Suku Bantik: Perbedaan antara revisi
k pembersihan kosmetika dasar |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Suku |
'''Suku Bantik''' adalah salah satu sub [[Suku Sangir]] yang mendiami daerah-daerah di [[Sulawesi Utara]] daratan. Suku Bantik berada di wilayah sebelah [[barat daya]] [[kota Manado]], yaitu di [[Malalayang, Manado|Malalayang]] dan [[Mandolang, Minahasa|Kalasei]].<ref name=":0" /> Sebelah utara [[Manado]], yaitu di [[Buha]], [[Bengkol]], [[Talawaan Bantik]], [[Bailang]], [[Molas]], [[Meras]] serta [[Tanamon]] di [[kecamatan Sinonsayang]] Minahasa Selatan.<ref name=":0" /> Selain itu, juga terdapat di Ratahan dan wilayah Mongondouw.<ref name=":0" /> Berdasarkan legenda suku Bantik pada [[zaman]] dahulu terlambat datang pada acara musyawarah di [[batu]] [[Prasasti]] Pinawetengan.<ref name=":0" /> Ada tiga nama dotu Muntu-Untu yang menghadiri musyaarah tersebut, yaitu Muntu-Untu [[abad]] abad ketujuh asal Telebusu (Tontemboan), Muntu-Untu abad keduabelas asal [[Tonsea]], dan Muntu-Untu abad kelimabelas zaman [[Spanyol]]. [[Musyawarah]] besar di [[batu Pinawetengan]] bertujuan untuk membuat ikrar supaya tetap bersatu tidak saling bermusuhan.<ref name=":0" /> Oleh karena keterlambatan tersebut, suku bantik tidak mempunyai senjata untuk perang.<ref name=":0" /> Suku Bantik adalah keturunan Toar-Lumimuut yang bermukim dan menjaga perairan [[wilayah]] utara [[kepulauan]] Sangihe Talaud.<ref name=":0" /> Tapi, pada satu waktu terjadi [[bencana]] [[tsunami]] yang membuat mereka mengungsi ke [[daratan]] Sulawesi Utara di sekitar [[Bolaang Mongondow]].<ref name=":0" /> Setelah itu, di masa [[perang]] Minahasa suku bantik termasuk ke dalam [[Militer|pasukan]] Bolaang Mongondow yang bertugas menyerbu dan menduduki beberapa wilayah di Minahasa.<ref name=":0" /> Tahun 1690-an setelah perang berakhir suku bantik memilih menetap di Minahasa dan memutuskan bergabung dengan suku [[bangsa]] [[perserikatan]] Minahasa.<ref name=":0" /> |
||
== Sistem Kepercayaan == |
== Sistem Kepercayaan == |
Revisi per 17 Februari 2023 09.28
Suku Bantik adalah salah satu sub Suku Sangir yang mendiami daerah-daerah di Sulawesi Utara daratan. Suku Bantik berada di wilayah sebelah barat daya kota Manado, yaitu di Malalayang dan Kalasei.[1] Sebelah utara Manado, yaitu di Buha, Bengkol, Talawaan Bantik, Bailang, Molas, Meras serta Tanamon di kecamatan Sinonsayang Minahasa Selatan.[1] Selain itu, juga terdapat di Ratahan dan wilayah Mongondouw.[1] Berdasarkan legenda suku Bantik pada zaman dahulu terlambat datang pada acara musyawarah di batu Prasasti Pinawetengan.[1] Ada tiga nama dotu Muntu-Untu yang menghadiri musyaarah tersebut, yaitu Muntu-Untu abad abad ketujuh asal Telebusu (Tontemboan), Muntu-Untu abad keduabelas asal Tonsea, dan Muntu-Untu abad kelimabelas zaman Spanyol. Musyawarah besar di batu Pinawetengan bertujuan untuk membuat ikrar supaya tetap bersatu tidak saling bermusuhan.[1] Oleh karena keterlambatan tersebut, suku bantik tidak mempunyai senjata untuk perang.[1] Suku Bantik adalah keturunan Toar-Lumimuut yang bermukim dan menjaga perairan wilayah utara kepulauan Sangihe Talaud.[1] Tapi, pada satu waktu terjadi bencana tsunami yang membuat mereka mengungsi ke daratan Sulawesi Utara di sekitar Bolaang Mongondow.[1] Setelah itu, di masa perang Minahasa suku bantik termasuk ke dalam pasukan Bolaang Mongondow yang bertugas menyerbu dan menduduki beberapa wilayah di Minahasa.[1] Tahun 1690-an setelah perang berakhir suku bantik memilih menetap di Minahasa dan memutuskan bergabung dengan suku bangsa perserikatan Minahasa.[1]
Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan masyarakat suku bantik diawali oleh kepercayaan animisme sebagai kepercayaan suku.[2] Mereka mempercayai adanya tempat yang memiliki kekuatan gaib.[2] Selain itu sistem kepercayaan ini menyakini pula bahwa manusia dapat memiliki kekuatan lebih selain kekuatan normal yang ada dalam setiap manusia.[2] Untuk mendapatkan kekuatan ini mereka harus mengikuti berbagai aturan sesuai kepercayaan tersebut.[2] Dalam perkembangan kehidupan mereka terjadi peralihan pemahaman terhadap sistem kepercayaan saat masyarakat mulai menyakini ajaran Alkitab melalui pengabaran yang dilakukan pada era Hindia-Belanda, sehingga saat ini mereka hidup dalam sistem kepercayaan Kristen.[2]
Sosial
Masyarakat suku bantik merupakan satu komunitas yang hidup dalam satu aturan lokal yang berlaku dalam masyarakat setempat.[2] Mereka hidup dalam satu lingkungan kelompok yang terpisah dengan masyarakat Minahasa non-bantik.[2] Ada semboyan yang berlaku dalam masyarakat setempat, yaitu saling menyayangi (hingirindang), satu perasaan (hintakinang) dan saling menolong (hintalunang).[3] Selain itu, suku bantik juga dikenal dengan rukun persaudaraan singkatuhang atau juga disebut rukun basudara.[3] Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kegiatan saling membantu di antara mereka melalui gotong royong dan tolong-menolong (poposadeng) yang dipimpin oleh touramo atau ketua rukun.[3] Pimpinan tersebut bersifat resmi dan pengangkatan atau pemilihannya dilakukan oleh anggota kerabat.[3]
Budaya
Dalam waktu yang telah disepakati bersama, mereka mengadakan berbagai acara budaya yang dipergelarkan di lapangan berupa tari-tarian.[2] Kewibawaan masyarakat seakan menjadi lebih berarti ketika berhasil melewati satu tantangan atau mengadakan satu acara sebagai ucapan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa.[2] Dalam pemahaman dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat setempat, proses kehidupan manusia mempunyai hubungan sebab akibat.[2] Artinya apabila ada pelanggaran aturan yang berlaku dalam masyarakat setempat maka bencana yang terjadi dalam kehidupan pribadi atau keluarga dari si pelanggar dipahami sebagai akibat dari perbuatan sebelumnya.[2]
Rujukan
- ^ a b c d e f g h i j Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:0
- ^ a b c d e f g h i j k "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 2019-03-03.
- ^ a b c d https://media.neliti.com/media/publications/95131-ID-solidaritas-kekerabatan-suku-bangsa-bant.pdf