Kesultanan Pajang: Perbedaan antara revisi
Baris 104: | Baris 104: | ||
Awalnya keluarga Suradi menolak keras karena bukan dari keturunan Kraton dan melihat kalau itu bukan bidangnya. Ketika hal itu disampaikan ke Kanjeng Sultan Surya Alam Akbar, Sultan Demak menolak alasan itu dan tetap mendaulat Suradi menjadi Kanjeng Raden Adipati Suradi Joyo Nagoro. Sultan Surya Alam juga mengirim utusannya ke Pajang untuk mengajarkan Suradi bagaimana menjadi Sultan dan tata cara serta tradisi Kraton. |
Awalnya keluarga Suradi menolak keras karena bukan dari keturunan Kraton dan melihat kalau itu bukan bidangnya. Ketika hal itu disampaikan ke Kanjeng Sultan Surya Alam Akbar, Sultan Demak menolak alasan itu dan tetap mendaulat Suradi menjadi Kanjeng Raden Adipati Suradi Joyo Nagoro. Sultan Surya Alam juga mengirim utusannya ke Pajang untuk mengajarkan Suradi bagaimana menjadi Sultan dan tata cara serta tradisi Kraton. |
||
Sejak saat itulah, Suradi pun gigih melestarikan Kasultanan Pajang. Dan akhirnya diangkat sebagai Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV |
Sejak saat itulah, Suradi pun gigih melestarikan Kasultanan Pajang. Dan akhirnya sebagai pengakuan atas jasanya diangkat sebagai Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV. Meskipun Suradi mengakui ada pihak yang menganggap kalau dirinya itu hanya mengaku-ngaku sebagai Sultan.<ref>[https://news.okezone.com/read/2020/01/19/512/2154929/bangkitnya-kasultanan-pajang-setelah-tidur-panjang-400-tahun-bagian-1?page=1 Bangkitnya Kasultanan Pajang Setelah Tidur Panjang 400 Tahun]</ref> |
||
Keberadaan Kraton Pajang sudah diketahui oleh Pemerintah Sukoharjo, dinas terkait serta masyarakat sekitar. Selama keraton tersebut berdiri, Kraton Pajang aktif melakukan kegiatan budaya dengan afiliasi budaya Keraton Pajang Kuno. Adapun kegiatan rutin kraton Pajang meliputi. |
Keberadaan Kraton Pajang sudah diketahui oleh Pemerintah Sukoharjo, dinas terkait serta masyarakat sekitar. Selama keraton tersebut berdiri, Kraton Pajang aktif melakukan kegiatan budaya dengan afiliasi budaya Keraton Pajang Kuno. Adapun kegiatan rutin kraton Pajang meliputi. |
||
Baris 118: | Baris 118: | ||
# [[Arya Pangiri]] atau '''Ngawantipura''' |
# [[Arya Pangiri]] atau '''Ngawantipura''' |
||
# [[Pangeran Benawa]] atau '''Prabuwijaya''' |
# [[Pangeran Benawa]] atau '''Prabuwijaya''' |
||
#Suradi Joyo Nagoro atau '''Hadiwijaya Khalifatullah IV''' |
|||
== Kepustakaan == |
== Kepustakaan == |
Revisi per 23 Maret 2021 04.55
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. |
Kasultanan Pajang Kerajaan Pajang | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
15681–1586 | |||||||||||
Ibu kota | Pajang | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa | ||||||||||
Agama | Islam | ||||||||||
Pemerintahan | Kerajaan | ||||||||||
Sultan | |||||||||||
• 1568-15831 | Hadiwijaya | ||||||||||
• 1583-1586 | Arya Pangiri | ||||||||||
• 1586-1587 | Pangeran Benawa | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
• Hadiwijaya naik takhta | 1568 | ||||||||||
• Perpindahan kekuasaan ke Mataram | 1587 | ||||||||||
| |||||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Kesultanan Pajang adalah satu kesultanan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Kompleks keratonnya pada zaman ini tinggal tersisa berupa batas-batas fondasinya saja yang berada di perbatasan Kelurahan Pajang - Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
Asal-usul
Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu dari Wikramawardhana (raja Majapahit selanjutnya).
Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda menyebut bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan.
Ketika Majapahit dipimpin oleh Brawijaya (raja terakhir versi naskah babad), bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa putri Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih raja Blambangan putra Menak Jingga. Muncul seorang pahlawan bernama Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat.
Kerajaan Pajang
Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Muslim di daerah Pasisir.
Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak.
Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak.
Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan sekitarnya.
Sepeninggal Trenggana tahun 1546, selanjutnya Sunan Prawoto naik takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1547. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.
Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara dan puteri Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Hadiwijaya selanjutnya merebut takhta Demak lalu mendirikan Kerajaan Pajang.
Perkembangan
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1568, bahwa wilayah Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.
Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan putri Hadiwijaya.
Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga diambil sebagai menantu Hadiwijaya.
Peran Wali Songo
Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak.
