Lompat ke isi

Bahasa Aceh: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Nyilvoskt (bicara | kontrib)
+ Teks & sampel suara dari pasal 1 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Menghilangkan referensi Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
Menurut Dr. Akhmad Hidayatno mata sembab pada wanita juga bisa di sebabkan oleh aktivitas mulut yang terlalu menguras tenaga yang mengakibatkan kelelahan pada mulut itu sendiri sehingga sangat berbahaya apa bila di teruskan secara terus menerus.
{{Infobox Language
|name = Aceh
|nativename = باس اچيه<br />''Basa Acèh''
|familycolor = Austronesian
|states = {{Flag|Indonesia}}
*{{}} [[Aceh]] (Wilayah Otonom Indonesia)
|region =
|ethnicity = [[Bangsa]] [[Aceh]]
|speakers = 3.500.000 (2000)<ref>[http://www.ethnologue.com/show_language.asp?code=ace Ethnologue]</ref>
|fam1 = [[Rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]]
|fam2 = [[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]]
|fam2 = [[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|Melayu-Polinesia]]
|fam3 = [[Rumpun bahasa Chamik|Chamik]]
|fam3 = [[Rumpun bahasa Chamik|Chamik]]

Revisi per 15 September 2023 17.36

Menurut Dr. Akhmad Hidayatno mata sembab pada wanita juga bisa di sebabkan oleh aktivitas mulut yang terlalu menguras tenaga yang mengakibatkan kelelahan pada mulut itu sendiri sehingga sangat berbahaya apa bila di teruskan secara terus menerus. |fam2 = Melayu-Polinesia |fam3 = Chamik |script=

|iso3 = ace |map = Aceh in Indonesia.svg |mapcaption = Letak Provinsi Aceh di Sumatra |contoh_berkas=WIKITONGUES- T.A., Iqbal, and Kalam speaking Acehnese.webm |contoh_deskripsi=Dua orang penutur bahasa Aceh |sk=NE |HAM=ya |contoh_teks=Bandum ureuëng lahé deungon meurdéhka, dan deungon martabat dan hak njang saban. Ngon akai geuseumiké, ngon haté geumeurasa, bandum geutanjoë lagèë sjèëdara. Hak dan keumuliaan. |contoh_suara=Universal Declaration of Human Rights - ace - adam - Art1.ogg |pranala_HAM=https://www.ohchr.org/en/human-rights/universal-declaration/translations/achehnese }} Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh masyarakat Aceh yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamik, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.[1]

Penggolongan

Penutur bahasa Aceh ditandai dengan kode bahasa ace (warna merah) yang terdapat di sepanjang pesisir Aceh.

Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Persebaran

Daerah tingkat II dengan mayoritas bahasa Aceh.

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini dituturkan mulai dari Manyak Payed, Aceh Tamiang di pesisir timur sampai ke Trumon, Aceh Selatan di pesisir barat.

Pesisir Timur Aceh

  1. Kota Sabang
  2. Banda Aceh
  3. Aceh Besar
  4. Pidie
  5. Pidie Jaya
  6. Bireuen
  7. Aceh Utara
  8. Lhokseumawe
  9. Aceh Timur (kecuali di 3 kecamatan, Serba Jadi, Peunaron and Simpang Jernih di mana bahasa Gayo dipakai)
  10. Langsa
  11. Aceh Tamiang, di kecamatan Manyak Payed

Pesisir barat Aceh

  1. Aceh Jaya
  2. Aceh Barat
  3. Nagan Raya
  4. Aceh Barat Daya (kecuali di kecamatan Susoh di mana bahasa Jamee dituturkan)
  5. Aceh Selatan (disebut juga bahasa Bakongan; bercampur dengan bahasa Kluet dan bahasa Jamee)

Sejarah

Pada tahun 1931 pemerintah Hindia Belanda di Aceh menghendaki supaya bahasa Aceh dipergunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah rakyat, di samping bahasa Melayu yang sudah pernah digunakan sebelumnya. Namun para cendikiawan Aceh yang di antaranya terdiri dari beberapa tokoh ulee balang tidak menyetujui maksud pemerintah Hindia Belanda tersebut. Para cendikiawan Aceh menganggap usaha pemerintah itu akan mencegah berkembangnya bahasa Melayu di Aceh. Dengan demikian akan menghambat rakyat Aceh untuk mengerti bahasa tersebut yang amat diperlukan bagi pengembangan ekonomi mereka, dan dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Tetapi pemerintah Hindia Belanda di Aceh tetap bersikeras untuk melaksanakan rencana itu. Maka pada tanggal 1 Juli 1932, pemerintah Hindia Belanda menetapkan secara resmi pemakaian bahasa Aceh sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah rakyat sebagai pengganti bahasa Melayu kecuali di beberapa daerah yang tidak dihuni oleh etnis Aceh.

Meskipun bahasa Aceh telah ditetapkan sebagai bahasa pengantar sejak tanggal l Juli 1932, tetapi bahasa Melayu pada beberapa sekolah masih tetap digunakan. Menurut laporan umum pemerintah Hindia Belanda tentang pendidikan di Aceh pada tahun 1933 dan tahun 1934, masih terdapat 88 buah sekolah rakyat yang berada di kota-kota besar di Aceh yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, dan yang lainnya (sebanyak 207 buah) telah menggunakan bahasa Aceh sebagai bahasa pengantar. Sekolah yang telah menggunakan bahasa Aceh sebagai bahasa pengantar yaitu Langsa 16 sekolah, Lhok Seumawe 60 sekolah, Sigli 42 sekolah, Kutaraja 42 sekolah, Meulaboh 30 sekolah dan Tapak Tuan 17 sekolah. Sedangkan sekolah-sekolah yang tetap menggunakan bahasa Melayu yaitu Langsa 38 sekolah, Lhok Seumawe 5 sekolah, Sigli 6 sekolah, Kutaraja 7 sekolah, Meulaboh 1 sekolah dan Tapak Tuan 34 sekolah.

Menurut J. Jongejans yang menjabat sebagai residen di Aceh sejak 5 Maret 1936 hingga bulan September 1938, pada tahun 1939 dari 328 buah jumlah sekolah rakyat yang terdapat di seluruh Aceh, 210 buah di antaranya telah menggunakan bahasa Aceh sebagai bahasa bantu/pengantar di sarnping bahasa Melayu.[2]

Literatur

Hikayat Prang Sabi

Sampai saat ini manuskrip berbahasa Aceh tertua yang dapat ditemukan berasal dari tahun 1069 H (1658/1659 M) yaitu Hikayat Seuma'un.[3]

Sebelum penjajahan Belanda (1873–1942), hampir semua literatur berbahasa Aceh berbentuk puisi dalam bentuk hikayat atau nazam. Sedikit sekali yang berbentuk prosa dan salah satunya adalah Kitab Bakeu Meunan yang merupakan terjemahan kitab Qawaa'id al-Islaam.[4]

Setelah kedatangan Belanda barulah muncul karya tulis berbahasa Aceh dalam bentuk prosa yaitu pada tahun 1930-an, seperti Lhee Saboh Nang yang ditulis oleh Aboe Bakar dan De Vries.[5] Setelah itu barulah bermunculan berbagai karya tulis berbentuk prosa namun demikian masih tetap didominasi oleh karya tulis berbentuk hikayat.

Media massa

Sampai saat ini belum ada surat kabar yang diterbitkan dalam bahasa Aceh. Pada tahun 2020 diluncurkan majalah berbahasa Aceh untuk pertama kalinya, yaitu Majalah Neurôk. Penerbitan ini digagas oleh seorang budayawan Aceh yaitu Ayah Panton.[6]

Fonologi

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh.

Berikut adalah fonem-fonem bahasa Aceh.

Vokal[7]
Depan Tengah Belakang
mulut sengau mulut sengau mulut sengau
Tertutup i ĩ ɨ ɨ̃ u ũ
Tengah tertutup e ɛ̃ ə ʌ̃ o ɔ̃
Tengah terbuka ɛ ʌ ɔ
Terbuka a ã

Vokal biasanya berada di pasangan mulut/sengau, meskipun hanya ada tiga vokal sengau pertengahan dan ada vokal oral pertengahan yang jumlahnya dua kali lebih banyak. /ʌ/ tidak benar-benar di tengah, meskipun ditampilkan di sini karena alasan estetika. Demikian pula, /ɨ/ juga ditampilkan sebagai ([ɯ] yang lebih ke belakang.[butuh rujukan] Selain vokal monoftong di atas, bahasa Aceh juga memiliki 5 diftong oral, masing-masing dengan pasangan sengau:[7]

  • /iə ɨə ɛə ɔə/
  • /ĩə ɨ̃ə ũə ɛ̃ə ɔ̃ə/
Konsonan[8]
Bibir Rongga-gigi Langit-langit Langit-langit
belakang
Celah suara
Sengau m n ɲ ŋ
Letup p b t d c ɟ k g ʔ
Desis s ʃ h
Hampiran w l j
Getar r

/s/ adalah alveodental laminal. /ʃ/ secara teknis berupa post-alveolar tetapi dikelompokkan dalam kolom langit-langit untuk alasan estetika.

Ejaan

Bahasa Aceh telah mengalami berulang kali perubahan ejaan, mulai penggunaan huruf Arab, huruf Latin ejaan lama, dan sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan. Berikut adalah pedoman ejaannya:[9][10]

  • A a
  • E e ə dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "dekat". Contoh: le (banyak).
  • EU eu ɨ tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Contoh: eu (lihat).
  • È è ɛ dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "bebek". Contoh: pèng (uang), pèh (pukul/tumbuk), dll.
  • É é e dibaca seperti huruf /e/ dalam kata "kue". Contoh: lé (oleh).
  • Ë ë, tidak ditemui padanannya dalam bahasa Indonesia.
  • I i
  • Ö ö ʌ dibaca seperti huruf vokal dasar /ɔ/, tetapi diucapkan dengan mulut terbuka. Contoh: mantöng (masih), böh (buang),
  • Ô ô o dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "soto", "foto", "tato". Contoh: bôh (taruh), sôh (tinju), tôh (mengeluarkan).
  • O o ɔ dibaca seperti huruf /o/ dalam kata "tolong", "bom". Contoh: boh (buah), soh (kosong), toh (mana)
  • U u

Huruf vokal sengau:

  • 'A 'a pengucapannya sengau seperti /a/ dalam kata “maaf”; contohnya: 'ap (suap), meu'ah (maaf)
  • 'È 'è pengucapannya sengau seperti /e/ dalam kata “pamer”; contohnya: pa‘è (tokek), meu‘èn (main)
  • 'I 'i pengucapannya sengau seperti /i/ dalam kata “angin”; contohnya: ca’ië (laba-laba), kh’iëng (busuk), dll
  • 'U 'u pengucapannya sengau; contohnya: meu'uë (bajak),
  • 'O 'o pengucapannya sengau; contohnya: ma’op (hantu/untuk menakuti anak-anak)

Sistem penulisan

Pada awalnya, bahasa Aceh menggunakan aksara Arab yang disebut dengan "jawoe" atau aksara Jawi dalam bahasa Melayu. Sejak kolonialisasi Belanda, bahasa Aceh menggunakan aksara Latin dengan penambahan huruf é, è, ë, ö, dan ô. Bunyi /ɨ/ dilambangkan oleh "eu" dan bunyi /ʌ/ diwakilkan oleh "ö". Huruf f, q, v, x, dan z hanya digunakan dalam kata serapan.

Vokal[11]
Grafem Fonem
(IPA)
Suku kata terbuka Suku kata tertutup
a /a/ ba /ba/ ‘bawa’ bak /baʔ/ ‘pada, pohon’
e /ə/ le /lə/ ‘banyak’ let /lət/ ‘cabut’
é /e/ baté /bate/ ‘baki pinang’ baték /bateʔ/ ‘batik’
è /ɛ/ bèe /bɛə/ ‘bau’ bèk /bɛʔ/ ‘jangan’
eu /ɯ/ keu /kɯ/ ‘untuk’ keuh /kɯh/ ‘jadi (seperti, nyan keuh)’
i /i/ di /di/ 'di, dari' dit /dit/ 'sedikit'
o /ɔ/ yo /jɔ/ ‘takut’ yok /jɔʔ/ ‘goyang’
ô /o/ /ro/ ‘tumpah’ rôh /roh/ ‘masuk’
ö /ʌ/ /pʌ/ ‘terbang’ pöt /pʌt/ ‘petik’
u /u/ su /su/ ‘suara’ suet /suət/ ‘mengeluarkan’
Konsonan[12]
Grafem Fonem
(IPA)
Catatan
b /b/
c /c/
d /d/
f /f/ Digunakan dalam kata asing; biasanya diganti dengan p (/p/).
g /g/
h /h/
j /ɟ/
k /k/, /ʔ/ pada akhir suku kata.
l /l/
m /m/
mb /mb/
n /n/
nd /nd/
ng /ŋ/
ngg /ŋg/
nj /ɳʲ/
ny /ɲ/
p /p/
q /q, k/ Digunakan dalam kata asing; biasanya diganti dengan k (/k/).
r /r/
s /s/
sy /ʃ/
t /t/
v /v/ Digunakan dalam kata asing; biasanya diganti dengan b (/b/).
w /w/
x /ks/ Digunakan dalam kata asing; biasanya diganti dengan ks (/ks/).
y /j/
z /z/ Digunakan dalam kata asing.

Sastra

Berikut adalah daftar beberapa karya sastra terkenal dalam bahasa Aceh:

  • Hikayat Prang Sabi
  • Hikayat Malem Diwa
  • Hikayat Sultan Aceh Meureuhom (Sultan Iskandar Muda)
  • Hikayat Banun Setia
  • Hikayat Putroe Meulue
  • Hikayat Meurah Silu
  • Hikayat Putroe Lindong Buleuen
  • Hikayat Banta Amat Ngon Nahuda Seukeum
  • Hikayat Aulia Tujoh
  • Hikayat Prang Aceh
  • Hikayat Pocut Muhammad
  • Hikayat Prang Cut Ali
  • Hikayat Putroe Ijo
  • Hikayat Peureudan Ali
  • Hikayat Nun Parisi
  • Hikayat Nabi Ibrahim
  • Hikayat Nabi Yusuf
  • Hikayat Nabi Musa
  • Hikayat Nubeuet Nabi
  • Hikayat Tajul Muluk
  • Hikayat Ranto Ngon Hikayat Teungku di Meukek
  • Hikayat Raja Bada
  • Haba Amat Rhang Manyang
  • Haba Putroe Neng
  • Haba Magasang dan Magaseueng [13]

Contoh

  • Peue haba? = Apa kabar?
  • Haba gèt = Kabar baik.
  • Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé = Saya kira kita takkan bersua lagi.
  • Lôn jép ië u muda = Saya minum air kelapa muda.
  • Agam ngön inöng = pria dan wanita
  • Lôn = saya
  • Kah, droë, Gata = kamu, anda
  • H'an = tidak
  • Na = ada
  • Pajôh = makan
  • Jih, dijih, gobnyan = dia, dia
  • Ceudah that gobnyan. = Cantik/Tampan sekali dia.
  • Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya bermain bola di sawah kering.

Galeri

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Riris Tiani (Mei 2018). "Korespondesi Bunyi Bahasa Aceh dan Bahasa Gayo". Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra. 13 (2). ISSN 0216-535X. 
  2. ^ Sufi, Rusdi (1998). Gerakan Nasionalisme di Aceh (1900–1942). Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh. hlm. 19–21. ISBN 979-95312-4-1. 
  3. ^ Durie, Mark. 1996. Framing the Acehnese Text: Language Choice and Discourse Structures in Aceh
  4. ^ Hikayat Aceh Telah Mati
  5. ^ Thurgood, Graham.2007.The Historical Place of Acehnese:The Known and the Unknown Diarsipkan 2010-07-13 di Wayback Machine.
  6. ^ Dani, Subur (2020-10-14). "Neurok, Majalah Berbahasa Aceh Pertama Diluncurkan". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2022-10-25. 
  7. ^ a b Al-Harbi & Al-Ahmadi (2003)
  8. ^ Al-Harbi & Al-Ahmadi (2003)
  9. ^ Ejaan Bahasa Aceh
  10. ^ Standar penulisan bahasa Aceh yang ditetapkan pemerintah Indonesia
  11. ^ Omniglot
  12. ^ Omniglot
  13. ^ tengkuputeh (2017-12-15). "HIKAYAT-HIKAYAT DARI NEGERI ACEH". Tengkuputeh (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-23. 

Daftar pustaka

Pranala luar