Lompat ke isi

Kesultanan Pajang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Inayubhagya (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{ref improve}}
{{ref improve}}
{{Infobox Former Country
{{Infobox Former Country
|conventional_long_name = ''Kasultanan Pajang''
|conventional_long_name = Kesultanan Pajang
|common_name = Kerajaan Pajang
|common_name = Kerajaan Pajang
|native_name = Kerajaan Pajang
|native_name = Kerajaan Pajang
|continent = moved from Category:Asia to Southeast Asia
|region = Asia Tenggara
|image_map =
|image_map =
|image_map_alt =
|image_map_alt =
|image_map_caption=
|image_map_caption=
|country = Indonesia
|religion = [[Islam]]
|religion = [[Islam]]
|p1 = Kesultanan Demak
|p1 = Kesultanan Demak
Baris 16: Baris 13:
|flag_s1 = Flag of the Sultanate of Mataram.svg
|flag_s1 = Flag of the Sultanate of Mataram.svg
|year_start = 1568
|year_start = 1568
|year_end = 1618
|year_end = 1587
|life_span = 1568{{ref|est|1}}–1618<ref name=ArcGIS/>
|life_span = 1568{{ref|est|1}}–1587
|event_start = Hadiwijaya naik takhta
|event_start = Adiwijaya naik takhta
|event_end = Perpindahan kekuasaan ke [[Mataram II|Mataram]]
|event_end = Perpindahan kekuasaan ke [[Mataram II|Mataram]]
|capital = [[Pajang, Laweyan, Surakarta|Pajang]]
|capital = [[Pajang, Laweyan, Surakarta|Pajang]]
Baris 24: Baris 21:
|government_type = Kerajaan
|government_type = Kerajaan
|title_leader = Sultan
|title_leader = Sultan
|leader1 = [[Hadiwijaya]]
|leader1 = [[Adiwijaya dari Pajang|Adiwijaya]]
|year_leader1 = 1568-1583{{ref|est|1}}<ref name=ArcGIS/>
|year_leader1 = 1568-1583{{ref|est|1}}
|leader2 = [[Arya Pangiri]]
|leader2 = [[Awantipura dari Pajang|Awantipura]]
|year_leader2 = 1583-1586
|year_leader2 = 1583-1586
|leader3 = [[Pangeran Benawa]]
|leader3 = [[Prabuwijaya dari Pajang|Prabuwijaya]]
|year_leader3 = 1586-1587
|year_leader3 = 1586-1587
|leader4 = [[Gagak Bening]]
|leader4 = Gagak Baning
|year_leader4 = 1587-1591
|year_leader4 = 1587-1591<br>(dibawah Mataram)
|leader5 = [[Pangeran Benawa II]]
|year_leader5 = 1591-1618
|footnotes = {{note|est|1}} (1548-1568 adalah masa perebutan kekuasaan antara kerabat kerajaan setelah wafatnya penguasa terakhir Demak, [[Trenggana]])
|footnotes = {{note|est|1}} (1548-1568 adalah masa perebutan kekuasaan antara kerabat kerajaan setelah wafatnya penguasa terakhir Demak, [[Trenggana]])
|flag_p1 = Id-siak1.GIF
|flag_p1 = Id-siak1.GIF
Baris 39: Baris 34:
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}


'''Kesultanan Pajang''' adalah sebuah kesultanan yang berpusat di [[Jawa Tengah]] sebagai kelanjutan [[Kesultanan Demak]]. Kompleks [[keraton]]<nowiki/>nya pada masa ini tinggal tersisa berupa batas-batas pondasinya saja yang berada di perbatasan [[Pajang, Lawiyan|Kelurahan Pajang]] - [[Kota Surakarta]] dan Desa [[Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo]].<ref name=ArcGIS>{{Cite web|title=Kerajaan Pajang|url=https://storymaps.arcgis.com/stories/4728990833a04ca8823f7c3c5ff71309|website=ArcGIS StoryMaps|language=id|access-date=2021-05-29}}</ref><ref>{{Cite web|title=Sumber Sejarah Kerajaan Pajang; Raja-raja, Runtuhnya, dan Peninggalan-peninggalan|url=https://voi.id/memori/41020/sumber-sejarah-kerajaan-pajang-raja-raja-runtuhnya-dan-peninggalan-peninggalan|website=VOI - Waktunya Merevolusi Pemberitaan|language=id|access-date=2021-05-29}}</ref>
'''Kesultanan Pajang''' adalah sebuah kesultanan yang berpusat di [[Jawa Tengah]] sebagai kelanjutan [[Kesultanan Demak]]. Kompleks [[keraton]]<nowiki/>nya pada masa ini tinggal tersisa berupa batas-batas pondasinya saja yang berada di perbatasan [[Pajang, Lawiyan|Kelurahan Pajang]] - [[Kota Surakarta]] dan Desa [[Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo]].<ref>{{Cite web|title=Sumber Sejarah Kerajaan Pajang; Raja-raja, Runtuhnya, dan Peninggalan-peninggalan|url=https://voi.id/memori/41020/sumber-sejarah-kerajaan-pajang-raja-raja-runtuhnya-dan-peninggalan-peninggalan|website=VOI - Waktunya Merevolusi Pemberitaan|language=id|access-date=2021-05-29}}</ref>


