Lompat ke isi

Pattimura: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Biografi: tegaskan bahwa dia terlahir dari keluarga kristen, meninggal juga dalam kristen. Membaptis anak anaknya disebuah gereja di Maluku {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=cUoGJSs9yOUC |title=A History of Christianity in Indonesia |first1=Jan |last1=Aritonang |first2=Karel |last2=Steenbrink |volume=35 |series= Studies in Christian mission |publisher=Brill |year=2008 |location=Leiden |isbn=978-1-109-18566-9 }}
Angel Keleyan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(497 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Nama Maluku|[[Suku Ambon|Ambon]]|[[Matulessy]]}}
{{pp-semi-indef|small=yes}}{{expert}}
{{Untuk|Kapitan Pattimura sebagai nama kapal laut TNI dengan nomor lambung 371|KRI Kapitan Patimura}}
{{Infobox military person
{{Infobox military person
|name = Thomas Matulessy
|name = Thomas Matulessy
|image = Pattimura 1961 Indonesia stamp.jpg
|image = Stamp of Indonesia - 2017 - Colnect 739936 - Bicentenary of Pattimura Anti Dutch Resistance Leader.jpeg
|caption = Kapitan Pattimura diabadikan sebagai salah satu perangko
|caption = Gambar Kapitan Pattimura diabadikan dalam salah satu perangko
|birth_date = {{Birth date|1783|06|08|df=yes}}
|birth_date = {{Birth date|1783|06|08|df=yes}}
|death_date = {{Death date and age|1817|12|16|1783|06|08|df=yes}}
|death_date = {{Death date and age|1817|12|16|1783|06|08|df=yes}}
|placeofburial_label =
|placeofburial_label =
|placeofburial =
|placeofburial =
|birth_place = {{flag|Hindia Belanda}} [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Haria]], [[Pulau Saparua|Saparua]], [[Kabupaten Maluku Tengah|Maluku Tengah]]
|birth_place = Hualoy,seram selatan
|death_place = [[Victoria]], [[Ambon]], [[Kepulauan Maluku]], [[Hindia Belanda]]
|death_place = {{flag|Hindia Belanda}} [[Victoria]], [[Kota Ambon|Ambon]], [[Kepulauan Maluku]]
|placeofburial_coordinates = <!-- {{coord|LAT|LONG|display=inline,title}} -->
|placeofburial_coordinates = <!-- {{coord|LAT|LONG|display=inline,title}} -->
|nickname = Kapitan Pattimura
|nickname = Kapitan Pattimura
|allegiance = {{negara|Britania Raya}} Maluku Britania
|allegiance = [[Berkas:Flag of the British East India Company (1707).svg|22px]] [[Perusahaan Hindia Timur Britania Raya]]
|branch = [[Berkas:BritishArmyFlag2.svg|22px]] Angkatan Darat Kerajaan
|branch = [[Berkas:BritishArmyFlag2.svg|22px]]
[[Angkatan Darat Britania Raya]]
|serviceyears =
|serviceyears =
|rank = Sersan Mayor
|rank = [[:en:Sergeant major|Sersan Mayor]]
|unit =
|unit =
|commands =
|commands =
|battles = Perang Pattimura
|battles = [[Perang Pattimura (1817)]]
|awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]<br /> (diterima [[6 November]] [[1973]])
|awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]<br /> (diterima [[6 November]] [[1973]])
|religion = Kristen
|religion = [[Protestanisme|Kristen Protestan]]
|laterwork =
|laterwork =
}}
}}


'''Thomas Matulessy''' atau '''Thomas Matulessia''', dikenal sebagai '''Kapitan Pattimura''' atau '''Pattimura''' ({{lahirmati|[[Pulau Saparua]], [[Maluku]]|8|6|1783|[[Kota Ambon|Ambon]], [[Maluku]]|16|12|1817}}), adalah [[Pahlawan Nasional Indonesia]] yang berasal dari [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Haria, Saparua]], [[Maluku]].<ref>{{Cite web|title=Kapitan Pattimura / oleh I. O. Nanulaitta {{!}} OPAC Perpustakaan Nasional RI.|url=https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=30820|website=opac.perpusnas.go.id|access-date=2022-07-09}}</ref><ref>Ini merupakan tempat kelahiran Pattimura versi Pemerintah Indonesia berdasarkan buku "Kapitan Pattimura" karya I.O. Nanulaitta.</ref><ref>{{Cite news|last=profilbaru.com|title=Pattimura|url=https://profilbaru.com/Pattimura|language=en|access-date=2023-01-25}}</ref>
'''Thomas Matulessy''' {{lahirmati|Hualoy, [[Pulau Saparua]], [[Maluku]]|8|6|1783|[[Kota Ambon|Ambon]], [[Maluku]]|16|12|1817}}, juga dikenal dengan nama '''Kapitan Pattimura''', atau '''Pattimura''' adalah [[pahlawan nasional Indonesia]] dari [[Hualoy, Amalatu, Seram Bagian Barat|hualoy]] [[Maluku]]


Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M. Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram)". Ayahnya yang bernama Antoni Matulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram.
Menurut buku "Kisah Perjuangan Pattimura" yang ditulis oleh Mathijs Sapija, Pattimura tergolong keturunan bangsawan dari Nusa Ina.


== Asal usul ==
Namanya kini diabadikan untuk [[Universitas Pattimura]], [[Kodam XVI/Pattimura]] dan [[Bandar Udara Internasional Pattimura]] di [[Kota Ambon|Ambon]].
Kapitan Pattimura lahir sebagai Thomas Matulessy pada 8 Juni 1783 di Saparua.<ref name="ajisaka9">{{harvnb|Ajisaka|Damayanti|2010|p=9}}</ref><ref name="poespo183">{{harvnb|Poesponegoro|Notosusanto|1992|p=183}}</ref> Leluhur keluarga Matulessy berasal dari [[Pulau Seram]]. Turun-temurun mereka berpindah Moyang Thomas Matulessy ke Titawaka (sekarang [[Itawaka, Saparua Timur, Maluku Tengah|Negeri Itawaka]]). Di antara turunannya ada yang menetap di [[Itawaka, Saparua Timur, Maluku Tengah|Negeri Itawaka]], ada yang berpindah ke [[Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah|Negeri Ullath]], dan ada yang berpindah ke [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Negeri Haria]]. Yang di Haria menurunkan ayah dari Yohannis dan Thomas. ayah dari Thomas Matulessy yang bernama Frans Matulessy lahir di Itawaka datang ke Negeri Haria belum menikah Ketika ayah dari Thomas Matulessy menetap di Negeri Haria Ayah dari Thomas Matulessy tersebut sudah tidak kembali lagi ke Itawaka dan menikah dengan Ibu dari Thomas yang bernama Fransina Silahooi yang berasal dari Siri Sori Serani.<ref name="Dari Matulessia Menjadi Matulessy">{{Cite web|date=2017-05-15|title=Dari Matulessia Menjadi Matulessy|url=https://historia.id/politik/articles/dari-matulessia-menjadi-matulessy-D8eBo|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-01-24}}</ref> Orang tua dari Thomas Matulessy bernama Frans Matulessy dan Fransina Silahooi, dan Thomas memiliki seorang kakak laki-laki bernama Yohannis Matulessy.<ref name="sudarmanto198">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=198}}</ref> “Keluarga Matulessy beragama Kristen Protestan. Nama Yohannis dan Thomas diambil dari [[Alkitab]],”.<ref name="historia.id">{{Cite web|date=2017-05-15|title=Dari Matulessia Menjadi Matulessy|url=https://historia.id/politik/articles/dari-matulessia-menjadi-matulessy-D8eBo|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-01-25}}</ref>
<!--
== Istilah Kapitan ==
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.


== Kehidupan Pribadi ==
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Thomas tidak menikah sedangkan Yohannis menurunkan keluarga Matulessy yang mendiami [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Negeri Haria]]. Zeth Matulessy, seorang pegawai pekerjaan umum [[Maluku|Provinsi Maluku]], menjadi Ahli waris Thomas dan Yohannis, yang memegang Surat pengangkatan Kapitan Pattimura sebagai [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]]. dia juga menyimpan Pakaian, Parang dan Salawaku milik Pattimura.<ref name="Dari Matulessia Menjadi Matulessy"/>
==== '''Thomas Matulessy bergabung dengan dinas Militer Inggris Tahun 1810-1816''' ====
[[Berkas:1000 rupiah bill 2009.jpg |jmpl|Gambar 1000 rupiah Thomas Matulessy, Kapitan Pattimura Emisi 2000-2016.<ref>{{Cite web|last=Motorplus-Online.com|title=Ciri Uang Kertas Rp 1000 Kapitan Pattimura Yang Diburu Kolektor, Siap Dibayar Mahal Nih - Halaman 2 - Motorplus|url=https://www.motorplus-online.com/amp/253071124/ciri-uang-kertas-rp-1000-kapitan-pattimura-yang-diburu-kolektor-siap-dibayar-mahal-nih|website=www.motorplus-online.com|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>]]
[[Berkas:Patung Pattimura.jpg |jmpl|Patung Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy) di Kota Ambon pada tahun 2013.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2008-05-15|title=Patung Pattimura Seberat 4 Ton Diresmikan|url=https://nasional.kompas.com/read/2008/05/15/08022810/~Regional~Maluku%20Papua|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>]]
Pada tahun 1810, [[Kepulauan Maluku]] [[Invasi Maluku|diambil alih dari Pemerintah Belanda oleh Pemerintahan Inggris]].<ref name="sudarmanto199">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=199}}</ref> Pemerintah Inggris menjadi penguasa Tunggal di [[Kepulauan Maluku]], Rakyat di atur dalam suasana Kebebasan. Pemerintah Inggris juga belajar atas kesalahan Pemerintah Belanda pada masa lalu, juga melihat kebijakan Pemerintah Belanda sebelumnya yang dianggap merugikan dan menyulut reaksi Rakyat untuk melawan. Dampak baru [[Inggris|Pemerintahan Inggris]] di Kepulauan Maluku dinilai baik oleh semua kalangan. Rakyat tidak merasa adanya tekanan seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda sebelumnya. Hal itu dirasakan juga oleh Thomas Matulessy dan Teman-teman seperjuangannya di [[Kepulauan Lease]], [[Maluku Tengah]]. Sesekali Thomas memanfaatkan kelonggaran peraturan [[Inggris|Pemerintah Inggris]] itu untuk bekayuh ke [[Kota Ambon]], mencari informasi sebanyak-banyaknya dari pusat pemerintahan Inggris di Maluku. Ketika Pemerintah Inggris mengumumkan penarikan Pemuda-Pemuda Maluku untuk menjadi bagian dari Kesatuan Militer Inggris, Thomas Matulessy dan teman-temannya segera mendaftar dan tak sedikitpun dari mereka ragu untuk menjadi bagian dari barisan Bangsa Asing tersebut.<ref name="ReferenceA">{{Cite web|date=2019-08-13|title=Pattimura Pernah Jadi Tentara Inggris|url=https://historia.id/militer/articles/pattimura-pernah-jadi-tentara-inggris-PMaKO|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-01-25}}</ref>


Alasan kuat yang membuat Thomas Matulessy memilih bergabung adalah tugas Tentara Rakyat yang dibentuk untuk menjaga wilayah kekuasaan [[Inggris]] dari pihak luar, atau secara tidak langsung juga turut menjaga Rakyat Maluku. Selain itu tidak sama seperti Belanda yang mengirim Tentara Rakyat ke [[Batavia]], Pemerintah Inggris akan menempatkan mereka di [[Kota Ambon|Kota Ambon.]] Ada syarat-syarat tertentu agar dapat lolos seleksi Tentara Rakyat. Dua di antaranya adalah Tes Kesehatan dan Uji kemampuan Fisik. Setelah seluruh proses selesai dilakukan terpilihlah 500 orang, termasuk Thomas Matulessy, untuk bergabung dalam kesatuan Militer Inggris di [[Kota Ambon]]. Mereka dibayar cukup tinggi dan bertempat tinggal di Asrama Militer [[Angkatan Darat Britania Raya]] [[Kota Ambon]].<ref name="ReferenceA"/>
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.


Tidak lupa para Perwiranya diberi Seragam yang baik. “Latihan berperang, pendaratan di berbagai pantai yang berombak, Berpasir Putih hingga Berkarang adalah latihan-latihan yang sungguh" dipersiapkan untuk Menangkis dan Menyerang Musuh.” Tentara Inggris cukup baik dalam melatih Para Perwira baru ini, Berbagai macam pelatihan menggunakan Senjata Api dipelajari selama berada di sana. Oleh karena perang yang masih terus berkecamuk antara [[Inggris]] dan [[Prancis]] dibantu [[Belanda]], Pemerintahan Inggris di Maluku selalu dalam kondisi Siaga. Setelah dirasa siap, Matulessy dan Perwira lainnya disebar ke pulau-pulau di seluruh [[Negeri (Maluku)|Negeri Maluku]]<ref name="ReferenceA"/>
<ref>Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah, Salamadani Pustaka Semesta, 2009, ISBN 978-602-8458-24-5</ref>
<ref><marque> left Ogam Sabandar,<marque/> Pemimpin pergerakan RMS di Allang terhadap RI</ref> -->


Selama pelatihan, Matulessy menunjukkan Keterampilan, Kecakapan, dan Kemampuan Memimpin melebihi teman-temannya yang lain. Ia pun cepat mendapat Promosi dan dipercaya menjadi Pemimpin bagi Angkatannya. Kurang lebih Matulessy berkarir di Militer Inggris selama Tujuh Tahun dan pada tanggal 19 Agustus 1816 karir Militer Thomas Matulessy berakhir. Pangkat terakhir yang diterima Thomas Matulessy adalah Sersan Mayor.<ref>{{Cite web|date=2019-08-13|title=Pattimura Pernah Jadi Tentara Inggris|url=https://historia.id/militer/articles/pattimura-pernah-jadi-tentara-inggris-PMaKO|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-01-24}}</ref> dari Jabatan Sersan Mayor inilah Thomas Matulessy mengubah Marganya yang pada awalnya bermarga matulessy menjadi Matulessia dengan alasan bahwa Marga Matulessy yang dipakai Thomas tidak sesuai dengan jabatan Sersan Mayor yang ia terima.
== Biografi ==
Pattimura lahir sebagai Thomas Matulessy pada 8 Juni 1783 di [[Saparua]], [[Maluku]]; nama Pattimura adalah nama samarannya.<ref name="ajisaka9">{{harvnb|Ajisaka|Damayanti|2010|p=9}}</ref><ref name="poespo183">{{harvnb|Poesponegoro|Notosusanto|1992|p=183}}</ref>Thomas adalah seorang yang beragama [[Kristen|Nasrani]]. Orang tuanya adalah Frans Matulessia dan Fransina Tilahoi, dan dia memiliki seorang adik laki-laki bernama Yohanis.<ref name="sudarmanto198">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=198}}</ref> Pada tahun 1810, kepulauan Maluku [[Invasi Maluku|diambil alih dari penjajahan Belanda oleh Inggris]].<ref name="sudarmanto199">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=199}}</ref> Mattulessi menerima pelatihan militer dari [[Angkatan Darat Britania Raya|tentara mereka]] dan mencapai pangkat sersan mayor.<ref name="ajisaka9"/>


