Liberalisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fixed typo
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi iOS
Baris 2: Baris 2:
{{Kotak samping liberalisme}}'''Liberalisme''' adalah sebuah pandangan filosofi [[Filsafat politik|politik]] dan [[Etika|moral]] yang didasarkan pada [[kebebasan]], [[Persetujuan dari yang terperintah|persetujuan dari yang diperintah]] dan [[persamaan di hadapan hukum]]. <ref>"liberalism In general, the belief that it is the aim of politics to preserve individual rights and to maximize freedom of choice." ''Concise Oxford Dictionary of Politics'', Iain McLean and Alistair McMillan, Third edition 2009, {{ISBN|978-0-19-920516-5}}.</ref> <ref name="wpt2">"political rationalism, hostility to autocracy, cultural distaste for conservatism and for tradition in general, tolerance, and [...] individualism". John Dunn. ''Western Political Theory in the Face of the Future'' (1993). Cambridge University Press. {{ISBN|978-0-521-43755-4}}.</ref> <ref>"With a nod to [[Robert Trivers]]' definition of altruistic behaviour" ({{Harvard citation no brackets|Trivers|1971}}), [[Satoshi Kanazawa]] defines liberalism (as opposed to conservatism) as "the genuine concern for the welfare of genetically unrelated others and the willingness to contribute larger proportions of private resources for the welfare of such others" ({{Harvard citation no brackets|Kanazawa|2010}}).</ref> Orang-orang liberal mendukung beragam pandangan tergantung kepada pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip ini, tetapi umumnya mereka mendukung hak-hak individu (termasuk [[Hak sipil dan politik|hak-hak sipil]] dan [[hak asasi manusia]]), [[demokrasi]], [[sekularisme]], [[kebebasan berbicara]], [[kebebasan pers]], [[kebebasan beragama]] dan [[ekonomi pasar]]. <ref>{{Cite book|last=Adams|first=Sean|last2=Morioka|first2=Noreen|last3=Stone|first3=Terry Lee|date=2006|url=https://archive.org/details/colordesignworkb0000ston/page/86|title=Color Design Workbook: A Real World Guide to Using Color in Graphic Design|location=Gloucester, Mass.|publisher=Rockport Publishers|isbn=1-59253-192-X|pages=[https://archive.org/details/colordesignworkb0000ston/page/86 86]|oclc=60393965}}</ref> <ref>{{Cite journal|last=Kumar|first=Rohit Vishal|last2=Joshi|first2=Radhika|date=October–December 2006|title=Colour, Colour Everywhere: In Marketing Too|journal=SCMS Journal of Indian Management|volume=3|issue=4|pages=40–46|issn=0973-3167|ssrn=969272}}</ref> <ref>Cassel-Picot, Muriel "The Liberal Democrats and the Green Cause: From Yellow to Green" in Leydier, Gilles and Martin, Alexia (2013) ''Environmental Issues in Political Discourse in Britain and Ireland''. Cambridge Scholars Publishing. [https://books.google.ca/books?id=fFgxBwAAQBAJ&lpg=PP1&pg=PA105#v=onepage&q&f=false p.105]. {{ISBN|9781443852838}}</ref>
{{Kotak samping liberalisme}}'''Liberalisme''' adalah sebuah pandangan filosofi [[Filsafat politik|politik]] dan [[Etika|moral]] yang didasarkan pada [[kebebasan]], [[Persetujuan dari yang terperintah|persetujuan dari yang diperintah]] dan [[persamaan di hadapan hukum]]. <ref>"liberalism In general, the belief that it is the aim of politics to preserve individual rights and to maximize freedom of choice." ''Concise Oxford Dictionary of Politics'', Iain McLean and Alistair McMillan, Third edition 2009, {{ISBN|978-0-19-920516-5}}.</ref> <ref name="wpt2">"political rationalism, hostility to autocracy, cultural distaste for conservatism and for tradition in general, tolerance, and [...] individualism". John Dunn. ''Western Political Theory in the Face of the Future'' (1993). Cambridge University Press. {{ISBN|978-0-521-43755-4}}.</ref> <ref>"With a nod to [[Robert Trivers]]' definition of altruistic behaviour" ({{Harvard citation no brackets|Trivers|1971}}), [[Satoshi Kanazawa]] defines liberalism (as opposed to conservatism) as "the genuine concern for the welfare of genetically unrelated others and the willingness to contribute larger proportions of private resources for the welfare of such others" ({{Harvard citation no brackets|Kanazawa|2010}}).</ref> Orang-orang liberal mendukung beragam pandangan tergantung kepada pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip ini, tetapi umumnya mereka mendukung hak-hak individu (termasuk [[Hak sipil dan politik|hak-hak sipil]] dan [[hak asasi manusia]]), [[demokrasi]], [[sekularisme]], [[kebebasan berbicara]], [[kebebasan pers]], [[kebebasan beragama]] dan [[ekonomi pasar]]. <ref>{{Cite book|last=Adams|first=Sean|last2=Morioka|first2=Noreen|last3=Stone|first3=Terry Lee|date=2006|url=https://archive.org/details/colordesignworkb0000ston/page/86|title=Color Design Workbook: A Real World Guide to Using Color in Graphic Design|location=Gloucester, Mass.|publisher=Rockport Publishers|isbn=1-59253-192-X|pages=[https://archive.org/details/colordesignworkb0000ston/page/86 86]|oclc=60393965}}</ref> <ref>{{Cite journal|last=Kumar|first=Rohit Vishal|last2=Joshi|first2=Radhika|date=October–December 2006|title=Colour, Colour Everywhere: In Marketing Too|journal=SCMS Journal of Indian Management|volume=3|issue=4|pages=40–46|issn=0973-3167|ssrn=969272}}</ref> <ref>Cassel-Picot, Muriel "The Liberal Democrats and the Green Cause: From Yellow to Green" in Leydier, Gilles and Martin, Alexia (2013) ''Environmental Issues in Political Discourse in Britain and Ireland''. Cambridge Scholars Publishing. [https://books.google.ca/books?id=fFgxBwAAQBAJ&lpg=PP1&pg=PA105#v=onepage&q&f=false p.105]. {{ISBN|9781443852838}}</ref>


Liberalisme menjadi [[Gerakan politik|gerakan]] yang berbeda di [[Abad Pencerahan|Zaman Pencerahan]] dan menjadi populer di kalangan filsuf dan ekonom [[Dunia Barat|Barat]]. Liberalisme berusaha untuk menggantikan [[Norma sosial|norma-norma]] [[Bangsawan|hak istimewa turun-temurun]], [[agama negara]], [[Kerajaan mutlak|monarki absolut]], [[Hak ilahi raja-raja|hak ilahi raja]] dan [[Konservatisme tradisionalis|konservatisme tradisional]] dengan [[demokrasi perwakilan]] dan [[Rule of law|supremasi hukum]]. Para liberal juga mengakhiri kebijakan [[Merkantilisme|merkantilis]], [[Monopoli hukum|monopoli kerajaan]] dan [[hambatan perdagangan]] lainnya. Ini dimaksudkan untuk mempromosikan perdagangan bebas dan marketisasi. <ref name="Gould, p. 3">Gould, p. 3.</ref> Filsuf [[John Locke]] sering dikreditkan sebagai pendiri liberalisme sebagai sebuah tradisi yang berdasarkan [[kontrak sosial]], dengan alasan bahwa setiap orang memiliki [[Hak kodrati dan hak ikhtiyari|hak alami]] untuk hidup, atas kebebasan dan properti dan pemerintah tidak boleh melanggar hak-hak ini. <ref>"All mankind [...] being all equal and independent, no one ought to harm another in his life, health, liberty, or possessions", John Locke, ''Second Treatise of Government''</ref> Sementara [[Liberalisme Gladstone|tradisi liberal Inggris]] menekankan perluasan demokrasi, liberalisme Prancis menekankan penolakan [[otoritarianisme]] dan terkait dengan [[Nasionalisme|pembangunan bangsa]]. <ref name="Kirchner, p. 3">Kirchner, p. 3.</ref>
Liberalisme menjadi [[Gerakan politik|gerakan]] salah satu gerakan utama di [[Abad Pencerahan|Zaman Pencerahan]] dan menjadi populer di kalangan filsuf dan ekonom [[Dunia Barat|Barat]]. Liberalisme berusaha untuk menggantikan [[Norma sosial|norma-norma]] [[Bangsawan|hak istimewa turun-temurun]], [[agama negara]], [[Kerajaan mutlak|monarki absolut]], [[Hak ilahi raja-raja|hak ilahi raja]] dan [[Konservatisme tradisionalis|konservatisme tradisional]] dengan [[demokrasi perwakilan]] dan [[Rule of law|supremasi hukum]]. Para liberal juga mengakhiri kebijakan [[Merkantilisme|merkantilis]], [[Monopoli hukum|monopoli kerajaan]] dan [[hambatan perdagangan]] lainnya. Ini dimaksudkan untuk mempromosikan perdagangan bebas dan marketisasi. <ref name="Gould, p. 3">Gould, p. 3.</ref> Filsuf [[John Locke]] sering dikreditkan sebagai pendiri liberalisme sebagai sebuah tradisi yang berdasarkan [[kontrak sosial]], dengan alasan bahwa setiap orang memiliki [[Hak kodrati dan hak ikhtiyari|hak alami]] untuk hidup, atas kebebasan dan properti dan pemerintah tidak boleh melanggar hak-hak ini. <ref>"All mankind [...] being all equal and independent, no one ought to harm another in his life, health, liberty, or possessions", John Locke, ''Second Treatise of Government''</ref> Sementara [[Liberalisme Gladstone|tradisi liberal Inggris]] menekankan perluasan demokrasi, liberalisme Prancis menekankan penolakan [[otoritarianisme]] dan terkait dengan [[Nasionalisme|pembangunan bangsa]]. <ref name="Kirchner, p. 3">Kirchner, p. 3.</ref>