== Asal-usul ==
== Asal-usul ==
Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman [[Kerajaan Majapahit]]. Menurut ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan [[Hayam Wuruk]] (raja [[Majapahit]] saat itu) bernama asli [[Dyah Nertaja]] menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar ''Bhatara i Pajang'', atau disingkat '''[[Bhre]] Pajang'''. Dyah Nertaja merupakan ibu dari [[Wikramawardhana]] (raja [[Majapahit]] selanjutnya).
Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman [[Kerajaan Majapahit]]. Menurut ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan [[Hayam Wuruk]] (raja [[Majapahit]] saat itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar ''Bhatara i Pajang'', atau disingkat ''Bhre Pajang''. Dyah Nertaja merupakan ibu dari [[Wikramawardhana]] (Bhre Mataram), raja [[Majapahit]] selanjutnya.


Berdasar naskah-naskah ''babad'', bahwa negeri '''[[Pengging]]''' disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda menyebut bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya [[Candi Prambanan]].
Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri [[Pengging]] disebut sebagai cikal bakal Pajang. Disebutkan bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya [[Candi Prambanan]].


Ketika [[Majapahit]] dipimpin oleh [[Brawijaya]] (raja terakhir versi naskah ''babad''), bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa putri [[Brawijaya]] yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih raja [[Blambangan]] putra [[Menak Jingga]]. Muncul seorang pahlawan bernama [[Jaka Sengara]] yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.
Ketika [[Majapahit]] dipimpin oleh [[Brawijaya]] (raja terakhir menurut naskah babad), bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa putri [[Brawijaya]] yang bernama Ratna Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih raja [[Blambangan]] putra [[Menak Jingga]]. Muncul seorang pahlawan bernama [[Jaka Sengara]] yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.


Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh [[Brawijaya]] sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat.
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh [[Brawijaya]] sebagai adipati Pengging dan dinikahkan dengan Ratna Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelar Adipati Andayaningrat.


== Kerajaan Pajang ==
== Berdirinya Pajang ==
Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Muslim di daerah [[Pasisir]].
Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Islam di daerah pesisir.


Menurut naskah ''babad'', Andayaningrat gugur di tangan [[Sunan Ngudung]] saat terjadinya perang antara [[Majapahit]] dan [[Demak]]. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar [[Ki Ageng Pengging]]. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan [[Kerajaan Demak]].
Menurut naskah ''babad'', Andayaningrat gugur di tangan [[Sunan Ngudung]] saat terjadinya perang antara [[Majapahit]] dan [[Demak]]. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar [[Ki Ageng Pengging]]. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan [[Kerajaan Demak]].
Baris 57: Baris 52:
Beberapa tahun kemudian [[Ki Ageng Pengging]] dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap [[Demak]]. Putranya yang bergelar [[Jaka Tingkir]] setelah dewasa justru mengabdi ke [[Demak]].
Beberapa tahun kemudian [[Ki Ageng Pengging]] dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap [[Demak]]. Putranya yang bergelar [[Jaka Tingkir]] setelah dewasa justru mengabdi ke [[Demak]].


Prestasi [[Jaka Tingkir]] yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu [[Trenggana]], dan menjadi bupati Pajang bergelar [[Hadiwijaya]]. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup [[Boyolali]] dan [[Klaten]]), Tingkir (daerah [[Salatiga]]), Butuh, dan sekitarnya.
Prestasi [[Jaka Tingkir]] yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu [[Trenggana]], dan menjadi bupati Pajang bergelar [[Adiwijaya]]. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup [[Boyolali]] dan [[Klaten]]), Tingkir (daerah [[Salatiga]]), Butuh, dan sekitarnya.


Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, menjadi awal mula permasalahan muncul di Jipang Panolan (Bojonegoro) dan Pajang. Kedua wilayah di Jawa Tengah itu sama-sama menuntut hak atas takhta Demak. Arya Panangsang, keponakan Sultan Trenggana, yang memerintah Kadipaten Jipang berusaha menguasai salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa tersebut. Namun penguasa Pajang, Jaka Tingkir, menghalangi usahanya. Konflik pun meluas.
Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, menjadi awal mula permasalahan muncul di Jipang Panolan (Bojonegoro) dan Pajang. Kedua wilayah di Jawa Tengah itu sama-sama menuntut hak atas takhta Demak. Arya Panangsang, keponakan Sultan Trenggana, yang memerintah Kadipaten Jipang berusaha menguasai salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa tersebut. Namun penguasa Pajang, Jaka Tingkir, menghalangi usahanya. Konflik pun meluas.


Diceritakan ''Serat Kandha'', Jaka Tingkir adalah menantu Sultan Trenggana karena menikahi ''Ratu Mas Cempaka''. Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya (kelak Sultan Hadiwijaya). Secara keturunan jelas ia tidak memiliki hak apapun atas Demak. Tetapi tidak lama setelah pemakaman Sultan Trenggana, Jaka Tingkir mengumumkan kekuasaannya di Demak. Pengangkatan mendadak Jaka Tingkir itu dilakukan berdasarkan pilihan rakyat Demak Bintoro dan persetujuan seluruh Adipati bawahan Demak. Ia lalu memerintahkan agar pemerintahan Demak dipindah ke Pajang. Seluruh benda-benda pusaka di Demak juga tak luput dari perpindahan tersebut.
Diceritakan ''Serat Kandha'', Jaka Tingkir adalah menantu Sultan Trenggana karena menikahi ''Ratu Mas Cempaka''. Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya (kelak Sultan Adiwijaya). Secara keturunan jelas ia tidak memiliki hak apapun atas Demak. Tetapi tidak lama setelah pemakaman Sultan Trenggana, Jaka Tingkir mengumumkan kekuasaannya di Demak. Pengangkatan mendadak Jaka Tingkir itu dilakukan berdasarkan pilihan rakyat Demak Bintara dan persetujuan seluruh Adipati bawahan Demak. Ia lalu memerintahkan agar pemerintahan [[Demak]] dipindah ke Pajang. Seluruh benda-benda pusaka di Demak juga tak luput dari perpindahan tersebut.


Sebagai pewaris sah Demak, [[Sunan Prawoto]], seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trenggana. Tetapi ia diceritakan tidak ingin naik takhta, dan secara sukarela menjadi Priayi Mukmin atau Susuhunan di wilayah Prawata adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Sukolilo, Pati|Sukolilo]], [[Kabupaten Pati|Pati]],sebuah pasanggarahan yang digunakan Raja Demak selama musim hujan. Hal itulah yang kemudian mempermudah Jaka Tingkir untuk mengambil alih kekuasaan. Selanjutnya [[Sunan Prawoto]] naik takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Adipati [[Arya Penangsang]] bupati Jipang tahun 1547. Setelah itu, [[Arya Penangsang]] juga berusaha membunuh [[Hadiwijaya]] namun gagal.
Sebagai pewaris sah Demak, [[Sunan Prawoto]], seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trenggana. Tetapi ia diceritakan tidak ingin naik takhta, dan secara sukarela menjadi Priayi Mukmin atau Susuhunan di wilayah Prawata adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Sukolilo, Pati|Sukolilo]], [[Kabupaten Pati|Pati]], sebuah pasanggarahan yang digunakan raja Demak selama musim hujan. Hal itulah yang kemudian mempermudah Jaka Tingkir untuk mengambil alih kekuasaan. Selanjutnya [[Sunan Prawoto]] naik takhta. Namun Sunan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu [[Arya Panangsang]] bupati Jipang tahun 1547. Setelah itu, [[Arya Panangsang]] juga berusaha membunuh [[Adiwijaya]] namun gagal.


