] dengan lebih dari 520 juta pengikut, dikenal sebagai Buddhis, yang mencakup tujuh persen dari populasi global.[6][7] Buddhisme juga meliputi beragam ilmu, nilai tradisi, filosofi, kepercayaan, meditasi, dan praktik spiritual yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran-ajaran awal yang dikaitkan dengan Siddhattha Gotama dan menghasilkan filsafat yang ditafsirkan. Buddhisme lahir di India kuno sebagai suatu tradisi Sramana sekitar antara abad ke-6 dan 4 SM, menyebar ke sebagian besar Asia. Penyebaran Buddhisme di Asia dimulai sejak abad ke-4 SM hingga abad ke-6 SM.

Sang Buddha dikenal oleh para Buddhis sebagai Sang Maha Guru Agung yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan kebijaksanaan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri penderitaan (dukkha) mereka dengan melenyapkan kebodohan batin/delusi (moha), keserakahan (lobha), dan kebencian (dosa). Berakhirnya atau padamnya moha, lobha, dan dosa disebut dengan Nibbāna. Untuk mencapai Nibbāna, seseorang perlu mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Dua aliran arus utama Buddhisme yang masih ada dan diakui secara umum oleh para ahli adalah Theravāda ("Ajaran Para Sesepuh") dan Mahāyāna ("Kendaraan Agung"). Aliran Vajrayāna dapat dianggap juga sebagai aliran ketiga atau hanya merupakan bagian dari Mahāyāna. Theravāda mempunyai pengikut yang tersebar luas di Sri Lanka, dan Asia Tenggara. Mahāyāna, yang mencakup tradisi Tanah Murni, Zen, Nichiren, Shingon, dan Tiantai (Tiendai) dapat ditemukan di seluruh Asia Timur. Buddhisme Tibet, yang melestarikan ajaran Vajrāyāna dari India abad ke-8,[8] dipraktikkan di wilayah sekitar Himalaya, Mongolia,[9] dan Kalmykia.[10] Jumlah umat Buddha di seluruh dunia diperkirakan antara 488 juta[web 1] dan 535 juta[11], menjadikannya sebagai salah satu agama utama dunia.

Dalam Buddhisme Theravāda, tujuan utamanya adalah pencapaian kebahagiaan tertinggi Nibbāna, yang dicapai dengan mempraktikkan Jalan Mulia Berunsur Delapan (juga dikenal sebagai Jalan Tengah), sehingga melepaskan diri dari apa yang dinamakan sebagai siklus penderitaan dan kelahiran kembali.[12] Buddhisme Mahāyāna, sebaliknya, beraspirasi untuk mencapai Kebuddhaan melalui jalan Bodhisatwa, suatu jalan aspirasi untuk tetap berada dalam siklus kelahiran kembali untuk membantu makhluk lainnya mencapai Kecerahan.

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai referensi utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran Buddha Gotama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam tiga buku yaitu Sutta Piṭaka ("Keranjang Diskursus"), Vinaya Piṭaka ("Keranjang Disiplin") dan Abhidhamma Piṭaka ("Keranjang Dhamma Luhur"). Versi Tripitaka yang diakui oleh setiap aliran Buddhisme berbeda-beda. Aliran Theravāda mengakui keabsahan Tripitaka Pāli, aliran Mahāyāna mengakui keabsahan Tripitaka Tionghoa, dan aliran Vajrayāna mengakui keabsahan Tripitaka Tibet.

Seluruh naskah aliran Theravāda menggunakan bahasa Pāli, yaitu bahasa yang dipakai di sebagian India (khususnya daerah Utara) pada zaman Sang Buddha. Cukup menarik untuk dicatat, bahwa tidak ada filsafat atau tulisan lain dalam bahasa Pali selain kitab suci Buddhisme Theravāda, yang disebut kitab suci Tipitaka, oleh karenanya, istilah "ajaran Buddhisme berbahasa Pali" sinonim dengan Buddhisme Theravāda. Agama Buddha Theravāda dan beberapa sumber lain berpendapat bahwa Sang Buddha mengajarkan semua ajaran-Nya dalam bahasa Pali di India, Nepal, dan sekitarnya selama 45 tahun terakhir hidup-Nya, sebelum Dia mencapai Parinibbāna.[13]

Seluruh naskah aliran Mahāyāna pada awalnya berbahasa Sanskerta dan dikenal sebagai Tripitaka, kemudian dilestarikan dalam bahasa Tionghoa Klasik. Oleh karena itu, istilah Buddhisme berbahasa Sanskerta dan Tionghoa sinonim dengan Buddhisme Mahāyāna. Bahasa Sanskerta adalah bahasa klasik dan bahasa tertua yang dipergunakan oleh kaum terpelajar di India. Selain naskah Buddhisme Mahāyāna, kita menjumpai banyak catatan bersejarah dan agama, atau naskah filsafat tradisi setempat lainnya ditulis dalam bahasa Sanskerta.[13]

