Partai Persatuan Pembangunan: Perbedaan antara revisi
Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi |
|||
Baris 49: | Baris 49: | ||
=== PPP pada Masa Reformasi === |
=== PPP pada Masa Reformasi === |
||
PPP tetap menjadi partai terbesar kedua dari tiga partai yang diperbolehkan pada masa Orde Baru. Pada bulan [[Mei 1968|Mei 1998]], setelah jatuhnya |
PPP tetap menjadi partai terbesar kedua dari tiga partai yang diperbolehkan pada masa Orde Baru. Pada bulan [[Mei 1968|Mei 1998]], setelah jatuhnya Soeharto, PPP kembali ke ideologi Islamnya dan mempersiapkan diri untuk [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1999|pemilihan legislatif tahun 1999]], yang memenangkan 11% suara. |
||
Pada Sidang Umum MPR 1999, PPP merupakan bagian dari [[Poros Tengah]], yaitu koalisi politik partai-partai Islam yang dibentuk oleh Ketua MPR [[Amien Rais]] untuk melawan dominasi [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]] (PDI-P) pimpinan [[Megawati Soekarnoputri|Megawati Sukarnoputri]]. PDI-P telah memenangkan pemilihan legislatif dan Megawati diperkirakan akan memenangkan kursi presiden. Namun, pada tahap ini MPR masih bertanggung jawab untuk memilih presiden dan wakil presiden, dan partai-partai Islam di Poros Tengah tidak menginginkan presiden perempuan. Sebaliknya, mereka mencalonkan dan berhasil mengamankan terpilihnya [[Abdurrahman Wahid]] sebagai presiden. Dalam pemilihan wakil presiden, Ketua PPP [[Hamzah Haz]] mencalonkan diri melawan Megawati dan dikalahkan. |
Pada Sidang Umum MPR 1999, PPP merupakan bagian dari [[Poros Tengah]], yaitu koalisi politik partai-partai Islam yang dibentuk oleh Ketua MPR [[Amien Rais]] untuk melawan dominasi [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]] (PDI-P) pimpinan [[Megawati Soekarnoputri|Megawati Sukarnoputri]]. PDI-P telah memenangkan pemilihan legislatif dan Megawati diperkirakan akan memenangkan kursi presiden. Namun, pada tahap ini MPR masih bertanggung jawab untuk memilih presiden dan wakil presiden, dan partai-partai Islam di Poros Tengah tidak menginginkan presiden perempuan. Sebaliknya, mereka mencalonkan dan berhasil mengamankan terpilihnya [[Abdurrahman Wahid]] sebagai presiden. Dalam pemilihan wakil presiden, Ketua PPP [[Hamzah Haz]] mencalonkan diri melawan Megawati dan dikalahkan. |
||
PPP adalah sekutu politik Wahid pertama yang kecewa terhadapnya. Permasalahan utama PPP dengan Wahid adalah kunjungannya ke [[Israel]] dan kesan bahwa ia bersedia menjalin hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Hamzah Haz yang bertugas di [[Kabinet Persatuan Nasional]] sebagai [[Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat]], langsung mengundurkan diri dari jabatannya hanya sebulan setelah Wahid mengangkatnya. Banyak sekutu Wahid lainnya yang mengikuti dan pada bulan Juli 2001, PPP ikut serta dalam menyingkirkan Wahid dari kursi kepresidenan dan menunjuk Megawati sebagai presiden. Hamzah kemudian terpilih menjadi wakil presiden setelah mengalahkan [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan [[Akbar Tanjung]] di pemilihan wakil presiden. |
PPP adalah sekutu politik Wahid pertama yang kecewa terhadapnya. Permasalahan utama PPP dengan Wahid adalah kunjungannya ke [[Israel]] dan kesan bahwa ia bersedia menjalin hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Hamzah Haz yang bertugas di [[Kabinet Persatuan Nasional]] sebagai [[Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat]], langsung mengundurkan diri dari jabatannya hanya sebulan setelah Wahid mengangkatnya. Banyak sekutu Wahid lainnya yang mengikuti dan pada bulan Juli 2001, PPP ikut serta dalam menyingkirkan Wahid dari kursi kepresidenan dan menunjuk Megawati sebagai presiden. Hamzah kemudian terpilih menjadi wakil presiden setelah mengalahkan [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan [[Akbar Tanjung]] di pemilihan wakil presiden. |