==Perang Pattimura tahun 1817==
Setelah penandatanganan [[Perjanjian Inggris-Belanda 1814|Perjanjian Anglo Belanda]] pada 13 Agustus 1814 pada tahun 1816 kepulauan Maluku dikembalikan kepada Belanda; Pattimura menghadiri upacara tersebut. Setelah itu, dengan melanggar perjanjian, dia dan rekan-rekan prajuritnya dipulangkan ke kampung halaman mereka.<ref name="poespo183"/><ref name="sudarmanto199"/> Namun, Pattimura menolak untuk menerima pemulihan kekuasaan Belanda. Ia merasa bahwa mereka akan berhenti membayar guru-guru Kristen pribumi, seperti yang telah mereka lakukan pada tahun 1810, dan khawatir bahwa usulan peralihan ke mata uang kertas akan membuat orang Maluku tidak dapat memberi [[derma]]— hanya koin yang dianggap sah — dan dengan demikian menyebabkan [[gereja]] tidak dapat membantu orang miskin.<ref>{{harvnb|Aritonang|Steenbrink|2008|p=385}}</ref>
====Kekuasaan Inggris diserahkan kepada pihak Belanda====
[[Inggris]] menduduki wilayah [[Hindia Belanda]] pada 1810-1811. Namun, kekalahan [[Inggris]] dalam perang melawan [[Prancis]] dan [[Belanda]] menyebabkan [[Inggris]] harus mengembalikan wilayah [[Hindia Belanda]] kepada Belanda melalui [[Konvensi London tentang Pencegahan Polusi Laut melalui Pembuangan Limbah dan Materi-Materi Lainnya|Konvensi London]] pada tahun 1814. Tetapi, realisasi baru terjadi pada tahun 1816. Bahkan di [[Maluku]] peralihan baru terjadi pada tahun 1817.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-04-05|title=Pengembalian Hindia Belanda dari Inggris (1816)|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/05/134026579/pengembalian-hindia-belanda-dari-inggris-1816|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>


Kekuasaan atas [[Maluku]] dipindahkan dari Gubernur Inggris, W. B. Martin kepada Komisaris Pemerintah Belanda, Nicolaas Engelhard dan J. A. van Middelkoop di Benteng Victoria pada 24 Maret 1817. Keduanya tiba di Ambon pada Februari 1817.
===Pemberontakan Ambon tahun 1817===
[[File:Duurstede Fort, Saparua, Ambon - Indonesia.jpg|thumb|Benteng Duurstede, Saparua, Indonesia]]
Ia ditunjuk sebagai ''Kapitan'' oleh rakyat Saparua untuk memberontak melawan Belanda pada 14 Mei 1817.<ref name="ajisaka9"/> Serangan dimulai pada tanggal 15, dengan Pattimura dan para letnannya Said Perintah, Anthony Reebhok , Paulus Tiahahu dan putri Tiahahu [[Martha Christina Tiahahu]] memimpin.<ref name=Kusumaputra>{{cite news|last=Kusumaputra |first=Adhi |work=Kompas |title=Pattimura, Pahlawan asal Maluku yang Dihukum Mati Belanda |trans-title=Pattimura, the Hero from Maluku who was Executed by the Dutch |language=id |url=http://nasional.kompas.com/read/2009/11/09/21515426/Pattimura.Pahlawan.asal.Maluku.yang.Dihukum.Mati.Belanda. |date=9 November 2009 |access-date=15 January 2012 |archive-date=15 January 2012 |archive-url=https://www.webcitation.org/64i5JTw7v?url=http://nasional.kompas.com/read/2009/11/09/21515426/Pattimura.Pahlawan.asal.Maluku.yang.Dihukum.Mati.Belanda. }}</ref> Pada 16 Mei 1817, mereka merebut [[Benteng Duurstede]] dan membunuh 19 tentara Belanda, Residen Johannes Rudolph van den Berg (yang baru tiba dua bulan sebelumnya), istrinya, tiga anaknya dan pengasuh mereka.<ref name=dbnl>Peter van Zonneveld (1995)[http://www.dbnl.org/tekst/_ind004199501_01/_ind004199501_01_0005.php Pattimura en het kind van Saparua. De Molukken-opstand van 1817 in de Indisch-Nederlandse literatuur], ''Indische Letteren'', 10:41-54.</ref><ref name="ajisaka9"/><ref name=Kusumaputra/> Satu-satunya Belanda yang selamat adalah putra Van den Berg yang berusia lima tahun, Jean Lubbert.<ref name=Kusumaputra/> Setelah perebutan, pasukan Pattimura mempertahankan benteng dan pada 20 Mei mengalahkan Mayor Beetjes, Letnan Dua ES de Haas, dan 200 tentara, hanya menyisakan 30 yang selamat.<ref name=dbnl/> Pada tanggal 29 Mei, Pattimura dan para pemimpin Maluku lainnya membuat Proklamasi Haria, yang menguraikan keluhan mereka terhadap pemerintah Belanda dan menyatakan Pattimura sebagai pemimpin rakyat Maluku.<ref name="sudarmanto200"/> Sebagai tanggapan, Gubernur Jenderal [[Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen|Van der Capallen]] segera memecat Gubernur Ambon, Jacobus A. van Middelkoop, dan tangan kanannya, Nicolaus Engelhard, karena pelanggaran mereka terhadap masyarakat setempat.<ref>[http://hurariu-anai.nl/?page_id=964 Thomas Matulessy, Kapitan Pattimura Muda]</ref>


Tiga kapal Belanda melepas jangkar di Teluk Ambon. Kapal Evertsen dibawa Komando Kapten Laut N.H. Dietz yang meninggal 24 Maret 1817 sehingga digantikan Letnan Laut QRM Ver Huell. Kapal Nassau dibawa Komando Kapten Laut Sloterdijk dan Kapal Maria Reigersbergen dibawa Komando Letnan Laut Groot.
Pada 1 Juni, Pattimura memimpin serangan yang gagal ke Benteng Zeelandia di [[Haruku]].<ref name="sudarmanto200">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=200}}</ref> Dua bulan kemudian, pada tanggal 3 Agustus, Benteng Duurstede akhirnya direbut kembali oleh Belanda, tetapi pemberontakan telah menyebar dan tidak dapat ditundukkan selama beberapa bulan lagi.<ref name=dbnl/>


Perubahan penguasa ini berdampak pada perubahan kebijakan pada masa Inggris dan Belanda. Hal ini memicu ketidakpuasan di Maluku, terutama di kawasan Kepulauan Lease dan sekitarnya. Residen Honimoa (Saparua) dijabat Johannes Rudolph van den Berg sejak Maret 1817.<ref>{{Cite web|date=2021-09-01|title=Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (1)|url=https://www.tribun-maluku.com/thomas-matulessy-kapitan-poelo-atau-kapitan-pattimura-1/09/01/|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>
Karena pengkhianatan dari raja Booi, Pati Akoon, dan Tuwanakotta, Pattimura ditangkap pada 11 November 1817 ketika ia berada di Siri Sori. Dia dan rekan-rekannya dijatuhi hukuman mati. Pada 16 Desember 1817, Pattimura bersama Anthony Reebhok, Philip Latumahina, dan Said Parintah digantung di depan {{Interlanguage link multi|Benteng Nieuw Victoria|nl|3=Benteng Victoria (Ambon)}} di [[Ambon, Maluku| Ambon]].<ref name="ajisaka10">{{harvnb|Ajisaka|Damayanti|2010|p=10}}</ref><ref name="sudarmanto201">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=201}}</ref>


Kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (''landrente''), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (''Hongitochten''), serta mengabaikan [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824|Traktat London I]], antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan Korps Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa
== Perjuangan ==
Sebelum melakukan perlawanan terhadap [[VOC]] ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan [[sersan]] militer Inggris.<ref>[http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/p/pattimura/index.shtml Pahlawan Nasional dari Maluku] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100612001459/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/p/pattimura/index.shtml |date=2010-06-12 }} dalam www.tokohindonesia.com</ref>


Pada tahun 1816, pihak [[Inggris]] menyerahkan kekuasaannya kepada pihak [[Belanda]] dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (''landrente''), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (''Hongitochten''), serta mengabaikan [[Traktat London I]], antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan.<ref>J B Soedarmanta, Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia, Grasindo, 2007, halaman 199, ISBN 979-759-716-4 ISBN 978-979-759-716-0</ref>
"Jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku, maka Para Serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki Dinas Militer Pemerintah Baru atau keluar dari Dinas Militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan Dinas Militer Ambon ini dipaksakan."<ref>J B Soedarmanta, Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia, Grasindo, 2007, halaman 199, ISBN 979-759-716-4 ISBN 978-979-759-716-0</ref>


====Seluruh Kapitan Maluku berkumpul di Gunung Saniri====
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura<ref name="Sejarah Maluku" /> Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, tua-tua adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (''kabaressi''). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir raja-raja patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para raja patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang [[Belanda]] ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan [[Ternate]] dan [[Tidore]], raja-raja di [[Bali]], [[Sulawesi]] dan [[Jawa]]. [[Perang Pattimura]] yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Kedatangan kembali [[Hindia Belanda|Kolonial Belanda]] pada tahun 25 Maret 1817 mendapat pertentangan keras dari Rakyat
menolak tegas kedatangan Belanda Hal ini disebabkan karena kondisi [[Politik]], [[Ekonomi]], dan Hubungan Kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Hal ini yang membuat semua Negeri di [[Maluku]] marah, sehingga muncul istilah di kalangan Masyarakat Maluku, suatu peribahasa yang digunakan yaitu (''Pantung'') pada saat itu, sesuai cerita Orang Tua di Maluku.


Pantung itu berisi kalimat protes: ''"cengkeh cupa-cupa, beras gantang-gantang, orang laeng yang susah, orang laeng tarima gampang."''
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinasi Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain [[Melchior Kesaulya]], [[Anthoni Rebook]], [[Philip Latumahina]] dan [[Ulupaha]]. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede di Saparua, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jazirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal [[16 Desember]] [[1817]] di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Itu merupakan sikap protes Masyarakat atas Monopoli buah [[Cengkih|Cengkeh]] & [[Pala]] yang sedang dilakukan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda|Kompeni]] pada waktu itu. Pantung itu lahir dari keadaan bahwa karena hasil [[Cengkih|Cengkeh]] melimpah dan Kompeni datang ke Negeri-Negeri membuat hal-hal untuk "kasih sanang masyarakat" lalu mereka mengambil semua hasil (Cengkeh, red) dengan cuma-cuma atau dengan harga sangat murah.
Hal ini menggelisahkan hati semua Penduduk sehingga memicu aksi perlawanan yang diinisiasi melalui pertemuan di Gunung Saniri Tepat di Bulan Mei 1817.

"Pattikakan atau Kapitan Sayyid Perintah" dari Louhata Amalatu ([[Sirisori Islam, Saparua Timur, Maluku Tengah|Siri-Sori Islam]]) pegang peranan mengatur strategi. Keadaan yang semakin panas, membuat Pattikakan bergegas mengumpumpulkan para Kapitan Patasiwa-Patalima di Gunung Saniri. Lewat surat kepada Para Kapitan, ia memberi seruan untuk berkumpul. Surat itu ditandai dengan Bulu Ayam berwarna Putih dan Hitam, yang artinya surat harus disebar baik Siang maupun Malam bagi siapapun yang menerimanya.

Semenjak saat itu Para Kapitano/Malesio yang berjumlah 99 mengirim Pasukan Kabaresinya masing-masing di mulai dari Negeri-Negeri yang ada di Pulau [[Pulau Saparua|Saparua]], [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusa laut]], [[Banda Neira]], Hatuhaha Amarima Lou Nusa, [[Haruku]], [[Leitimur]], [[Leihitu]], [[Kota Ambon|Ambon]] dan sekitarnya. Sedangkan untuk wilayah [[Pulau Seram]] yang diberi mandat sebagai Koordinasi Pasukan saat itu adalah "salah satu" Moyang dari [[Latu, Amalatu, Seram Bagian Barat|Negeri latu]] dan [[Hualoy, Amalatu, Seram Bagian Barat|Hualoy]] yaitu Kapitan Ahmad lussy dari Nusa Ina menuju [[Pulau Saparua]].<ref>{{Cite web|last=onlySavior|title=perlawanan terhadap belanda dimulai dengan penyerbuan benteng belanda duurtsde pada tanggal 15 mei 1817, perlawanan ini di pimpin thomas matulesi. dalam penyerbuan ini benteng duurtstede dapat di rebut rakyat, bahkan residen belanda. van den berg ikut tewas dalam pertempuran ini.|url=https://nesia.ir/post/perlawanan-terhadap-belanda-dimulai-deng.p713|website=nesia|language=Indonesian|access-date=2023-01-25}}</ref>

Di Pulau Saparua inilah 99 Kapitano/Malesio berkumpul di [[Tuhaha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Negeri Tuhaha]] "''Beinusa Amalatu"'' tepatnya di ''Gunung Saniri'' yang berbatasan dengan Negeri [[Sirisori Islam, Saparua Timur, Maluku Tengah|Siri-Sori Islam]]/[[Sirisori Amalatu, Saparua Timur, Maluku Tengah|Sarane]] untuk "''Bermusyawara''" bersama2 dalam mengatur strategi penyerangan ke [[Benteng Duurstede]].
Satu-satunya Pemberontak dari Muslim yang membawa Pasukan untuk menyerang Bangsa Penjajah Belanda dari arah zasirah tenggara Honimua "Siri-Sori Islam hanyalah Sayyid Perintah (Tuan Pemimpin) atau memiliki nama asli adalah "''Sarasa Sanaky Tepasiwa'' " dan telah dikisahkan Bahwa sang Pahlawan Legendaris ini, semasa hidupnya selalu menjadi Target untuk di cari oleh pihak [[Vereenigde Oostindische Compagnie di Nusantara|Vereenigde Oostindische Compagnie]], Sayyid Perintah selalu berpindah tempat dan bersembunyi di wilayah Benteng Ampatal Saillo, kemudian ke [[Hatumete, Tehoru, Maluku Tengah|Hatumete]] dan ke puncak Elhau untuk mengatur strategis dalam penyerangan ke [[Benteng Duurstede]].

==== Thomas Matulessy terpilih menjadi Kapitan Pattimura ====
Semua Kapitano/malesio Kabaresi berkumpul di Gunung Saniri [[Tuhaha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Negeri Tuhaha]] karena wilayah tuhaha dan wilayah [[Sirisori Islam, Saparua Timur, Maluku Tengah|Siri-Sori Islam]] merupakan Wilayah yang luas dan sangat strategis dalam memantau secara langsung dari ketinggian pergerakan Kaum Penjajah [[Bangsa Belanda]] yang ada di [[Benteng Duurstede]] dan Sekitarnya.

Kemudian di wilayah Gunung Saniri ini juga susah untuk [[Belanda]] melakukan Patroli kearah Gunung, karena penuh dengan resiko, hampir semua Pos Pejuang tersebar di Hutan-Hutan Tuhaha, Siri-Sori Islam/Sarane, Itawaka, [[Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ullath]] dan [[Ouw, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ouw]]. sehingga Belanda harus berfikir Seribu kali dalam melakukan Patroli/Pengawasan saat itu. Kapitan Sayyid Perintah dari Louhata merupakan Otak dari Penyerangan itu. Dia merupakan Satu diantara Penggagas untuk mengumpulkan Para Kapitan menyerang [[Benteng Duurstede]] yang dijaga ketat ratusan Tentara Kompeni pada saat itu. Sebelum penyerangan itu dilakukan, Sayyid Perintah menjalankan sebuah ritual ibarat “Saimbara” guna mencari siapa Kapitan yang bakal memimpin Pasukan melakukan Invasi ke pertahanan Belanda. “Saimbara” itu dilakukan dengan menanam sebuah [[Tombak]] yang ujungnya terhunus mengarah keatas. Para kapitan yang berkumpul diminta untuk bisa berdiri di atas Tombak. Siapa yang mampu menaklukkan permintaan itu akan ditunjuk menjadi Pemimpin Pasukan.