Akar filosofis

[sunting | sunting sumber]
"Gua Tukang Kayu" Buddhis di Ellora, Maharashtra, India

Secara historis, akar Buddhisme terletak pada pemikiran religius dari India kuno selama paruh kedua dari milenium pertama SM.[14] Pada masa tersebut merupakan sebuah periode pergolakan sosial dan keagamaan, dikarenakan ketidakpuasaan yang signifikan terhadap pengorbanan dan rital-ritual dari Brahmanisme Weda[note 1] Tantangan muncul dari berbagai kelompok keagamaan asketis dan filosofis baru yang memungkiri tradisi Brahamanis dan menolak otoritas Weda dan para Brahmana.[note 2][15] Kelompok-kelompok ini, yang anggotanya dikenal sebagai sramana, merupakan kelanjutan dari sebuah untaian pemikiraan India yang bersifat non-Weda, yang terpisah dari Brahmanisme Indo-Arya.[note 3] Para ahli memiliki alasan untuk percaya bahwa ide-ide seperti saṃsāra, karma (dalam hal pengaruh moralitas terhadap kelahiran kembali), dan moksha, berasal dari sramana, dan kemudian diadopsi oleh agama ortodoks Brahmin.[note 4][note 5][note 6][note 7][note 8][note 9]

Pandangan ini didukung oleh penelitian di wilayah di mana gagasan ini berasal. Buddhisme tumbuh di Magadha Raya, yang terletak di sebelah barat laut dari Sravasti, ibu kota Kosala, ke Rajagaha di sebelah tenggara. Negeri ini, di sebelah timur aryavarta, negeri bangsa Arya, yang dikenal sebagai non-Weda.[23] Naskah Weda lainnya mengungkap ketidaksukaan penduduk Magadha, kemungkinannya karena Magadha pada masa tersebut belum mendapat pengaruh Brahmanisme.[24] Sebelum abad ke-2 atau ke-3 SM, penyebaran Brahmanisme ke arah timur memasuki Magadha Raya tidaklah signifikan. Pemikiran-pemikiran yang berkembang di Magadha Raya sebelum abad tersebut tidak tunduk pada pengaruh Weda. Ini termasuk tumimbal lahir dan hukum karma yang muncul dalam sejumlah gerakan di Magadha Raya, termasuk Buddhisme. Gerakan-gerakan ini mewarisi pemikiran tumimbal lahir dan hukum karma dari kebudayaan yang lebih awal.[25]

Pada saat yang sama, gerakan-gerakan ini dipengaruhi dan dalam beberapa hal melanjutkan pemikiran filosofis dalam tradisi Weda, sebagaimana terefleksi misalnya di dalam Upanishad.[26] Gerakan-gerakan ini termasuk, selain Buddhisme, berbagai skeptis (seperti Sanjaya Belatthiputta), atomis (seperti Pakudha Kaccayana), materialis (seperti Ajita Kesakambali), antinomian (seperti Purana Kassapa); aliran-aliran terpenting pada abad ke-5 SM adalah Ajivikas, yang menekankan aturan nasib, Lokayata (materialis), Ajnanas (agnostik) dan Jaina, yang menekankan bahwa jiwa harus dibebaskan dari materi.[27] Banyak gerakan-gerakan baru ini berbagi kosakata konseptual yang sama seperti atman ("diri"), buddha ("yang sadar"), dhamma ("aturan" atau "hukum"), karma ("aksi/perbuatan"), nirvana ("padamnya nafsu"), saṃsāra ("lingkaran penderitaan"), dan yoga ("praktik spiritual").[note 10] Para sramana menolak Weda, dan otoritas brahmana, yang mengklaim mereka memiliki kebenaran terungkap yang tidak bisa diketahui dengan cara manusia biasa mana pun. Selain itu, mereka menyatakan bahwa seluruh sistem Brahmanikal adalah penipuan: sebuah konspirasi para brahmana untuk memperkaya diri mereka sendiri dengan membebankan biaya terlalu tinggi untuk melakukan ritual palsu dan memberikan nasihat tak berguna.[28]

Kritik terutama dari Buddha adalah pengorbanan hewan secara Weda.[web 2] Dia juga menyindir "gita manusia kosmis" dari Weda.[29] Namun, Sang Buddha tidaklah anti-Weda, dan menyatakan bahwa Weda dalam bentuk sejatinya dinyatakan oleh "Kashyapa" kepada resi tertentu, yang melalui pertapaan berat telah memperoleh kekuatan untuk melihat dengan mata ilahi.[30] Dia menamakan para resi Weda, dan menyatakan bahwa Weda orisinil dari para resi[31][note 11] telah diubah oleh beberapa Brahmin yang memperkenalkan pengorbanan hewan. Sang Buddha mengatakan bahwa hal tersebut termasuk dalam pengubahan dari Weda sejati sehingga dia menolak untuk menghormati Weda pada masanya.[32] Namun, dia tidak meninggalkan ikatan dengan Brahman,[note 12] atau gagasan diri menyatu dengan Tuhan.[34] Pada saat yang sama, Hindu tradisional sendiri secara bertahap mengalami perubahan mendalam, bertransformasi menjadi apa yang dikenal sebagai Hindu awal.