||
PPP seperti [[Partai Golongan Karya|Golkar]] dan [[Partai Demokrasi Indonesia|PDI]] setelah jatuhnya Soeharto juga mengalami perpecahan internal partai. Pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1999|pemilu 1999]], muncul pecahan pecahan PPP yang ikut berkontestasi. Mantan ketua PPP [[Djaelani Naro]] dan beberapa tokoh partai PPP mendirikan [[Partai Persatuan]] karena kecewa atas hasil Muktamar PPP. Tujuan didirikannya Partai Persatuan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggembosi PPP, justru menampung kader PPP agar tidak lari ke partai lain. Partai dengan lambang gambar bintang berwarna kuning emas, lambang PPP lama, berasaskan Islam. |
|||
=== Pemilihan Umum 2004 === |
=== Pemilihan Umum 2004 === |
Revisi per 10 Maret 2024 02.02
Partai Persatuan Pembangunan | |
---|---|
Ketua umum | Muhamad Mardiono |
Sekretaris Jenderal | Muhamad Arwani Thomafi |
Ketua Fraksi di DPR | Amir Uskara |
Dibentuk | 5 Januari 1973 |
Digabungkan dari | Partai Nahdlatul Ulama Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah Partai Syarikat Islam Indonesia Partai Muslimin Indonesia |
Kantor pusat | Jalan Diponegoro 60, Jakarta, Indonesia |
Sayap pemuda | Generasi Muda Pembangunan Indonesia, Gerakan Pemuda Ka'bah, Angkatan Muda Ka'bah |
Sayap wanita | WPP (Wanita Persatuan Pembangunan) |
Ideologi | Pan-Islamisme[1] Konservatisme[2] Masa Orde Baru: Pancasila[2] |
Posisi politik | Kanan-tengah[3] ke sayap-kanan[4][5] |
Agama | Islam |
Kursi di DPR | 19 / 575 |
Kursi di DPRD I | 92 / 2.232 |
Kursi di DPRD II | 954 / 17.340 |
Situs web | |
ppp | |
Partai Persatuan Pembangunan (disingkat PPP atau P3) adalah sebuah partai politik di Indonesia. Pada saat pendeklarasiannya pada tanggal 5 Januari 1973 partai ini merupakan hasil gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI). Ketua sementara saat itu adalah Mohammad Syafa'at Mintaredja. Penggabungan keempat partai keagamaan tersebut bertujuan untuk penyederhanaan sistem kepartaian di Indonesia dalam menghadapi Pemilihan Umum pertama pada masa Orde Baru tahun 1973.
Sejarah
Pembentukan Partai
Sepuluh partai politik berpartisipasi dalam pemilu legislatif tahun 1971, jumlah yang dianggap terlalu banyak oleh Presiden Soeharto. Soeharto ingin agar partai politik dikurangi menjadi dua atau tiga saja dan partai-partai tersebut dikelompokkan berdasarkan programnya.
Dasar penggabungan yang kemudian melahirkan PPP adalah koalisi empat Partai Islam di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang disebut Fraksi Persatuan Pembangunan. Fraksi ini terdiri dari Nahdatul Ulama (NU), Partai Islam Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Dengan dorongan dari Pemerintah, para pejabat dari keempat partai mengadakan pertemuan satu sama lain dan setelah menemukan titik temu, mereka menggabungkan keempat partai Islam di Indonesia ke dalam Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973. Meskipun demikian, partai-partai tersebut secara resmi bergabung, namun internal Politik PPP di bawah pemerintahan Suharto didominasi oleh perbedaan prioritas kelompok-kelompok awal yang membentuk partai tersebut.
Oposisi Orde Baru
Pada pertengahan tahun 1970-an, dukungan masyarakat terhadap rezim Soeharto dengan cepat berkurang. Ketika Soeharto merebut kekuasaan melalui kudeta militer berdarah pada tahun 1965 dan menggulingkan Presiden Soekarno, kelompok-kelompok Islam mendukung Soeharto dan membantu menganiaya lawan-lawan politiknya. Namun ketika rezim menjadi korup dan semakin otoriter, aliansi ini mulai runtuh. Pada tahun 1974, Zakaria bin Muhammad Amin diangkat sebagai anggota dewan dan menjabat hingga tahun 1986.[6] Menjelang pemilu legislatif tahun 1977, banyak orang mulai mencari pilihan lain selain Golkar yang didukung pemerintah.
