Lompat ke isi

Kemerajaan dan kerajaan Allah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: halaman dengan galat kutipan
Tag: halaman dengan galat kutipan
Baris 23: Baris 23:


== Perjanjian Baru ==
== Perjanjian Baru ==
[[Injil Lukas]] mengabadikan penggambaran Yesus tentang Kerajaan Allah, yaitu "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah;<ref>{{Alkitab|Lukas 17:20}}</ref> juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu."<ref>{{Alkitab|Lukas 17:21}}</ref><!--
[[Injil Lukas]] mengabadikan penggambaran Yesus tentang Kerajaan Allah, yaitu "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah;<ref>{{Alkitab|Lukas 17:20}}</ref> juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu."<ref>{{Alkitab|Lukas 17:21}}</ref>


In the [[Synoptic Gospels]], Jesus speaks frequently of God's kingdom. However within the [[New Testament]], nowhere does Jesus appear to clearly define the concept.<ref name="Ladd_45">George Eldon Ladd, The Presence of the Future: The Eschatology of Biblical Realism, Eerdmans (Grand Rapids: 1974), 45.</ref> Within the Synoptic Gospel accounts, the assumption appears to have been made that, "this was a concept so familiar that it did not require definition."<ref name="Ladd_45"/> Karen Wenell wrote, "Mark's Gospel provides for us a significant place of transformation for the space of the Kingdom of God, precisely because it can be understood as a kind of birthplace for the Kingdom of God, the beginning of its construction ...".<ref>{{cite journal|last1=Wenell|first1=Karen|title=A Markan 'Context' Kingdom? Examining Biblical and Social Models in Spatial Interpretation|journal=Biblical Theology Bulletin|date=August 2014|volume=44|issue=3|page=126|doi=10.1177/0146107914540487 |s2cid=144390379 |doi-access=free}}</ref>
Di dalam Injil-[[Injil Sinoptik|Injil Sinoptis]], Yesus kerap bertutur tentang Kerajaan Allah. Meskipun demikian, di dalam [[Perjanjian Baru]], tidak ada satu nas pun yang meriwayatkan bahwa Yesus pernah mendefinisikan konsep tersebut secara jelas.<ref name="Ladd_45">George Eldon Ladd, The Presence of the Future: The Eschatology of Biblical Realism, Eerdmans (Grand Rapids: 1974), 45.</ref> Di dalam nas-nas Injil Sinoptis, tampaknya sudah diasumsikan bahwa "konsep ini adalah konsep yang sudah tidak asing lagi sehingga tidak perlu didefinisikan."<ref name="Ladd_45"/><!-- Karen Wenell mengemukakan di dalam tulisannya bahwa "Injil Markus menyediakan bagi kita suatu tempat penting for us a significant place of transformation for the space of the Kingdom of God, precisely because it can be understood as a kind of birthplace for the Kingdom of God, the beginning of its construction ...".<ref>{{cite journal|last1=Wenell|first1=Karen|title=A Markan 'Context' Kingdom? Examining Biblical and Social Models in Spatial Interpretation|journal=Biblical Theology Bulletin|date=August 2014|volume=44|issue=3|page=126|doi=10.1177/0146107914540487 |s2cid=144390379 |doi-access=free}}</ref>


[[John's Gospel]] refers to the Kingdom of God in Jesus' dialogue with [[Nicodemus]] in [[John 3|chapter 3]].<ref>{{bibleverse|John|3:3-5|NKJV}}</ref> [[Constantin von Tischendorf]]'s text is exceptional in referring to "the kingdom of heaven" in John 3:5, on evidence which [[Heinrich August Wilhelm Meyer|Heinrich Meyer]] describes as "ancient but yet inadequate".<ref>Meyer, H. A. W. (1880), [https://biblehub.com/commentaries/meyer/john/3.htm Meyer's NT Commentary] on John 3, translated from the German sixth edition, accessed 8 January 2024</ref>
[[John's Gospel]] refers to the Kingdom of God in Jesus' dialogue with [[Nicodemus]] in [[John 3|chapter 3]].<ref>{{bibleverse|John|3:3-5|NKJV}}</ref> [[Constantin von Tischendorf]]'s text is exceptional in referring to "the kingdom of heaven" in John 3:5, on evidence which [[Heinrich August Wilhelm Meyer|Heinrich Meyer]] describes as "ancient but yet inadequate".<ref>Meyer, H. A. W. (1880), [https://biblehub.com/commentaries/meyer/john/3.htm Meyer's NT Commentary] on John 3, translated from the German sixth edition, accessed 8 January 2024</ref>

Revisi per 5 Juni 2024 04.11

Kaca patri karya Reginald Hallward, menampilkan nas Matius 5:3, "diberkatilah orang yang miskin dalam roh sebab mereka yang mempunyai Kerajaan Surga".