Ajaran dasar

[sunting | sunting sumber]

Empat Kebenaran Mulia

[sunting | sunting sumber]

Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia atau Empat Kebenaran Ariya (Cattāri Ariya Saccāni), yang merupakan aspek yang sangat penting dari ajaran Buddha. Sang Buddha telah berkata bahwa karena kita tidak memahami Empat Kebenaran Ariya, maka kita terus menerus mengitari siklus kelahiran dan kematian. Pada ceramah pertama Sang Buddha, Dhammacakkappavattana Sutta, yang Ia sampaikan kepada lima orang bhikkhu di Taman Rusa di Sarnath, adalah mengenai Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan.[35]

Empat Kebenaran Ariya tersebut adalah:[36]

  • Kebenaran Ariya tentang Dukkha (Dukkha Ariya Sacca)

Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban. Dukkha menjelaskan bahwa ada lima kemelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan. Guru Buddha bersabda, "Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Dukkha, yaitu: kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita, putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan merupakan dukkha."[36]

  • Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca)

Samudaya adalah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa sumber dari dukkha atau penderitaan adalah taṇhā, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Tanha dapat diibaratkan seperti candu atau opium yang menimbulkan dampak ketagihan bagi yang memakainya terus-menerus, dan semakin lama akan merusak fisik maupun mental si pemakai. Tanha juga dapat diibaratkan seperti air laut yang asin yang jika diminum untuk menghilangkan haus justru rasa haus tersebut semakin bertambah.[36]

  • Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)

Nirodha adalah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa dukkha bisa dihentikan yaitu dengan cara menyingkirkan taṇhā sebagai penyebab dukkha. Ketika taṇhā telah disingkirkan, maka kita akan terbebas dari semua penderitaan (bathin). Keadaan ini dinamakan Nibbana.[36]

  • Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)

Marga adalah jalan pelepasan. Jalan pelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan.

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa ada jalan atau cara untuk menghentikan dukkha, yakni melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jalan Menuju Terhentinya Dukkha dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:[36]

    • Kebijaksanaan (Paññā), terdiri dari Pengertian Benar (sammā-ditthi) dan Pikiran Benar (sammā-saṅkappa)
    • Kemoralan (Sīla), terdiri dari Ucapan Benar (sammā-vācā), Perbuatan Benar (sammā-kammanta), dan Pencaharian Benar (sammā-ājīva)
    • Konsentrasi (Samādhi), terdiri dari Daya-upaya Benar (sammā-vāyāma), Perhatian Benar (sammā-sati), dan Konsentrasi Benar (sammā-samādhi)

Empat Kebenaran Mulia tidak dapat dipisahkan antara Kebenaran yang satu dengan Kebenaran yang lainnya. Empat Kebenaran Mulia bukanlah ajaran yang bersifat pesimis yang mengajarkan hal-hal yang serba suram dan serba menderita. Dan juga bukan bersifat optimis yang hanya mengajarkan hal-hal yang penuh harapan, tetapi merupakan ajaran yang realitis, ajaran yang berdasarkan analisis yang diambil dari kehidupan di sekitar kita.

Jalan Mulia Berunsur Delapan

[sunting | sunting sumber]
Dharmacakra melambangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan

Dalam Dhammacakkappavattana Sutta; Saṃyutta Nikāya 56.11 {S 5.420}, Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya kepada Lima Bhikkhu Pertama (Pali: Pañcavaggiya Bhikkhu; Sanskerta: Pañcavargīya Bhikṣu), yang di dalamnya terdapat Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atṭhaṅgika Magga). Di dalam Jalan ini mengandung unsur sīla (kemoralan), samādhi (konsentrasi), dan paññā (kebijaksanaan).[37]

Berikut pengelompokan unsur yang terkandung di dalamnya:

Divisi Faktor Berunsur Delapan Sanskerta, Pali
Kebijaksanaan
(Sanskerta: prajñā,
Pāli: paññā)
1. Pengertian (Pandangan) Benar samyag dṛṣṭi,
sammā ditthi
2. Pikiran Benar samyag saṃkalpa,
sammā saṅkappa
Perilaku Etis
(Sanskerta: śīla,
Pāli: sīla)
3. Ucapan Benar samyag vāc,
sammā vāca
4. Perbuatan Benar samyag karman,
sammā kammanta
5. Pencaharian (Penghidupan) Benar samyag ājīvana,
sammā ājīva
Konsentrasi
(Sanskerta and Pāli: samādhi)
6. Daya upaya Benar samyag vyāyāma,
sammā vāyāma
7. Perhatian Benar samyag smṛti,
sammā sati
8. Konsentrasi Benar samyag samādhi,
sammā samādhi