Para pemimpin dalam [[Revolusi Agung]] Inggris tahun 1688, <ref>{{Cite book|last=Steven Pincus|year=2009|url=https://archive.org/details/1688firstmodernr00stev|title=1688: The First Modern Revolution|publisher=Yale University Press|isbn=978-0-300-15605-8|access-date=7 February 2013|url-access=registration}}</ref> [[Revolusi Amerika Serikat|Revolusi Amerika]] tahun 1776 dan [[Revolusi Prancis|Revolusi Perancis]] tahun 1789 menggunakan filosofi liberal untuk menggulingkan [[kedaulatan]] kerajaan yang absolut dengan senjata. Liberalisme mulai menyebar dengan cepat terutama setelah Revolusi Perancis. Pada abad ke-19, banyak pemerintahan liberal didirikan di sebagian besar negara-negara di [[Liberalisme di Eropa|Eropa]] dan Amerika Selatan. Ini bersamaan dengan mapannya [[Republikanisme di Amerika Serikat|republikanisme]] di Amerika Serikat. <ref>{{Cite book|last=Milan Zafirovski|year=2007|url=https://books.google.com/books?id=GNlT9Qho0tAC&pg=PA237|title=Liberal Modernity and Its Adversaries: Freedom, Liberalism and Anti-Liberalism in the 21st Century|publisher=Brill|isbn=978-90-04-16052-1|page=237}}</ref> Di [[Era Victoria|Inggris era Victoria]], liberalisme digunakan untuk mengkritik institusi politik yang mapan, dengan merujuk pada ilmu pengetahuan dan akal budi atas nama rakyat. <ref>{{Cite journal|last=Eddy|first=Matthew Daniel|date=2017|title=The Politics of Cognition: Liberalism and the Evolutionary Origins of Victorian Education|journal=British Journal for the History of Science|volume=50|issue=4|pages=677–699|doi=10.1017/S0007087417000863|pmid=29019300}}</ref> Selama abad ke-19 dan awal abad ke-20, liberalisme di Kekaisaran Ottoman dan Timur Tengah mempengaruhi periode reformasi seperti [[Tanzimat]] dan [[An-Nahdah|Al-Nahda]] serta munculnya [[konstitusionalisme]], [[nasionalisme]], dan sekularisme. Sebelum 1920, lawan ideologi utama liberalisme adalah [[komunisme]], [[konservatisme]] dan [[sosialisme]], <ref>{{Cite book|last=Koerner|first=Kirk F.|year=1985|url=https://books.google.com/books?id=Lta_DwAAQBAJ|title=Liberalism and Its Critics|location=London|publisher=Routledge|isbn=978-0-429-27957-7}}</ref> tetapi liberalisme kemudian menghadapi tantangan ideologis utama dari [[fasisme]] dan [[Marxisme–Leninisme|Marxisme-Leninisme]] sebagai lawan baru. Selama abad ke-20, ide-ide liberal menyebar lebih jauh, terutama di Eropa Barat, ketika [[demokrasi liberal]] tampil sebagai pemenang dalam kedua perang dunia. <ref>{{Cite book|last=Conway|first=Martin|year=2014|title=Anti-liberal Europe: A Neglected Story of Europeanization|publisher=Berghahn Books|isbn=978-1-78238-426-7|editor-last=Gosewinkel|editor-first=Dieter|page=184|chapter=The Limits of an Anti-liberal Europe|quote=Liberalism, liberal values and liberal institutions formed an integral part of that process of European consolidation. Fifteen years after the end of the Second World War, the liberal and democratic identity of Western Europe had been reinforced on almost all sides by the definition of the West as a place of freedom. Set against the oppression in the Communist East, by the slow development of a greater understanding of the moral horror of Nazism, and by the engagement of intellectuals and others with the new states (and social and political systems) emerging in the non-European world to the South|chapter-url=https://books.google.com/books?id=ECIfAwAAQBAJ&pg=PA184}}</ref>
Para pemimpin dalam [[Revolusi Agung]] Inggris tahun 1688, <ref>{{Cite book|last=Steven Pincus|year=2009|url=https://archive.org/details/1688firstmodernr00stev|title=1688: The First Modern Revolution|publisher=Yale University Press|isbn=978-0-300-15605-8|access-date=7 February 2013|url-access=registration}}</ref> [[Revolusi Amerika Serikat|Revolusi Amerika]] tahun 1776 dan [[Revolusi Prancis|Revolusi Perancis]] tahun 1789 menggunakan filosofi liberal untuk menggulingkan [[kedaulatan]] kerajaan yang absolut dengan senjata. Liberalisme mulai menyebar dengan cepat terutama setelah Revolusi Perancis. Pada abad ke-19, banyak pemerintahan liberal didirikan di sebagian besar negara-negara di [[Liberalisme di Eropa|Eropa]] dan Amerika Selatan. Ini bersamaan dengan mapannya [[Republikanisme di Amerika Serikat|republikanisme]] di Amerika Serikat. <ref>{{Cite book|last=Milan Zafirovski|year=2007|url=https://books.google.com/books?id=GNlT9Qho0tAC&pg=PA237|title=Liberal Modernity and Its Adversaries: Freedom, Liberalism and Anti-Liberalism in the 21st Century|publisher=Brill|isbn=978-90-04-16052-1|page=237}}</ref> Di [[Era Victoria|Inggris era Victoria]], liberalisme digunakan untuk mengkritik institusi politik yang mapan, dengan merujuk pada ilmu pengetahuan dan akal budi atas nama rakyat. <ref>{{Cite journal|last=Eddy|first=Matthew Daniel|date=2017|title=The Politics of Cognition: Liberalism and the Evolutionary Origins of Victorian Education|journal=British Journal for the History of Science|volume=50|issue=4|pages=677–699|doi=10.1017/S0007087417000863|pmid=29019300}}</ref> Selama abad ke-19 dan awal abad ke-20, liberalisme di Kekaisaran Ottoman dan Timur Tengah mempengaruhi periode reformasi seperti [[Tanzimat]] dan [[An-Nahdah|Al-Nahda]] serta munculnya [[konstitusionalisme]], [[nasionalisme]], dan sekularisme. Sebelum 1920, lawan ideologi utama liberalisme adalah [[komunisme]], [[konservatisme]] dan [[sosialisme]], <ref>{{Cite book|last=Koerner|first=Kirk F.|year=1985|url=https://books.google.com/books?id=Lta_DwAAQBAJ|title=Liberalism and Its Critics|location=London|publisher=Routledge|isbn=978-0-429-27957-7}}</ref> tetapi liberalisme kemudian menghadapi tantangan ideologis utama dari [[fasisme]] dan [[Marxisme–Leninisme|Marxisme-Leninisme]] sebagai lawan baru. Selama abad ke-20, ide-ide liberal menyebar lebih jauh, terutama di Eropa Barat, ketika [[demokrasi liberal]] tampil sebagai pemenang dalam kedua perang dunia. <ref>{{Cite book|last=Conway|first=Martin|year=2014|title=Anti-liberal Europe: A Neglected Story of Europeanization|publisher=Berghahn Books|isbn=978-1-78238-426-7|editor-last=Gosewinkel|editor-first=Dieter|page=184|chapter=The Limits of an Anti-liberal Europe|quote=Liberalism, liberal values and liberal institutions formed an integral part of that process of European consolidation. Fifteen years after the end of the Second World War, the liberal and democratic identity of Western Europe had been reinforced on almost all sides by the definition of the West as a place of freedom. Set against the oppression in the Communist East, by the slow development of a greater understanding of the moral horror of Nazism, and by the engagement of intellectuals and others with the new states (and social and political systems) emerging in the non-European world to the South|chapter-url=https://books.google.com/books?id=ECIfAwAAQBAJ&pg=PA184}}</ref>