Khawatir PPP akan memenangkan pemilu, Soeharto mempermainkan ketakutan masyarakat dengan meminta militer menangkap sekelompok orang yang mengaku terkait dengan Komando Jihad. Oleh karena itu, beberapa orang menjadi khawatir bahwa memilih PPP dan partainya yang berhaluan Islam berarti menyatakan dukungannya terhadap Komando Jihad. Dan dalam pemerintahan yang semakin otoriter, banyak yang menolak untuk dikaitkan dengan pihak yang salah. Golkar kemudian memenangkan pemilihan legislatif dengan 62% dan PPP berada di urutan kedua dengan 27% suara.
Namun PPP tidak tinggal diam dan menerima kekalahan. Pada Sidang Umum MPR tahun 1978, anggota PPP Chalid Mawardi melontarkan kritik pedas terhadap rezim Soeharto. Mawardi menuduh Pemerintah anti-Muslim, mengeluhkan tindakan keras yang dilakukan pemerintah terhadap perbedaan pendapat, dan menuduh bahwa Pemilu Legislatif tahun 1977 dimenangkan karena adanya kecurangan dalam pemilu.[7] Anggota PPP juga melakukan aksi mogok massal ketika Soeharto menyebut agama sebagai “aliran kepercayaan”.
PPP tampaknya semakin mengukuhkan statusnya sebagai partai oposisi terkuat. Namun hal itu tidak akan bertahan lama. Pada tahun 1984, NU, di bawah pimpinannya, Abdurrahman Wahid, menarik diri dari PPP, sehingga melemahkan partai. Perolehan suara PPP turun dari hampir 28% pada pemilu legislatif tahun 1982 menjadi 16% pada pemilu legislatif tahun 1987, PPP juga dipaksa oleh pemerintah untuk mengganti ideologi Islamnya dengan ideologi nasional Pancasila dan berhenti menggunakan simbol-simbol Islam. Akibatnya, partai tersebut mengganti logonya yang menunjukkan tempat suci Kabah di Makkah dengan bintang.[8]
Sidang Umum MPR 1988
Pada Sidang Umum MPR 1988, Ketua PPP Djaelani Naro dicalonkan sebagai wakil presiden. Soeharto, yang terpilih menjadi presiden untuk masa jabatan kelima pada Sidang Umum tersebut, melakukan intervensi. Ia mencontohkan keputusan MPR tahun 1973 yang salah satu kriteria seorang wakil presiden adalah bisa bekerja sama dengan presiden. Soeharto pun melakukan diskusi dengan Naro dan meyakinkannya untuk menarik pencalonan Naro.
Apa yang dilakukan Naro belum pernah terjadi sebelumnya karena baik Suharto maupun wakil presidennya selalu terpilih tanpa lawan. Permasalahannya kali ini adalah pilihan Soeharto terhadap wakil presiden, Soedharmono. Pilihan Suharto telah menyebabkan perpecahan antara dirinya dan sekutu paling setianya, ABRI. Banyak anggota ABRI yang tidak menyukai Sudharmono karena ia lebih banyak menghabiskan waktunya di belakang meja (Soedharmono adalah seorang pengacara militer) dibandingkan sebagai petugas lapangan. Melihat adanya celah yang bisa dieksploitasi, Naro mencalonkan dirinya mungkin dengan dukungan pribadi dari ABRI yang di depan umum telah menunjukkan dukungannya kepada Soedharmono.
PPP pada Masa Reformasi
PPP tetap menjadi partai terbesar kedua dari tiga partai yang diperbolehkan pada masa Orde Baru. Pada bulan Mei 1998, setelah jatuhnya Soeharto, PPP kembali ke ideologi Islamnya dan mempersiapkan diri untuk pemilihan legislatif tahun 1999, yang memenangkan 11% suara.
Pada Sidang Umum MPR 1999, PPP merupakan bagian dari Poros Tengah, yaitu koalisi politik partai-partai Islam yang dibentuk oleh Ketua MPR Amien Rais untuk melawan dominasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Sukarnoputri. PDI-P telah memenangkan pemilihan legislatif dan Megawati diperkirakan akan memenangkan kursi presiden. Namun, pada tahap ini MPR masih bertanggung jawab untuk memilih presiden dan wakil presiden, dan partai-partai Islam di Poros Tengah tidak menginginkan presiden perempuan. Sebaliknya, mereka mencalonkan dan berhasil mengamankan terpilihnya Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Dalam pemilihan wakil presiden, Ketua PPP Hamzah Haz mencalonkan diri melawan Megawati dan dikalahkan.