Jalan Mulia Berunsur Delapan dibabarkan sebagai berikut:
1. Pengertian Benar (Sammā Diṭṭhi)
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap

a. Empat Kebenaran Mulia
b. Hukum Tilakkhaṇa (Tiga Corak Umum)
c. Hukum Paṭicca-Samuppāda
d. Hukum Kamma

2. Pikiran Benar (Sammā Saṅkappa)
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:

a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-saṅkappa)
b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avyāpāda-saṅkappa)
c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsā-saṅkappa)

3. Ucapan Benar (Sammā Vāca)
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musāvāda), memfitnah (pisunāvāca), berucap kasar/caci maki (pharusavāca), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalāpa). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini:

a. Ucapan itu benar
b. Ucapan itu beralasan
c. Ucapan itu berfaedah
d. Ucapan itu tepat pada waktunya

4. Perbuatan Benar (Sammā Kammantā)
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.

5. Penghidupan Benar (Sammā Ājiva)
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Aṇguttara Nikāya, III, 153), yaitu:

a. makhluk hidup
b. senjata
c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,
e. racun

Selain itu, terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjhima Nikāya. 117), yaitu:

a. Penipuan
b. Ketidaksetiaan
c. Penujuman
d. Kecurangan
e. Memungut bunga yang tinggi (praktik lintah darat)

6. Usaha Benar (Sammā Vāyama)
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.

7. Perhatian Benar (Sammā Sati)
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:

- perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
- perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
- perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
- perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)

Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassanã Bhãvanã.

8. Konsentrasi Benar (Sammā Samādhi)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada objek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.

Kamma atau Karma

[sunting | sunting sumber]

Selain nilai-nilai moral di atas, Buddhisme juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip hukum sebab akibat. Secara umum, kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya.

Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum universal tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup, yang tidak hidup, maupun yang abstrak atau yang ada karena kita buat dalam pikiran sebagai ide) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhluk yang muncul tanpa ada sebab lebih dahulu.[38]

Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Aṇguttara Nikāya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:[39]

"Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran."

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Dalam Samuddaka Sutta; Saṃyutta Nikāya 11.10 {S 1.227}, Guru Buddha menjelaskan cara bekerjanya kamma:[39] "Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah daripadanya".

Kelahiran Kembali

[sunting | sunting sumber]
Sebuah bukit yang sangat besar di belakang dua pohon palem dan sebuah bjalan raya, pejalan kaki hanya 1/5 dari tinggi bukit
Situs kremasi Gotama, Stupa Ramabhar di Kushinagar, Uttar Pradesh, India

Kelahiran kembali (Pali: Punabbhava) merupakan 'suatu proses menjadi ada/eksis kembali dari suatu makhluk hidup di kehidupan mendatang (setelah ia meninggal/mati) sehingga lahir (jati), di mana proses ini merupakan akibat atau hasil dari kamma (perbuatan)nya pada kehidupan lampau.[40] Proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali atau punabbhava terjadi pada semua makhluk hidup yang belum pencapai Penerangan Sempurna, ketika mereka telah meninggal/mati.

Dalam Hukum Paticcasamuppada (Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan), proses menjadi ada/eksis atau punabbhava atau kelahiran kembali disebabkan oleh Kamma (perbuatan) yang kemudian menghasilkan kemelekatan kepada segala sesuatu termasuk kemelekatan pada hidup dan kehidupan. Jadi makhluk hidup apa pun yang mengalami proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali (punabbhava), merupakan makhluk yang masih memiliki kemelekatan pada sesuatu dalam kehidupan sebelumnya. Dan seperti yang diuraikan dalam Hukum Paticcasamuppada kemelekatan timbul karena adanya Tanha (keinginan/kehausan) dan juga Avijja (ketidaktahuan/kebodohan).

Konsep Ketuhanan

[sunting | sunting sumber]

Ketuhanan dalam Buddhisme tidak berdasarkan kepada suatu sosok Yang Maha Kuasa sebagai pencipta dan pengatur alam semesta.[41] Buddhisme menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh Hukum Alam (Niyāma), yakni Utu Niyāma, Bija Niyāma, Kamma Niyāma, Citta Niyāma, dan Dhamma Niyāma yang berjalan tanpa sosok pengatur tertinggi. Sang Buddha sendiri tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa. Buddha merupakan guru agung umat Buddha sebagai penemu Dhamma, bukan pencipta Dhamma.[42]

Umat Buddha menerima keberadaan makhluk hidup di alam yang lebih tinggi, yang dikenal sebagai dewa dan brahma. Akan tetapi, tidak seperti Hinduisme, mereka tidak dianggap sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak Maha Sempurna. Sebagai akibatnya, konsep-konsep Buddhisme yang berkaitan dengannya juga berbeda dengan konsep-konsep dari agama lain. Buddhisme tidak menekankan pada keterlibatan sosok pencipta dunia dalam pemahamannya mengenai iman, berdoa, terbentuknya alam semesta, munculnya manusia, kiamat, hingga keselamatan atau kebebasan.[43]