Revisi per 6 Februari 2022 15.35

Liberalisme adalah sebuah pandangan filosofi politik dan moral yang didasarkan pada kebebasan, persetujuan dari yang diperintah dan persamaan di hadapan hukum. [1] [2] [3] Orang-orang liberal mendukung beragam pandangan tergantung kepada pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip ini, tetapi umumnya mereka mendukung hak-hak individu (termasuk hak-hak sipil dan hak asasi manusia), demokrasi, sekularisme, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan beragama dan ekonomi pasar. [4] [5] [6]

Liberalisme menjadi gerakan salah satu gerakan utama di Zaman Pencerahan dan menjadi populer di kalangan filsuf dan ekonom Barat. Liberalisme berusaha untuk menggantikan norma-norma hak istimewa turun-temurun, agama negara, monarki absolut, hak ilahi raja dan konservatisme tradisional dengan demokrasi perwakilan dan supremasi hukum. Para liberal juga mengakhiri kebijakan merkantilis, monopoli kerajaan dan hambatan perdagangan lainnya. Ini dimaksudkan untuk mempromosikan perdagangan bebas dan marketisasi. [7] Filsuf John Locke sering dikreditkan sebagai pendiri liberalisme sebagai sebuah tradisi yang berdasarkan kontrak sosial, dengan alasan bahwa setiap orang memiliki hak alami untuk hidup, atas kebebasan dan properti dan pemerintah tidak boleh melanggar hak-hak ini. [8] Sementara tradisi liberal Inggris menekankan perluasan demokrasi, liberalisme Prancis menekankan penolakan otoritarianisme dan terkait dengan pembangunan bangsa. [9]

Para pemimpin dalam Revolusi Agung Inggris tahun 1688, [10] Revolusi Amerika tahun 1776 dan Revolusi Perancis tahun 1789 menggunakan filosofi liberal untuk menggulingkan kedaulatan kerajaan yang absolut dengan senjata. Liberalisme mulai menyebar dengan cepat terutama setelah Revolusi Perancis. Pada abad ke-19, banyak pemerintahan liberal didirikan di sebagian besar negara-negara di Eropa dan Amerika Selatan. Ini bersamaan dengan mapannya republikanisme di Amerika Serikat. [11] Di Inggris era Victoria, liberalisme digunakan untuk mengkritik institusi politik yang mapan, dengan merujuk pada ilmu pengetahuan dan akal budi atas nama rakyat. [12] Selama abad ke-19 dan awal abad ke-20, liberalisme di Kekaisaran Ottoman dan Timur Tengah mempengaruhi periode reformasi seperti Tanzimat dan Al-Nahda serta munculnya konstitusionalisme, nasionalisme, dan sekularisme. Sebelum 1920, lawan ideologi utama liberalisme adalah komunisme, konservatisme dan sosialisme, [13] tetapi liberalisme kemudian menghadapi tantangan ideologis utama dari fasisme dan Marxisme-Leninisme sebagai lawan baru. Selama abad ke-20, ide-ide liberal menyebar lebih jauh, terutama di Eropa Barat, ketika demokrasi liberal tampil sebagai pemenang dalam kedua perang dunia. [14]

Di Eropa dan Amerika Utara, pembentukan liberalisme sosial (sering disebut liberalisme sederhana di Amerika Serikat) menjadi elemen penting dalam perluasan negara kesejahteraan. [15] Hari ini, partai-partai liberal banyak memegang kekuasaan dan pengaruh di seluruh dunia. Elemen fundamental masyarakat kontemporer memiliki akar liberal. Gelombang awal liberalisme mempopulerkan individualisme ekonomi sambil memperluas pemerintahan konstitusional dan otoritas parlementer. [16] Kaum liberal mencari dan menetapkan tatanan konstitusional yang menghargai kebebasan individu yang penting, seperti kebebasan berbicara dan kebebasan berserikat; kebebasan beragama, pengadilan yang independen, pengadilan publik oleh juri; dan penghapusan hak-hak istimewa aristokrat. [16] Gelombang pemikiran dan perjuangan liberal modern belakangan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperluas hak-hak sipil. [17] Kaum liberal banyak mendukung kesetaraan gender dan kesetaraan ras dalam upaya mereka untuk mempromosikan hak-hak sipil. Gerakan hak-hak sipil global di abad ke-20 bermaksud untuk mencapai tujuan-tujuan ini. Tujuan lain yang sering dipromosikan oleh kaum liberal termasuk hak pilih universal dan akses universal ke pendidikan.

Etimologi dan definisi

Kata-kata seperti liberal, liberty, libertarian, dan libertine semuanya mempunyai akar sejarah ke bahasa Latin liber, yang berarti "bebas". [18] Salah satu contoh pertama yang tercatat dari penggunaan kata liberal terjadi pada tahun 1375, ketika digunakan untuk menggambarkan seni liberal dalam konteks pendidikan yang diinginkan untuk orang yang merdeka. [18] Hubungan awal kata itu dengan pendidikan klasik universitas abad pertengahan membuka jalan bagi munculnya denotasi dan konotasi yang berbeda. Liberal dapat merujuk pada "bebas dalam menganugerahkan" sejak tahun 1387, "dibuat tanpa tugas" pada tahun 1433, "diizinkan secara bebas" pada tahun 1530 dan "bebas dari pengekangan"—seringkali sebagai komentar yang merendahkan—pada abad ke-16 dan ke-17. [18] Di Inggris abad ke-16, liberal bisa memiliki atribut positif atau negatif dalam mengacu pada kemurahan hati atau kecerobohan seseorang. [18] Dalam Much Ado About Nothing, William Shakespeare menulis tentang "seorang penjahat liberal" yang "telah [...] mengakui pertemuan kejinya". [18] Dengan munculnya Abad Pencerahan, kata liberal memperoleh makna yang lebih positif yang didefinisikan sebagai "bebas dari prasangka yang sempit" pada tahun 1781 dan "bebas dari kefanatikan" pada tahun 1823. [18] Pada tahun 1815, penggunaan pertama kata "liberalisme" muncul dalam bahasa Inggris. [19] Di Spanyol, kaum liberal, kelompok pertama yang menggunakan label liberal dalam konteks politik, [20] berjuang selama beberapa dekade untuk melakukan implementasi Konstitusi 1812. Dari tahun 1820 hingga 1823 selama Trienio Liberal, Raja Ferdinand VII dipaksa oleh kaum liberal untuk bersumpah untuk menegakkan Konstitusi. Pada pertengahan abad ke-19, kata liberal digunakan sebagai istilah politis untuk partai dan gerakan di seluruh dunia. [21]

Seiring berjalannya waktu, arti kata liberalisme mulai menjadi berbeda di berbagai belahan dunia. Menurut Encyclopædia Britannica: "Di Amerika Serikat, liberalisme diasosiasikan dengan kebijakan negara kesejahteraan dari program New Deal dari administrasi Demokrat Pres. Franklin D. Roosevelt, sedangkan di Eropa lebih sering dikaitkan dengan komitmen pemerintahan yang terbatas dan kebijakan ekonomi laissez-faire". [22] Akibatnya, di Amerika Serikat ide-ide individualisme dan ekonomi laissez-faire yang sebelumnya dikaitkan dengan liberalisme klasik menjadi dasar bagi munculnya aliran pemikiran libertarian [23] dan merupakan bagian penting dari konservatisme Amerika.

Di Eropa dan Amerika Latin, kata liberalisme berarti bentuk moderat dari liberalisme klasik, tidak seperti Amerika Utara. Istilah ini mencakup liberalisme konservatif kanan-tengah (liberalisme kanan) dan liberalisme sosial kiri-tengah (liberalisme kiri). [24] Tidak seperti Eropa dan Amerika Latin, kata liberalisme di Amerika Utara hampir secara eksklusif merujuk pada liberalisme sosial (liberalisme kiri). Partai Kanada yang dominan adalah Partai Liberal dan Partai Demokrat biasanya dianggap liberal di Amerika Serikat. [25] [26] [27] Di Amerika Serikat, kaum liberal konservatif biasanya disebut konservatif dalam arti luas. [28] [29]

Filosofi

Liberalisme—baik sebagai arus politik maupun tradisi intelektual—sebagian besar merupakan fenomena modern yang bermula di abad ke-17, meskipun beberapa gagasan filosofis liberal telah mempunyai pendahulu di zaman klasik dan di Kekaisaran Tiongkok. [30] [31] Kaisar Romawi Marcus Aurelius memuji, "gagasan tentang pemerintahan yang diatur dengan memperhatikan persamaan hak dan kebebasan berbicara yang sama, dan gagasan tentang pemerintahan yang menghormati hampir semua kebebasan dari yang diperintah". [32] Para sarjana mengakui sejumlah prinsip yang umum bagi kaum liberal kontemporer dalam karya-karya beberapa Sofis dan dalam Orasi Pemakaman oleh Pericles. [33] Filsafat liberal melambangkan tradisi intelektual yang luas yang telah meneliti dan mempopulerkan beberapa prinsip yang paling penting dan kontroversial di dunia modern. Hasil ilmiah dan akademisnya yang luar biasa dianggap mempunyai "kekayaan dan keragaman", tetapi keragaman itu sering diartikan bahwa liberalisme datang dalam formulasi yang berbeda dan menghadirkan tantangan bagi siapa pun untuk mencari definisi yang tepat. [34]