Satu per satu Kapitan yang berkumpul kemudian mencoba menunjukan kebolehan
Saimbara pun berlangsung. Tapi belum ada yang mampu memenuhi permintaan itu. Hingga salah satu kapitan dari Leawaka Amapatti [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Haria]] mampu melakukannya Kapitan itu ialah [[Thomas Matulessy]]. Kapitan itu naik ke ujung Tombak. Saat berdiri di ujung Tombak yang Terhunus itu, Kaki sang Kapitan berdarah karena tertikam ujung Tombak. Darah segar pun mengalir, setelah itu sang Kapitan turun dari Tombak dan disambut oleh Kapitan Sayyid Perintah.

==== Rapat umum Negeri Haria ====
Pada 7 Mei 1817 dalam rapat umum di Baileu Negeri Haria, Thomas Matulessy dikukuhkan dalam upacara adat sebagai Kapitan Besar.

"Yang memimpin rapat adalah Kapitan Aipassa. Namun ia tidak mau namanya disebut, sebab dalam kebiasaan waktu itu, bila nama seseorang dikenal, para lawan bisa menyusahkan bangsanya (soa/marga, red)".

Kapitan Aipassa dipercayakan memimpin rapat itu sebab lokasi itu adalah milik negeri Beinusa. Melalui rapat itu ditetapkan beberapa keputusan, antara lain: (a) semua kapitang besar harus memimpin rakyatnya untuk "angka parang lawang kompeni". (b) di mana ada kompeni di kerajaan-kerajaan kita, semua raja dan kapitang harus mengusir mereka, dan jangan bergaul dengan mereka, karena sudah "biking susah rakyat'. (c) ditunjuk Thomas Matulessy, sebagai Panglima Perang dan benteng Duurstede "musti dapa serang kamuka".

Pada 14 Mei 1817 Rakyat Maluku mengadakan pertemuan rahasia di Gunung Saniri untuk membahas rencana perlawanan terhadap Belanda. Dalam pertemuan tersebut, Rakyat memilih Thomas Matulessy sebagai Pemimpin Pergerakan dengan Gelar Kapitan Pattimura

Setelah dilantik, Pattimura kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya berjuang melawan Belanda yaitu Anthone Rhebok, Philips Latumahina, Lucas Selano, Aron Lisapaly, Melchior Kesaulya, Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.<ref>{{Cite journal|last=Madrohim dan Midhio, I. W.|date=2021|title=Study on the Implementation of the Total War Strategy in War Against the Dutch Occupation: Pattimura War Case Study|url=https://www.asianinstituteofresearch.org/_files/ugd/ed8b62_32f33cf583bf4e6e987c7da53a1cd880.pdf|journal=Journal of Social and Political Sciences|publisher=The Asian Institute of Research|volume=4|issue=2|pages=209|doi=10.31014/aior.1991.04.02.289|issn=2615-3718}}</ref>

==== Thomas Matulessy memimpin Rakyat Maluku melawan Belanda ====
Desas desus rencana perlawanan sebenarnya sudah sampai ke Residen di [[Pulau Saparua|Saparua]] dan bahkan pemerintah [[Belanda]] di [[Kota Ambon]] juga sudah mendapat informasi, tetapi diacuhkan karena dianggap sebagai rumor.<ref>{{Cite web|date=2021-09-06|title=Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura?|url=https://www.sinarharapan.net/thomas-matulessy-kapitan-poelo-atau-kapitan-pattimura/|website=sinarharapan.net|language=en-US|access-date=2023-01-25}}</ref>

Namun, apa yang dianggap sekadar rumor ini mengagetkan Pemerintah Belanda di [[Kota Ambon]] ketika Gubernur van Middelkoop pada 17 Mei 1817 memperoleh sepucuk surat yang dikirim istri Residen Van den Berg, Johanna Christina Umbgrove tertanggal 13 Mei 1817, yang menginfokan, kalau suaminya akan ditangkap Penduduk di [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Haria]] atau [[Porto, Saparua, Maluku Tengah|Porto]]. Dia melarikan diri ke Benteng dan meminta bantuan segera dikirim dari Kota Ambon.

Ketika informasi ini sampai ke Pemerintah Belanda di [[Kota Ambon]] 17 Mei 1817, perlawanan Rakyat yang dipimpin Thomas Matulessy tertanggal 15 Mei-16 Mei 1817 telah berhasil merebut [[Benteng Duurstede]] dan membantai Residen Johannes Rudolph Van den Berg, istrinya, tiga anaknya, dan pengasuh mereka. Satu-satunya orang Belanda yang selamat adalah Putra Van den Berg yang berusia Lima Tahun, Jean Lubbert.

Residen Van den Berg, sempat meminta bantuan, tapi catatannya tidak sempat terkirim dan catatan ini ditemukan belakangan yang menyatakan,

''“Sergeant komt spoedig cito met 12 man met scherp geladen, om mij te verlossen, alles is in oproer” Van den Berg.''

Kurang lebih berarti, ''"Sersan segera datang dengan 12 orang Bersenjata tajam, untuk menyelamatkan saya, semuanya dalam kekacauan".''<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-10-04|title=Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Pattimura di Saparua|url=https://www.kompas.com/stori/read/2022/10/04/190000779/latar-belakang-terjadinya-perlawanan-pattimura-di-saparua|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>

Persoalan bermula, ketika Residen Van den Berg mengirim seorang penjaganya ke Negeri [[Porto, Saparua, Maluku Tengah|Porto]] untuk menangani Arumbai (kapal tradisional Maluku) yang penuh muatan palisade (pagar kayu). Tapi, penjaga itu ditangkap dan dianiaya. Seketika itu, Para Pejuang Maluku menuju [[Benteng Duurstede]] di [[Pulau Saparua]].<ref>{{Cite web|date=2021-09-01|title=Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)|url=https://titastory.id/thomas-matulessy-kapitan-poelo-atau-kapitan-pattimura-2/|website=TitaStory|language=id-ID|access-date=2023-01-25}}</ref>

Penyerangan Pasukan Pattimura ke [[Benteng Duurstede]] ini menyebabkan Gubernur Maluku mengirimkan ekspedisi ke [[Pulau Saparua|Saparua]] pada 17 Mei 1817 untuk meredam perlawanan Rakyat, dengan kekuatan cukup besar, yakni 112 Pelaut dan Marinir dari Kapal Evertsen dan Nassau dan 188 Prajurit Garnisun di bawah komando Mayor Pioner Beetjes.

Pada 17 Mei, Pasukan Beetjes mendarat di Saparua. Mengetahui hal tersebut, dengan segera Thomas Matulessy mengatur taktik dan strategi pertempuran. Pasukan Rakyat sekitar 1.000 orang diatur dalam pertahanan sepanjang pesisir mulai dari teluk [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Haria]] sampai ke teluk [[Pulau Saparua|Saparua]]. Pattimura bersama pasukannya dan pada saat ekspedisi hampir mendekati Pulau [[Pulau Saparua|Saparua]] pejuang Thomas Matulessy sudah menunggu di Tepi Pantai. Ekspedisi Beetjes yang membawa sekitar 300 Prajurit & Pelaut ini gagal total. Ada 159 Prajurit & Pelaut yang tewas dari pihak Belanda, termasuk Mayor Beetjes. Pasukan & Pelaut yang selamat kembali ke Kota Ambon dan sempat berlabuh di Negeri Suli dan Pulau Haruku.
Peristiwa kemenangan Pasukan Thomas Matulessy ini telah mengobarkan semangat perlawanan Rakyat Maluku untuk melawan Belanda di hampir semua kepulauan rempah.<ref>{{Cite web|last=Redaksi|first=Tim|date=2021-09-02|title=Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)|url=https://bergelora.com/thomas-matulessy-kapitan-poelo-atau-kapitan-pattimura-2/|website=BERGELORA.COM|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>

Perlawanan Rakyat Maluku berikutnya meluas hingga ke Ambon dan ke Pulau-Pulau sekitarnya, yang berlangsung hingga beberapa bulan lamanya dan dikuasai oleh Rakyat yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura, Anthone Rhebok, [[Paulus Tiahahu]], [[Martha Christina Tiahahu]], Philips Latumahina, Sayyid Perintah, dan Thomas Pattiwael.

==== Proklamasi Negeri Haria ====
[[Berkas:Baileo Haria.jpg|jmpl|Rumah Adat Baileo Negeri Haria, Saparua, Maluku Tengah. Tempat dimana dibacakannya Proklamasi Haria 28 Mei 1817<ref name="tutuwawang.blogspot.com">{{Cite web|date=Minggu, 05 Oktober 2014|title=beta Masilli: Pahlawan Asal Maluku selain Pattimura & Martha Ch. Tiahahu|url=https://tutuwawang.blogspot.com/2014/10/pahlawan-asal-maluku-selain-pattimura.html|website=beta Masilli|access-date=2023-01-27}}</ref>]]Pada 20 Mei 1817 diadakan Rapat Raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Peringatan kebulatan tekad ini dikenal dengan nama Proklamasi Porto Haria yang berisi 14 pasal pernyataan dan ditandatangani oleh 21 Raja Patih dari pulau Saparua dan Nusalaut. Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya Front-Front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku Utara.<ref>{{Cite web|last=developer|first=mediaindonesia com|date=2022-11-01|title=Kisah Perjuangan Kapitan Pattimura dan Hal Positif yang Bisa Dicontoh|url=https://mediaindonesia.com/humaniora/534199/kisah-perjuangan-kapitan-pattimura-dan-hal-positif-yang-bisa-dicontoh|website=mediaindonesia.com|language=id|access-date=2023-01-28}}</ref>

Pada tanggal 20 Mei 1817 Pattimura kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya berjuang melawan Belanda yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latimahina, Lucas Selano, Arong Lisapaly, [[Melchior Kesaulya]], Sarassa Sanaki, [[Martha Christina Tiahahu]], dan [[Paulus Tiahahu]].<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-07-20|title=Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak Halaman all|url=https://regional.kompas.com/read/2022/07/20/182128678/sejarah-perang-pattimura-tokoh-penyebab-kronologi-dan-dampak|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>

Barulah 28 Mei 1817 “Proklamasi Haria” dan “Keberatan Hatawano” dibacakan tetapi sebelum dibacakan [[Melchior Kesaulya]] yang menandatangani “Proklamasi Haria” pada musyawarah besar di Baileu Haria tanggal 28 Mei 1817. Ia diangkat oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura sebagai salah satu Komandan Pasukan Rakyat di [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Pulau Haruku]] untuk merebut benteng Belanda “Zeelandia” dibawah pimpinan Kapitan Lukas Selanno yang dibantu oleh Kapitan Lukas Lisapaly alias Kapitan Aron. Serta Proklamasi Haria disusun oleh Thomas Matulessy.<ref name="tutuwawang.blogspot.com"/><ref>{{Cite web|title=GUNUNG SANIRI: Renungan Jelang... - Elifas Tomix Maspaitella|url=https://www.facebook.com/1420158039/posts/gunung-sanirirenungan-jelang-200-tahun-pattimura-3gunung-saniri-bisa-dikatakan-s/10215117569078843/|website=www.facebook.com|language=id|access-date=2023-01-26}}</ref>

1 Juni 1817 serangan berturut-turut yang dilancarkan oleh Pasukan Rakyat tidak berhasil karena Serdadu Belanda di Benteng Zeelandia semakin kuat dengan datangnya bantuan Militer dari Kota Ambon. Bala bantuan Serdadu Belanda terus berdatangan lengkap dengan Peralatan Perang, kemudian melakukan penyerangan ke Benteng Duurstede yang dikuasai Pasukan Pattimura. Karena terus dihujani Peluru dan Meriam, Benteng Duurstede akhirnya ditinggalkan Pasukan Pattimura dan kembali dikuasai Belanda. Dengan kedudukan Belanda yang semakin kuat.<ref>{{Cite web|title=Vredeburg.id|url=https://vredeburg.id/id/post/perjuangan-paripurna-kapitan-pattimura|website=vredeburg.id|access-date=2023-01-28}}</ref>

== Pengkhianatan & penangkapan Pattimura ==
Pasukan Belanda mengalami kewalahan dalam menghadapi perlawanan Rakyat Pattimura hingga pada bulan Juli 1817 - September 1817, Belanda mendatangkan Pasukan Kompeni dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet. Pada bulan Oktober 1817, Pasukan Belanda mulai menyerang Rakyat Maluku secara besar-besaran hingga dapat memadamkan perlawanan Rakyat Maluku dan merebut kembali Benteng Duurstede.<ref>{{Cite journal|last=Gemini|first=Red|title=Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC|url=https://www.academia.edu/8401228/Perlawanan_Rakyat_Maluku_Melawan_VOC}}</ref>

Selama berkuasa di Maluku, Pemerintah Belanda sempat dibuat repot selama Berbulan-bulan oleh kecerdikan Kapitan Pattimura yang pandai meramu strategi Perang. Kompeni itu bahkan hampir menyerah jika bala bantuan dari [[Batavia]] tidak datang dengan cepat. Bahkan Belanda akan memberikan Hadiah sebesar 1.000 Gulden kepada pihak yang berhasil menangkap Pattimura.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-11-09|title=Perang Saparua: Penyebab, Tokoh, Jalannya Perlawanan, dan Akhir Halaman 2|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/09/100000679/perang-saparua-penyebab-tokoh-jalannya-perlawanan-dan-akhir|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-01-24}}</ref>

Namun begitulah takdir, perjuangan Pattimura harus berakhir oleh pengkhianatan Rakyatnya sendiri, Raja Booi yang adalah Raja dari Negeri [[Booi, Saparua, Maluku Tengah]], yang selama ini mati-matian dibelanya. Oleh karena itu Pemerintah Belanda sudah mendapatkan informasi tempat persembunyian Thomas Matulessy melalui Raja Booi.

Malam 11 November 1817, Thomas Matulessy dan Pasukannya sedang berdiam di sebuah Rumah di Hutan Booi. Tidak ada perbincangan apapun, mereka hanya diam termenung. Tiba-tiba terdengar keramaian dari luar dan Pintu terbuka oleh tendangan seseorang. Beberapa Tentara merangsek masuk, mengarahkan senjata ke semua orang.
Seorang Opsir berteriak memberi perintah untuk menyerah, sambil mengarahkan Senjatanya ke dada Pattimura.

Kemudian masuk dan berteriak Raja Booi: ''“Thomas, menyerahlah engkau, Tidak ada gunanya melawan! Rumah ini sudah dikepung empat puluh serdadu yang siap menembak mati kalian.”''

''“Terkutuklah engkau, pengkhianat!”'' geram Pattimura, seraya digiring keluar dari Negeri Booi, sebelum diberangkatkan ke Kota Ambon.<ref name="ReferenceB">{{Cite web|date=2019-08-15|title=Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati - Historia|url=https://historia.id/militer/articles/pattimura-dihukum-mati-karena-dikhianati-P3N24|website=historia.id|language=id-ID|access-date=2023-01-24}}</ref>

Tidak disebutkan apakah Raja Booi mendapat imbalan atas pengkhianatannya itu. Namun I.O. Nanulaitta dalam Kapitan Pattimura menyebut alasan Raja Booi menjual informasi kepada Belanda karena dendam setelah Pattimura menurunkan posisinya sebagai Pemimpin Rakyat.