Untuk memenuhi sila pertama Pancasila Indonesia, maka Nibbāna sebagai keadaan dan tujuan tertinggi dapat diinterpretasikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa. Nibbāna sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bahasa Pali, sebagaimana dijelaskan dalam Tatiyanibbāna Sutta, Udāna 8.3, adalah "ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ" dengan makna:

  1. Yang Tidak Dilahirkan (ajāta)
  2. Yang Tidak Menjelma (abhūta)
  3. Yang Tidak Tercipta (akata)
  4. Yang Tidak Terkondisi (asaṅkhata)

Moralitas

[sunting | sunting sumber]

Sebagaimana agama Kristen, Islam, dan Hindu, ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan.

Moralitas dalam ajaran Buddha bertujuan praktis menuntun orang menjuju tujuan akhir kebahagiaan tertinggi. Dalam jalan umat Buddha menuju pembebasan, setiap individu dianggap bertanggung jawab untuk keberuntungan dan kemalangannya sendiri. Setiap individu diharapkan mengupayakan pembebasannya sendiri melalui pemahaman dan usaha. Keselamatan umat Buddha adalah hasil pemgembangan moral orang itu sendiri dan tidak dapat diadakan atau diberikan kepada seseorang oleh suatu perantara eksternal. Misi Sang Budda adalah untuk mencerahkan manusia akan sifat keberadaan dan untuk menasihatkan bagaimana cara terbaik untuk kebahagiaan mereka dan keuntungan orang lain. Secara konsekuen, etika umat Buddha bukan merupakan perintah apa pun yang memaksa manusia untuk mengikutinya.[44]

Moralitas bagi umat Buddha dapat dirangkum dalam tiga prinsip sederhana: "Hindarkan kejahatan; lakukan kebaikan; sucikan pikiran. Inilah nasihat yang diberikan oleh semua Buddha." (Dhammapada:183)[45]

Lima Sila (Pañcasīla)

[sunting | sunting sumber]

Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pañcasīla. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:[46]

  • Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi
  • Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi
  • Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi
  • Musāvāda veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi
  • Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi

Yang artinya:

  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perkataan dusta.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.

Aliran dan tradisi

[sunting | sunting sumber]

Umat Buddha secara umum mengklasifikasikan diri mereka sebagai Theravāda atau Mahāyāna.[47] Klasifikasi ini juga digunakan oleh beberapa ahli[48] dan merupakan salah satu penggunaan yang lazim dalam bahasa Inggris.

Buddha Mahāyāna

[sunting | sunting sumber]
Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong

Sutra Teratai merupakan Referensi sampingan penganut Buddha aliran Mahāyāna. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sanskerta-nya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahāyāna dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.

Pemujaan kepada Buddha Amitabha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahāyāna. Surga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha di mana mereka tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.

Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan di mana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.

Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.

Menurut Buddha Gotama, kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahāyāna khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

Buddhisme Theravāda

[sunting | sunting sumber]

Aliran Theravāda adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang bertahan sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Lanka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.

Gramatika

[sunting | sunting sumber]

Theravāda berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu, dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravāda berarti Ajaran Para Sesepuh.

Istilah Theravāda muncul sebagai salah satu aliran Buddhisme dalam Dipawangsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahawangsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5. Diyakini Theravāda merupakan wujud lain dari salah satu aliran Buddhisme terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh), sebuah aliran Buddhisme awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

Sejarah Theravāda tidak lepas dari sejarah Buddha Gotama sebagai pendiri Buddhisme. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).

Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan dipimpin oleh Y.A. Mahakassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Gua Saptaparni di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM, di mana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahāyāna. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.

Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta-Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravāda.

Kitab suci

[sunting | sunting sumber]

Kitab suci yang dipergunakan dalam Buddhisme Theravāda adalah kitab suci Tripitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Tripitaka dalam bahasa Pali umumnya disebut sebagai Tipiṭaka. Kanon Pali merupakan kitab suci Buddhisme yang paling tua, diketahui hingga sekarang, dan tertulis dalam bahasa Pali/Magadhi Kuno. Kitab ini terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "piṭaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Piṭaka, Sutta Piṭaka, dan Abhidhamma Piṭaka.

Hari raya

[sunting | sunting sumber]

Terdapat empat hari raya utama dalam Buddhisme. Namun, satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Tiga peristiwa tersebut meliputi hari kelahiran Pangeran Siddhattha (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gotama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Vesākha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta

Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan Buddhisme.

Kebaktian untuk memperingati Hari besar Āsādha disebut Āsādha Pūjā / Āsāḷha Pūjā. Hari raya Āsādha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa di mana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).

Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana (Sanskerta: Trisarana). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.

Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia (Cattāri Ariya Saccāni) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Hari Besar Māgha Pūjā memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditabiskan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu: Bhikkhu yang ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah Buddhisme disebut Wihara.

Penyebaran di Asia dan Indonesia

[sunting | sunting sumber]
Peta penyebaran ajaran Buddha

Agama Buddha mulai berkembang di India, yaitu tempat di mana Buddha Gotama mengajarkan ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gotama, ajaran tersebut tidak lenyap begitu saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.

Penyebaran di India dan Asia Tengah

[sunting | sunting sumber]

Dimulai dari India, tempat di mana Buddha Gotama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai Nirwana, ajaran Buddha Gotama mulai memudar sehingga para biksu disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat Dharma atau pengajaran. Di India jugalah tempat di mana mulai terbentuknya aliran Mahāyāna dan Theravāda akibat perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum tua. Theravāda umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi arahat, sedangkan Mahāyāna mengajarkan bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan.

Selain melalui kaum biarawan, Buddhisme juga disebarkan oleh raja-raja besar di India seperti Raja Ashoka. Ia mengajarkan kepada rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran, cinta kasih dan amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara tetangga, termasuk ke Sri Lanka di mana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka menjadi basis Buddhisme.

Penyebaran di Asia Timur

[sunting | sunting sumber]

Selama abad 3 SM, Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan. Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini segera menjadi pusat pembelajaran Buddhisme yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana. Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka. Dengan dukungan dari pedagang, biara gua banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM, beberapa kota Asia Tengah seperti Khotan, telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah, pertama kalinya orang Tiongkok mengenal Buddhisme dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah menganut Buddhisme.

Bentuk awal penyebaran Buddhisme di Tiongkok adalah dengan adanya penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari bahasa India ke bahasa Tionghoa kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya seni dan pahat di mana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan lainnya adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup seni, patung, arsitektur dan filsafat waktu itu.

Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi ke Semenanjung Korea untuk memperkenalkan Buddhisme kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada waktu itu. Sehingga pada abad ke-6 dan abad ke-7, Buddhisme telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea, Buddhisme juga berkembang di kepulauan Jepang.

Penyebaran di Asia Tenggara

[sunting | sunting sumber]
Persatuan Agama Buddha di Selangor, Malaysia.

Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya hubungan dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara, tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal Buddhisme, tetapi tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak masuk di semenanjung Indocina (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di Birma, Siam (sekarang Thailand), Vietnam, semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan kepulauan nusantara (sekarang Indonesia).

Penyebaran di Nusantara

[sunting | sunting sumber]
Candi Borobudur, monumen Dinasti Syailendra yang dibangun di Magelang, Jawa Tengah.

Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah sekarang. Pada akhir abad ke-7, I Tsing, seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatra (kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibu kota Sriwijaya (sekarang Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu Buddha Vajrāyāna). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke India.

Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.

Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah menguasai Pulau Sumatra, Pulau Jawa dan Semenanjung Malaya.

Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha

[sunting | sunting sumber]

Pada akhir abad ke-13 seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatra, dan agama Islam segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang dominan di Nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke Nusantara hanya pada abad ke-19, dengan kedatangan pedagang dan orang-orang Tionghoa, Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.

Candi-Candi Peninggalan Kerajaan Buddha di Nusantara

[sunting | sunting sumber]

Candi-candi peninggalan Buddhisme di Nusantara kebanyakan terdapat di Jawa dan Sumatra, antara lain:

Demografis

[sunting | sunting sumber]
Persentase umat Buddha berdasarkan negara, menurut Pew Research Center, per tahun 2010.

Buddhisme diperkirakan dipraktikkan oleh sekitar 488 juta,[web 1] 495 juta,[49] atau 535 juta[11] penduduk dunia per tahun 2010, merepresentasikan 7% sampai 8% total populasi dunia.

Tiongkok merupakan negara dengan populasi Buddhis terbesar, sekitar 244 juta jiwa atau 18,2% dari total populasinya.[web 1] Mereka kebanyakan adalah pengikut aliran Buddhisme Mahāyāna, menjadikan Mahāyāna sebagai aliran Buddhis yang terbesar dibandingkan tradisi lainnya. Mahāyāna, juga dipraktikkan secara luas di Asia Timur, diikuti oleh lebih dari setengah populasi Buddhis dunia.[web 1]

Berdasarkan analisis demografi yang dilaporkan oleh Peter Harvey (2013)[11]: Mahāyāna memiliki 360 juta pemeluk; Theravāda memiliki 150 juta pemeluk; dan Vajrāyāna memiliki 18,2 juta pemeluk. Di luar Asia, jumlah umat Buddha sebanyak tujuh juta jiwa.