Liberalisme Eropa Kontinental terbagi antara moderat dan progresif, dengan moderat cenderung ke elitisme dan progresif mendukung universalisasi institusi fundamental seperti hak pilih universal, pendidikan universal dan perluasan hak milik. Seiring berjalannya waktu, kaum moderat menggantikan kaum progresif sebagai penjaga utama liberalisme Eropa kontinental. [35]

Tema utama

Meskipun semua doktrin liberal memiliki warisan yang sama, para sarjana sering berasumsi bahwa doktrin-doktrin tersebut mengandung "aliran pemikiran yang terpisah dan seringkali bertentangan". [36] Tujuan para ahli teori dan filsuf liberal berbeda di berbagai waktu, budaya, dan benua. Keragaman liberalisme dapat dilihat dari banyaknya kualifikasi yang dilekatkan oleh para pemikir dan gerakan liberal pada istilah "liberalisme", termasuk klasik, egaliter, ekonomi, sosial, negara kesejahteraan, etika, humanis, deontologis, perfeksionis, demokratis, institusional dan sebagainya. [37] Terlepas dari variasi-variasi ini, pemikiran liberal memang mempunyai beberapa konsepsi yang pasti dan mendasar.

Filsuf politik John Gray mengidentifikasi hal umum dalam pemikiran liberal seperti menjadi individualis, egaliter, melioris dan universalis. Elemen individualis menentang tekanan kolektivisme sosial; elemen egaliter memberikan nilai dan status moral yang sama untuk semua individu; elemen melioris menegaskan bahwa generasi berikutnya dapat meningkatkan pengaturan sosial politik mereka dan elemen universalis menegaskan kesatuan moral yang dimiliki oleh spesies manusia dan meminggirkan perbedaan budaya lokal. [38] Unsur melioris telah menjadi suatu kontroversi. Namun, para pemikir seperti Immanuel Kant percaya pada kemajuan manusia. Sementara pandangan ini dikritik oleh para pemikir seperti Jean-Jacques Rousseau, yang menganggap bahwa upaya manusia untuk memperbaiki diri melalui kerja sama sosial akan mengalami kegagalan. [39]

Tradisi filsafat liberal melakukan pembenaran melalui beberapa proyek intelektual. Anggapan moral dan politik liberalisme telah didasarkan pada tradisi seperti hak alami dan teori utilitarian, meskipun terkadang kaum liberal juga meminta dukungan dari kalangan ilmiah dan agama. [40] Melalui semua aliran dan tradisi ini, para sarjana telah mengidentifikasi aspek umum utama pemikiran liberal sebagai berikut: percaya pada kesetaraan dan kebebasan individu, mendukung kepemilikan pribadi dan hak-hak individu, mendukung gagasan pemerintahan konstitusional yang kekuasannya dibatasi, dan mengakui pentingnya nilai-nilai terkait seperti pluralisme, toleransi, otonomi, integritas tubuh dan persetujuan. [41]

Klasik dan modern

John Locke dan Thomas Hobbes

Para filsuf pencerahan dianggap berjasa membentuk ide-ide liberal. Ide-ide ini pertama kali disatukan dan disistematisasikan sebagai ideologi yang berbeda oleh filsuf Inggris John Locke, yang umumnya dianggap sebagai bapak liberalisme modern. [42] [43] Thomas Hobbes berusaha untuk menentukan tujuan dan pembenaran otoritas pemerintahan di Inggris pasca perang saudara. Menggunakan gagasan tentang keadaan alamiah — skenario hipotetis seperti perang sebelum adanya negara — ia membangun gagasan tentang kontrak sosial yang dimasuki individu untuk menjamin keamanan mereka dan dengan demikian membentuk Negara. Hobbes menyimpulkan bahwa hanya kedaulatan mutlak yang sepenuhnya mampu mempertahankan keamanan tersebut. Hobbes mengembangkan konsep kontrak sosial hal mana individu, yang berada dalam keadaan alamiah yang anarkis dan brutal, berkumpul dan secara sukarela menyerahkan beberapa hak individu mereka kepada otoritas negara yang mapan. Ini menciptakan undang-undang untuk mengatur interaksi sosial guna mengurangi atau menengahi konflik dan menegakkan keadilan. Jika Hobbes menganjurkan persemakmuran monarki yang kuat (Leviathan), Locke mengembangkan gagasan bahwa pemerintah yang sah memperoleh persetujuan dari yang diperintah secara terus-menerus hadir agar pemerintah itu tetap sah. [44] Dengan mengadopsi ide Hobbes tentang keadaan alamiah dan kontrak sosial, Locke berpendapat bahwa ketika raja menjadi tiran, hal itu merupakan pelanggaran kontrak sosial, yang dimaksudkan untuk melindungi kehidupan, kebebasan dan properti sebagai hak alamiah. Dia menyimpulkan bahwa rakyat memiliki hak untuk menggulingkan seorang tiran. Dengan menempatkan keamanan hidup, kebebasan dan hak milik sebagai nilai tertinggi dari hukum dan otoritas, Locke merumuskan dasar liberalisme berdasarkan teori kontrak sosial. Bagi para pemikir pencerahan awal ini, mengamankan fasilitas kehidupan yang paling esensial— kebebasan dan kepemilikan pribadi di antaranya—membutuhkan pembentukan otoritas "berdaulat" dengan yurisdiksi universal. [45]

Karya Locke, Two Treatises (1690) merupakan teks dasar ideologi liberal yang sangat berpengaruh yang menguraikan ide-ide utamanya. Begitu manusia keluar dari keadaan alamiah mereka dan membentuk masyarakat, Locke berpendapat, "apa yang memulai dan benar-benar membentuk masyarakat politik tidak lain adalah persetujuan dari sejumlah orang bebas yang mampu menjadi mayoritas untuk bersatu dan bergabung ke dalam masyarakat semacam itu. Hanya hal itulah yang menjalankan atau dapat memulai pemerintahan yang sah di dunia". [46] Penegasan bahwa pemerintahan yang sah tidak memiliki dasar supernatural adalah pemutusan tajam dengan teori-teori dominan pemerintahan yang menganjurkan hak ilahi raja [47] dan menggaungkan pemikiran Aristoteles sebelumnya. Seorang ilmuwan politik menggambarkan pemikiran ini sebagai berikut: "Dalam pemahaman liberal, tidak ada warga negara dalam rezim yang dapat mengklaim untuk memerintah dengan hak alami atau supernatural, tanpa persetujuan dari yang diperintah". [48]

Locke mempunyai lawan intelektual lain selain Hobbes. Dalam First Treatise, Locke mengarahkan argumennya pertama dan terutama pada salah satu ahli filsafat konservatif Inggris abad ke-17: Robert Filmer. Kaya Filmer, Patriarcha (1680), mendukung hak ilahi raja dengan mengacu pada ajaran Alkitab dan mengklaim bahwa otoritas yang diberikan kepada Adam oleh Tuhan memberikan penerus Adam dalam garis keturunan laki-laki hak untuk berkuasa atas semua manusia dan makhluk lain di dunia. [49] Namun, Locke sangat tidak setuju dan obsesif dengan Filmer bahwa First Treatise merupakan sanggahan kalimat demi kalimat dari Patriarcha. Memperkuat rasa hormatnya terhadap konsensus, Locke berpendapat bahwa "masyarakat suami istri dibentuk oleh kesepakatan sukarela antara pria dan wanita". [50] Locke menyatakan bahwa pemberian kekuasaan dalam Genesis bukan kepada laki-laki atas perempuan, seperti yang diyakini Filmer, tetapi kepada manusia atas binatang. [50] Locke jelas bukan feminis menurut standar modern, tetapi pemikir liberal besar pertama dalam sejarah yang membuka jalan untuk membuat dunia lebih pluralistik: integrasi perempuan ke dalam teori sosial. [50]

Areopagitica (1644) karya John Milton mengemukakan pentingnya kebebasan berbicara

Locke juga mencetuskan konsep pemisahan gereja dan negara. [51] Berdasarkan prinsip kontrak sosial, Locke berpendapat bahwa pemerintah tidak memiliki otoritas dalam ranah hati nurani individu, karena ini adalah sesuatu yang rasional yang tidak dapat diserahkan kepada pemerintah untuk dikendalikan olehnya atau orang lain. Bagi Locke, hal ini menciptakan hak alami dalam kebebasan hati nurani, yang menurutnya harus tetap dilindungi dari otoritas pemerintah mana pun. [52] Ia juga merumuskan pembelaan umum untuk toleransi beragama dalam karyanya, Letters Concerning Toleration. Tiga argumen pentingnya adalah sebagai berikut: (1) hakim yang ada di dunia, atau dalam suatu negara pada khususnya, dan manusia pada umumnya, tidak dapat secara handal mengevaluasi klaim kebenaran dari sudut pandang agama yang berbeda; (2) bahkan jika mereka bisa, menegakkan satu "agama yang benar" tidak akan memiliki efek yang berarti karena kepercayaan tidak dapat dipaksakan dengan kekerasan; (3) pemaksaan keseragaman agama akan menyebabkan lebih banyak kekacauan sosial daripada membiarkan keragaman. [53]