Kabar penangkapan Pattimura tersiar ke seluruh pelosok Negeri dengan sangat cepat. Para pemimpin perang lain pun segera menjadi target perburuan. Sebagian memilih meletakkan senjata, namun sebagian lain memutuskan tetap berperang. Mereka tidak ingin nasibnya berakhir di Tiang Gantung, dan terus melanjutkan perjuangan Pattimura. Setiba di Ambon, Pattimura dan sejumlah Pejuang yang tertangkap dikurung di benteng Victoria. Selama di dalam penjara, mereka diinterogasi oleh Tentara Belanda. Namun Pattimura menutup rapat-rapat mulutnya sehingga tidak banyak informasi yang didapat Belanda.

Memasuki bulan Desember, Para Tahanan dihadapkan di depan Ambonsche Raad van Justitie (Dewan Pengadilan Kota Ambon). Setelah melalui beberapa Sidang, Vonis pun dijatuhkan. Kapitan Pattimura, Anthone Rhebok, Sayyid Perintah, [[Melchior Kesaulya]] dan Philip Latumahina mendapat hukuman paling berat sebagai Pemimpin Perang, yakni Hukuman Gantung. Sementara tahanan lainnya diasingkan ke [[Jawa|Pulau Jawa]]. Pattimura dan Empat orang lainnya mengisi hari-hari terakhir menjelang ekseskusi dengan Renungan. “Suatu malam penuh ketegangan dan perjuangan batin, Pikiran Kelima Pemimpin itu melayang-layang ke sanak saudara. ''"Kebebasan yang mereka ingini menyebabkan korban besar yang harus mereka berikan, Tetapi sekarang kembali mereka akan ditindas oleh kaum Penjajah.''”<ref name="ReferenceB"/>

== Pattimura dihukum gantung==
[[Berkas:Benteng Victoria.jpg|jmpl|Benteng Victoria, Ambon, tempat Thomas Matulessy dan empat kapitan lainnya di hukum gantung<ref>{{Cite web|title=Kisah Heroik Kapitan Pattimura: Melawan Belanda, Digantung, dan Makam Misterius|url=https://kumparan.com/kumparannews/kisah-heroik-kapitan-pattimura-melawan-belanda-digantung-dan-makam-misterius-1yP8GVY5e7s|website=kumparan|language=id-ID|access-date=2023-01-25}}</ref>]]
Tanggal 16 Desember 1817, tibalah Hari eksekusi. Pagi-pagi sekali, Lima orang Pemimpin itu telah diperintahkan untuk bersiap. Tidak terlihat kecemasan di wajah Pattimura dan kawan-kawan seperjuangnya itu karena sehari sebelumnya para Pemuka Agama datang mengunjungi mereka dan semalaman menemani di dalam sel sambil terus memanjatkan doa.

Di lapangan depan [[Benteng Victoria]], di [[Hunitetu, Inamosol, Seram Bagian Barat|pesisir Hunitetu]], [[Kota Ambon]]. Tiang Gantung telah disiapkan. Para Algojo pun telah berdiri di sampingnya, menunggu Korbannya tiba. Sejumlah besar Tentara Belanda dipersiapkan, baik di sekitar Lapangan eksekusi maupun Pantai untuk menghalau segala bentrokan yang mungkin terjadi. Rakyat Maluku pun telah berkumpul, berusaha melihat Para Pemimpin mereka untuk terakhir kalinya.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-07-20|title=Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak|url=https://regional.kompas.com/read/2022/07/20/182128678/sejarah-perang-pattimura-tokoh-penyebab-kronologi-dan-dampak|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>

Sekitar pukul tujuh Pagi, Pattimura dan para Terhukum lainnya tiba dengan tangan terikat dan penjagaan yang amat ketat. Setelah mereka ditempatkan di depan Tiang Gantungan, Pemerintah Belanda masih menawarkan kerja sama sekali lagi kepada Thomas Matulessy
namun dijawab dengan suara lantang didepan Perwira-Perwira yang sedang menunggu eksekusi mereka.

''" Beta akan mati tetapi akan bangkit Pattimura-Pattimura Muda yang akan meneruskan Beta punya perjuangan"''<ref>{{Cite web|date=2016-05-16|title=Semangat Pattimura Dalam Dinamika Pembangunan Maluku|url=https://www.tribun-maluku.com/semangat-pattimura-dalam-dinamika-pembangunan-maluku/05/16/|language=id|access-date=2023-01-25}}</ref>

yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia ''"Pattimura - Pattimura tua boleh dihancur-kan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit."''

Seorang Petugas Pengadilan membacakan Putusan Vonis Hukuman Gantung Dewan Hakim Pengadilan Kota Ambon di hadapan seluruh Masyarakat Maluku yang hadir:

''“… Mereka akan dihukum Gantung sampai mati, dilaksanakan oleh para Algojo. Kemudian mayat mereka akan dibawa keluar dan digantung agar daging mereka menjadi mangsa udara dan burung-burung, dan digantung agar tulang belulang mereka menjadi debu sehingga dengan demikian menjadi suatu pelajaran yang menakutkan bagi turun-temurun. Bahwa Thomas Matulessy untuk selama-lamanya akan digantung di dalam sebuah kurungan besi dan sekalipun telah menjadi debu, akan menimbulkan ketakutan karena perbuatannya.”''<ref>{{Cite web|date=2019-08-15|title=Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati|url=https://historia.id/militer/articles/pattimura-dihukum-mati-karena-dikhianati-P3N24|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-01-25}}</ref>

Philips Latumahina menjadi yang pertama menaiki tiang gantung. Tali dipasangkan dan genderang dibunyikan. Namun sesaat kemudian ia terjatuh. Tali maut itu ternyata tidak mampu menahan beban Latumahina yang memang berbadan besar. Dengan susah payah, Algojo menyeretnya kembali ke depan Tiang Gantungan. Malang nasibnya, ia harus merasakan Tali Gantungan untuk kedua kalinya. Beberapa detik kemudian nyawa pun melayang.<ref>{{Cite web|title=Pahlawan Nasional Maluku|url=http://balagu.50webs.com/pahlawan/phmaluku/philipslatumahina.html|website=balagu.50webs.com|access-date=2023-01-25}}</ref>

Setelah Latumahina, berturut-turut Anthone Rhebok dan Sayyid Perintah menaiki Tiang Gantung. Tidak perlu usaha dan waktu terlalu lama bagi algojo mengeksekusi keduanya. Setelah genderang dibunyikan, nyawa keduanya dengan cepat terlepas.

Selanjutnya dilanjutkan oleh Terpidana Hukuman Mati yang ke empat [[Melchior Kesaulya]] empat orang pejuang telah berpulang.

Kini tibalah Giliran Sang Panglima Tertinggi Maluku berhadapan dengan Tiang Gantungan. Dari atas tempat eksekusi ia bisa melihat puluhan musuh yang sangat ingin ia hancurkan sedang menontonya. Sementara di kejauhan ia menatap Rakyat Maluku yang hendak ia bebaskan, meski gagal.

Thomas Matulessy naik ke atas dengan langkap mantap. Saat algojo memasangkan tali di lehernya, sambil mengarahkan pandangannya ke arah Hakim-Hakim Belanda, Dengan suara tenang dan keras Thomas Matulessy mengucapkan kata-kata perpisahannya: “Slammat Tinggal Toewan-toewan!” Ini merupakan kata terakhir Thomas Matulessy.<ref name="ReferenceB" />

==== Pahlawan dari staf inti Thomas Matulessy yang di hukum gantung ====

====Philips Latumahina====
Philips Latumahina Letnan orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam perang Pattimura di tahun 1817. Bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut benteng Duurstede pusat pertahanan Belanda di kota Saparua dan membantu Thomas dalam pertempuran melawan tentara Belanda di pantai Waisisil di Saparua. Philips juga ikut memimpin pertempuran-pertempuran di Saparua, Tiouw dan tempat-tempat pertempuran lainnya di Jasirah Hatawano dan Jasirah Tenggara ([[Ouw, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ouw]] – [[Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ullath]]).

Pahlawan yang adalah staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura ini juga bekas mantan pasukan “Korps Limaratus”. Ia tertangkap bersama Johanis Matulessy kakak Thomas Matulessy pada tanggal 13 Nopember 1817 oleh pasukan Letnan Veerman di Hutan Booi – Paperu. Mereka ditahan dan diangkut dengan kapal perang “Reygersbergen”. Pada tanggal 12 Desember 1817, Ambonsche Raad van Justitie (Pengadilan Belanda di Kota Ambon) menjatuhkan hukuman mati gantung atas diri Letnan Philips Latumahina. Vonis ini disahkan oleh Laksanaman Buyskes dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 129.

Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim, pasukan Alifuru dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina menjalani hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas<ref>{{Cite web|title=Pahlawan Nasional Maluku|url=http://balagu.50webs.com/pahlawan/phmaluku/philipslatumahina.html|website=balagu.50webs.com|access-date=2023-01-27}}</ref>
====Anthone Rhebok====
Anthone Rhebok Kapten orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam perang Pattimura pada tahun 1817 yang dipimpin oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura. Anthone Rhebok bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut benteng Duurstede dan memimpin pertempuran melawan ekspedisi tentara Belanda di pantai Waisisil di Pulau Saparua. Anthone Rhebok juga diserahi tugas oleh Thomas Matulessy untuk mengatur pertahanan rakyat di Pulau Nusalaut dan merebut benteng Belanda yaitu Beverwijk di Sila Leinitu. Ia juga aktif di medan-medan pertempuran di Pulau Saparua dan sekitarnya.

Pahlawan dari staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura yang juga bekas mantan pasukan “Korps Limaratus” tentara cadangan Inggris itu tertangkap bersama Patih Negeri Tiouw Jacobus Pattiwael pada tanggal 13 November 1817. Mereka diangkut dengan kapal perang “Evertsen” ke Ambon. Di atas kapal dia bertemu dengan panglimanya Thomas Matulessy dan lain-lain tawanan. Anthone Rhebok mendapat hukuman mati gantung oleh Pengadilan Belanda Ambonsche Raad van Justitie. Laksamana Buyskes mengesahkan hukuman tersebut dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 131. Akhirnya pada tanggal 16 Desember 1817 Anthone Rhebok menaiki tiang gantungan sebagai orang kedua bersama Thomas Matulessy di lapangan eksekusi di depan benteng Victoria di kota Ambon.<ref>{{Cite web|title=Pahlawan Nasional Maluku|url=http://balagu.50webs.com/pahlawan/phmaluku/anthonerebok.html|website=balagu.50webs.com|access-date=2023-01-27}}</ref>
====Sayyid Perintah====
Sayyid Perintah alias Pattikakang adalah raja pertama Negeri (Desa) Siri Sori Islam di Pulau Saparua dari marga Pattisahusiwa. Penulis-penulis Belanda menulis nama Sayyid juga sebagai Sayat (Sayat Perintah). Tokoh ini ikut berjuang menentang Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817 bersama Sarasa Sanaki yaitu Patti Siri Sori Islam yanag diangkat Thomas Matulessy Kapitan Pattimura dan yang menandatangani “Proklamasi Haria”. Verheull menulis bahwa Sayyid Perintah dihukum mati gantung pada pagi hari tanggal 16 Desember 1817 bersama keempat pahlawan lainnya yaitu Anthone Rhebok Kapten Borgor, Philip Latumahina Letnan Borgor, Melchior Kesaulya alias Pattisaha dan Thomas Matulessy alias Pattimura.

====Melchior Kesaulya====
Melchior Kesaulya yang namanya dieja sebagai Melojier Kesaulya alias Kapitan Pattisaha adalah raja Siri Sori yang diangkat Thomas Matulessy sebagai pembantuanya menggantikan raja Salomon Kesaulya yang berkhianat dan tewas dalam pertempuran di pantai Waisisil dengan Mayor Beetjes tanggal 20 Mei 1817. Melchior-lah yang menandatangani “Proklamasi Haria” pada musyawarah besar di Baileu Haria tanggal 28 Mei 1817. Ia diangkat oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura sebagai salah satu komandan pasukan rakyat di Pulau Haruku untuk merebut benteng Belanda “Zeelandia” di bawah pimpinan Kapitan Lukas Selanno yang dibantu oleh Kapitan Lukas Lisapaly alias Kapitan Aron.

Ketiga kapitan ini pernah berdinas dalam kesatuan tentara Inggris yaitu Korps Limaratus di bawah pimpinan Sersan Mayor Thomas Matulessy. Pada akhir peperangan, Melchior tertangkap dan dibawa bersama para kapitan lain ke Ambon. Dia diputuskan mendapat hukuman mati gantung oleh Ambonsche Raad van Yustitie (Pengadilan Belanda di Ambon). Vonisnya disahkan Laksamana Buyskes dengan Surat Keputuan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 132. Ia naik tiang gantungan pada pagi hari tanggal 16 Desember 1817 bersama Thomas Matulessy, Anthone Rhebok dan Philips Latumahina. Melchior Kesaulya merupakan orang ketika yang naik tiang gantuangan dan yang terakhir adalah pahlawan Thomas Matulessy

Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim, pasukan dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina menjalani hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas.<ref>{{Cite journal|date=2022-02-10|title=Melchior Kesaulya|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Melchior_Kesaulya&oldid=20560502|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref>

==Matulessia menjadi Matulessy==
Berdasarkan keterangan beberapa orang yang bermaga Matulessy, setelah perang Pattimura, Belanda tidak menerima raja, patih, murid, pegawai, serdadu atau agen polisi, yang bermarga Matulessia. Matulessia merupakan perubahan dari Matatulalessi (mata: mati, tula: dengan, lessi: lebih). "Fam itu harus diganti, lalu ada keluarga yang berganti fam menjadi Matulessy atau Matualessy,"

Namun, ada yang tetap memakai Matulessia. Di Hulaliu, keluarga itu mengganti namanya menjadi Lesiputih artinya putih lebih yang mengandung makna orang putih yang menang. Pada 1920, atas rekes (surat permohonan) dari keluarga tersebut, Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum, memutuskan mengizinkan keluarga Lesiputih memakai nama Matulessy lagi.<ref name="historia.id"/>

== Gelar pahlawan nasional==
Pada tahun 1954, Sapija, seorang perwira TNI, Tentara Nasional Indonesia (Tentara Nasional Indonesia), menerbitkan buku Sedjarah Perdjuangan Pattimura (Sejarah Pertempuran Pattimura). Ia meneliti silsilah Matulessy dan menemukan bahwa kakeknya bergelar Pattimura (patih: pangeran; murah: murah hati). Itulah sebabnya gelar leluhur ini juga menjadi milik cucunya. Atas otoritas Johannes Latuharhary, Sapija, dan sejarawan nasionalis lainnya, .
Thomas Matulessy bergelar Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai pahlawan Nasional Republik Indonesia pada tahun 1973 melalui Keputusan Presiden nomor 87/TK, oleh [[Pemerintah Indonesia]] sebagai bentuk penghormatan kepadanya.<ref>{{Cite web|date=2022-07-05|title=Menggelar Gelar Pattimura|url=https://historia.id/politik/articles/menggelar-gelar-pattimura-vQz3A|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-01-25}}</ref><ref>{{Cite journal|date=2022-12-26|title=Daftar pahlawan nasional Indonesia|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Daftar_pahlawan_nasional_Indonesia&oldid=22468731|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref>