Dengan dukungan [[Ratu Kalinyamat]] (bupati [[Jepara]] dan puteri Trenggana), [[Hadiwijaya]] dan para pengikutnya berhasil mengalahkan [[Arya Penangsang]]. Hadiwijaya selanjutnya merebut takhta Demak lalu mendirikan Kerajaan Pajang.
Dengan dukungan [[Ratu Kalinyamat]] (bupati [[Jepara]] dan puteri Trenggana), [[Adiwijaya]] dan para pengikutnya berhasil mengalahkan [[Arya Penangsang]]. Adiwijaya selanjutnya merebut takhta Demak lalu mendirikan Kesultanan Pajang.


== Perkembangan ==
== Perkembangan ==
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1568, bahwa wilayah Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian [[Jawa Tengah]]. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri [[Jawa Timur]] banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1568, bahwa wilayah Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian [[Jawa Tengah]]. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri [[Jawa Timur]] banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.


Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati [[Jawa Timur]] dipertemukan di [[Giri Kedaton]] oleh [[Sunan Prapen]]. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri [[Jawa Timur]]. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati [[Jawa Timur]]) dinikahkan dengan putri Hadiwijaya.
Pada tahun 1568 Adiwijaya dan para adipati [[Jawa Timur]] dipertemukan di [[Giri Kedaton]] oleh [[Sunan Prapen]]. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri [[Jawa Timur]]. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati [[Jawa Timur]]) dinikahkan dengan putri Adiwijaya.


Negeri kuat lainnya, yaitu [[Pulau Madura|Madura]] juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias [[Panembahan Lemah Dhuwur]] juga diambil sebagai menantu Hadiwijaya.
Negeri kuat lainnya, yaitu [[Pulau Madura|Madura]] juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias [[Panembahan Lemah Dhuwur]] juga diambil sebagai menantu Adiwijaya.


== Peran Wali Songo ==
== Peran Walisongo ==
Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama [[Wali Songo]] memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik [[Demak]].
Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama [[Wali Songo]] memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik [[Demak]].


Sepeninggal Trenggana, peran [[Wali Songo]] ikut memudar. [[Sunan Kudus]] bahkan dituduh terlibat pembunuhan terhadap [[Sunan Prawoto]], raja baru pengganti Trenggana.
Sepeninggal Trenggana, peran [[Wali Songo]] ikut memudar. [[Sunan Kudus]] bahkan dituduh terlibat pembunuhan terhadap [[Sunan Prawoto]], raja baru pengganti Trenggana.


Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali secara pribadi pribadi masih ikut berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, [[Sunan Prapen]] bertindak sebagai pelantik Hadiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi mediator pertemuan Hadiwijaya dengan para adipati [[Jawa Timur]] tahun 1568. Sementara itu, [[Sunan Kalijaga]] juga pernah membantu [[Ki Ageng Pemanahan]] meminta haknya pada Hadiwijaya atas tanah [[Mataram]] sebagai hadiah sayembara membunuh [[Arya Penangsang]].
Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali secara pribadi pribadi masih ikut berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, [[Sunan Prapen]] bertindak sebagai pelantik Adiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi mediator pertemuan Adiwijaya dengan para adipati [[Jawa Timur]] tahun 1568. Sementara itu, [[Sunan Kalijaga]] juga pernah membantu [[Ki Ageng Pamanahan]] meminta haknya pada Adiwijaya atas tanah [[Mataram]] sebagai hadiah sayembara membunuh [[Arya Panangsang]].


Wali lain yang masih berperan menurut naskah ''babad'' adalah [[Sunan Kudus]]. Sepeninggal Hadiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan [[Pangeran Benawa]] dari jabatan [[putra mahkota]], dan menggantinya dengan [[Arya Pangiri]].
Wali lain yang masih berperan adalah Panembahan Kudus. Sepeninggal Adiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan [[Pangeran Benawa]] dari jabatan [[putra mahkota]], dan menggantinya dengan [[Arya Pangiri]].

Dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan [[Sunan Kudus]] dalam naskah ''babad'' adalah Panembahan Kudus, sementara [[Sunan Kudus]] sejatinya telah meninggal tahun 1550.