PPP adalah sekutu politik Wahid pertama yang kecewa terhadapnya. Permasalahan utama PPP dengan Wahid adalah kunjungannya ke Israel dan kesan bahwa ia bersedia menjalin hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Hamzah Haz yang bertugas di Kabinet Persatuan Nasional sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, langsung mengundurkan diri dari jabatannya hanya sebulan setelah Wahid mengangkatnya. Banyak sekutu Wahid lainnya yang mengikuti dan pada bulan Juli 2001, PPP ikut serta dalam menyingkirkan Wahid dari kursi kepresidenan dan menunjuk Megawati sebagai presiden. Hamzah kemudian terpilih menjadi wakil presiden setelah mengalahkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Akbar Tanjung di pemilihan wakil presiden.
PPP seperti Golkar dan PDI setelah jatuhnya Soeharto juga mengalami perpecahan internal partai. Pada pemilu 1999, muncul pecahan pecahan PPP yang ikut berkontestasi. Mantan ketua PPP Djaelani Naro dan beberapa tokoh partai PPP mendirikan Partai Persatuan karena kecewa atas hasil Muktamar PPP. Tujuan didirikannya Partai Persatuan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggembosi PPP, justru menampung kader PPP agar tidak lari ke partai lain. Partai dengan lambang gambar bintang berwarna kuning emas, lambang PPP lama, berasaskan Islam.
Pemilihan Umum 2004
PPP memperoleh 8,1% suara pada pemilu legislatif tahun 2004, turun dari 10,7% perolehan suara pada tahun 1999, namun cukup untuk mempertahankan posisinya sebagai partai dengan perwakilan terbaik ketiga di legislatif, di belakang PDI-P dan Golkar. Dalam pemilihan presiden, PPP semula tidak memikirkan calon presiden pada pemilu presiden 2004. Mereka berharap Hamzah terpilih menjadi cawapres Megawati dan melanjutkan kemitraan Presiden/Wakil Presiden Megawati/Hamzah. Namun Megawati memilih Ketua NU Hasyim Muzadi sebagai cawapresnya.
PPP kemudian terus menunggu, masih berharap Hamzah Haz terpilih sebagai calon wakil presiden. Akhirnya, sehari sebelum pendaftaran calon presiden/wakil presiden ditutup, Hamzah maju dan menjadi calon presiden dari PPP.[9] Pasangannya adalah Agum Gumelar, yang menjabat Menteri Perhubungan pada Kabinet Megawati. Pencalonan Hamzah sebagai presiden tidak berhasil karena ia hanya memperoleh 3,1% suara dan berada di urutan kelima.
Pada bulan Agustus 2004, PPP mengumumkan bahwa mereka membentuk koalisi nasional dengan PDI-P, Golkar, Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Damai Sejahtera (PDS) untuk mendukung Megawati memenangkan pemilihan presiden melawan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun Yudhoyono akan muncul sebagai pemenang dan PPP akan membelot dari koalisi nasional ke kubu Yudhoyono. Mereka dihargai dengan diberi jabatan di kabinet.
Pimpinan
Ketua Umum
Jabatan ketua umum pada awalnya berbentuk presidium yang terdiri dari KH Idham Chalid sebagai Presiden Partai serta Mohammad Syafa'at Mintaredja, Thayeb Mohammad Gobel, Rusli Halil, dan Masykur sebagai wakil presiden partai.