==Penghargaan Pattimura==
Nama Pattimura kini diabadikan sebagai nama [[Universitas Pattimura]], [[Kodam XV/Pattimura]] dan [[Bandar Udara Internasional Pattimura]] di [[Kota Ambon|Ambon]].<ref>{{Cite web|title=Ada Peristiwa Apa pada Tanggal 16 Desember?|url=https://kumparan.com/kabar-harian/ada-peristiwa-apa-pada-tanggal-16-desember-1zREP5Y2JLC|website=kumparan|language=id-ID|access-date=2023-01-29}}</ref>
Dan juga [[Kapal Perang]] [[Indonesia]] [[KRI Kapitan Patimura (371)]]<ref>{{Cite web|last=VIVA|first=PT VIVA MEDIA BARU-|date=2020-06-24|title=KRI Kapitan Pattimura 371, Kapal Jenis Korvet Pertama Indonesia|url=https://www.viva.co.id/militer/militer-indonesia/1224143-kri-kapitan-pattimura-371-kapal-jenis-korvet-pertama-indonesia|website=www.viva.co.id|language=id|access-date=2023-01-29}}</ref> beserta di Gambar Mata Uang Republik Indonesia [[Rp1.000]] Thomas Matulessy<ref>{{Cite web|last=Chaeroni|first=Fitri|title=Pahlawan di Lembaran Uang: Kisah Pattimura|url=https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20161103130049-445-169973/pahlawan-di-lembaran-uang-kisah-pattimura|website=student|language=id-ID|access-date=2023-01-29}}</ref>, Kapitan Pattimura Emisi 2000-2016. dan jalan, serta patung; ada juga jalan-jalan yang dinamai menurut namanya di seluruh [[indonesia]]. Di [[Wierden]], [[Belanda]], sebuah jalan di [[lingkungan]] [[Maluku]] dinamai Pattimura.<ref>{{Cite web|title=10 Orang Indonesia yang Namanya Diabadikan sebagai ‘Nama Jalan’ di Luar Negeri. Ada Presiden, Ada Pula Rakyat Biasa|url=https://floresku.com/read/10-orang-indonesia-yang-namanya-diabadikan-sebagai-nama-jalan-di-luar-negeri-ada-presiden-ada-pula-rakyat-biasa|website=floresku.com|language=id|access-date=2023-01-29}}</ref>

==Gunung Frikadel==
[[Berkas:Gunung Frikadel.jpg|jmpl|Bukti Peta Gunung Frikadel tempat rahasia di mana Thomas Matulessy dan pasukannya membantai tentara Belanda.<ref name="tribun-maluku.com">{{Cite web|date=2017-04-10|title=Alexander Jacob Patty (2), "Hiduplah Gunung Saniri"|url=https://www.tribun-maluku.com/alexander-jacob-patty-2-hiduplah-gunung-saniri/04/10/|language=id|access-date=2023-01-26}}</ref>]]
Dalam salah satu tulisan dari A.Y. Patty pada Harian Mena Moeria (1924) yang berjudul "Hiduplah Gunung Frikadel" (Bld. Frikandel sama dengan perkedel). Ini dianggap sebagai penghinaan kepada [[Hindia Belanda]], karena itu merupakan tempat rahasia di mana Thomas Matulessy dan pasukannya membantai tentara Belanda.

lokasi itu berada di bawah gunung Saniri, tepatnya di bagian belakang lokasi Kuburan Cina saat ini. Istilah Pirkadel, begitulah dikatakan dalam dialeg Tuhahanya, artinya perkedel. Jadi kita bisa membayangkan bagaimana peristiwa peperangan itu sendiri, dan mengapa tulisan A.Y. Patty menimbulkan kemarahan Belanda saat itu.<ref name="tribun-maluku.com"/>

Goenong Frekadel, 1898 Gunung/bukit Frekadel (vorkadel, porkadel) ini pertama kali ditulis dalam arsip Belanda pada tanggal 9 September 1815. Nama bukit ini disebut dalam sebuah laporan milik Letnan 2 Laut Jan Janszoon Boelen yang bertugas di kapal perang (fregat) Maria Reijsbergen.
Jurnal ini berisi catatan harian dari tanggal 9 September 1815 – 10 Agustus 1819.

Nama gunung/bukit ini muncul lagi pada arsip tanggal 16 Maret 1829, berupa proses verbal atau interogasi terhadap para pelaku pemberontakan Saparua tahun 1829 yang dibuat oleh Asisten Residen Saparoea – Haruku, Johanes van der Ebb. Menurut isi laporan itu, gunung ini dijadikan tempat pertemuan merancang pemberontakan., Johannes van der Ebb menulis namanya Goenong Frekadel.

Nama gunung/bukit ini muncul lagi pada arsip tanggal 25 September 1829, yang garis besarnya tentang proses verbal para pelaku pemberontakan.
Prof. Karl Martin, seorang ahli geologi mendeskripsikan gunung/bukit Frekadel sbg berikut : Pada bagian “tengah” negeri [[Pulau Saparua|Saparua]], di sebelah timur gunung/bukit Rila, terdapat sebuah gunung/bukit yang bernama Frekadel, tingginya lebih kurang 130 Meter. Di sebelah barat daya dari bukit ini, terdapat gunung/bukit Kayu Putih Besar (Kajuputi besar), tingginya lebih kurang 180 Meter. “Kaki” gunung/bukit ini akan berakhir pada lokasi Benteng Duurstede dan Tanjung Torano yang berlokasi di dekat pantai.

Bukit/gunung Kayu Putih Besar inilah yang sekarang dikenal sebagai Gunung Saniri.<ref>{{Cite web|title=Saparua Kota - Goenong Frekadel, 1898 Gunung/bukit...|url=https://www.facebook.com/321622138012029/posts/goenong-frekadel-1898gunungbukit-frekadel-vorkadel-porkadel-ini-pertama-kali-dit/1083188341855401/|website=www.facebook.com|language=id|access-date=2023-01-26}}</ref>

== Kontroversi ==

=== Nama asli ===
Identitas Kapitan Pattimura sudah berulang kali ditentang oleh sebagian kalangan dengan menyatakan bahwa nama aslinya adalah Ahmad Lussy. Klaim ini pertama sekali mencuat ke publik oleh publikasi Ahmad Mansur Suryanegara. Namun, tidak ada dokumen primer yang memuat nama Ahmad Lussy.<ref>{{Cite web|last=Ali|first=Husain|title=Benarkah Kapitan Pattimura Bernama Asli Ahmad Lussy, Bukan Thomas Matulessy? Ini Penjelasan Sejarawan - Portal Majalengka|url=https://portalmajalengka.pikiran-rakyat.com/majalengka/pr-834934326/benarkah-kapitan-pattimura-bernama-asli-ahmad-lussy-bukan-thomas-matulessy-ini-penjelasan-sejarawan|website=portalmajalengka.pikiran-rakyat.com|language=id|access-date=2022-07-09}}</ref> Menurut sejarawan dari [[Universitas Pattimura]], Jhon Pattiasina, Thomas Matulessy dan Ahmad Lussy adalah dua orang yang berbeda. Thomas Matulessy berasal dari Saparua, tempat Pemberontakan Pattimura berlangsung pada 1817. Sedangkan, Ahmad Lussy berasal dari [[Hualoy, Amalatu, Seram Bagian Barat]]. Ahmad Lussy bertugas memimpin pasukan dari Hualoy menuju Saparua untuk bergabung dalam Pemberontakan Pattimura.<ref>{{Cite web|title=Sejarawan: Nama Kapitan Pattimura Tak Perlu Diperdebatkan Lagi|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220708081500-20-818799/sejarawan-nama-kapitan-pattimura-tak-perlu-diperdebatkan-lagi|website=nasional|language=id-ID|access-date=2022-07-09}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist|2}}
{{reflist|2}}
==Daftar pustaka==
*{{cite web
|url = https://regional.kompas.com/read/2022/07/20/182128678/sejarah-perang-pattimura-tokoh-penyebab-kronologi-dan-dampak
|title = Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak
|last = Setyaningrum
|first = Puspasari
|date = 20 Juli 2022
|website = Kompas.com
|publisher = PT. Kompas Cyber Media
|access-date = 03 Februari 2024
|ref = {{sfnref|Setyaningrum|20 Juli 2022}}
}}
*{{cite web
|url = https://nasional.kompas.com/read/2008/05/15/08022810/~Regional~Maluku%20Papua
|title = Patung Pattimura Seberat 4 Ton Diresmikan
|last =
|first =
|date = 15 Mei 2008
|website = Kompas.com
|publisher = PT. Kompas Cyber Media
|access-date = 03 Februari 2024
|ref = {{sfnref||15 Mei 2008}}
}}
*{{cite web
|url = https://bergelora.com/thomas-matulessy-kapitan-poelo-atau-kapitan-pattimura-2/
|title = Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)
|last =
|first =
|date = 02 September 2021
|website = Bergelora.com
|publisher =
|access-date = 03 Februari 2024
|ref = {{sfnref||02 September 2021}}
}}
*{{cite web
|url = https://kumparan.com/kumparannews/kisah-heroik-kapitan-pattimura-melawan-belanda-digantung-dan-makam-misterius-1yP8GVY5e7s
|title = Kisah Heroik Kapitan Pattimura: Melawan Belanda Digantung, dan Makam Misterius
|last =
|first =
|date = 05 Juli 2022
|website = Kumparan News
|publisher = PT. Dynamo Media Network
|access-date = 03 Februari 2024
|ref = {{sfnref||05 Juli 2022}}
}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* [http://maluku.startpagina.nl/ The MATULESSY Web Site]
* [http://maluku.startpagina.nl/ The MATULESSY Web Site]
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=cUoGJSs9yOUC |title=A History of Christianity in Indonesia |first1=Jan |last1=Aritonang |first2=Karel |last2=Steenbrink |volume=35 |series= Studies in Christian mission |publisher=Brill |year=2008 |location=Leiden |isbn=978-1-109-18566-9 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=cUoGJSs9yOUC |title=A History of Christianity in Indonesia |first1=Jan |last1=Aritonang |first2=Karel |last2=Steenbrink |volume=35 |series= Studies in Christian mission |publisher=Brill |year=2008 |location=Leiden |isbn=978-1-109-18566-9 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=rVQoHVbUNvIC |title=Standard Catalog of World Paper Money. Volume 3, Modern Issues 1961-Date |last=Cuhaj |first=George |year=2004 |publisher=Krause Publications |location=Iola |isbn=978-0-87349-800-5 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=rVQoHVbUNvIC |title=Standard Catalog of World Paper Money. Volume 3, Modern Issues 1961-Date |last=Cuhaj |first=George |year=2004 |publisher=Krause Publications |location=Iola |isbn=978-0-87349-800-5 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=rVQoHVbUNvIC |title=Mengenal Pahlawan Indonesia |trans-title=Knowing Indonesian Heroes |language=id |first=Arya |last=Ajisaka |first2=Dewi |last2=Damayanti |publisher=Kawan Pustaka |year=2010 |location=Jakarta |edition=Revised |isbn=978-979-757-430-7 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=rVQoHVbUNvIC |title=Mengenal Pahlawan Indonesia |trans-title=Knowing Indonesian Heroes |language=id |first=Arya |last=Ajisaka |first2=Dewi |last2=Damayanti |publisher=Kawan Pustaka |year=2010 |location=Jakarta |edition=Revised |isbn=978-979-757-430-7 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=sez9aXBgIJoC |title=Separatism and State Cohesion in Eastern Indonesia |last=Lundry |first=Chris |publisher=Arizona State University |year=2009 |location=Ann Arbor |isbn=978-1-109-18566-9 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=sez9aXBgIJoC |title=Separatism and State Cohesion in Eastern Indonesia |last=Lundry |first=Chris |publisher=Arizona State University |year=2009 |location=Ann Arbor |isbn=978-1-109-18566-9 }}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=N5jc0h1BktwC |title=Sejarah Nasional Indonesia: Nusantara di Abad ke-18 dan ke-19 |trans-title=Indonesia's National History: Nusantara in 18th and 19th Century |language=id |first1=Marwati Djoened |last1=Poesponegoro |first2=Nugroho |last2=Notosusanto |author-link2=Nugroho Notosusanto|publisher=Balai Pustaka |year=1992 |location=Jakarta |volume=4 |isbn=978-979-407-410-7 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=N5jc0h1BktwC |title=Sejarah Nasional Indonesia: Nusantara di Abad ke-18 dan ke-19 |trans-title=Indonesia's National History: Nusantara in 18th and 19th Century |language=id |first1=Marwati Djoened |last1=Poesponegoro |first2=Nugroho |last2=Notosusanto |author-link2=Nugroho Notosusanto |publisher=Balai Pustaka |year=1992 |location=Jakarta |volume=4 |isbn=978-979-407-410-7 }}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=a53K2ngY_Y8C |title=Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia |trans-title=Footsteps of Heroes: Uniters of the Indonesian People |language=id |first=J. B. |last=Sudarmanto |publisher=Gramedia Widiasarana Indonesia |year=2007 |location=Jakarta |isbn=978-979-759-716-0 }}
* {{cite book |url=https://books.google.com/books?id=a53K2ngY_Y8C |title=Jejak-Jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia |trans-title=Footsteps of Heroes: Uniters of the Indonesian People |language=id |first=J. B. |last=Sudarmanto |publisher=Gramedia Widiasarana Indonesia |year=2007 |location=Jakarta |isbn=978-979-759-716-0 }}



{{Pahlawan Indonesia|state=collapsed}}
{{Pahlawan Indonesia|state=collapsed}}
{{lifetime|1783|1817|Pattimura, Kapitan}}
{{lifetime|1783|1817|Pattimura, Kapitan}}


[[Kategori:Tokoh dari Saparua]]
[[Kategori:Tokoh Maluku]]
[[Kategori:Tokoh Maluku]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Daftar pahlawan nasional Indonesia yang beragama Kristen]]
[[Kategori:Tokoh yang dihukum mati]]
[[Kategori:Tokoh yang dihukum mati]]
[[Kategori:Tokoh Indonesia yang dieksekusi]]

[[Kategori:Orang Maluku]]



{{Indo-bio-stub}}

Revisi terkini sejak 19 Oktober 2024 07.10

Thomas Matulessy
Gambar Kapitan Pattimura diabadikan dalam salah satu perangko
JulukanKapitan Pattimura
Lahir(1783-06-08)8 Juni 1783
 Hindia Belanda Haria, Saparua, Maluku Tengah
Meninggal16 Desember 1817(1817-12-16) (umur 34)
 Hindia Belanda Victoria, Ambon, Kepulauan Maluku
Pengabdian Perusahaan Hindia Timur Britania Raya
Dinas/cabang Angkatan Darat Britania Raya
PangkatSersan Mayor
Perang/pertempuranPerang Pattimura (1817)
PenghargaanPahlawan Nasional Indonesia
(diterima 6 November 1973)

Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia, dikenal sebagai Kapitan Pattimura atau Pattimura (8 Juni 1783 – 16 Desember 1817), adalah Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Haria, Saparua, Maluku.[1][2][3]

Menurut buku "Kisah Perjuangan Pattimura" yang ditulis oleh Mathijs Sapija, Pattimura tergolong keturunan bangsawan dari Nusa Ina.