== Pemberontakan Mataram ==
== Pemberontakan Mataram ==
Tanah [[Mataram]] dan [[Pati]] adalah dua hadiah Hadiwijaya untuk siapa saja yang mampu menumpas [[Arya Penangsang]] tahun 1549. Menurut laporan resmi peperangan, [[Arya Penangsang]] tewas dikeroyok [[Ki Ageng Pemanahan]] dan Ki Penjawi.
[[Mataram]] dan [[Pati]] adalah dua hadiah sayembara Adiwijaya untuk siapa saja yang mampu menumpas [[Arya Panangsang]] tahun 1549. Menurut laporan resmi peperangan, [[Arya Panangsang]] tewas dikeroyok [[Ki Ageng Pamanahan]] dan [[Ki Panjawi]].


Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa [[Pati]] sejak tahun 1549. Sedangkan [[Ki Ageng Pemanahan]] baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan [[Sunan Kalijaga]]. Hal ini disebabkan karena Hadiwijaya mendengar ramalan [[Sunan Prapen]] bahwa di [[Mataram]] akan lahir kerajaan yang lebih besar daripada Pajang.
Ki Panjawi diangkat sebagai penguasa [[Pati]] sejak tahun 1549. Sedangkan [[Ki Ageng Pamanahan]] baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan [[Sunan Kalijaga]]. Hal ini disebabkan karena Adiwijaya mendengar ramalan [[Sunan Prapen]] bahwa kelak [[Mataram]] akan lahir menjadi kerajaan yang lebih besar daripada Pajang.


Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika [[Mataram]] dipimpin [[Sutawijaya]] putra [[Ki Ageng Pemanahan]] sejak tahun 1575. Tokoh [[Sutawijaya]] inilah yang sebenarnya membunuh [[Arya Penangsang]]. Daerah [[Mataram]] di bawah pimpinan Sutawijaya semakin hari semakin maju dan berkembang.
Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika [[Mataram]] dipimpin [[Sutawijaya]] putra [[Ki Ageng Pamanahan]] sejak tahun 1575. Tokoh [[Sutawijaya]] inilah yang sebenarnya menumpas [[Arya Panangsang]]. [[Mataram]] di bawah pimpinan Sutawijaya semakin hari semakin maju dan berkembang.


Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan [[Mataram]] disebabkan [[Sutawijaya]] membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang terkait hukum buang ke [[Semarang]] oleh Hadiwijaya kepada sang tumenggung. Perang tersebut dimenangkan pihak [[Mataram]], meskipun pasukan Pajang berjumlah lebih besar.
Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan Mataram disebabkan [[Sutawijaya]] membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang terkait hukum buang ke [[Semarang]] oleh Adiwijaya kepada sang tumenggung. Perang tersebut dimenangkan pihak [[Mataram]], meskipun pasukan Pajang berjumlah lebih besar.


== Keruntuhan ==
== Keruntuhan ==
Sepeninggal Hadiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan menantunya, yaitu [[Pangeran Benawa]] dan [[Arya Pangiri]] sebagai raja selanjutnya. [[Arya Pangiri]] didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Sepeninggal Adiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan menantunya, yaitu [[Pangeran Benawa]] dan [[Arya Pangiri]] sebagai raja selanjutnya. [[Arya Pangiri]] didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.


Pemerintahan [[Arya Pangiri]] disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap [[Mataram]]. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan akibat kemelut tersebut. Hal itu membuat [[Pangeran Benawa]] yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.
Pemerintahan [[Arya Pangiri]] disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap [[Mataram]]. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan akibat kemelut tersebut. Hal itu membuat [[Pangeran Benawa]] yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.


Pada tahun 1586 [[Pangeran Benawa]] bersekutu dengan [[Sutawijaya]] menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 [[Sutawijaya]] memerangi Hadiwijaya, tetapi [[Pangeran Benawa]] tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Pada tahun 1586 [[Pangeran Benawa]] bersekutu dengan [[Sutawijaya]] menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 [[Sutawijaya]] memerangi Adiwijaya, tetapi [[Pangeran Benawa]] tetap menganggapnya sebagai saudara tua.