Locke juga dipengaruhi oleh ide-ide liberal politisi dan penyair Presbiterian John Milton, yang merupakan pendukung setia kebebasan dalam segala bentuknya. [54] Milton mendukung pembubaran gereja resmi negara sebagai satu-satunya cara efektif untuk mencapai toleransi yang luas. Alih-alih memaksakan hati nurani seseorang, pemerintah harus mengakui kekuatan persuasif dari Injil. [55] Sebagai asisten Oliver Cromwell, Milton juga turut andil dalam penyusunan konstitusi kemerdekaan (Agreement of the People ; 1647) yang sangat menekankan kesetaraan semua manusia sebagai konsekuensi dari tendensi demokrasi. [56] Dalam Areopagitica -nya, Milton merupakan salah satu orang pertama yang mengajukan argumen tentang pentingnya kebebasan berbicara—"kebebasan untuk mengetahui, mengucapkan, dan berpendapat secara bebas menurut hati nurani, di atas semua kebebasan". Argumen utamanya adalah bahwa individu mampu menggunakan akal untuk membedakan yang benar dan yang salah. Untuk dapat menggunakan hak ini, setiap orang harus memiliki akses yang tidak terbatas terhadap gagasan-gagasan sesamanya dalam "pertemuan yang bebas dan terbuka" dan ini akan memungkinkan argumen-argumen yang baik untuk menang.

Dalam keadaan alamiah, kaum liberal berpendapat, manusia didorong oleh naluri bertahan hidup dan pelestarian diri. Satu-satunya cara untuk melarikan diri dari keberadaan yang berbahaya seperti itu adalah dengan membentuk kekuatan bersama dan tertinggi yang mampu menengahi antara keinginan manusia yang saling bertentangan. [57] Kekuasaan ini dapat dibentuk dalam suatu kerangka masyarakat sipil yang memungkinkan individu untuk membuat kontrak sosial sukarela dengan otoritas yang berdaulat, mentransfer hak-hak alami mereka kepada otoritas itu dengan imbalan perlindungan kehidupan, kebebasan, dan properti. [57] Kaum liberal awal ini sering tidak setuju tentang bentuk pemerintahan yang paling tepat, tetapi mereka semua memiliki keyakinan yang sama bahwa kebebasan itu adalah natural dan bahwa pembatasannya membutuhkan pembenaran yang kuat. [57] Kaum liberal umumnya percaya pada pemerintahan yang terbatas, meskipun beberapa filsuf liberal mengecam pemerintah secara langsung, dengan Thomas Paine menulis "pemerintah bahkan dalam keadaan terbaiknya adalah kejahatan yang diperlukan". [58]

James Madison dan Montesquieu

Sebagai bagian dari proyek untuk membatasi kekuasaan pemerintah, ahli teori liberal seperti James Madison dan Montesquieu menyusun gagasan pemisahan kekuasaan, sebuah sistem yang dirancang untuk mendistribusikan otoritas pemerintah secara merata di antara cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. [59] Kaum liberal awal mengatakan bahwa pemerintah harus menyadari bahwa pemerintahan yang buruk dapat memberi rakyat wewenang untuk menggulingkan tatanan yang berkuasa melalui segala cara yang mungkin, bahkan melalui jalur kekerasan dan revolusi langsung, jika diperlukan. [60] Kaum liberal kontemporer, yang sangat dipengaruhi oleh liberalisme sosial, terus mendukung pemerintahan konstitusional yang terbatas dan mengadvokasi layanan dan hukum negara untuk memastikan persamaan hak. Kaum liberal modern mengklaim bahwa jaminan formal atas hak-hak individu tidak relevan ketika individu tidak memiliki sarana material untuk mendapatkan keuntungan dari hak-hak tersebut dan menyerukan peran yang lebih besar bagi pemerintah dalam administrasi urusan ekonomi. [61] Kaum liberal awal juga meletakkan dasar bagi pemisahan gereja dan negara. Sebagai pewaris Abad Pencerahan, kaum liberal percaya bahwa setiap tatanan sosial dan politik yang ada berasal dari interaksi manusia, bukan dari kehendak ilahi. [62] Sebagian besar orang-orang liberal memusatkan penentangan mereka terhadap penyatuan otoritas agama dan politik, dengan alasan bahwa agama dan kepercayaan dapat berkembang dengan sendirinya, tanpa sponsor resmi atau administrasi oleh negara. [62]

Selain mengidentifikasi peran pemerintah dalam masyarakat modern, kaum liberal juga memperdebatkan makna dan sifat dari prinsip terpenting dalam filsafat liberal, yaitu kebebasan. Dari abad ke-17 hingga abad ke-19, para pemikir liberal (dari Adam Smith hingga John Stuart Mill) mengkonseptualisasikan kebebasan sebagai tidak adanya campur tangan dari pemerintah dan individu lain, dengan mengklaim bahwa semua orang harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan dan kapasitas unik mereka sendiri tanpa disabotase oleh orang lain. [63] Karya Mill, On Liberty (1859), merupakan salah satu teks klasik dalam filsafat liberal yang menyatakan, "satu-satunya kebebasan yang layak disebut sebagai kebebasan adalah kebebasan untuk mengejar hal yang baik bagi kita dengan cara kita sendiri". [63] Dukungan untuk kapitalisme laissez-faire sering dikaitkan dengan prinsip ini, dengan Friedrich Hayek berargumen dalam The Road to Serfdom (1944) bahwa ketergantungan pada pasar bebas akan menghalangi kontrol totaliter oleh negara. [64]

Selain kebebasan, kaum liberal telah mengembangkan beberapa prinsip lain yang penting untuk konstruksi struktur filosofis mereka, seperti kesetaraan, pluralisme, dan toleransi. Mengenai kesetaraan, Voltaire berkomentar bahwa "kesetaraan pada saat yang sama adalah hal yang paling alami dan kadang-kadang paling chimeral". [65] Semua bentuk liberalisme mengasumsikan pengertian dasar bahwa individu adalah setara. [66] Dalam mempertahankan bahwa orang secara alami adalah setara, kaum liberal berasumsi bahwa mereka semua memiliki hak yang sama atas kebebasan. [67] Dengan kata lain, tidak seorang pun berhak untuk menikmati manfaat dari masyarakat liberal lebih dari siapa pun dan semua orang adalah subjek yang sama di hadapan hukum . [68] Di luar konsepsi dasar ini, para ahli teori liberal berbeda dalam pemahaman mereka tentang kesetaraan. Filsuf Amerika John Rawls menekankan perlunya memastikan tidak hanya kesetaraan di hadapan hukum, tetapi juga pemerataan sumber daya material yang dibutuhkan individu untuk mengembangkan aspirasi mereka dalam hidup. [68] Pemikir libertarian Robert Nozick tidak setuju dengan Rawls, dan sebagai gantinya memperjuangkan versi sebelumnya dari kesetaraan Lockean. [68]

Untuk berkontribusi pada pengembangan kebebasan, kaum liberal juga mempromosikan konsep-konsep seperti pluralisme dan toleransi. Dengan pluralisme, kaum liberal mengacu pada proliferasi pendapat dan keyakinan yang mencirikan tatanan sosial yang stabil. [69] Tidak seperti banyak lawan dan pendahulu mereka, kaum liberal tidak mencari kesesuaian dan homogenitas tentang cara orang berpikir. Faktanya, upaya mereka diarahkan untuk membangun kerangka kerja pemerintahan yang menyelaraskan dan meminimalkan pandangan yang saling bertentangan, namun tetap memungkinkan pandangan tersebut untuk tetap ada dan berkembang. [70] Bagi filsafat liberal, pluralisme akan mengarah pada toleransi. Karena individu memiliki sudut pandang yang berbeda, kaum liberal berpendapat, mereka harus menjunjung tinggi dan menghormati hak satu sama lain untuk tidak setuju. [71] Dari perspektif liberal, toleransi pada awalnya terhubung dengan toleransi agama, dengan Baruch Spinoza mengutuk "kebodohan persekusi agama dan perang ideologis". [71] Toleransi juga berperan penting dalam gagasan Kant dan John Stuart Mill. Kedua pemikir tersebut percaya bahwa masyarakat akan memiliki konsepsi yang berbeda tentang kehidupan etik yang baik dan bahwa setiap orang harus diizinkan untuk membuat pilihan mereka sendiri tanpa campur tangan dari negara atau individu lain. [71]