Asal usul

Kapitan Pattimura lahir sebagai Thomas Matulessy pada 8 Juni 1783 di Saparua.[4][5] Leluhur keluarga Matulessy berasal dari Pulau Seram. Turun-temurun mereka berpindah Moyang Thomas Matulessy ke Titawaka (sekarang Negeri Itawaka). Di antara turunannya ada yang menetap di Negeri Itawaka, ada yang berpindah ke Negeri Ullath, dan ada yang berpindah ke Negeri Haria. Yang di Haria menurunkan ayah dari Yohannis dan Thomas. ayah dari Thomas Matulessy yang bernama Frans Matulessy lahir di Itawaka datang ke Negeri Haria belum menikah Ketika ayah dari Thomas Matulessy menetap di Negeri Haria Ayah dari Thomas Matulessy tersebut sudah tidak kembali lagi ke Itawaka dan menikah dengan Ibu dari Thomas yang bernama Fransina Silahooi yang berasal dari Siri Sori Serani.[6] Orang tua dari Thomas Matulessy bernama Frans Matulessy dan Fransina Silahooi, dan Thomas memiliki seorang kakak laki-laki bernama Yohannis Matulessy.[7] “Keluarga Matulessy beragama Kristen Protestan. Nama Yohannis dan Thomas diambil dari Alkitab,”.[8]

Kehidupan Pribadi

Thomas tidak menikah sedangkan Yohannis menurunkan keluarga Matulessy yang mendiami Negeri Haria. Zeth Matulessy, seorang pegawai pekerjaan umum Provinsi Maluku, menjadi Ahli waris Thomas dan Yohannis, yang memegang Surat pengangkatan Kapitan Pattimura sebagai Pahlawan Nasional. dia juga menyimpan Pakaian, Parang dan Salawaku milik Pattimura.[6]

Thomas Matulessy bergabung dengan dinas Militer Inggris Tahun 1810-1816

Gambar 1000 rupiah Thomas Matulessy, Kapitan Pattimura Emisi 2000-2016.[9]
Patung Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy) di Kota Ambon pada tahun 2013.[10]

Pada tahun 1810, Kepulauan Maluku diambil alih dari Pemerintah Belanda oleh Pemerintahan Inggris.[11] Pemerintah Inggris menjadi penguasa Tunggal di Kepulauan Maluku, Rakyat di atur dalam suasana Kebebasan. Pemerintah Inggris juga belajar atas kesalahan Pemerintah Belanda pada masa lalu, juga melihat kebijakan Pemerintah Belanda sebelumnya yang dianggap merugikan dan menyulut reaksi Rakyat untuk melawan. Dampak baru Pemerintahan Inggris di Kepulauan Maluku dinilai baik oleh semua kalangan. Rakyat tidak merasa adanya tekanan seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda sebelumnya. Hal itu dirasakan juga oleh Thomas Matulessy dan Teman-teman seperjuangannya di Kepulauan Lease, Maluku Tengah. Sesekali Thomas memanfaatkan kelonggaran peraturan Pemerintah Inggris itu untuk bekayuh ke Kota Ambon, mencari informasi sebanyak-banyaknya dari pusat pemerintahan Inggris di Maluku. Ketika Pemerintah Inggris mengumumkan penarikan Pemuda-Pemuda Maluku untuk menjadi bagian dari Kesatuan Militer Inggris, Thomas Matulessy dan teman-temannya segera mendaftar dan tak sedikitpun dari mereka ragu untuk menjadi bagian dari barisan Bangsa Asing tersebut.[12]

Alasan kuat yang membuat Thomas Matulessy memilih bergabung adalah tugas Tentara Rakyat yang dibentuk untuk menjaga wilayah kekuasaan Inggris dari pihak luar, atau secara tidak langsung juga turut menjaga Rakyat Maluku. Selain itu tidak sama seperti Belanda yang mengirim Tentara Rakyat ke Batavia, Pemerintah Inggris akan menempatkan mereka di Kota Ambon. Ada syarat-syarat tertentu agar dapat lolos seleksi Tentara Rakyat. Dua di antaranya adalah Tes Kesehatan dan Uji kemampuan Fisik. Setelah seluruh proses selesai dilakukan terpilihlah 500 orang, termasuk Thomas Matulessy, untuk bergabung dalam kesatuan Militer Inggris di Kota Ambon. Mereka dibayar cukup tinggi dan bertempat tinggal di Asrama Militer Angkatan Darat Britania Raya Kota Ambon.[12]

Tidak lupa para Perwiranya diberi Seragam yang baik. “Latihan berperang, pendaratan di berbagai pantai yang berombak, Berpasir Putih hingga Berkarang adalah latihan-latihan yang sungguh" dipersiapkan untuk Menangkis dan Menyerang Musuh.” Tentara Inggris cukup baik dalam melatih Para Perwira baru ini, Berbagai macam pelatihan menggunakan Senjata Api dipelajari selama berada di sana. Oleh karena perang yang masih terus berkecamuk antara Inggris dan Prancis dibantu Belanda, Pemerintahan Inggris di Maluku selalu dalam kondisi Siaga. Setelah dirasa siap, Matulessy dan Perwira lainnya disebar ke pulau-pulau di seluruh Negeri Maluku[12]

Selama pelatihan, Matulessy menunjukkan Keterampilan, Kecakapan, dan Kemampuan Memimpin melebihi teman-temannya yang lain. Ia pun cepat mendapat Promosi dan dipercaya menjadi Pemimpin bagi Angkatannya. Kurang lebih Matulessy berkarir di Militer Inggris selama Tujuh Tahun dan pada tanggal 19 Agustus 1816 karir Militer Thomas Matulessy berakhir. Pangkat terakhir yang diterima Thomas Matulessy adalah Sersan Mayor.[13] dari Jabatan Sersan Mayor inilah Thomas Matulessy mengubah Marganya yang pada awalnya bermarga matulessy menjadi Matulessia dengan alasan bahwa Marga Matulessy yang dipakai Thomas tidak sesuai dengan jabatan Sersan Mayor yang ia terima.

Perang Pattimura tahun 1817

Kekuasaan Inggris diserahkan kepada pihak Belanda

Inggris menduduki wilayah Hindia Belanda pada 1810-1811. Namun, kekalahan Inggris dalam perang melawan Prancis dan Belanda menyebabkan Inggris harus mengembalikan wilayah Hindia Belanda kepada Belanda melalui Konvensi London pada tahun 1814. Tetapi, realisasi baru terjadi pada tahun 1816. Bahkan di Maluku peralihan baru terjadi pada tahun 1817.[14]

Kekuasaan atas Maluku dipindahkan dari Gubernur Inggris, W. B. Martin kepada Komisaris Pemerintah Belanda, Nicolaas Engelhard dan J. A. van Middelkoop di Benteng Victoria pada 24 Maret 1817. Keduanya tiba di Ambon pada Februari 1817.

Tiga kapal Belanda melepas jangkar di Teluk Ambon. Kapal Evertsen dibawa Komando Kapten Laut N.H. Dietz yang meninggal 24 Maret 1817 sehingga digantikan Letnan Laut QRM Ver Huell. Kapal Nassau dibawa Komando Kapten Laut Sloterdijk dan Kapal Maria Reigersbergen dibawa Komando Letnan Laut Groot.

Perubahan penguasa ini berdampak pada perubahan kebijakan pada masa Inggris dan Belanda. Hal ini memicu ketidakpuasan di Maluku, terutama di kawasan Kepulauan Lease dan sekitarnya. Residen Honimoa (Saparua) dijabat Johannes Rudolph van den Berg sejak Maret 1817.[15]

Kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongitochten), serta mengabaikan Traktat London I, antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan Korps Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa

"Jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku, maka Para Serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki Dinas Militer Pemerintah Baru atau keluar dari Dinas Militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan Dinas Militer Ambon ini dipaksakan."[16]

Seluruh Kapitan Maluku berkumpul di Gunung Saniri

Kedatangan kembali Kolonial Belanda pada tahun 25 Maret 1817 mendapat pertentangan keras dari Rakyat menolak tegas kedatangan Belanda Hal ini disebabkan karena kondisi Politik, Ekonomi, dan Hubungan Kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Hal ini yang membuat semua Negeri di Maluku marah, sehingga muncul istilah di kalangan Masyarakat Maluku, suatu peribahasa yang digunakan yaitu (Pantung) pada saat itu, sesuai cerita Orang Tua di Maluku.

Pantung itu berisi kalimat protes: "cengkeh cupa-cupa, beras gantang-gantang, orang laeng yang susah, orang laeng tarima gampang."

Itu merupakan sikap protes Masyarakat atas Monopoli buah Cengkeh & Pala yang sedang dilakukan Kompeni pada waktu itu. Pantung itu lahir dari keadaan bahwa karena hasil Cengkeh melimpah dan Kompeni datang ke Negeri-Negeri membuat hal-hal untuk "kasih sanang masyarakat" lalu mereka mengambil semua hasil (Cengkeh, red) dengan cuma-cuma atau dengan harga sangat murah. Hal ini menggelisahkan hati semua Penduduk sehingga memicu aksi perlawanan yang diinisiasi melalui pertemuan di Gunung Saniri Tepat di Bulan Mei 1817.

"Pattikakan atau Kapitan Sayyid Perintah" dari Louhata Amalatu (Siri-Sori Islam) pegang peranan mengatur strategi. Keadaan yang semakin panas, membuat Pattikakan bergegas mengumpumpulkan para Kapitan Patasiwa-Patalima di Gunung Saniri. Lewat surat kepada Para Kapitan, ia memberi seruan untuk berkumpul. Surat itu ditandai dengan Bulu Ayam berwarna Putih dan Hitam, yang artinya surat harus disebar baik Siang maupun Malam bagi siapapun yang menerimanya.

Semenjak saat itu Para Kapitano/Malesio yang berjumlah 99 mengirim Pasukan Kabaresinya masing-masing di mulai dari Negeri-Negeri yang ada di Pulau Saparua, Nusa laut, Banda Neira, Hatuhaha Amarima Lou Nusa, Haruku, Leitimur, Leihitu, Ambon dan sekitarnya. Sedangkan untuk wilayah Pulau Seram yang diberi mandat sebagai Koordinasi Pasukan saat itu adalah "salah satu" Moyang dari Negeri latu dan Hualoy yaitu Kapitan Ahmad lussy dari Nusa Ina menuju Pulau Saparua.[17]

Di Pulau Saparua inilah 99 Kapitano/Malesio berkumpul di Negeri Tuhaha "Beinusa Amalatu" tepatnya di Gunung Saniri yang berbatasan dengan Negeri Siri-Sori Islam/Sarane untuk "Bermusyawara" bersama2 dalam mengatur strategi penyerangan ke Benteng Duurstede. Satu-satunya Pemberontak dari Muslim yang membawa Pasukan untuk menyerang Bangsa Penjajah Belanda dari arah zasirah tenggara Honimua "Siri-Sori Islam hanyalah Sayyid Perintah (Tuan Pemimpin) atau memiliki nama asli adalah "Sarasa Sanaky Tepasiwa " dan telah dikisahkan Bahwa sang Pahlawan Legendaris ini, semasa hidupnya selalu menjadi Target untuk di cari oleh pihak Vereenigde Oostindische Compagnie, Sayyid Perintah selalu berpindah tempat dan bersembunyi di wilayah Benteng Ampatal Saillo, kemudian ke Hatumete dan ke puncak Elhau untuk mengatur strategis dalam penyerangan ke Benteng Duurstede.

Thomas Matulessy terpilih menjadi Kapitan Pattimura

Semua Kapitano/malesio Kabaresi berkumpul di Gunung Saniri Negeri Tuhaha karena wilayah tuhaha dan wilayah Siri-Sori Islam merupakan Wilayah yang luas dan sangat strategis dalam memantau secara langsung dari ketinggian pergerakan Kaum Penjajah Bangsa Belanda yang ada di Benteng Duurstede dan Sekitarnya.

Kemudian di wilayah Gunung Saniri ini juga susah untuk Belanda melakukan Patroli kearah Gunung, karena penuh dengan resiko, hampir semua Pos Pejuang tersebar di Hutan-Hutan Tuhaha, Siri-Sori Islam/Sarane, Itawaka, Ullath dan Ouw. sehingga Belanda harus berfikir Seribu kali dalam melakukan Patroli/Pengawasan saat itu. Kapitan Sayyid Perintah dari Louhata merupakan Otak dari Penyerangan itu. Dia merupakan Satu diantara Penggagas untuk mengumpulkan Para Kapitan menyerang Benteng Duurstede yang dijaga ketat ratusan Tentara Kompeni pada saat itu. Sebelum penyerangan itu dilakukan, Sayyid Perintah menjalankan sebuah ritual ibarat “Saimbara” guna mencari siapa Kapitan yang bakal memimpin Pasukan melakukan Invasi ke pertahanan Belanda. “Saimbara” itu dilakukan dengan menanam sebuah Tombak yang ujungnya terhunus mengarah keatas. Para kapitan yang berkumpul diminta untuk bisa berdiri di atas Tombak. Siapa yang mampu menaklukkan permintaan itu akan ditunjuk menjadi Pemimpin Pasukan.

Satu per satu Kapitan yang berkumpul kemudian mencoba menunjukan kebolehan Saimbara pun berlangsung. Tapi belum ada yang mampu memenuhi permintaan itu. Hingga salah satu kapitan dari Leawaka Amapatti Haria mampu melakukannya Kapitan itu ialah Thomas Matulessy. Kapitan itu naik ke ujung Tombak. Saat berdiri di ujung Tombak yang Terhunus itu, Kaki sang Kapitan berdarah karena tertikam ujung Tombak. Darah segar pun mengalir, setelah itu sang Kapitan turun dari Tombak dan disambut oleh Kapitan Sayyid Perintah.

Rapat umum Negeri Haria

Pada 7 Mei 1817 dalam rapat umum di Baileu Negeri Haria, Thomas Matulessy dikukuhkan dalam upacara adat sebagai Kapitan Besar.

"Yang memimpin rapat adalah Kapitan Aipassa. Namun ia tidak mau namanya disebut, sebab dalam kebiasaan waktu itu, bila nama seseorang dikenal, para lawan bisa menyusahkan bangsanya (soa/marga, red)".

Kapitan Aipassa dipercayakan memimpin rapat itu sebab lokasi itu adalah milik negeri Beinusa. Melalui rapat itu ditetapkan beberapa keputusan, antara lain: (a) semua kapitang besar harus memimpin rakyatnya untuk "angka parang lawang kompeni". (b) di mana ada kompeni di kerajaan-kerajaan kita, semua raja dan kapitang harus mengusir mereka, dan jangan bergaul dengan mereka, karena sudah "biking susah rakyat'. (c) ditunjuk Thomas Matulessy, sebagai Panglima Perang dan benteng Duurstede "musti dapa serang kamuka".

Pada 14 Mei 1817 Rakyat Maluku mengadakan pertemuan rahasia di Gunung Saniri untuk membahas rencana perlawanan terhadap Belanda. Dalam pertemuan tersebut, Rakyat memilih Thomas Matulessy sebagai Pemimpin Pergerakan dengan Gelar Kapitan Pattimura

Setelah dilantik, Pattimura kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya berjuang melawan Belanda yaitu Anthone Rhebok, Philips Latumahina, Lucas Selano, Aron Lisapaly, Melchior Kesaulya, Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.[18]

Thomas Matulessy memimpin Rakyat Maluku melawan Belanda

Desas desus rencana perlawanan sebenarnya sudah sampai ke Residen di Saparua dan bahkan pemerintah Belanda di Kota Ambon juga sudah mendapat informasi, tetapi diacuhkan karena dianggap sebagai rumor.[19]

Namun, apa yang dianggap sekadar rumor ini mengagetkan Pemerintah Belanda di Kota Ambon ketika Gubernur van Middelkoop pada 17 Mei 1817 memperoleh sepucuk surat yang dikirim istri Residen Van den Berg, Johanna Christina Umbgrove tertanggal 13 Mei 1817, yang menginfokan, kalau suaminya akan ditangkap Penduduk di Haria atau Porto. Dia melarikan diri ke Benteng dan meminta bantuan segera dikirim dari Kota Ambon.

Ketika informasi ini sampai ke Pemerintah Belanda di Kota Ambon 17 Mei 1817, perlawanan Rakyat yang dipimpin Thomas Matulessy tertanggal 15 Mei-16 Mei 1817 telah berhasil merebut Benteng Duurstede dan membantai Residen Johannes Rudolph Van den Berg, istrinya, tiga anaknya, dan pengasuh mereka. Satu-satunya orang Belanda yang selamat adalah Putra Van den Berg yang berusia Lima Tahun, Jean Lubbert.