Perang antara Pajang melawan [[Mataram]] dan Jipang berakhir dengan kekalahan [[Arya Pangiri]]. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu [[Demak]]. [[Pangeran Benawa]] kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.
Perang antara Pajang melawan [[Mataram]] dan Jipang berakhir dengan kekalahan [[Arya Pangiri]]. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu [[Demak]]. [[Pangeran Benawa]] kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.
Baris 107: Baris 100:
[[Sutawijaya]] sendiri mendirikan [[Mataram II|Kerajaan Mataram]], di mana ia sebagai raja pertama bergelar [[Panembahan Senopati]].
[[Sutawijaya]] sendiri mendirikan [[Mataram II|Kerajaan Mataram]], di mana ia sebagai raja pertama bergelar [[Panembahan Senopati]].


== Daftar raja ==
== Daftar sultan Pajang ==
# [[Jaka Tingkir]] atau '''Hadiwijaya''' (1568-1583)
# [[Jaka Tingkir]] atau '''Adiwijaya''' (1568-1583)
# [[Arya Pangiri]] atau '''Ngawantipura''' (1583-1586)
# [[Arya Pangiri]] atau '''Awantipura''' (1583-1586)
# [[Pangeran Benawa]] atau '''Prabuwijaya''' (1586-1587)
# [[Pangeran Benawa]] atau '''Prabuwijaya''' (1586-1587)
# [[Gagak Bening]] (1587-1591)
Perpindahan kekuasaan ke [[Mataram II|Mataram]] (1587)
# Pangeran Gagak Baning (1587-1591), adik dari [[Panembahan Senapati]]
# [[Pangeran Benawa II]] (1591-1618), cucu Jaka Tingkir. Pada masa pemerintahannya, pajang tidak banyak mengalami kesulitan. Pada tahun 1617-1618, Pajang mendapat dukungan dari banyak pihak untuk melepaskan diri dari Mataram yang membuat Pajang kemudian menyerang Mataram. Penyerangan tersebut justru menjadi sebab kehancuran Pajang.<ref name=ArcGIS/>
# Pangeran Sidawini (1591-1617)


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 13 Agustus 2021 03.43

Kesultanan Pajang

Kerajaan Pajang
15681–1587
Ibu kotaPajang
Bahasa yang umum digunakanJawa
Agama
Islam
PemerintahanKerajaan
Sultan 
• 1568-15831
Adiwijaya
• 1583-1586
Awantipura
• 1586-1587
Prabuwijaya
• 1587-1591
(dibawah Mataram)
Gagak Baning
Sejarah 
• Adiwijaya naik takhta
1568
• Perpindahan kekuasaan ke Mataram
1587
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Demak
krjKerajaan
Kalinyamat
kslKesultanan
Mataram
^1 (1548-1568 adalah masa perebutan kekuasaan antara kerabat kerajaan setelah wafatnya penguasa terakhir Demak, Trenggana)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kesultanan Pajang adalah sebuah kesultanan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Kompleks keratonnya pada masa ini tinggal tersisa berupa batas-batas pondasinya saja yang berada di perbatasan Kelurahan Pajang - Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.[1]

Asal-usul

Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu dari Wikramawardhana (Bhre Mataram), raja Majapahit selanjutnya.

Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang. Disebutkan bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan.

Ketika Majapahit dipimpin oleh Brawijaya (raja terakhir menurut naskah babad), bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa putri Brawijaya yang bernama Ratna Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih raja Blambangan putra Menak Jingga. Muncul seorang pahlawan bernama Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.

Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya sebagai adipati Pengging dan dinikahkan dengan Ratna Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelar Adipati Andayaningrat.

Berdirinya Pajang

Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Islam di daerah pesisir.

Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak.

Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak.

Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Adiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan sekitarnya.

Sepeninggal Sultan Trenggana tahun 1546, menjadi awal mula permasalahan muncul di Jipang Panolan (Bojonegoro) dan Pajang. Kedua wilayah di Jawa Tengah itu sama-sama menuntut hak atas takhta Demak. Arya Panangsang, keponakan Sultan Trenggana, yang memerintah Kadipaten Jipang berusaha menguasai salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa tersebut. Namun penguasa Pajang, Jaka Tingkir, menghalangi usahanya. Konflik pun meluas.

Diceritakan Serat Kandha, Jaka Tingkir adalah menantu Sultan Trenggana karena menikahi Ratu Mas Cempaka. Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya (kelak Sultan Adiwijaya). Secara keturunan jelas ia tidak memiliki hak apapun atas Demak. Tetapi tidak lama setelah pemakaman Sultan Trenggana, Jaka Tingkir mengumumkan kekuasaannya di Demak. Pengangkatan mendadak Jaka Tingkir itu dilakukan berdasarkan pilihan rakyat Demak Bintara dan persetujuan seluruh Adipati bawahan Demak. Ia lalu memerintahkan agar pemerintahan Demak dipindah ke Pajang. Seluruh benda-benda pusaka di Demak juga tak luput dari perpindahan tersebut.