Menurut Johnson and Grim (2013), Buddhisme telah tumbuh dari total 138 juta penganut pada tahun 1910, dengan 137 juta berada di Asia, menjadi 495 juta pada tahun 2010, dengan 487 juta berada di Asia.[49]

Buddha

Sepuluh negara di dunia dengan populasi mayoritas Buddhis terbesar:

Buddhisme menurut persentase per tahun 2010[50]
Negara Estimasi populasi Buddhis % Buddhis dari total populasi
 Kamboja 13.701.660 96,90%
 Thailand 64.419.840 93,20%
 Myanmar 38.415.960 80,10%
 Bhutan 563.000 74,70%
 Sri Lanka 14.455.980 69,30%
 Laos 4.092.000 66,00%
 Mongolia 1.520.760 55,10%
 Jepang 45.807.480 atau 84.653.000 36,20% atau 67%[51]
 Singapura 1.725.510 33,90%
 Taiwan 4.945.600 atau 8.000.000 21,10% atau 35%[52]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Buddhism: The foundations of Buddhism, The cultural context. In Encyclopædia Britannica. Retrieved 19-07-2009, from Encyclopædia Britannica Online Library Edition
  2. ^ Encyclopædia Britannica Online. Hinduism: History of Hinduism: The Vedic period (2nd millennium – 7th century BCE); Challenges to Brahmanism (6th – 2nd century BCE); Early Hinduism (2nd century BCE – 4th century CE). Retrieved 19-07-2009.
  3. ^ According to Masih:[16] "Alongside Hinduism was the non-Aryan Shramanic culture with its roots going back to prehistoric times."
  4. ^ Masih:[17] "This confirms that the doctrine of transmigration is non-aryan and was accepted by non-vedics like Ajivikism, Jainism and Buddhism. The Indo-aryans have borrowed the theory of re-birth after coming in contact with the aboriginal inhabitants of India. Certainly Jainism and non-vedics [..] accepted the doctrine of rebirth as supreme postulate or article of faith."
  5. ^ Karel Werner:[18] "Rahurkar speaks of them as belonging to two distinct 'cultural strands' ... Wayman also found evidence for two distinct approaches to the spiritual dimension in ancient India and calls them the traditions of 'truth and silence.' He traces them particularly in the older Upanishads, in early Buddhism, and in some later literature."
  6. ^ Flood:[19] "The origin and doctrine of Karma and Samsara are obscure. These concepts were certainly circulating amongst sramanas, and Jainism and Buddhism developed specific and sophisticated ideas about the process of transmigration. It is very possible that the karmas and reincarnation entered the mainstream brahaminical thought from the sramana or the renouncer traditions."
  7. ^ Padmanabh S. Jaini states:[20] "Yajnavalkya's reluctance and manner in expounding the doctrine of karma in the assembly of Janaka (a reluctance not shown on any other occasion) can perhaps be explained by the assumption that it was, like that of the transmigration of soul, of non-brahmanical origin. In view of the fact that this doctrine is emblazoned on almost every page of sramana scriptures, it is highly probable that it was derived from them."
  8. ^ Govind Chandra Pande:[21] "Early Upanishad thinkers like Yajnavalkya were acquainted with the sramanic thinking and tried to incorporate these ideals of Karma, Samsara and Moksa into the vedic thought implying a disparagement of the vedic ritualism and recognising the mendicancy as an ideal."
  9. ^ Kashi Nath Upadhyaya: "The sudden appearance of this theory [of karma] in a full-fledged form is likely due, as already pointed out, to an impact of the wandering muni-and-shramana-cult, coming down from the pre-Vedic non-Aryan time."[22]
  10. ^ Encyclopædia Britannica Online. Buddhism: The foundations of Buddhism, the cultural context. Retrieved 19-07-2009.
  11. ^ "Atthako, Vâmako, Vâmadevo, Vessâmitto, Yamataggi, Angiraso, Bhâradvâjo, Vâsettho, Kassapo, and Bhagu" in P. 245 The Vinaya piṭakaṃ: one of the principle Buddhist holy scriptures ..., Volume 1 edited by Hermann Oldenberg
  12. ^ Hāṇḍā: "Even so have I, monks, seen an ancient way, an ancient road followed by the wholly awakened ones of olden time....Along that have I done, and the matters that I have come to know fully as I was going along it, I have told to the monks, nuns, men and women lay-followers, even monks, this Brahma-faring brahmacharya that is prosperous and flourishing, widespread and widely known become popular in short, well made manifest for gods and men."[33]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Wells 2008.
  2. ^ Roach 2011.
  3. ^ Siderits, Mark (2019). "Buddha". The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Metaphysics Research Lab, Stanford University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 May 2022. Diakses tanggal 22 October 2021. 