Residen Van den Berg, sempat meminta bantuan, tapi catatannya tidak sempat terkirim dan catatan ini ditemukan belakangan yang menyatakan,

“Sergeant komt spoedig cito met 12 man met scherp geladen, om mij te verlossen, alles is in oproer” Van den Berg.

Kurang lebih berarti, "Sersan segera datang dengan 12 orang Bersenjata tajam, untuk menyelamatkan saya, semuanya dalam kekacauan".[20]

Persoalan bermula, ketika Residen Van den Berg mengirim seorang penjaganya ke Negeri Porto untuk menangani Arumbai (kapal tradisional Maluku) yang penuh muatan palisade (pagar kayu). Tapi, penjaga itu ditangkap dan dianiaya. Seketika itu, Para Pejuang Maluku menuju Benteng Duurstede di Pulau Saparua.[21]

Penyerangan Pasukan Pattimura ke Benteng Duurstede ini menyebabkan Gubernur Maluku mengirimkan ekspedisi ke Saparua pada 17 Mei 1817 untuk meredam perlawanan Rakyat, dengan kekuatan cukup besar, yakni 112 Pelaut dan Marinir dari Kapal Evertsen dan Nassau dan 188 Prajurit Garnisun di bawah komando Mayor Pioner Beetjes.

Pada 17 Mei, Pasukan Beetjes mendarat di Saparua. Mengetahui hal tersebut, dengan segera Thomas Matulessy mengatur taktik dan strategi pertempuran. Pasukan Rakyat sekitar 1.000 orang diatur dalam pertahanan sepanjang pesisir mulai dari teluk Haria sampai ke teluk Saparua. Pattimura bersama pasukannya dan pada saat ekspedisi hampir mendekati Pulau Saparua pejuang Thomas Matulessy sudah menunggu di Tepi Pantai. Ekspedisi Beetjes yang membawa sekitar 300 Prajurit & Pelaut ini gagal total. Ada 159 Prajurit & Pelaut yang tewas dari pihak Belanda, termasuk Mayor Beetjes. Pasukan & Pelaut yang selamat kembali ke Kota Ambon dan sempat berlabuh di Negeri Suli dan Pulau Haruku. Peristiwa kemenangan Pasukan Thomas Matulessy ini telah mengobarkan semangat perlawanan Rakyat Maluku untuk melawan Belanda di hampir semua kepulauan rempah.[22]

Perlawanan Rakyat Maluku berikutnya meluas hingga ke Ambon dan ke Pulau-Pulau sekitarnya, yang berlangsung hingga beberapa bulan lamanya dan dikuasai oleh Rakyat yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura, Anthone Rhebok, Paulus Tiahahu, Martha Christina Tiahahu, Philips Latumahina, Sayyid Perintah, dan Thomas Pattiwael.

Proklamasi Negeri Haria

Rumah Adat Baileo Negeri Haria, Saparua, Maluku Tengah. Tempat dimana dibacakannya Proklamasi Haria 28 Mei 1817[23]

Pada 20 Mei 1817 diadakan Rapat Raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Peringatan kebulatan tekad ini dikenal dengan nama Proklamasi Porto Haria yang berisi 14 pasal pernyataan dan ditandatangani oleh 21 Raja Patih dari pulau Saparua dan Nusalaut. Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya Front-Front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku Utara.[24]

Pada tanggal 20 Mei 1817 Pattimura kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya berjuang melawan Belanda yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latimahina, Lucas Selano, Arong Lisapaly, Melchior Kesaulya, Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.[25]

Barulah 28 Mei 1817 “Proklamasi Haria” dan “Keberatan Hatawano” dibacakan tetapi sebelum dibacakan Melchior Kesaulya yang menandatangani “Proklamasi Haria” pada musyawarah besar di Baileu Haria tanggal 28 Mei 1817. Ia diangkat oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura sebagai salah satu Komandan Pasukan Rakyat di Pulau Haruku untuk merebut benteng Belanda “Zeelandia” dibawah pimpinan Kapitan Lukas Selanno yang dibantu oleh Kapitan Lukas Lisapaly alias Kapitan Aron. Serta Proklamasi Haria disusun oleh Thomas Matulessy.[23][26]

1 Juni 1817 serangan berturut-turut yang dilancarkan oleh Pasukan Rakyat tidak berhasil karena Serdadu Belanda di Benteng Zeelandia semakin kuat dengan datangnya bantuan Militer dari Kota Ambon. Bala bantuan Serdadu Belanda terus berdatangan lengkap dengan Peralatan Perang, kemudian melakukan penyerangan ke Benteng Duurstede yang dikuasai Pasukan Pattimura. Karena terus dihujani Peluru dan Meriam, Benteng Duurstede akhirnya ditinggalkan Pasukan Pattimura dan kembali dikuasai Belanda. Dengan kedudukan Belanda yang semakin kuat.[27]

Pengkhianatan & penangkapan Pattimura

Pasukan Belanda mengalami kewalahan dalam menghadapi perlawanan Rakyat Pattimura hingga pada bulan Juli 1817 - September 1817, Belanda mendatangkan Pasukan Kompeni dari Ambon yang dipimpin oleh Kapten Lisnet. Pada bulan Oktober 1817, Pasukan Belanda mulai menyerang Rakyat Maluku secara besar-besaran hingga dapat memadamkan perlawanan Rakyat Maluku dan merebut kembali Benteng Duurstede.[28]

Selama berkuasa di Maluku, Pemerintah Belanda sempat dibuat repot selama Berbulan-bulan oleh kecerdikan Kapitan Pattimura yang pandai meramu strategi Perang. Kompeni itu bahkan hampir menyerah jika bala bantuan dari Batavia tidak datang dengan cepat. Bahkan Belanda akan memberikan Hadiah sebesar 1.000 Gulden kepada pihak yang berhasil menangkap Pattimura.[29]

Namun begitulah takdir, perjuangan Pattimura harus berakhir oleh pengkhianatan Rakyatnya sendiri, Raja Booi yang adalah Raja dari Negeri Booi, Saparua, Maluku Tengah, yang selama ini mati-matian dibelanya. Oleh karena itu Pemerintah Belanda sudah mendapatkan informasi tempat persembunyian Thomas Matulessy melalui Raja Booi.

Malam 11 November 1817, Thomas Matulessy dan Pasukannya sedang berdiam di sebuah Rumah di Hutan Booi. Tidak ada perbincangan apapun, mereka hanya diam termenung. Tiba-tiba terdengar keramaian dari luar dan Pintu terbuka oleh tendangan seseorang. Beberapa Tentara merangsek masuk, mengarahkan senjata ke semua orang. Seorang Opsir berteriak memberi perintah untuk menyerah, sambil mengarahkan Senjatanya ke dada Pattimura.

Kemudian masuk dan berteriak Raja Booi: “Thomas, menyerahlah engkau, Tidak ada gunanya melawan! Rumah ini sudah dikepung empat puluh serdadu yang siap menembak mati kalian.”

“Terkutuklah engkau, pengkhianat!” geram Pattimura, seraya digiring keluar dari Negeri Booi, sebelum diberangkatkan ke Kota Ambon.[30]

Tidak disebutkan apakah Raja Booi mendapat imbalan atas pengkhianatannya itu. Namun I.O. Nanulaitta dalam Kapitan Pattimura menyebut alasan Raja Booi menjual informasi kepada Belanda karena dendam setelah Pattimura menurunkan posisinya sebagai Pemimpin Rakyat.

Kabar penangkapan Pattimura tersiar ke seluruh pelosok Negeri dengan sangat cepat. Para pemimpin perang lain pun segera menjadi target perburuan. Sebagian memilih meletakkan senjata, namun sebagian lain memutuskan tetap berperang. Mereka tidak ingin nasibnya berakhir di Tiang Gantung, dan terus melanjutkan perjuangan Pattimura. Setiba di Ambon, Pattimura dan sejumlah Pejuang yang tertangkap dikurung di benteng Victoria. Selama di dalam penjara, mereka diinterogasi oleh Tentara Belanda. Namun Pattimura menutup rapat-rapat mulutnya sehingga tidak banyak informasi yang didapat Belanda.

Memasuki bulan Desember, Para Tahanan dihadapkan di depan Ambonsche Raad van Justitie (Dewan Pengadilan Kota Ambon). Setelah melalui beberapa Sidang, Vonis pun dijatuhkan. Kapitan Pattimura, Anthone Rhebok, Sayyid Perintah, Melchior Kesaulya dan Philip Latumahina mendapat hukuman paling berat sebagai Pemimpin Perang, yakni Hukuman Gantung. Sementara tahanan lainnya diasingkan ke Pulau Jawa. Pattimura dan Empat orang lainnya mengisi hari-hari terakhir menjelang ekseskusi dengan Renungan. “Suatu malam penuh ketegangan dan perjuangan batin, Pikiran Kelima Pemimpin itu melayang-layang ke sanak saudara. "Kebebasan yang mereka ingini menyebabkan korban besar yang harus mereka berikan, Tetapi sekarang kembali mereka akan ditindas oleh kaum Penjajah.[30]

Pattimura dihukum gantung

Benteng Victoria, Ambon, tempat Thomas Matulessy dan empat kapitan lainnya di hukum gantung[31]

Tanggal 16 Desember 1817, tibalah Hari eksekusi. Pagi-pagi sekali, Lima orang Pemimpin itu telah diperintahkan untuk bersiap. Tidak terlihat kecemasan di wajah Pattimura dan kawan-kawan seperjuangnya itu karena sehari sebelumnya para Pemuka Agama datang mengunjungi mereka dan semalaman menemani di dalam sel sambil terus memanjatkan doa.

Di lapangan depan Benteng Victoria, di pesisir Hunitetu, Kota Ambon. Tiang Gantung telah disiapkan. Para Algojo pun telah berdiri di sampingnya, menunggu Korbannya tiba. Sejumlah besar Tentara Belanda dipersiapkan, baik di sekitar Lapangan eksekusi maupun Pantai untuk menghalau segala bentrokan yang mungkin terjadi. Rakyat Maluku pun telah berkumpul, berusaha melihat Para Pemimpin mereka untuk terakhir kalinya.[32]

Sekitar pukul tujuh Pagi, Pattimura dan para Terhukum lainnya tiba dengan tangan terikat dan penjagaan yang amat ketat. Setelah mereka ditempatkan di depan Tiang Gantungan, Pemerintah Belanda masih menawarkan kerja sama sekali lagi kepada Thomas Matulessy namun dijawab dengan suara lantang didepan Perwira-Perwira yang sedang menunggu eksekusi mereka.

" Beta akan mati tetapi akan bangkit Pattimura-Pattimura Muda yang akan meneruskan Beta punya perjuangan"[33]

yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia "Pattimura - Pattimura tua boleh dihancur-kan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit."

Seorang Petugas Pengadilan membacakan Putusan Vonis Hukuman Gantung Dewan Hakim Pengadilan Kota Ambon di hadapan seluruh Masyarakat Maluku yang hadir:

“… Mereka akan dihukum Gantung sampai mati, dilaksanakan oleh para Algojo. Kemudian mayat mereka akan dibawa keluar dan digantung agar daging mereka menjadi mangsa udara dan burung-burung, dan digantung agar tulang belulang mereka menjadi debu sehingga dengan demikian menjadi suatu pelajaran yang menakutkan bagi turun-temurun. Bahwa Thomas Matulessy untuk selama-lamanya akan digantung di dalam sebuah kurungan besi dan sekalipun telah menjadi debu, akan menimbulkan ketakutan karena perbuatannya.”[34]

Philips Latumahina menjadi yang pertama menaiki tiang gantung. Tali dipasangkan dan genderang dibunyikan. Namun sesaat kemudian ia terjatuh. Tali maut itu ternyata tidak mampu menahan beban Latumahina yang memang berbadan besar. Dengan susah payah, Algojo menyeretnya kembali ke depan Tiang Gantungan. Malang nasibnya, ia harus merasakan Tali Gantungan untuk kedua kalinya. Beberapa detik kemudian nyawa pun melayang.[35]

Setelah Latumahina, berturut-turut Anthone Rhebok dan Sayyid Perintah menaiki Tiang Gantung. Tidak perlu usaha dan waktu terlalu lama bagi algojo mengeksekusi keduanya. Setelah genderang dibunyikan, nyawa keduanya dengan cepat terlepas.

Selanjutnya dilanjutkan oleh Terpidana Hukuman Mati yang ke empat Melchior Kesaulya empat orang pejuang telah berpulang.

Kini tibalah Giliran Sang Panglima Tertinggi Maluku berhadapan dengan Tiang Gantungan. Dari atas tempat eksekusi ia bisa melihat puluhan musuh yang sangat ingin ia hancurkan sedang menontonya. Sementara di kejauhan ia menatap Rakyat Maluku yang hendak ia bebaskan, meski gagal.

Thomas Matulessy naik ke atas dengan langkap mantap. Saat algojo memasangkan tali di lehernya, sambil mengarahkan pandangannya ke arah Hakim-Hakim Belanda, Dengan suara tenang dan keras Thomas Matulessy mengucapkan kata-kata perpisahannya: “Slammat Tinggal Toewan-toewan!” Ini merupakan kata terakhir Thomas Matulessy.[30]

Pahlawan dari staf inti Thomas Matulessy yang di hukum gantung

Philips Latumahina

Philips Latumahina Letnan orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam perang Pattimura di tahun 1817. Bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut benteng Duurstede pusat pertahanan Belanda di kota Saparua dan membantu Thomas dalam pertempuran melawan tentara Belanda di pantai Waisisil di Saparua. Philips juga ikut memimpin pertempuran-pertempuran di Saparua, Tiouw dan tempat-tempat pertempuran lainnya di Jasirah Hatawano dan Jasirah Tenggara (OuwUllath).

Pahlawan yang adalah staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura ini juga bekas mantan pasukan “Korps Limaratus”. Ia tertangkap bersama Johanis Matulessy kakak Thomas Matulessy pada tanggal 13 Nopember 1817 oleh pasukan Letnan Veerman di Hutan Booi – Paperu. Mereka ditahan dan diangkut dengan kapal perang “Reygersbergen”. Pada tanggal 12 Desember 1817, Ambonsche Raad van Justitie (Pengadilan Belanda di Kota Ambon) menjatuhkan hukuman mati gantung atas diri Letnan Philips Latumahina. Vonis ini disahkan oleh Laksanaman Buyskes dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 129.

Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim, pasukan Alifuru dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina menjalani hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas[36]

Anthone Rhebok

Anthone Rhebok Kapten orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam perang Pattimura pada tahun 1817 yang dipimpin oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura. Anthone Rhebok bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut benteng Duurstede dan memimpin pertempuran melawan ekspedisi tentara Belanda di pantai Waisisil di Pulau Saparua. Anthone Rhebok juga diserahi tugas oleh Thomas Matulessy untuk mengatur pertahanan rakyat di Pulau Nusalaut dan merebut benteng Belanda yaitu Beverwijk di Sila Leinitu. Ia juga aktif di medan-medan pertempuran di Pulau Saparua dan sekitarnya.