Perolehan suara dan kursi
Riwayat hasil Pemilihan Umum
Pemilu | Nomor Urut | Kursi DPR yang dimenangkan | Jumlah suara | Persentase suara | Hasil Pemilu | Ketua |
---|---|---|---|---|---|---|
1971 | N/A | 94 / 360
|
14,833,942[catatan 1] | 27.11%[10] | Oposisi | Muhammad Syafa'at Mintaredja |
1977 | 1 | 99 / 360
|
18,743,491 | 29.29%[11] | 5 kursi, Oposisi | Muhammad Syafa'at Mintaredja |
1982 | 1 | 94 / 360
|
20,871,880 | 27.78%[11] | 5 kursi, Oposisi | Djaelani Naro |
1987 | 1 | 61 / 400
|
13,701,428 | 15.97%[11] | 33 kursi, Oposisi | Djaelani Naro |
1992 | 1 | 62 / 400
|
16,624,647 | 17.01%[11] | 1 kursi, Oposisi | Ismail Hasan Metareum |
1997 | 1 | 89 / 400
|
25,340,028 | 22.43%[11] | 27 kursi, Oposisi | Ismail Hasan Metareum |
1999 | 9 | 58 / 500
|
11,329,905 | 10.71%[11] | 31 kursi, Pemerintah | Hamzah Haz |
2004 | 5 | 58 / 550
|
9,248,764 | 8.15%[11] | , Pemerintah | Hamzah Haz |
2009 | 24 | 38 / 560
|
5,544,332 | 5.32%[11] | 20 kursi, Pemerintah | Suryadharma Ali |
2014 | 9 | 39 / 560
|
8,157,488 | 6.53%[12] | 1 kursi, Oposisi (sampai 2014)
Pemerintah (setelah 2014) |
Suryadharma Ali |
2019 | 10 | 19 / 575
|
6,323,147 | 4.52%[13] | 20 kursi, Pemerintah | Suharso Monoarfa |
2024 | 17 | Muhamad Mardiono |
- ^ Jumlah suara NU, Perti, PSII and Parmusi, yang kemudian digabung menjadi PPP pada 1973
Hasil Pemilihan Presiden
Pemilu | Nomor urut | Calon presiden yang diusung | Calon wakil presiden yang diusung | Putaran 1
(Jumlah suara) |
Persentase | Hasil | Putaran 2
(Jumlah suara) |
Persentase | Hasil |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
2004 | 5 | Hamzah Haz | Agum Gumelar | 3,569,861 | 3.01% | Tidak lolos | Putaran kedua[14] | ||
2009 | 2 | Susilo Bambang Yudhoyono | Boediono | 73,874,562 | 60.80% | Terpilih | |||
2014 | 1 | Prabowo Subianto[15] | Hatta Rajasa | 62,576,444 | 46.85% | Kalah | |||
2019 | 01 | Joko Widodo | Ma'ruf Amin | 85,607,362 | 55.50% | Terpilih | |||
2024 | 03 | Ganjar Pranowo | Mahfud MD |
Cetak tebal: kader PPP
DPR RI
DPRD Provinsi
Pemilu | Perolehan Kursi |
Jumlah Provinsi |
Provinsi Juara |
Keterangan |
---|---|---|---|---|
2014 | 132 | 32 | tidak ada | Tidak memiliki perwakilan di DPRD Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur. |
2019 | 92 | 30 | tidak ada | Tidak memiliki perwakilan di DPRD Provinsi Bali, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Papua Barat. |
Tokoh terkenal
Kepengurusan
Berikut merupakan kepengurusan DPP PPP periode 2020–2025.
Dewan Pengurus
- Plt Ketum PPP: Muhamad Mardiono
- Waketum I: Arsul Sani
- Waketum II: Ermalena
- Waketum III: Amir Uskara
- Waketum IV: Musyaffa Noer
- Waketum V: Rusli Effendi
- Sekjen: Arwani Thomafi
- Wasekjen I: Chairunnisa Yusuf
- Wasekjen II: Norman Zein Nahdi
- Wasekjen III: Rapih Herdiansyah
- Bendahara Umum: R. Arya Permana Graha
- Wakil Bendahara: Nadia Hasna Humaira
Bidang Politik Hukum dan Kelembagaan Publik
- Ketua Pertahanan dan Keamanan: Mayjen Purn Neno Hamriono
- Ketua Politik dan Pemerintahan: Audy Joinaldy
- Ketua Hukum HAM dan Advokasi: Andi Surya Wijaya
- Ketua Hubungan Kelembagaan Publik: Dahlia Umar
Bidang Organisasi
- Ketua OKK Wilayah I: Achmad Baidowi
- Ketua OKK Wilayah II: M Qoyyum Abdul Jabbar
- Ketua OKK Wilayah III: Idy Muzayyad
- Ketua Data dan Digital: Rendhika D Harsono
- Ketua Informasi dan Komunikasi: Dony Ahmad Munir
- Ketua Pengelolaan Aset: Lukman Yani
Bidang Pemenangan Pemilu
- Hilman Ismail Metareum
- Noor Al Janna Fitri Gayo
- Illiza Sa’adudin Djamal
- Dewi Arimbi Soeharto Alamsjah
- Komaruddin Thaher
- Ainul Yakin
- Abdul Hakim Hidayat
- Muhammad Yunus Razak
- Darwis Ismail
- Rusman Ya’kub
- Tgk H Amri M Ali
- Achmad Mustaqim
- Muhammad Iqbal
- Iskandar
Bidang Ekonomi Keuangan dan Industri
- Ketua Ekonomi dan Keuangan: Usman M Tokan
- Ketua Energi dan Insfrastuktur: Muh Aras
- Ketua Industri Koperasi dan Ketenagakerjaan: Aunur Rofiq
Bidang Dakwah Pendidikan dan Pesantren
- Ketua Hubungan Ormas Islam dan Pesantren: Qonita Luffiyah
- Ketua Dakwah: Rojih Ubad Maimoen
- Ketua Pemuda dan Mahasiswa: Thobahul Aftoni
- Ketua Pendidikan dan Kebudayaan: Ariza Austina
Bidang Kesejahteraan Rakyat
- Ketua Kesehatan: Atik Heru Maryati
- Ketua Perempuan dan Anak: Wartiah
- Ketua Sosial: Syafa Illiyin
- Ketua Pertanian dan Kehutanan: Rina Fitri
- Ketua Lingkungan dan Bencana: Patrika Susana
- Ketua Kelautan dan Perikanan: Zanratul Aini
Lihat pula
Referensi
- ^ Al-Hamdi, Ridho. (2017). Moving towards a Normalised Path: Political Islam in Contemporary Indonesia. Jurnal Studi Pemerintahan (Journal of Government & Politics). Vol. 8 No. 1, February 2017. p.53, pp.56-57, p.62.