Konsep kemerajaan Allah dapat dijumpai di dalam semua agama ibrahimi, dan dalam beberapa kasus dapat pula dijumpai pemakaian istilah kerajaan Allah dan kerajaan Surga. Gagasan kemerajaan Allah bersumber dari Alkitab Ibrani yang memuat perkataan "kerajaan-Nya" meskipun tidak memuat istilah "Kerajaan Allah".[1][2]

Istilah "Kerajaan Allah" maupun "Kerajaan Surga" yang semakna dengannya di dalam Injil Matius merupakan salah satu unsur utama dari ajaran Yesus di dalam Perjanjian Baru. Injil Markus mengindikasikan bahwa injil adalah kabar baik tentang Kerajaan Allah. Istilah tersebut tidak dapat dipisahkan dari kemerajaan Kristus atas segala makhluk. Kerajaan "surga" muncul di dalam Injil Matius terutama lantaran keengganan orang Yahudi untuk melisankan "nama" (Allah). Yesus tidak mengajarkan perihal Kerajaan Allah per se sebanyak mengajarkan perihal kedatangan kembali kerajaan tersebut. Gagasan tentang kedatangan kembali kerajaan Allah (seperti pada zaman Musa) sudah menjadi gagasan bernada menghasut di "Kanaan", kawasan Israel-Palestina-Libanon sekarang ini, 60 tahun sebelum Yesus lahir, dan masih terus menggelorakan semangat sampai hampir seratus tahun lamanya sesudah Yesus wafat.[3] Dengan mengacu kepada ajaran Perjanjian Lama, penyifatan hubungan Allah dengan manusia di dalam ajaran agama Kristen pada hakikatnya melibatkan gagasan "Kemerajaan Allah".[4][5]

Al-Qur'an tidak memuat istilah "kerajaan Allah", tetapi memuat ayat Kursi yang mengatakan bahwa singgasana Allah meliputi langit dan bumi. Al-Qur'an juga mengatakan bahwa Nabi Ibrahim diperlihatkan "kerajaan langit" dan bumi.[6] Pustaka-pustaka agama Baháʼí juga memakai istilah "kerajaan Allah".[7]

Alkitab Ibrani

Istilah "kerajaan TUHAN" muncul dua kali di dalam Alkitab Ibrani, yaitu di dalam nas 1 Tawarikh 28:5 dan nas 2 Tawarikh 13:8. Selain itu, istilah "kerajaan-Nya" dan "kerajaan-Mu" kadang-kadang pula dipakai ketika mengacu kepada Allah.[2] Sebagai contoh, kalimat "ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan" digunakan di dalam nas 1 Tawarikh 29:10–12 dan kalimat "kerajaan-Nya adalah kerajaan yang kekal" digunakan di dalam nas Daniel 3:33 (nas Daniel 4:3 menurut versi penomoran ayat Alkitab Kristen).[8] Ada pula nas-nas semisal Keluaran 19:6 yang menunjukkan betapa Israel, selaku umat pilihan Allah, dipandang sebagai sebuah kerajaan, mengingatkan orang kepada sejumlah tafsir Kristen yang memandang kerajaan Allah sebagai dunia Kristen.

"Kata Ibrani malkut [...] pertama-tama mengacu kepada suatu pemerintahan, kekuasaan, atau kepemimpinan tertinggi, dan yang kedua mengacu kepada wilayah tempat pemerintahan dijalankan. [...] Bilamana dipakai untuk menyifatkan Allah, kata malkut hampir selalu mengacu kepada kewenangan pemerintahan-Nya selaku Raja samawi."[9] "Mazmur kenaikan takhta" (Mazmur 45, Mazmur 93, Mazmur 96, Mazmur 97–99) menyediakan suatu latar bagi pandangan semacam ini dengan maklumat "TUHAN adalah Raja".[5]

Baik nas 1 Raja–Raja 22:19, Yesaya 6, Yehezkiel 1, maupun Daniel 7:9 berbicara tentang Takhta Allah, kendati beberapa filsuf semisal Saadia Gaon dan Maimonides menafsirkan penyebutan "takhta" semacam itu sebagai kiasan.[10]

Kesusastraan periode antarperjanjian

Frasa Kerajaan Allah tidak lazim dijumpai di dalam kesusastraan antarperjanjian. Bilamana muncul, misalnya di dalam kumpulan Mazmur Salomo dan Kitab Kebijaksanaan Salomo, frasa tersebut biasanya mengacu kepada "pemerintahan Allah, bukan kepada wilayah yang diperintah-Nya, bukan pula kepada zaman baru, [bukan pula kepada ...] rezim Almasihi yang kelak akan dibentuk oleh Orang Yang Diurapi Tuhan".[11]

Meskipun demikian, adakalanya istilah ini berdenotasi "suatu peristiwa eskatologis", misalnya di dalam Kitab Musa Diangkat ke Surga dan Kitab Ucapan Ilahi Sibila. Di dalam kitab-kitab tersebut, "Kerajaan Allah bukanlah suatu zaman baru, melainkan manifestasi efektif pemerintahan Allah atas seluruh dunia sehingga terbentuklah rezim eskatologis."[12] Ada pula pandangan lain yang masih sejalan dengan pandanga-pandangan di atas tetapi lebih bersifat "nasional", yaitu pandangan yang meluhurkan tokoh Almasih terjanji sebagai tokoh pembebas dan tokoh pendiri negara Israel yang baru.[13]

Perjanjian Baru

Injil Lukas mengabadikan penggambaran Yesus tentang Kerajaan Allah, yaitu "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah;[14] juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu."[15]

Di dalam Injil-Injil Sinoptis, Yesus kerap bertutur tentang Kerajaan Allah. Meskipun demikian, di dalam Perjanjian Baru, tidak ada satu nas pun yang meriwayatkan bahwa Yesus pernah mendefinisikan konsep tersebut secara jelas.[16] Di dalam nas-nas Injil Sinoptis, tampaknya sudah diasumsikan bahwa "konsep ini adalah konsep yang sudah tidak asing lagi sehingga tidak perlu didefinisikan."[16]

Baca juga

Rujukan

  1. ^ "Abrahamic Faiths, Ethnicity and Ethnic Conflicts" (Cultural Heritage and Contemporary Change. Seri I, Culture and Values, Jld. 7) oleh Paul Peachey, George F. McLean dan John Kromkowski (Juni 1997) ISBN 1565181042 hlm. 315
  2. ^ a b France, R. T. (2005). "Kingdom of God". Dalam Vanhoozer, Kevin J.; Bartholomew, Craig G.; Treier, Daniel J.; Wright, Nicholas Thomas. Dictionary for Theological Interpretation of the Bible. Grand Rapids: Baker Book House. hlm. 420–422. ISBN 978-0-8010-2694-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Januari 2021. Diakses tanggal 19 Juli 2016. 
  3. ^ The Gospel of Matthew oleh R.T. France (21 Agustus 2007) ISBN 080282501X hlmn. 101–103
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Mercer490
  5. ^ a b Dictionary of Biblical Imagery oleh Leland Ryken, James C. Wilhoit dan Tremper Longman III (11 November 1998) ISBN 0830814515 hlmn. 478–479
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Prophet27
  7. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama BGems
  8. ^ Psalms: Interpretation oleh James Mays 2011 ISBN 0664234399 hlmn. 438–439
  9. ^ George Eldon Ladd, The Presence of the Future: The Eschatology of Biblical Realism, Eerdmans (Grand Rapids: 1974), 46–47.
  10. ^ Bowker, John (2005). "Throne of God". The concise Oxford dictionary of world religions (edisi ke-2005). Oxford University Press. ISBN 0-19-861053-X. 
  11. ^ George Eldon Ladd, The Presence of the Future: The Eschatology of Biblical Realism, Eerdmans (Grand Rapids: 1974), 130.
  12. ^ George Eldon Ladd, The Presence of the Future: The Eschatology of Biblical Realism, Eerdmans (Grand Rapids: 1974), 131.
  13. ^ Encyclopedia of Theology: A Concise Sacramentum Mundi oleh Karl Rahner (2004) ISBN 0860120066 hlm. 1351
  14. ^ Lukas 17:20
  15. ^ Lukas 17:21
  16. ^ a b George Eldon Ladd, The Presence of the Future: The Eschatology of Biblical Realism, Eerdmans (Grand Rapids: 1974), 45.

Pranala luar