  4. ^ "Buddhism". (2009). In Encyclopædia Britannica. Retrieved 26 November 2009, from Encyclopædia Britannica Online Library Edition.
  5. ^ Lopez (2001), hlm. 239.
  6. ^ "Buddhists". Global Religious Landscape. Pew Research Center. 18 December 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 April 2020. Diakses tanggal 13 March 2015. 
  7. ^ "Christianity 2015: Religious Diversity and Personal" (PDF), International Bulletin of Missionary Research, 39 (1): 28–29, January 2015, doi:10.1177/239693931503900108, ISSN 0272-6122, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 May 2017, diakses tanggal 2015-05-29 – via Gordon-Conwell Theological Seminary 
  8. ^ White, David Gordon (ed.) (2000). Tantra in Practice. Princeton University Press. hlm. 21. ISBN 0-691-05779-6. 
  9. ^ Powers, John (2007). Introduction to Tibetan Buddhism (edisi ke-Rev.). Ithaca, New York: Snow Lion Publications. hlm. 26–27. ISBN 978-1-55939-282-2. 
  10. ^ "Candles in the Dark: A New Spirit for a Plural World" by Barbara Sundberg Baudot, p305
  11. ^ a b c Harvey 2013, hlm. 5.
  12. ^ Gethin 1998, hlm. 27–28, 73–74.
  13. ^ a b The Reverend, Dr. Sunanda Putuwar. WFB (1991). "Perbedaan Dan Persamaan Antara Theravada Dan Mahayana". Buddhist Education Surabaya. Buddhist Education Surabaya. Diakses tanggal 24-12-2015. 
  14. ^ Gethin 2008, hlm. xv.
  15. ^ Warder 2000, hlm. 32.
  16. ^ Masih 2000, hlm. 18.
  17. ^ Masih 2000, hlm. 37.
  18. ^ Werner 1989, hlm. 34.
  19. ^ Flood 1996, hlm. 86.
  20. ^ Jaini 2001, hlm. 51.
  21. ^ Pande 1994, hlm. 135.
  22. ^ Upadhyaya 1998, hlm. 76.
  23. ^ Satapatha Brahmana 13.8.1.5
  24. ^ Oldenberg 1991.
  25. ^ Bronkhorst 2007.
  26. ^ Warder 2000, hlm. 30–32.
  27. ^ Warder 2000, hlm. 39.
  28. ^ Warder 2000, hlm. 33.
  29. ^ Gombrich 1988, hlm. 85.
  30. ^ Hardy 1863, hlm. 177.
  31. ^ Rhys Davids 1921, hlm. 494.
  32. ^ Hardy 1866, hlm. 44.
  33. ^ Hāṇḍā 1984, hlm. 57.
  34. ^ Rāhula 1974, hlm. 59.
  35. ^ K. Sri Dhammananda (2004). Keyakinan Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karaniya dan Ehipassiko Foundation. hlm. 105. 
  36. ^ a b c d e Tim, Bhagavant.com. "EMPAT KEBENARAN ARIYA (Cattari Ariya Saccani)". Bhagavant.com. Bhagavant.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-25. Diakses tanggal 24-12-2015. 
  37. ^ Tim, Bhagavant.com. "Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga)". Bhagavant.com. Bhagavant.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-02-07. Diakses tanggal 20 Desember 2015. 
  38. ^ Cornelis, Wowor MA. (2004). Hukum Kamma Buddhis. Jakarta: CV. Nitra Kencana Buana. hlm. 2. 
  39. ^ a b Tim, Bhagavant.com. "Kamma (Perbuatan)". Bhagavant.com. Bhagavant.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-25. Diakses tanggal 24-12-2015. 
  40. ^ Tim, Bhagavant.com. "Punabhava (Kelahiran Kembali)". Bhagavant.com. Bhagavant.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-26. Diakses tanggal 25-12-2015. 
  41. ^ Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. pp. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2. "Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya."
  42. ^ "Sutta reference for that Buddha discovered the Dhamma, not invented it". SuttaCentral Discuss & Discover. Diakses tanggal 2024-02-08. 
  43. ^ Wowor, Cornelis (1984). Ketuhanan Yang Mahaesa Dalam Agama Buddha (PDF). Jakarta: Akademi Buddhis Nalanda. 
  44. ^ K. Sri Dhammananda (2004). Keyakinan Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karaniya dan Ehipassiko Foundation. hlm. 211–212. 
  45. ^ K. Sri Dhammananda (2004). Keyakinan Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karaniya dan Ehipassiko Foundation. hlm. 212. 
  46. ^ Paritta, Pali. "PANCASILA (Lima Latihan Sila)". ParittaBuddhist.com. Paritta dan Lagu Buddhis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-22. Diakses tanggal 20 Desember 2015. 
  47. ^ Keown 1996, hlm. 12.
  48. ^ Smith 2006.
  49. ^ a b Johnson 2013, hlm. 34–37.
  50. ^ Pew Research Center 2012.
  51. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-06-09. Diakses tanggal 2015-12-21. 
  52. ^ [1]

Sumber Internet

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d Pew Research Center. "Global Religious Landscape: Buddhists". Pew Research Center. 
  2. ^ "Dharmacarini Manishini". Western Buddhist Review. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-08. Diakses tanggal 2016-01-01. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]