- ^ a b Bulkin, Nadia (24 October 2013). "Indonesia's Political Parties" (dalam bahasa Inggris). Carnegie Endowment for International Peace. Diakses tanggal 2024-03-02.
- ^ http://parlemenindonesia.org/info-pemilu/parpol/partai-persatuan-pembangunan/
- ^ "Mapping the Indonesian political spectrum". Newmandala. 24 April 2018. Diakses tanggal 17 Juni 2021.
- ^ Jono Hardjowirogo (2018). Noto of Java Iii The End of Day (dalam bahasa Inggris). Xlibris US. hlm. The descent of chaos. ISBN 9781984521460. Diakses tanggal 17 Juni 2021.
- ^ Saputra, Amrizal, Wira Sugiarto, Suyendri, Zulfan Ikhram, Khairil Anwar, M. Karya Mukhsin, Risman Hambali, Khoiri, Marzuli Ridwan Al-bantany, Zuriat Abdillah, Dede Satriani, Wan M. Fariq, Suwarto, Adi Sutrisno, Ahmad Fadhli (2020-10-15). PROFIL ULAMA KARISMATIK DI KABUPATEN BENGKALIS: MENELADANI SOSOK DAN PERJUANGAN. CV. DOTPLUS Publisher. hlm. 150. ISBN 978-623-94659-3-3.
- ^ Elson, Robert (2001). Suharto: A Political Biography. UK: The Press Syndicate of the University of Cambridge. hlm. 225. ISBN 0-521-77326-1.
- ^ Schwarz, Adam (1994). A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s. Allen & Unwin. hlm. 172. ISBN 0-521-77326-1.
- ^ "Semangat Agum, Keraguan Hamzah (Agum's Enthusiasm, Hamzah's Doubts)". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 March 2016.
- ^ Liddle, R. William (1978), "The 1977 Indonesian and New Order Legitimacy", Southeast Asian Affairs, ISEAS - Yusof Ishak Institute, 1978: 130
- ^ a b c d e f g h "Bab V - Hasil Pemilu - KPU" (PDF). Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. Diakses tanggal 1 August 2018.
- ^ "KPU sahkan hasil pemilu, PDIP nomor satu". BBC. 10 May 2014. Diakses tanggal 1 August 2018.
- ^ Zunita Putri (21 May 2019). "KPU Tetapkan Hasil Pileg 2019: PDIP Juara, Disusul Gerindra-Golkar". Detik.com. Diakses tanggal 31 May 2019.
- ^ "Koalisi Parpol Pendukung Mega-Hasyim Dideklarasikan". Liputan6.com. 19 August 2004. Diakses tanggal 4 August 2018.
- ^ Wardah, Fathiyah (19 May 2014). "6 Parpol Dukung Pasangan Prabowo-Hatta dalam Pilpres". Voice of America Indonesia. Diakses tanggal 1 August 2018.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi Partai Persatuan Pembangunan
- Partai Persatuan Pembangunan
- Partai Islam
- Partai konservatif
- Partai politik di Indonesia
- Partai politik yang didirikan tahun 1973
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1977
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1982
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1987
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1992
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1997
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 1999
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 2004
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 2009
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 2014
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 2019
- Partai politik peserta pemilihan umum legislatif Indonesia 2024