Kelompok Coppet dan Benjamin Constant

Madame de Staël

Perkembangan menuju pematangan teori klasik modern terjadi sebelum dan segera setelah Revolusi Perancis. Salah satu tempat bersejarah dari perkembangan ini adalah di Kastil Coppet dekat Jenewa. Di sini kelompok Coppet eponymous berkumpul di bawah naungan penulis dan salonnière yang diasingkan, Madame de Staël pada periode antara pembentukan Kekaisaran Pertama Napoleon (1804) dan Restorasi Bourbon tahun 1814–1815. [72] [73] [74] [75] Pertemuan para pemikir Eropa yang belum pernah terjadi sebelumnya terjadi di sana. Pertemuan ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan liberalisme abad kesembilan belas dan juga romantisisme. [76] [77] [78] Para pemikir ini termasuk Wilhelm von Humboldt, Jean de Sismondi, Charles Victor de Bonstetten, Prosper de Barante, Henry Brougham, Lord Byron, Alphonse de Lamartine, Sir James Mackintosh, Juliette Récamier dan August Wilhelm Schlegel. [79]

Benjamin Constant, seorang aktivis politik dan ahli teori Prancis-Swiss

Di antara mereka juga ada salah satu pemikir pertama yang menggunakan nama "liberal". Dia adalah seorang Protestan Swiss berpendidikan di Universitas Edinburgh, Benjamin Constant. Constant melihat Inggris dibandingkan Roma kuno untuk model praktis kebebasan dalam skala besar masyarakat dagang. Dia membuat perbedaan antara "Liberty of the Ancients" dan "Liberty of the Moderns". [80] The Liberty of the Ancients adalah kebebasan republik partisipatif, [81] yang memberikan warga hak untuk mempengaruhi politik secara langsung melalui debat dan pemungutan suara di majelis umum. [80] Untuk mendukung tingkat partisipasi ini, kewarganegaraan merupakan kewajiban moral yang memberatkan yang membutuhkan investasi waktu dan energi yang cukup besar. Umumnya, ini membutuhkan sub-kelompok budak untuk melakukan banyak pekerjaan produktif dan membiarkan warga negara yang merdeka untuk berunding tentang urusan publik. Kebebasan Kuno juga terbatas pada masyarakat laki-laki yang relatif kecil dan homogen. Mereka dapat berkumpul di satu tempat untuk berdiskusi tentang urusan publik. [80]

Sebaliknya, Liberty of the Moderns, didasarkan pada kepemilikan kebebasan sipil, supremasi hukum, dan kebebasan dari campur tangan negara yang berlebihan. Partisipasi langsung menjadi terbatas: konsekuensi yang diperlukan dari ukuran negara modern, dan juga hasil yang tak terhindarkan dari masyarakat dagang tnapa budak. Sehingga hampir semua orang harus mencari nafkah dengan bekerja. Para pemilih akan memilih perwakilan, yang akan berunding di Parlemen atas nama rakyat dan akan menyelamatkan warga dari keterlibatan politik sehari-hari. [82] Pentingnya tulisan-tulisan Constant tentang kebebasan orang-orang kuno dan kebebasan orang-orang "modern" telah membentuk pemahaman tentang liberalisme, seperti juga kritiknya terhadap Revolusi Prancis. [83] Filsuf Inggris dan sejarawan liberal, Sir Isaiah Berlin mengatakan bahwa kepada Constant sangat berjasa dalam filsafat politik liberalisme. [84]