Sepeninggal Trenggana, peran Wali Songo ikut memudar. Sunan Kudus bahkan dituduh terlibat pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, raja baru pengganti Trenggana.
Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali secara pribadi pribadi masih ikut berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, Sunan Prapen bertindak sebagai pelantik Hadiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi mediator pertemuan Hadiwijaya dengan para adipati Jawa Timur tahun 1568. Sementara itu, Sunan Kalijaga juga pernah membantu Ki Ageng Pemanahan meminta haknya pada Hadiwijaya atas tanah Mataram sebagai hadiah sayembara membunuh Arya Penangsang.
Wali lain yang masih berperan menurut naskah babad adalah Sunan Kudus. Sepeninggal Hadiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan Pangeran Benawa dari jabatan putra mahkota, dan menggantinya dengan Arya Pangiri.
Dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan Sunan Kudus dalam naskah babad adalah Panembahan Kudus, sementara Sunan Kudus sejatinya telah meninggal tahun 1550.
Pemberontakan Mataram
Tanah Mataram dan Pati adalah dua hadiah Hadiwijaya untuk siapa saja yang mampu menumpas Arya Penangsang tahun 1549. Menurut laporan resmi peperangan, Arya Penangsang tewas dikeroyok Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi.
Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa Pati sejak tahun 1549. Sedangkan Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan Sunan Kalijaga. Hal ini disebabkan karena Hadiwijaya mendengar ramalan Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir kerajaan yang lebih besar daripada Pajang.
Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika Mataram dipimpin Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan sejak tahun 1575. Tokoh Sutawijaya inilah yang sebenarnya membunuh Arya Penangsang. Daerah Mataram di bawah pimpinan Sutawijaya semakin hari semakin maju dan berkembang.
Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan Mataram disebabkan Sutawijaya membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang terkait hukum buang ke Semarang oleh Hadiwijaya kepada sang tumenggung. Perang tersebut dimenangkan pihak Mataram, meskipun pasukan Pajang berjumlah lebih besar.
Keruntuhan
Sepeninggal Hadiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan akibat kemelut tersebut. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.
Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, tetapi Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.
Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning atau adik Sutawijaya.
Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, di mana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.
Penghidupan Kembali
Tepatnya 2 Februari 2009, Suradi menghidupkan kembali Kraton Pajang, di Dukuh Pesanggrahan, Kelurahan Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Ia merupakan keturunan trah Ki Ageng Turus, yaitu saudara Kebo Kanigoro, ayah dari Joko Tingkir, leluhur raja-raja. Suradi merupakan warga pendatang yang berasal dari Nawonggo, Ceper, Klaten.[1]
Pengangkatan Suradi menjadi seorang Sultan berawal dari pengumuman lelang pembangunan masjid Agung Demak. Sebagai seorang kontraktor, Suradi pun tertarik ikut. Kemudian Suradi pun berangkat bersama temannya ke Demak untuk ikut dalam lelang pembangunan Masjid Agung Demak. Dari situ Suradi bertemu dengan Sultan Surya Alam Akbar (Sultan Demak). Sultan Surya Alam Akbar menyarankan ke Suradi agar merawat keraton Pajang. Suradi tak langsung menjawab, ia meminta waktu untuk bicara pada keluarganya.
Awalnya keluarga Suradi menolak keras karena bukan dari keturunan Kraton dan melihat kalau itu bukan bidangnya. Ketika hal itu disampaikan ke Kanjeng Sultan Surya Alam Akbar, Sultan Demak menolak alasan itu dan tetap mendaulat Suradi menjadi Kanjeng Raden Adipati Suradi Joyo Nagoro. Sultan Surya Alam juga mengirim utusannya ke Pajang untuk mengajarkan Suradi bagaimana menjadi Sultan dan tata cara serta tradisi Kraton.
Sejak saat itulah, Suradi pun gigih melestarikan Kasultanan Pajang. Dan akhirnya sebagai pengakuan atas jasanya diangkat sebagai Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV. Meskipun Suradi mengakui ada pihak yang menganggap kalau dirinya itu hanya mengaku-ngaku sebagai Sultan.[2]
Keberadaan Kraton Pajang sudah diketahui oleh Pemerintah Sukoharjo, dinas terkait serta masyarakat sekitar. Selama keraton tersebut berdiri, Kraton Pajang aktif melakukan kegiatan budaya dengan afiliasi budaya Keraton Pajang Kuno. Adapun kegiatan rutin kraton Pajang meliputi.
- Peringatan Malam 1 Suro, Kirab Pusoko,
- Jumenengan Keraton Pajang,
- Napak Tilas Joko Tingkir,
- Haul Joko Tingkir,
- Wilujengan.
Daftar Raja Pajang
- Jaka Tingkir atau Hadiwijaya
- Arya Pangiri atau Ngawantipura
- Pangeran Benawa atau Prabuwijaya
- Suradi Joyo Nagoro atau Hadiwijaya Khalifatullah IV
Kepustakaan
- Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
- Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
- Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3. 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
- Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
- Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara