Candi Barong: Perbedaan antara revisi
k Bot: Perubahan kosmetika |
k namun (di tengah kalimat) → tetapi |
||
Baris 36: | Baris 36: | ||
[[Berkas:Candibarong3.JPG|jmpl|Salah satu bangunan utama candi.]] |
[[Berkas:Candibarong3.JPG|jmpl|Salah satu bangunan utama candi.]] |
||
Ketika ditemukan, candi ini telah runtuh. Pemugaran dimulai 1987 dengan menyusun kembali dua candi utama. Pemugaran selesai 1992, dilanjutkan dengan pemugaran talud dan pagar. Selama pemugaran ditemukan arca Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Selain itu ditemukan satu arca Ganesha dan beberapa peripih kotak terbuat dari batu [[andesit]] dan batu putih. Dalam salah satu pripih terdapat lembaran-lembaran perak dan emas bertulisan, |
Ketika ditemukan, candi ini telah runtuh. Pemugaran dimulai 1987 dengan menyusun kembali dua candi utama. Pemugaran selesai 1992, dilanjutkan dengan pemugaran talud dan pagar. Selama pemugaran ditemukan arca Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Selain itu ditemukan satu arca Ganesha dan beberapa peripih kotak terbuat dari batu [[andesit]] dan batu putih. Dalam salah satu pripih terdapat lembaran-lembaran perak dan emas bertulisan, tetapi tulisan itu sudah tak terbaca. Mendampingi pripih ditemukan pula sejumlah perlengkapan rumah, seperti [[mangkuk]] [[keramik]], [[mata panah]], [[guci]], dan [[sendok]]<ref name=papan/>. |
||
Pemujaan terhadap Wisnu merupakan keistimewaan kompleks candi ini. Umumnya, candi-candi Jawa Tengah memuja Dewa [[Syiwa]] atau bersifat Syiwaistis. Selain itu, [[punden berundak|struktur berundak]] dengan pusat pemujaan terletak paling timur juga tidak umum bagi candi-candi dari masa Medang, yang biasanya bangunan utamanya berada di pusat kompleks. Hanya Candi Ijo yang memiliki karakteristik sama. Struktur berundak ini dianggap sebagai ekspresi asli Indonesia. Corak sinkretik juga tampak dari pemujaan terhadap Dewi Sri. |
Pemujaan terhadap Wisnu merupakan keistimewaan kompleks candi ini. Umumnya, candi-candi Jawa Tengah memuja Dewa [[Syiwa]] atau bersifat Syiwaistis. Selain itu, [[punden berundak|struktur berundak]] dengan pusat pemujaan terletak paling timur juga tidak umum bagi candi-candi dari masa Medang, yang biasanya bangunan utamanya berada di pusat kompleks. Hanya Candi Ijo yang memiliki karakteristik sama. Struktur berundak ini dianggap sebagai ekspresi asli Indonesia. Corak sinkretik juga tampak dari pemujaan terhadap Dewi Sri. |
Revisi per 7 Juni 2019 03.37
Candi Barong | |
---|---|
Galat Lua: . | |
Informasi umum | |
Gaya arsitektur | candi |
Kota | Dusun Candisari, Desa Sambirejo, Prambanan, Sleman, DIY |
Negara | Indonesia |
Rampung | Abad ke-19/ke-10 |
Candi Barong (bahasa Jawa: ꦕꦤ꧀ꦝꦶꦧꦫꦺꦴꦁ, translit. Candhi Barong) adalah candi bercorak Hindu yang terletak di tenggara Kompleks Ratu Boko, Prambanan, Sleman, tepatnya di atas bukit di Dusun Candisari, Desa Sambirejo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Sejarah
Candi ini diperkirakan dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10, sebagai peninggalan Kerajaan Medang periode Mataram. Candi ini ditemukan kembali pada awal abad ke-20 dalam kondisi runtuh saat perluasan kebun tebu untuk pembuatan pabrik gula oleh seorang Belanda.[1] Candi Barong memiliki nama lain, yakni Candi Sari Suragedug. Nama ini tertulis di Prasasti Ratu Baka dalam bahasa Sansekerta. Pada prasasti tersebut, diceritakan raja bernama Sri Kumbaja yang membangun tiga lingga bernama Krttiwasalingga, Triyarbakalingga, dan Haralingga. Ketika lingga tersebut dibangun dengan pendamping Dewi Sri, Dewi Suralaksmi, dan Dewi Mahalaksmi. Tiga lingga yang disebutkan itu kemungkinan merupakan Candi Barong.[2]
Dalam Prasasti Pereng yang berangka tahun 863 M tertulis Rakai Walaing Pu Kumbhayoni memberikan sawah dan dua bukit di Tamwahurang pada tahun 784 Saka atau 860 Masehi. Sawah dan bukit tersebut diberikan untuk pemeliharaan bangunan suci Syiwa yang dinamakan Bhadraloka. Menurut pendapat ahli, bangunan tersebut merujuk kepada Candi Barong.[2]
Tapak dan kompleks bangunan
Posisi candi berada di sisi tenggara kompleks Ratu Boko, agak di bawahnya namun masih dalam sistem perbukitan yang sama, perbukitan Batur Agung, pada ketinggian 199 m di atas permukaan laut. Di sisi barat daya, di bawah bukit, terletak Candi Banyunibo, suatu bangunan Buddhis. Pada posisi tenggara candi ini, berjarak sekitar 2 km, terletak Candi Ijo. Selain itu, terdapat pula di sekitarnya situs-situs arca Ganesha, Candi Miri, Candi Dawangsari, dan Candi Sumberwatu[3].
Kompleks candi ini memiliki pintu masuk di sebelah barat, lalu mengantar pada lahan berundak tiga. Teras pertama dan kedua sudah tidak ditemukan bangunan candi, meskipun terdapat sisa-sisa lantai atau umpak. Teras kedua merupakan area bukaan yang cukup luas. Sebelum memasuki teras tertinggi terdapat gerbang paduraksa kecil yang mengapit tangga naik.
Pada bagian teras tertinggi terdapat dua bangunan candi untuk pemujaan, diperkirakan kepada Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Masing-masing candi ini mempunyai ukuran kira-kira 8,18 m × 8,18 m dengan tinggi 9,05 m[3]. Bangunan candi-candi utama ini tidak mempunyai pintu masuk, sehingga upacara pemujaan diperkirakan dilakukan di luar bangunan.
Ketika ditemukan, candi ini telah runtuh. Pemugaran dimulai 1987 dengan menyusun kembali dua candi utama. Pemugaran selesai 1992, dilanjutkan dengan pemugaran talud dan pagar. Selama pemugaran ditemukan arca Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Selain itu ditemukan satu arca Ganesha dan beberapa peripih kotak terbuat dari batu andesit dan batu putih. Dalam salah satu pripih terdapat lembaran-lembaran perak dan emas bertulisan, tetapi tulisan itu sudah tak terbaca. Mendampingi pripih ditemukan pula sejumlah perlengkapan rumah, seperti mangkuk keramik, mata panah, guci, dan sendok[3].
Pemujaan terhadap Wisnu merupakan keistimewaan kompleks candi ini. Umumnya, candi-candi Jawa Tengah memuja Dewa Syiwa atau bersifat Syiwaistis. Selain itu, struktur berundak dengan pusat pemujaan terletak paling timur juga tidak umum bagi candi-candi dari masa Medang, yang biasanya bangunan utamanya berada di pusat kompleks. Hanya Candi Ijo yang memiliki karakteristik sama. Struktur berundak ini dianggap sebagai ekspresi asli Indonesia. Corak sinkretik juga tampak dari pemujaan terhadap Dewi Sri.
Candi ini mendapatkan nama 'barong' karena bangunan utama candi memiliki hiasan kala dan makara pada setiap relung seperti umumnya candi di Jawa, yang mirip dengan barong.[4]
Galeri
-
Tangga menuju teras kedua dari teras pertama.
-
Candi Barong, teras kedua ke teras ketiga.
Referensi
- ^ Candi Barong Yogyakarta
- ^ a b "Mengungkap Sejarah di Balik Keunikan Candi Barong Yogyakarta". Diakses tanggal 15 Maret 2019.
- ^ a b c Papan informasi di gerbang kompleks candi
- ^ Deskripsi Candi Barong