Sebagai pewaris sah Demak, Sunan Prawoto, seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trenggana. Tetapi ia diceritakan tidak ingin naik takhta, dan secara sukarela menjadi Priayi Mukmin atau Susuhunan di wilayah Prawata adalah desa di kecamatan Sukolilo, Pati, sebuah pasanggarahan yang digunakan raja Demak selama musim hujan. Hal itulah yang kemudian mempermudah Jaka Tingkir untuk mengambil alih kekuasaan. Selanjutnya Sunan Prawoto naik takhta. Namun Sunan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Panangsang bupati Jipang tahun 1547. Setelah itu, Arya Panangsang juga berusaha membunuh Adiwijaya namun gagal.

Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara dan puteri Trenggana), Adiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Adiwijaya selanjutnya merebut takhta Demak lalu mendirikan Kesultanan Pajang.

Perkembangan

Pada awal berdirinya atau pada tahun 1568, bahwa wilayah Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.

Pada tahun 1568 Adiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan putri Adiwijaya.

Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga diambil sebagai menantu Adiwijaya.

Peran Walisongo

Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak.

Sepeninggal Trenggana, peran Wali Songo ikut memudar. Sunan Kudus bahkan dituduh terlibat pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, raja baru pengganti Trenggana.

Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali secara pribadi pribadi masih ikut berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, Sunan Prapen bertindak sebagai pelantik Adiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi mediator pertemuan Adiwijaya dengan para adipati Jawa Timur tahun 1568. Sementara itu, Sunan Kalijaga juga pernah membantu Ki Ageng Pamanahan meminta haknya pada Adiwijaya atas tanah Mataram sebagai hadiah sayembara membunuh Arya Panangsang.

Wali lain yang masih berperan adalah Panembahan Kudus. Sepeninggal Adiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan Pangeran Benawa dari jabatan putra mahkota, dan menggantinya dengan Arya Pangiri.

Pemberontakan Mataram

Mataram dan Pati adalah dua hadiah sayembara Adiwijaya untuk siapa saja yang mampu menumpas Arya Panangsang tahun 1549. Menurut laporan resmi peperangan, Arya Panangsang tewas dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi.

Ki Panjawi diangkat sebagai penguasa Pati sejak tahun 1549. Sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan Sunan Kalijaga. Hal ini disebabkan karena Adiwijaya mendengar ramalan Sunan Prapen bahwa kelak Mataram akan lahir menjadi kerajaan yang lebih besar daripada Pajang.

Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika Mataram dipimpin Sutawijaya putra Ki Ageng Pamanahan sejak tahun 1575. Tokoh Sutawijaya inilah yang sebenarnya menumpas Arya Panangsang. Mataram di bawah pimpinan Sutawijaya semakin hari semakin maju dan berkembang.

Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan Mataram disebabkan Sutawijaya membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang terkait hukum buang ke Semarang oleh Adiwijaya kepada sang tumenggung. Perang tersebut dimenangkan pihak Mataram, meskipun pasukan Pajang berjumlah lebih besar.

Keruntuhan

Sepeninggal Adiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.

Pemerintahan Arya Pangiri disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan akibat kemelut tersebut. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.

Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Adiwijaya, tetapi Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.

Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.

Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning atau adik Sutawijaya.

Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, di mana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.

Daftar sultan Pajang

  1. Jaka Tingkir atau Adiwijaya (1568-1583)
  2. Arya Pangiri atau Awantipura (1583-1586)
  3. Pangeran Benawa atau Prabuwijaya (1586-1587)

Perpindahan kekuasaan ke Mataram (1587)

  1. Pangeran Gagak Baning (1587-1591), adik dari Panembahan Senapati
  2. Pangeran Sidawini (1591-1617)

Referensi

  1. ^ "Sumber Sejarah Kerajaan Pajang; Raja-raja, Runtuhnya, dan Peninggalan-peninggalan". VOI - Waktunya Merevolusi Pemberitaan. Diakses tanggal 2021-05-29. 

Daftar pustaka

  • Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
  • Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
  • Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3. 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
  • Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara