Kekaisaran Korea
Kekaisaran Korea Raya 대한제국 (大韓帝國) Daehan Jeguk | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1897–1910 | |||||||||||
Semboyan: 광명천지
"Gwangmyeon Cheonji" | |||||||||||
Wilayah Kekaisaran Korea | |||||||||||
Status | Kekaisaran | ||||||||||
Ibu kota | Seoul | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Bahasa Korea | ||||||||||
Pemerintahan | Monarki konstitusional | ||||||||||
Kaisar | |||||||||||
Kaisar Gwangmu | |||||||||||
Kaisar Yunghui | |||||||||||
Perdana Menteri | |||||||||||
Kim Hongjip | |||||||||||
Lee Wan-Yong | |||||||||||
Era Sejarah | Imperialisme baru | ||||||||||
• Proklamasi | 13 Oktober 1897 | ||||||||||
• Konstitusi | 17 Agustus 1899 | ||||||||||
• Perjanjian Eulsa | 17 November 1905 | ||||||||||
• Aneksasi oleh Jepang | 29 Agustus 1910 | ||||||||||
Populasi | |||||||||||
• 1907 | 13,000,000 | ||||||||||
Mata uang | Won (원;圓) | ||||||||||
| |||||||||||
Kekaisaran Korea Raya (Hangul: 대한 제국, Hanja: 大 韩帝国; Daehan Jeguk, atau "Kekaisaran Daehan") adalah nama negara berbentuk kekaisaran di Korea yang ada sejak proklamasi Kekaisaran Korea pada bulan Oktober 1897 sampai dengan aneksasi oleh Jepang pada tanggal 20 Agustus 1910. Negara ini merupakan penerus dari Kerajaan Joseon (Dinasti Joseon).
Pada Oktober 1897, Gojong memproklamirkan entitas baru di Istana Gyeongungung dan mengawasi serta mengatur modernisasi militer, ekonomi, sistem lahan, sistem pendidikan, dan berbagai industri Korea. Pada tanggal 22 Agustus 1910, Korea dianeksasi oleh Kekaisaran Jepang dan memulai kekuasaan Jepang di Korea selama 35 tahun.
Sejarah
Awal Perkembangan
Adanya Perang Tiongkok-Jepang telah berhasil membuat Kerajaan Joseon keluar dari campur tangan asing (Kekaisaran Qing). Dengan melemahnya Qing, Jepang akhirnya menegosiasikan Perjanjian Shimonoseki dengan utusan dari Kekaisaran Qing, dimana Jepang merebut kendali atas Semenanjung Liaodong dari Qing (sebuah langkah yang dirancang untuk mencegah perluasan ke selatan oleh saingan baru Jepang, Rusia), dan, yang lebih penting lagi yaitu ambisi Jepang menancapkan pengaruh atas Korea. Namun, Rusia mengakui perjanjian ini sebagai perbuatan melawan kepentingannya di Timur Laut Tiongkok dan akhirnya Rusia membawa Perancis dan Jerman ke pihaknya dalam mengatakan bahwa Semenanjung Liaodong harus dikembalikan kepada Kekaisaran Qing.
Pada saat itu, Jepang tidak berdaya untuk melawan tekanan asing, terutama oleh negara-negara yang dianggap jauh lebih maju, dan dengan demikian Jepang melepaskan klaimnya atas Semenanjung Liaodong. Dengan keberhasilan intervensi tiga negara, Rusia muncul sebagai kekuatan utama di Asia Timur, menggantikan Qing sebagai entitas yang banyak mempengaruhi pemerintah Joseon. Pengadilan menganjurkan hubungan dekat dengan Joseon untuk mencegah campur tangan lebih Jepang dalam politik Joseon. Ratu Min (Maharani Myeongseong), permaisuri Kaisar Gwangmu, juga mengakui perubahan ini dan secara resmi menjalin hubungan diplomatik lebih dekat dengan Rusia untuk membendung pengaruh Jepang.
Ratu Min mulai muncul sebagai tokoh kunci dalam tingkat yang lebih tinggi dalam usaha penetralan Joseon melawan pengaruh Jepang. Jepang, yang merasa terancam oleh aktivitas sang ratu, segera menempatkan duta besarnya ke Joseon, Inoue Kaoru dan Miura Goro, seorang diplomat dengan latar belakang militer Jepang. Hal ini secara luas diketahui bahwa ia mendalangi pembunuhan Ratu Min pada tanggal 8 Oktober 1895, di kediamannya di Istana Geoncheong, ruang tidur resmi raja dalam Istana Gyeongbok.
Proklamasi Kekaisaran
Setelah pembunuhan Maharani Myeongseong oleh Jepang, Kaisar Gwangmu dan Putra Mahkota (kemudian menjadi Kaisar Yunghui) mengungsi ke kedutaan besar Rusia pada tahun 1896. Selama waktu dari kematian Ratu Min untuk kembali raja dari perlindungan Rusia, Joseon menjalani pergolakan hebat baik di dalam maupun secara hubungan luar negerinya. Pada tahun 1894, undang-undang baru disahkan oleh golongan progresif yang pro-Jepang dalam kabinet kerajaan, memaksa melakukan reformasi untuk pembenahan tatanan kehidupan masyarakat Joseon saat itu yang dinilai kuno dan terbelakang.
Pada tahun 1897, Raja Gojong, akibat dari meningkatnya tekanan dari dalam dan luar negeri mengenai tuntutan Kemerdekaan Korea yang dipimpin opini publik, ia kembali ke Istana Gyeongun (sekarang Istana Deoksu). Di sana, ia memproklamasikan berdirinya Kekaisaran Korea (Kekaisaran Han Raya), dan menyatakan era baru dengan nama "Gwangmu" (Hangul: 광무, Hanja: 光武; artinya prajurit cahaya), secara efektif memutus hubungan bersejarah Joseon sebagai protektorat Kekaisaran Qing, yang telah berlaku sejak Invasi Manchu sebelum tahun 1636.
Raja Gojong mengubah gelarnya menjadi Kaisar Gwangmu, kepala negara Joseon pertama yang berdaulat penuh dan turun-temurun dari Kekaisaran Korea. Ini menandai akhir lengkap tatanan dunia lama dan sistem ketergantungan tradisional Joseon terhadap Qing. Bertahun-tahun sebelumnya, Joseon selalu bergantung pada Qing dan dikenakan kewajiban mengirim upeti kepada Kaisar Qing. Status baru Korea sebagai sebuah kekaisaran berarti "benar-benar merdeka dan mandiri dari pengaruh Qing".
Nama "Kekaisaran Han Raya" dipilih untuk menunjukkan kebangkitan Konfederasi Samhan dari Proto-Tiga Kerajaan Korea. Arti penting dari deklarasi kekaisaran yaitu untuk menyatakan kemerdekaan Korea dan kesetaraan negara baru Korea dengan Tiongkok dan Jepang.
Penjajahan Jepang
Dalam seri Pertempuran Port Arthur pada tahun 1905, Jepang melibas Rusia tanpa ampun. Sebelumnya Rusia dan Qing (Tiongkok) adalah payung Korea dan melindunginya dari invasi langsung, namun akibat kekalahan Rusia dan jatuhnya Tiongkok ke tangan Jepang, tinggallah Korea yang nasibnya bergantung pada belas kasihan Jepang.
Dengan berakhirnya Perang Russo-Jepang 1904-1905 dalam kesepakatan dalam Perjanjian Portsmouth, jalan Jepang ke Korea semakin terbuka. Setelah menandatangani Perjanjian Portektorat tahun 1905, Korea menjadi protektorat Jepang dengan gubernur jenderal pertama adalah Ito Hirobumi. Hirobumi tewas tahun 1909 di Harbin setelah dibunuh nasionalis Korea, Ahn Jung-geun. Peristiwa ini menyebabkan Jepang menjajah Korea tahun 1910.
Lihat Pula
Pustaka
- Dong-no Kim, John B. Duncan, Do-hyung Kim (2006), Reform and Modernity in the Taehan Empire (Yonsei Korean Studies Series No. 2), Seoul: Jimoondang Publishing Company
- Jae-gon Cho, The Industrial Promotion Policy and Commercial Structure of the Taehan Empire.
- Pratt, Keith L., Richard Rutt, dan James Hoare. (1999). Korea: a historical and cultural dictionary, Richmond: Curzon Press. 10-ISBN 0-7007-0463-9/13-ISBN 978-0-7007-0463-7; 10-ISBN 0-7007-0464-7; 13-ISBN 978-0-7007-0464-4; OCLC 245844259
- Komite Khusus untuk Museum Digital Sejarah Korea (2009), Living in Joseon Part 3: The Virtual Museum of Korean History-11, Paju: Sakyejul Publishing Ltd.