Pahlawan dari staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura yang juga bekas mantan pasukan “Korps Limaratus” tentara cadangan Inggris itu tertangkap bersama Patih Negeri Tiouw Jacobus Pattiwael pada tanggal 13 November 1817. Mereka diangkut dengan kapal perang “Evertsen” ke Ambon. Di atas kapal dia bertemu dengan panglimanya Thomas Matulessy dan lain-lain tawanan. Anthone Rhebok mendapat hukuman mati gantung oleh Pengadilan Belanda Ambonsche Raad van Justitie. Laksamana Buyskes mengesahkan hukuman tersebut dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 131. Akhirnya pada tanggal 16 Desember 1817 Anthone Rhebok menaiki tiang gantungan sebagai orang kedua bersama Thomas Matulessy di lapangan eksekusi di depan benteng Victoria di kota Ambon.[37]

Sayyid Perintah

Sayyid Perintah alias Pattikakang adalah raja pertama Negeri (Desa) Siri Sori Islam di Pulau Saparua dari marga Pattisahusiwa. Penulis-penulis Belanda menulis nama Sayyid juga sebagai Sayat (Sayat Perintah). Tokoh ini ikut berjuang menentang Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817 bersama Sarasa Sanaki yaitu Patti Siri Sori Islam yanag diangkat Thomas Matulessy Kapitan Pattimura dan yang menandatangani “Proklamasi Haria”. Verheull menulis bahwa Sayyid Perintah dihukum mati gantung pada pagi hari tanggal 16 Desember 1817 bersama keempat pahlawan lainnya yaitu Anthone Rhebok Kapten Borgor, Philip Latumahina Letnan Borgor, Melchior Kesaulya alias Pattisaha dan Thomas Matulessy alias Pattimura.

Melchior Kesaulya

Melchior Kesaulya yang namanya dieja sebagai Melojier Kesaulya alias Kapitan Pattisaha adalah raja Siri Sori yang diangkat Thomas Matulessy sebagai pembantuanya menggantikan raja Salomon Kesaulya yang berkhianat dan tewas dalam pertempuran di pantai Waisisil dengan Mayor Beetjes tanggal 20 Mei 1817. Melchior-lah yang menandatangani “Proklamasi Haria” pada musyawarah besar di Baileu Haria tanggal 28 Mei 1817. Ia diangkat oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura sebagai salah satu komandan pasukan rakyat di Pulau Haruku untuk merebut benteng Belanda “Zeelandia” di bawah pimpinan Kapitan Lukas Selanno yang dibantu oleh Kapitan Lukas Lisapaly alias Kapitan Aron.

Ketiga kapitan ini pernah berdinas dalam kesatuan tentara Inggris yaitu Korps Limaratus di bawah pimpinan Sersan Mayor Thomas Matulessy. Pada akhir peperangan, Melchior tertangkap dan dibawa bersama para kapitan lain ke Ambon. Dia diputuskan mendapat hukuman mati gantung oleh Ambonsche Raad van Yustitie (Pengadilan Belanda di Ambon). Vonisnya disahkan Laksamana Buyskes dengan Surat Keputuan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 132. Ia naik tiang gantungan pada pagi hari tanggal 16 Desember 1817 bersama Thomas Matulessy, Anthone Rhebok dan Philips Latumahina. Melchior Kesaulya merupakan orang ketika yang naik tiang gantuangan dan yang terakhir adalah pahlawan Thomas Matulessy

Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim, pasukan dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina menjalani hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas.[38]

Matulessia menjadi Matulessy

Berdasarkan keterangan beberapa orang yang bermaga Matulessy, setelah perang Pattimura, Belanda tidak menerima raja, patih, murid, pegawai, serdadu atau agen polisi, yang bermarga Matulessia. Matulessia merupakan perubahan dari Matatulalessi (mata: mati, tula: dengan, lessi: lebih). "Fam itu harus diganti, lalu ada keluarga yang berganti fam menjadi Matulessy atau Matualessy,"

Namun, ada yang tetap memakai Matulessia. Di Hulaliu, keluarga itu mengganti namanya menjadi Lesiputih artinya putih lebih yang mengandung makna orang putih yang menang. Pada 1920, atas rekes (surat permohonan) dari keluarga tersebut, Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum, memutuskan mengizinkan keluarga Lesiputih memakai nama Matulessy lagi.[8]

Gelar pahlawan nasional

Pada tahun 1954, Sapija, seorang perwira TNI, Tentara Nasional Indonesia (Tentara Nasional Indonesia), menerbitkan buku Sedjarah Perdjuangan Pattimura (Sejarah Pertempuran Pattimura). Ia meneliti silsilah Matulessy dan menemukan bahwa kakeknya bergelar Pattimura (patih: pangeran; murah: murah hati). Itulah sebabnya gelar leluhur ini juga menjadi milik cucunya. Atas otoritas Johannes Latuharhary, Sapija, dan sejarawan nasionalis lainnya, . Thomas Matulessy bergelar Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai pahlawan Nasional Republik Indonesia pada tahun 1973 melalui Keputusan Presiden nomor 87/TK, oleh Pemerintah Indonesia sebagai bentuk penghormatan kepadanya.[39][40]

Penghargaan Pattimura

Nama Pattimura kini diabadikan sebagai nama Universitas Pattimura, Kodam XV/Pattimura dan Bandar Udara Internasional Pattimura di Ambon.[41] Dan juga Kapal Perang Indonesia KRI Kapitan Patimura (371)[42] beserta di Gambar Mata Uang Republik Indonesia Rp1.000 Thomas Matulessy[43], Kapitan Pattimura Emisi 2000-2016. dan jalan, serta patung; ada juga jalan-jalan yang dinamai menurut namanya di seluruh indonesia. Di Wierden, Belanda, sebuah jalan di lingkungan Maluku dinamai Pattimura.[44]

Gunung Frikadel

Bukti Peta Gunung Frikadel tempat rahasia di mana Thomas Matulessy dan pasukannya membantai tentara Belanda.[45]

Dalam salah satu tulisan dari A.Y. Patty pada Harian Mena Moeria (1924) yang berjudul "Hiduplah Gunung Frikadel" (Bld. Frikandel sama dengan perkedel). Ini dianggap sebagai penghinaan kepada Hindia Belanda, karena itu merupakan tempat rahasia di mana Thomas Matulessy dan pasukannya membantai tentara Belanda.

lokasi itu berada di bawah gunung Saniri, tepatnya di bagian belakang lokasi Kuburan Cina saat ini. Istilah Pirkadel, begitulah dikatakan dalam dialeg Tuhahanya, artinya perkedel. Jadi kita bisa membayangkan bagaimana peristiwa peperangan itu sendiri, dan mengapa tulisan A.Y. Patty menimbulkan kemarahan Belanda saat itu.[45]

Goenong Frekadel, 1898 Gunung/bukit Frekadel (vorkadel, porkadel) ini pertama kali ditulis dalam arsip Belanda pada tanggal 9 September 1815. Nama bukit ini disebut dalam sebuah laporan milik Letnan 2 Laut Jan Janszoon Boelen yang bertugas di kapal perang (fregat) Maria Reijsbergen. Jurnal ini berisi catatan harian dari tanggal 9 September 1815 – 10 Agustus 1819.

Nama gunung/bukit ini muncul lagi pada arsip tanggal 16 Maret 1829, berupa proses verbal atau interogasi terhadap para pelaku pemberontakan Saparua tahun 1829 yang dibuat oleh Asisten Residen Saparoea – Haruku, Johanes van der Ebb. Menurut isi laporan itu, gunung ini dijadikan tempat pertemuan merancang pemberontakan., Johannes van der Ebb menulis namanya Goenong Frekadel.

Nama gunung/bukit ini muncul lagi pada arsip tanggal 25 September 1829, yang garis besarnya tentang proses verbal para pelaku pemberontakan. Prof. Karl Martin, seorang ahli geologi mendeskripsikan gunung/bukit Frekadel sbg berikut : Pada bagian “tengah” negeri Saparua, di sebelah timur gunung/bukit Rila, terdapat sebuah gunung/bukit yang bernama Frekadel, tingginya lebih kurang 130 Meter. Di sebelah barat daya dari bukit ini, terdapat gunung/bukit Kayu Putih Besar (Kajuputi besar), tingginya lebih kurang 180 Meter. “Kaki” gunung/bukit ini akan berakhir pada lokasi Benteng Duurstede dan Tanjung Torano yang berlokasi di dekat pantai.

Bukit/gunung Kayu Putih Besar inilah yang sekarang dikenal sebagai Gunung Saniri.[46]

Kontroversi

Nama asli

Identitas Kapitan Pattimura sudah berulang kali ditentang oleh sebagian kalangan dengan menyatakan bahwa nama aslinya adalah Ahmad Lussy. Klaim ini pertama sekali mencuat ke publik oleh publikasi Ahmad Mansur Suryanegara. Namun, tidak ada dokumen primer yang memuat nama Ahmad Lussy.[47] Menurut sejarawan dari Universitas Pattimura, Jhon Pattiasina, Thomas Matulessy dan Ahmad Lussy adalah dua orang yang berbeda. Thomas Matulessy berasal dari Saparua, tempat Pemberontakan Pattimura berlangsung pada 1817. Sedangkan, Ahmad Lussy berasal dari Hualoy, Amalatu, Seram Bagian Barat. Ahmad Lussy bertugas memimpin pasukan dari Hualoy menuju Saparua untuk bergabung dalam Pemberontakan Pattimura.[48]

Referensi

  1. ^ "Kapitan Pattimura / oleh I. O. Nanulaitta | OPAC Perpustakaan Nasional RI." opac.perpusnas.go.id. Diakses tanggal 2022-07-09. 
  2. ^ Ini merupakan tempat kelahiran Pattimura versi Pemerintah Indonesia berdasarkan buku "Kapitan Pattimura" karya I.O. Nanulaitta.
  3. ^ profilbaru.com. "Pattimura" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-25. 
  4. ^ Ajisaka & Damayanti 2010, hlm. 9
  5. ^ Poesponegoro & Notosusanto 1992, hlm. 183
  6. ^ a b "Dari Matulessia Menjadi Matulessy". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2017-05-15. Diakses tanggal 2023-01-24. 
  7. ^ Sudarmanto 2007, hlm. 198
  8. ^ a b "Dari Matulessia Menjadi Matulessy". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2017-05-15. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  9. ^ Motorplus-Online.com. "Ciri Uang Kertas Rp 1000 Kapitan Pattimura Yang Diburu Kolektor, Siap Dibayar Mahal Nih - Halaman 2 - Motorplus". www.motorplus-online.com. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  10. ^ Media, Kompas Cyber (2008-05-15). "Patung Pattimura Seberat 4 Ton Diresmikan". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  11. ^ Sudarmanto 2007, hlm. 199
  12. ^ a b c "Pattimura Pernah Jadi Tentara Inggris". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-08-13. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  13. ^ "Pattimura Pernah Jadi Tentara Inggris". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-08-13. Diakses tanggal 2023-01-24. 
  14. ^ Media, Kompas Cyber (2021-04-05). "Pengembalian Hindia Belanda dari Inggris (1816)". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  15. ^ "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (1)". 2021-09-01. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  16. ^ J B Soedarmanta, Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia, Grasindo, 2007, halaman 199, ISBN 979-759-716-4 ISBN 978-979-759-716-0
  17. ^ onlySavior. "perlawanan terhadap belanda dimulai dengan penyerbuan benteng belanda duurtsde pada tanggal 15 mei 1817, perlawanan ini di pimpin thomas matulesi. dalam penyerbuan ini benteng duurtstede dapat di rebut rakyat, bahkan residen belanda. van den berg ikut tewas dalam pertempuran ini". nesia (dalam bahasa Indonesian). Diakses tanggal 2023-01-25. 
  18. ^ Madrohim dan Midhio, I. W. (2021). "Study on the Implementation of the Total War Strategy in War Against the Dutch Occupation: Pattimura War Case Study" (PDF). Journal of Social and Political Sciences. The Asian Institute of Research. 4 (2): 209. doi:10.31014/aior.1991.04.02.289. ISSN 2615-3718. 
  19. ^ "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura?". sinarharapan.net (dalam bahasa Inggris). 2021-09-06. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  20. ^ Media, Kompas Cyber (2022-10-04). "Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Pattimura di Saparua". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  21. ^ "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)". TitaStory. 2021-09-01. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  22. ^ Redaksi, Tim (2021-09-02). "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)". BERGELORA.COM. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  23. ^ a b "beta Masilli: Pahlawan Asal Maluku selain Pattimura & Martha Ch. Tiahahu". beta Masilli. Minggu, 05 Oktober 2014. Diakses tanggal 2023-01-27. 
  24. ^ developer, mediaindonesia com (2022-11-01). "Kisah Perjuangan Kapitan Pattimura dan Hal Positif yang Bisa Dicontoh". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2023-01-28. 
  25. ^ Media, Kompas Cyber (2022-07-20). "Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  26. ^ "GUNUNG SANIRI: Renungan Jelang... - Elifas Tomix Maspaitella". www.facebook.com. Diakses tanggal 2023-01-26. 
  27. ^ "Vredeburg.id". vredeburg.id. Diakses tanggal 2023-01-28. 
  28. ^ Gemini, Red. "Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC". 
  29. ^ Media, Kompas Cyber (2021-11-09). "Perang Saparua: Penyebab, Tokoh, Jalannya Perlawanan, dan Akhir Halaman 2". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-24. 
  30. ^ a b c "Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati - Historia". historia.id. 2019-08-15. Diakses tanggal 2023-01-24. 
  31. ^ "Kisah Heroik Kapitan Pattimura: Melawan Belanda, Digantung, dan Makam Misterius". kumparan. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  32. ^ Media, Kompas Cyber (2022-07-20). "Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  33. ^ "Semangat Pattimura Dalam Dinamika Pembangunan Maluku". 2016-05-16. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  34. ^ "Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-08-15. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  35. ^ "Pahlawan Nasional Maluku". balagu.50webs.com. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  36. ^ "Pahlawan Nasional Maluku". balagu.50webs.com. Diakses tanggal 2023-01-27. 
  37. ^ "Pahlawan Nasional Maluku". balagu.50webs.com. Diakses tanggal 2023-01-27. 
  38. ^ "Melchior Kesaulya". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2022-02-10. 
  39. ^ "Menggelar Gelar Pattimura". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2022-07-05. Diakses tanggal 2023-01-25. 
  40. ^ "Daftar pahlawan nasional Indonesia". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2022-12-26. 
  41. ^ "Ada Peristiwa Apa pada Tanggal 16 Desember?". kumparan. Diakses tanggal 2023-01-29. 
  42. ^ VIVA, PT VIVA MEDIA BARU- (2020-06-24). "KRI Kapitan Pattimura 371, Kapal Jenis Korvet Pertama Indonesia". www.viva.co.id. Diakses tanggal 2023-01-29. 
  43. ^ Chaeroni, Fitri. "Pahlawan di Lembaran Uang: Kisah Pattimura". student. Diakses tanggal 2023-01-29. 
  44. ^ "10 Orang Indonesia yang Namanya Diabadikan sebagai 'Nama Jalan' di Luar Negeri. Ada Presiden, Ada Pula Rakyat Biasa". floresku.com. Diakses tanggal 2023-01-29. 
  45. ^ a b "Alexander Jacob Patty (2), "Hiduplah Gunung Saniri"". 2017-04-10. Diakses tanggal 2023-01-26. 
  46. ^ "Saparua Kota - Goenong Frekadel, 1898 Gunung/bukit..." www.facebook.com. Diakses tanggal 2023-01-26. 
  47. ^ Ali, Husain. "Benarkah Kapitan Pattimura Bernama Asli Ahmad Lussy, Bukan Thomas Matulessy? Ini Penjelasan Sejarawan - Portal Majalengka". portalmajalengka.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 2022-07-09. 
  48. ^ "Sejarawan: Nama Kapitan Pattimura Tak Perlu Diperdebatkan Lagi". nasional. Diakses tanggal 2022-07-09. 

Daftar pustaka

Pranala luar