Teori ekonomi liberal

Ekonomi Keynesian

Teori feminis liberal

Teori liberal sosial

Teori anarko-kapitalis

Sejarah

Kritik dan dukungan

Referensi

  1. ^ "liberalism In general, the belief that it is the aim of politics to preserve individual rights and to maximize freedom of choice." Concise Oxford Dictionary of Politics, Iain McLean and Alistair McMillan, Third edition 2009, ISBN 978-0-19-920516-5.
  2. ^ "political rationalism, hostility to autocracy, cultural distaste for conservatism and for tradition in general, tolerance, and [...] individualism". John Dunn. Western Political Theory in the Face of the Future (1993). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-43755-4.
  3. ^ "With a nod to Robert Trivers' definition of altruistic behaviour" (Trivers 1971), Satoshi Kanazawa defines liberalism (as opposed to conservatism) as "the genuine concern for the welfare of genetically unrelated others and the willingness to contribute larger proportions of private resources for the welfare of such others" (Kanazawa 2010).
  4. ^ Adams, Sean; Morioka, Noreen; Stone, Terry Lee (2006). Color Design Workbook: A Real World Guide to Using Color in Graphic Design. Gloucester, Mass.: Rockport Publishers. hlm. 86. ISBN 1-59253-192-X. OCLC 60393965. 
  5. ^ Kumar, Rohit Vishal; Joshi, Radhika (October–December 2006). "Colour, Colour Everywhere: In Marketing Too". SCMS Journal of Indian Management. 3 (4): 40–46. ISSN 0973-3167. SSRN 969272alt=Dapat diakses gratis. 
  6. ^ Cassel-Picot, Muriel "The Liberal Democrats and the Green Cause: From Yellow to Green" in Leydier, Gilles and Martin, Alexia (2013) Environmental Issues in Political Discourse in Britain and Ireland. Cambridge Scholars Publishing. p.105. ISBN 9781443852838
  7. ^ Gould, p. 3.
  8. ^ "All mankind [...] being all equal and independent, no one ought to harm another in his life, health, liberty, or possessions", John Locke, Second Treatise of Government
  9. ^ Kirchner, p. 3.
  10. ^ Steven Pincus (2009). 1688: The First Modern RevolutionPerlu mendaftar (gratis). Yale University Press. ISBN 978-0-300-15605-8. Diakses tanggal 7 February 2013. 
  11. ^ Milan Zafirovski (2007). Liberal Modernity and Its Adversaries: Freedom, Liberalism and Anti-Liberalism in the 21st Century. Brill. hlm. 237. ISBN 978-90-04-16052-1. 
  12. ^ Eddy, Matthew Daniel (2017). "The Politics of Cognition: Liberalism and the Evolutionary Origins of Victorian Education". British Journal for the History of Science. 50 (4): 677–699. doi:10.1017/S0007087417000863. PMID 29019300. 
  13. ^ Koerner, Kirk F. (1985). Liberalism and Its Critics. London: Routledge. ISBN 978-0-429-27957-7. 
  14. ^ Conway, Martin (2014). "The Limits of an Anti-liberal Europe". Dalam Gosewinkel, Dieter. Anti-liberal Europe: A Neglected Story of Europeanization. Berghahn Books. hlm. 184. ISBN 978-1-78238-426-7. Liberalism, liberal values and liberal institutions formed an integral part of that process of European consolidation. Fifteen years after the end of the Second World War, the liberal and democratic identity of Western Europe had been reinforced on almost all sides by the definition of the West as a place of freedom. Set against the oppression in the Communist East, by the slow development of a greater understanding of the moral horror of Nazism, and by the engagement of intellectuals and others with the new states (and social and political systems) emerging in the non-European world to the South 
  15. ^ "Liberalism in America: A Note for Europeans" by Arthur M. Schlesinger Jr. (1956) from: The Politics of Hope (Boston: Riverside Press, 1962). "Liberalism in the U.S. usage has little in common with the word as used in the politics of any other country, save possibly Britain."
  16. ^ a b Gould, p. 3.
  17. ^ Worell, p. 470.
  18. ^ a b c d e f Gross, p. 5.
  19. ^ Kirchner, pp. 2–3.
  20. ^ Colton and Palmer, p. 479.
  21. ^ Emil J. Kirchner, Liberal Parties in Western Europe, "Liberal parties were among the first political parties to form, and their long-serving and influential records, as participants in parliaments and governments, raise important questions [...]", Cambridge University Press, 1988, ISBN 978-0-521-32394-9.
  22. ^ "Liberalism", Encyclopædia Britannica.
  23. ^ Rothbard, The Libertarian Heritage: The American Revolution and Classical Liberalism.
  24. ^ "Content". Parties and Elections in Europe. 2020. 
  25. ^ Puddington, p. 142. "After a dozen years of centre-left Liberal Party rule, the Conservative Party emerged from the 2006 parliamentary elections with a plurality and established a fragile minority government."
  26. ^ Grigsby, pp. 106–07. [Talking about the Democratic Party] "Its liberalism is, for the most part, the later version of liberalism – modern liberalism."
  27. ^ Arnold, p. 3. "Modern liberalism occupies the left-of-center in the traditional political spectrum and is represented by the Democratic Party in the United States."
  28. ^ David Cayla, ed. (2021). Populism and Neoliberalism. Routledge. hlm. 62. ISBN 9781000366709. 
  29. ^ Hans Slomp, ed. (2011). Europe, A Political Profile: An American Companion to European Politics, Volume 1. ABC-CLIO. hlm. 106–108. ISBN 9780313391811. 
  30. ^ Bevir, Mark (2010). Encyclopedia of Political Theory: A–E, Volume 1. SAGE Publications. hlm. 164. ISBN 978-1-4129-5865-3. Diakses tanggal 19 May 2017. 
  31. ^ Fung, Edmund S. K. (2010). The Intellectual Foundations of Chinese Modernity: Cultural and Political Thought in the Republican Era. Cambridge University Press. hlm. 130. ISBN 978-1-139-48823-5. Diakses tanggal 16 May 2017. 
  32. ^ Antoninus, p. 3.
  33. ^ Young 2002.
  34. ^ Young 2002.
  35. ^ Kirchner, p. 3.
  36. ^ Young 2002.
  37. ^ Young 2002.
  38. ^ Gray, p. xii.
  39. ^ Wolfe, pp. 33–36.
  40. ^ Gray, p. xii.
  41. ^ Young 2002.
  42. ^ Delaney, p. 18.
  43. ^ Godwin et al., p. 12.
  44. ^ Copleston, pp. 39–41.
  45. ^ Young 2002
  46. ^ Locke, p. 170.
  47. ^ Forster, p. 219.
  48. ^ Zvesper, p. 93.
  49. ^ Copleston, p. 33.
  50. ^ a b c Kerber, p. 189.
  51. ^ Feldman, Noah (2005). Divided by God. Farrar, Straus and Giroux, p. 29 ("It took John Locke to translate the demand for liberty of conscience into a systematic argument for distinguishing the realm of government from the realm of religion.")
  52. ^ Feldman, Noah (2005). Divided by God. Farrar, Straus and Giroux, p. 29
  53. ^ McGrath, Alister. 1998. Historical Theology, An Introduction to the History of Christian Thought. Oxford: Blackwell Publishers. pp. 214–15.
  54. ^ Bornkamm, Heinrich (1962), "Toleranz. In der Geschichte des Christentums", Die Religion in Geschichte und Gegenwart (dalam bahasa Jerman) , 3. Auflage, Band VI, col. 942
  55. ^ Hunter, William Bridges. A Milton Encyclopedia, Volume 8 (East Brunswick, NJ: Associated University Presses, 1980). pp. 71, 72. ISBN 0-8387-1841-8.
  56. ^ Wertenbruch, W (1960), "Menschenrechte", Die Religion in Geschichte und Gegenwart (dalam bahasa Jerman), Tübingen, DE , 3. Auflage, Band IV, col. 869
  57. ^ a b c Young 2002.
  58. ^ Young 2002.
  59. ^ Young 2002.
  60. ^ Young 2002.
  61. ^ Young 2002.
  62. ^ a b Gould, p. 4.
  63. ^ a b Young 2002.
  64. ^ Wolfe, p. 74.
  65. ^ Wolfe, p. 63.
  66. ^ Young 2002.
  67. ^ Young 2002.
  68. ^ a b c Young 2002.
  69. ^ Young 2002.
  70. ^ Young 2002.
  71. ^ a b c Young 2002.
  72. ^ Tenenbaum, Susan (1980). "The Coppet Circle. Literary Criticism as Political Discourse". History of Political Thought. 1 (2): 453–473. 
  73. ^ Lefevere, Andre (2016). Translation, Rewriting, and the Manipulation of Literary Fame. Taylor & Francis. hlm. 109. 
  74. ^ Fairweather, Maria (2013). Madame de Stael. Little, Brown Book Group. 
  75. ^ Hofmann, Etienne; Rosset, François (2005). Le Groupe de Coppet. Une constellation d'intellectuels européens. Presses polytechniques et universitaires romandes. 
  76. ^ Jaume, Lucien (2000). Coppet, creuset de l'esprit libéral: Les idées politiques et constitutionnelles du Groupe de Madame de Staël. Presses Universitaires d'Aix-Marseille. hlm. 10. 
  77. ^ Delon, Michel (1996). "Le Groupe de Coppet". Dalam Francillon, Roger. Histoire de la littérature en Suisse romande t.1. Payot. 
  78. ^ "The Home of French Liberalism". The Coppet Institute. Diakses tanggal 2020-02-20. 
  79. ^ Kete, Kathleen (2012). Making Way for Genius: The Aspiring Self in France from the Old Regime to the New. Yale University Press. ISBN 978-0-300-17482-3. 
  80. ^ a b c "Constant, Benjamin, 1988, 'The Liberty of the Ancients Compared with that of the Moderns' (1819), in The Political Writings of Benjamin Constant, ed. Biancamaria Fontana, Cambridge, pp. 309–28". Uark.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 August 2012. Diakses tanggal 2013-09-17. 
  81. ^ Bertholet, Auguste (2021). "Constant, Sismondi et la Pologne". Annales Benjamin Constant. 46: 65–76. 
  82. ^ "Constant, Benjamin, 1988, 'The Liberty of the Ancients Compared with that of the Moderns' (1819), in The Political Writings of Benjamin Constant, ed. Biancamaria Fontana, Cambridge, pp. 309–28". Uark.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 August 2012. Diakses tanggal 2013-09-17. 
  83. ^ Hofmann, Étienne, ed. (1982). Benjamin Constant, Madame de Staël et le Groupe de Coppet: Actes du Deuxième Congrès de Lausanne à l'occasion du 150e anniversaire de la mort de Benjamin Constant Et Du Troisième Colloque de Coppet, 15–19 juilliet 1980 (dalam bahasa Prancis). Oxford, The Voltaire Foundation and Lausanne, Institut Benjamin Constant. ISBN 0-7294-0280-0. 
  84. ^ Rosen, Frederick (2005). Classical Utilitarianism from Hume to Mill. Routledge. hlm. 251.  According to Berlin, the most eloquent of all defenders of freedom and privacy [was] Benjamin Constant, who had not forgotten the Jacobin dictatorship.

Referensi lain

  • Michael Scott Christofferson "An Antitotalitarian History of the French Revolution: François Furet's Penser la Révolution française in the Intellectual Politics of the Late 1970s" (in French Historical Studies, Fall 1999)
  • Piero Gobetti La Rivoluzione liberale. Saggio sulla lotta politica in Italia, Bologna, Rocca San Casciano, 1924

Referensi

  • Adams, Ian. Ideology and politics in Britain today. Manchester: Manchester University Press, 1998. ISBN 0-7190-5056-1
  • Alterman, Eric. Why We're Liberals. New York: Viking Adult, 2008. ISBN 0-670-01860-0
  • Ameringer, Charles. Political parties of the Americas, 1980s to 1990s. Westport: Greenwood Publishing Group, 1992. ISBN 0-313-27418-5
  • Antoninus, Marcus Aurelius. The Meditations of Marcus Aurelius Antoninus. New York: Oxford University Press, 2008. ISBN 0-19-954059-4
  • Arnold, N. Scott. Imposing values: an essay on liberalism and regulation. New York: Oxford University Press, 2009. ISBN 0-495-50112-3
  • Auerbach, Alan and Kotlikoff, Laurence. Macroeconomics Cambridge: MIT Press, 1998. ISBN 0-262-01170-0
  • Barzilai, Gad, Communities and Law: Politics and Cultures of Legal Identities University of Michigan Press, 2003. ISBN 978-0-472-03079-8
  • Chodos, Robert et al. The unmaking of Canada: the hidden theme in Canadian history since 1945. Halifax: James Lorimer & Company, 1991. ISBN 1-55028-337-5
  • Coker, Christopher. Twilight of the West. Boulder: Westview Press, 1998. ISBN 0-8133-3368-7
  • Colomer, Josep Maria. Great Empires, Small Nations. New York: Routledge, 2007. ISBN 0-415-43775-X
  • Colton, Joel and Palmer, R.R. A History of the Modern World. New York: McGraw Hill, Inc., 1995. ISBN 0-07-040826-2
  • Cook, Richard. The Grand Old Man. Whitefish: Kessinger Publishing, 2004. ISBN 1-4191-6449-X
  • Delaney, Tim. The march of unreason: science, democracy, and the new fundamentalism. New York: Oxford University Press, 2005. ISBN 0-19-280485-5
  • Diamond, Larry. The Spirit of Democracy. New York: Macmillan, 2008. ISBN 0-8050-7869-X
  • Dobson, John. Bulls, Bears, Boom, and Bust. Santa Barbara: ABC-CLIO, 2006. ISBN 1-85109-553-5
  • Dorrien, Gary. The making of American liberal theology. Louisville: Westminster John Knox Press, 2001. ISBN 0-664-22354-0
  • Farr, Thomas. World of Faith and Freedom. New York: Oxford University Press US, 2008. ISBN 0-19-517995-1
  • Falco, Maria. Feminist interpretations of Mary Wollstonecraft. State College: Penn State Press, 1996. ISBN 0-271-01493-8
  • Fawcett, Edmund. Liberalism: The Life of an Idea. Princeton, NJ: Princeton University Press, 2014. ISBN 978-0-691-15689-7
  • Flamm, Michael and Steigerwald, David. Debating the 1960s: liberal, conservative, and radical perspectives. Lanham: Rowman & Littlefield, 2008. ISBN 0-7425-2212-1
  • Frey, Linda and Frey, Marsha. The French Revolution. Westport: Greenwood Press, 2004. ISBN 0-313-32193-0
  • Gallagher, Michael et al. Representative government in modern Europe. New York: McGraw Hill, 2001. ISBN 0-07-232267-5
  • Gifford, Rob. China Road: A Journey into the Future of a Rising Power. Random House, 2008. ISBN 0-8129-7524-3
  • Godwin, Kenneth et al. School choice tradeoffs: liberty, equity, and diversity. Austin: University of Texas Press, 2002. ISBN 0-292-72842-5
  • Gould, Andrew. Origins of liberal dominance. Ann Arbor: University of Michigan Press, 1999. ISBN 0-472-11015-2
  • Gray, John. Liberalism. Minneapolis: University of Minnesota Press, 1995. ISBN 0-8166-2801-7
  • Grigsby, Ellen. Analyzing Politics: An Introduction to Political Science. Florence: Cengage Learning, 2008. ISBN 0-495-50112-3
  • Gross, Jonathan. Byron: the erotic liberal. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers, Inc., 2001. ISBN 0-7425-1162-6
  • Hafner, Danica and Ramet, Sabrina. Democratic transition in Slovenia: value transformation, education, and media. College Station: Texas A&M University Press, 2006. ISBN 1-58544-525-8
  • Handelsman, Michael. Culture and Customs of Ecuador. Westport: Greenwood Press, 2000. ISBN 0-313-30244-8
  • Hartz, Louis. The liberal tradition in America. New York: Houghton Mifflin Harcourt, 1955. ISBN 0-15-651269-6
  • Heywood, Andrew (2003). Political Ideologies: An Introduction. New York, NY: Palgrave Macmillan. ISBN 0-333-96177-3. 
  • Hodge, Carl. Encyclopedia of the Age of Imperialism, 1800–1944. Westport: Greenwood Publishing Group, 2008. ISBN 0-313-33406-4
  • Jensen, Pamela Grande. Finding a new feminism: rethinking the woman question for liberal democracy. Lanham: Rowman & Littlefield, 1996. ISBN 0-8476-8189-0
  • Johnson, Paul. The Renaissance: A Short History. New York: Modern Library, 2002. ISBN 0-8129-6619-8
  • Kanazawa, Satoshi (2010). "Why Liberals and Atheists Are More Intelligent". Social Psychology Quarterly. 73 (1): 33–57. JSTOR 25677384. 
  • Karatnycky, Adrian. Freedom in the World. Piscataway: Transaction Publishers, 2000. ISBN 0-7658-0760-2
  • Karatnycky, Adrian et al. Nations in transit, 2001. Piscataway: Transaction Publishers, 2001. ISBN 0-7658-0897-8
  • Kirchner, Emil. Liberal parties in Western Europe. Cambridge: Cambridge University Press, 1988. ISBN 0-521-32394-0
  • Knoop, Todd. Recessions and Depressions Westport: Greenwood Press, 2004. ISBN 0-313-38163-1
  • Koerner, Kirk. Liberalism and its critics. Oxford: Taylor & Francis, 1985. ISBN 0-7099-1551-9
  • Leroux, Robert, Political Economy and Liberalism in France: The Contributions of Frédéric Bastiat, London and New York, 2011.
  • Leroux, Robert, Davi M. Hart (eds), French Liberalism in the 19th Century, London and New York: London, 2012.
  • Lightfoot, Simon. Europeanizing social democracy?: the rise of the Party of European Socialists. New York: Routledge, 2005. ISBN 0-415-34803-X
  • Lyons, Martyn. Napoleon Bonaparte and the Legacy of the French Revolution. New York: St. Martin's Press, Inc., 1994. ISBN 0-312-12123-7
  • Mackenzie, G. Calvin and Weisbrot, Robert. The liberal hour: Washington and the politics of change in the 1960s. New York: Penguin Group, 2008. ISBN 1-59420-170-6
  • Manent, Pierre and Seigel, Jerrold. An Intellectual History of Liberalism. Princeton: Princeton University Press, 1996. ISBN 0-691-02911-3
  • Mazower, Mark. Dark Continent. New York: Vintage Books, 1998. ISBN 0-679-75704-X
  • Monsma, Stephen and Soper, J. Christopher. The Challenge of Pluralism: Church and State in Five Democracies. Lanham: Rowman & Littlefield, 2008. ISBN 0-7425-5417-1
  • Penniman, Howard. Canada at the polls, 1984: a study of the federal general elections. Durham: Duke University Press, 1988. ISBN 0-8223-0821-5
  • Perry, Marvin et al. Western Civilization: Ideas, Politics, and Society. Florence, KY: Cengage Learning, 2008. ISBN 0-547-14742-2
  • Pierson, Paul. The New Politics of the Welfare State. New York: Oxford University Press, 2001. ISBN 0-19-829756-4
  • Puddington, Arch. Freedom in the World: The Annual Survey of Political Rights and Civil Liberties. Lanham: Rowman & Littlefield, 2007. ISBN 0-7425-5897-5
  • Riff, Michael. Dictionary of modern political ideologies. Manchester: Manchester University Press, 1990. ISBN 0-7190-3289-X
  • Rivlin, Alice. Reviving the American Dream Washington D.C.: Brookings Institution Press, 1992. ISBN 0-8157-7476-1
  • Ros, Agustin. Profits for all?: the cost and benefits of employee ownership. New York: Nova Publishers, 2001. ISBN 1-59033-061-7
  • Routledge, Paul et al. The geopolitics reader. New York: Routledge, 2006. ISBN 0-415-34148-5
  • Russell, Bertrand (2000) [1945]. History of Western Philosophy. London: Routledge. ISBN 0-415-22854-9. 
  • Ryan, Alan. The Making of Modern Liberalism (Princeton UP, 2012)
  • Schell, Jonathan. The Unconquerable World: Power, Nonviolence, and the Will of the People. New York: Macmillan, 2004. ISBN 0-8050-4457-4
  • Shaw, G. K. Keynesian Economics: The Permanent Revolution. Aldershot, England: Edward Elgar Publishing Company, 1988. ISBN 1-85278-099-1
  • Sinclair, Timothy. Global governance: critical concepts in political science. Oxford: Taylor & Francis, 2004. ISBN 0-415-27662-4
  • Song, Robert. Christianity and Liberal Society. Oxford: Oxford University Press, 2006. ISBN 0-19-826933-1
  • Stacy, Lee. Mexico and the United States. New York: Marshall Cavendish Corporation, 2002. ISBN 0-7614-7402-1
  • Steinberg, David I. Burma: the State of Myanmar. Georgetown University Press, 2001. ISBN 0-87840-893-2
  • Steindl, Frank. Understanding Economic Recovery in the 1930s. Ann Arbor: University of Michigan Press, 2004. ISBN 0-472-11348-8
  • Susser, Bernard. Political ideology in the modern world. Upper Saddle River: Allyn and Bacon, 1995. ISBN 0-02-418442-X
  • Van den Berghe, Pierre. The Liberal dilemma in South Africa. Oxford: Taylor & Francis, 1979. ISBN 0-7099-0136-4
  • Van Schie, P. G. C. and Voermann, Gerrit. The dividing line between success and failure: a comparison of Liberalism in the Netherlands and Germany in the 19th and 20th Centuries. Berlin: LIT Verlag Berlin-Hamburg-Münster, 2006. ISBN 3-8258-7668-3
  • Various authors. Countries of the World & Their Leaders Yearbook 08, Volume 2. Detroit: Thomson Gale, 2007. ISBN 0-7876-8108-3
  • Venturelli, Shalini. Liberalizing the European media: politics, regulation, and the public sphere. New York: Oxford University Press, 1998. ISBN 0-19-823379-5
  • Wempe, Ben. T. H. Green's theory of positive freedom: from metaphysics to political theory. Exeter: Imprint Academic, 2004. ISBN 0-907845-58-4
  • Whitfield, Stephen. Companion to twentieth-century America. Hoboken: Wiley-Blackwell, 2004. ISBN 0-631-21100-4
  • Wolfe, Alan. The Future of Liberalism. New York: Random House, Inc., 2009. ISBN 0-307-38625-2
  • Worell, Judith. Encyclopedia of women and gender, Volume I. Amsterdam: Elsevier, 2001. ISBN 0-12-227246-3
  • Young, Shaun (2002). Beyond Rawls: An Analysis of the Concept of Political Liberalism. Lanham, MD: University Press of America. ISBN 0-7618-2240-2. 
  • Zvesper, John. Nature and liberty. New York: Routledge, 1993. ISBN 0-415-08923-9

Lihat pula

Pranala luar