Żul Qarnain
Eskatologi Islam |
---|
Żulkarnain (Arab: ذو القرنين Dzū al-Qarnayn) adalah julukan seorang raja yang disebutkan di dalam kitab Al-Qur'an, ia digambarkan sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Dikisahkan bahwa ia telah membangun tembok besi yang tinggi untuk melindungi kaum lemah dari serangan Ya’juj dan Ma’juj. Menurut Ibnu Abbas, Żulkarnain adalah seorang raja yang sholih dan suka mengembara.
Etimologi
Secara harfiah Żulkarnain memiliki arti "pemilik dua tanduk" atau "ia yang memiliki dua tanduk." Dzu (Arab: ذو, ḏżū) berarti "pemilik." Beberapa pendapat mengenai etimologi dari Żulkarnain adalah sebagai berikut.[1]
- Ia pernah meninggal dan hidup kembali setelah mendapat pukulan tepat di kepala bagian kanan dan kiri.[2]
- Rancangan ketopong besinya memiliki tanduk.
- Dia bisa melihat dengan jelas di siang hari dan di kegelapan malam.
- Dia pernah hidup selama dua abad sehingga ia dapat disebut "Żu al-Qarnain" (ذوالقرن ن)
Sedangkan kata qarn (قرن) memiliki beberapa arti, di antaranya adalah kekuasaan (wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Barat hingga Timur), kuat dan berani.
Genealogi
Menurut kisah dari Ubaid bin Umair (tokoh dari kalangan tabi'in) bahwa Żul Qarnain adalah sepupu Khidr dari pihak ibu, bertepatan dengan masa nabi Ibrahim dan nabi Luth. dikatakan pula bahwa Khidr menjadi penasehat spiritualnya.
Sedangkan menurut sejarawan Muslim yang lain, Żul Qarnain memiliki nama asli Abu Bakr Al-Himyari atau Abu Bakar bin Ifraiqisy dari daulah Al-Jumairiyah (115 SM – 552 M) dan kerajaannya disebut At-Tababi’ah.[3]
Dalam buku yang berjudul Jejak Yakjuj dan Makjuj karya Wisnu Sasongko di Books.google.com, Dzul Qarnain seorang raja Arab memiliki nama asli Abdullah bin adh Dhahhak, catatan lain mengisahkan namanya Mush'ab bin Abdullah keturunan dari Kahlal bin Saba'.[4]
Kisah Żulkarnain
Pertemuan dengan Nabi Ibrahim
Al-Azraqi menyebutkan bahwa Żulkarnain beragama Islam atas ajakan Khalilullah Ibrahim dan melakukan tawaf di Ka’bah al-Mukarramah bersama nabi Ismail, diriwayatkan dari Ubaid bin Umair dan anaknya Abdullah dan lainnya bahwa Żulkarnain melakukan ibadah Haji dengan jalan kaki, tatkala nabi Ibrahim mengetahui kehadirannya, ia menemuinya, mendoakannya dan meridhoinya. Kemudian Allah swt. menundukkan untuknya awan yang bisa membawanya kemana saja ia mau.
Menurut Ibnu Katsir Żul Qarnain hidup di masa Nabi Ibrahim, 2.000 tahun sebelum masa Aleksander Agung orang Macedonia, Yunani. Ibnu Katsir juga menuliskan dalam Kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah, bahwa Nabi Khadr adalah menterinya dan pergi haji dengan berjalan kaki. Ketika nabi Ibrahim mengetahui bahwa kedatangannya, maka ia keluar dari kota Mekkah untuk menyambutnya.nabi Ibrahim juga mendoakan dan memberikan nasihat-nasihat yang baik kepadanya.[5]
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, menuliskan kisah dari Adhraqi bahwa Żulkarnain melakukan thawaf dengan nabi Ibrahim kemudian melaksanakan kurban.
Petualangan Żulkarnain
Kisah perjalanan-perjalanan Żulkarnain berikut ini terdapat pada kitab Al-Qur'an surah Al-Kahfi 18:83-98. Berikut adalah kisah-kisah yang ditanyakan oleh Rabi Yahudi kepada Nabi Muhammad yang di wahyukan melalui malaikat Jibril kepadanya.
Menemukan umat tak beragama
Ketika Żulkarnain sedang melakukan perjalanan kearah barat ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang memiliki lumpur berwarna hitam, ia melihat sekelompok umat yang tidak memiliki agama, sehingga ia diperintahkan oleh Allah swt. boleh untuk menyiksa atau mengajarkan agama kepada umat ini.
Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Żul Qarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya." Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka bumi), maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: "Hai Żul Qarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Żul Qarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya." Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami." (Al-Kahfi 18:83-88)
Menemukan umat teramat miskin
Pada perjalanan berikutnya kearah timur, Żul Qarnain menemukan umat lain yang sangat teramat miskin. Saking miskinnya mereka tidak bisa melindungi diri mereka sendiri dengan tempat untuk berteduh dari sinar matahari.
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. (Al-Kahfi 18:89-91)
Membangun tembok besi setinggi gunung
Kemudian Żulkarnain melakukan perjalanan kembali hingga ia sampai didaerah pegunungan. Di antara dua gunung ia menemukan suatu kaum yang tidak ia mengerti bahasanya. Umat tersebut meminta tolong kepada Żulkarnain untuk membuat pembatas untuk menghalau dua kelompok umat perusak, yaitu Ya'juj dan Ma'juj. mereka juga menjanjikan akan memberikan bayaran kepada Żulkarnain, jika telah selesai pembuatan dinding pembatas tersebut. Akan tetapi Żulkarnain menolak diberikan bayaran oleh mereka, pada akhirnya Żulkarnain memberikan syarat kepada mereka untuk membantu Żulkarnain dan pasukannya dalam membangun dinding pembatas tersebut.
Dikisahkan Żulkarnain berhasil membangun dinding berupa potongan-potongan besi yang disusun sama rata dengan kedua gunung, kemudian dituangkan tembaga panas ditumpukkan besi tersebut. Kemudian ia pun mengatakan kepada kedua umat itu, bahwa kaum perusak itu tidak akan bisa mendaki atau melubanginya, sampai waktu yang dijanjikan oleh Allah akan berlubang dan runtuh, kemudian Ya'juj dan Ma'juj akan keluar dari celah tersebut seperti air bah.
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
Mereka berkata: "Hai Żul Qarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?"
Żul Qarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi."
Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Żul Qarnain: "Tiuplah (api itu)." Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya."
Żul Qarnain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Al-Kahfi 18:92-98)
Namun tidak diketahui secara persis di daerah mana keberadaan dinding tersebut. Hanya ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang masalah ini, namun riwayat tersebut terdapat kelemahan dalam sanadnya. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu juga menyebutkan sebuah kisah tentang Khalifah Al-Watsiq yang mengirim sebagian utusannya untuk meneliti dinding tersebut, namun ia menyebutkan riwayat ini tanpa sanad.[6]
Mencari Air Kehidupan
Menurut sebuah kitab[7] Żulkarnain pernah mencari ‘Ayn al-Hayat (Air Kehidupan) yang didampingi oleh Malaikat Rofa'il dan Nabi Khidr. Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’Labi dari Ali.
- Ketertarikan Żul Qarnain
Pada saat Raja Żulkarnain pada tahun 322 S. M. berjalan di atas bumi menuju ke tepi bumi, Allah mewakilkan seorang malaikat yang bernama Rofa’il untuk mendampingi Raja Żulkarnain. Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang, Raja Żulkarnain berkata kepada Malaikat Rofa’il: “Wahai Malaikat Rofa’il ceritakan kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit.”
Malaikat Rofa’il berkata, “Ibadah para malakat di langit di antaranya ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya.”
Kemudian Żul Qarnain berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku hidup bertahun-tahun dalam beribadah kepada Allah.” Lalu malaikat Rofa’il berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air bumi, namanya ‘Ayn al-Hayat’ yang berarti, sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminumnya seteguk, maka tidak akan mati sampai hari kiamat atau sehingga ia mohon kepada Allah supaya dirinya dimatikan.”
Kemudianya Żul Qarnain bertanya kepada malaikat Rofa’il, “Apakah kau tahu tempat ‘Ayn al-Hayat itu?” Malakat Rofa’il menjawab, “Bahwa sesungguhnya ‘Ayn al Hayat itu berada di bumi yang gelap."
- Persiapan pencarian
Setelah raja mendengar keterangan dari Malaikat Rofa’il tentang ‘Ayn al hayat, maka raja segera mengumpulkan ‘alim ulama’ ada zaman itu, dan raja bertanya kepada mereka tentang ‘Ayn al Hayat itu, tetapi mereka menjawab, “Kita tidak tahu kabarnya, namun seorang yang alim di antara mereka menjawab, “Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam, ia berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan ‘Ayn al Hayat di bumi yang gelap.”
“Di manakah tempat bumi gelap itu?” tanya raja. Seorang yang alim menjawab, “Di tempat keluarnya matahari.” Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja bertanya kepada sahabatnya. “Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?” Para sahabat menjawab, “Kuda betina yang perawan.”
Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang perawan-perawan, lalu raja memilih di antara tentaranya, sebanyak 6.000 orang dipilih yang cendikiawan dan yang ahli mencambuk.
Di antara mereka adalah Nabi Khidir, bahkan ia menjabat sebagai perdana menteri. Kemudian berjalanlah mereka dan Nabi Khidir berjalan di depan pasukannya. Dalam perjalanan mereka menjumpai tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat.
- Perjalanan yang sangat jauh dan tempat yang gelap
Kemudian mereka tidak berhenti-henti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun, sehingga sampai ditepi bumi yang gelap itu, dan ternyata gelapnya itu memancar seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam.
Kemudian seorang yang sangat cendikiawan dan para pasukannya mencegah raja masuk ke tempat gelap itu dan berkatalah ia kepada raja: ”Wahai raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk tempat yang gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya.” Lalu raja berkata: ”Kita harus memasukinya, tidak boleh tidak.”
Mereka semua membiarkan raja yang hendak masuk. Kemudian raja berkata kepada pasukannya: ”Diamlah, tunggulah kalian ditempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa datang pada kalian dalam masa 12 tahun itu, maka kedatanganku dan penungguan kalian termasuk baik, dan jika aku tidak datang sampai 12 tahun, maka pulanglah kembali ke negeri kalian.”
Kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il: ”Apabila kita melewati tempat yang gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita?” “Tidak bisa kelihatan” jawab Malaikat Rofa’il. ”Akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara, jika merjan itu ke atas bumi, maka mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian maka kawan-kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian.”
Kemudian Raja Żulkarnain masuk ke tempat yang gelap itu bersama sekelompok pasukannya, mereka berjalan di tempat yang gelap itu selama 18 hari tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam dan siang, tidak pernah melihat burung dan binatang liar, dan raja berjalan dengan didampingi oleh Nabi Khadr.
- Ditemukan oleh Nabi Khidr
Di saat mereka berjalan, maka Allah memberi wahyu kepada Nabi Khidr, ”Bahwa sesungguhnya ‘Ayn al Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan ‘Ayn al Hayat ini Aku khususkan untuk kamu.”
Setelah Nabi Khidr menerima wahyu tersebut, kemudian ia berkata kepada raja dan para sahabatnya: “Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang kepada kalian.”
Kemudian ia berjalan menuju ke sebelah kanan jurang, maka didapatilah olehnya sebuah ‘Ayn al Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi Khidr turun dari kudanya dan langsung melepas pakaiannya dan turun ke ‘Ayn al Hayat tersebut. Ia lalu mandi dan minum sumber air kehidupan tersebut, maka ia merasakan airnya lebih manis daripada madu.
Setelah ia mandi dan minum di ‘Ayn al Hayat tersebut, kemudian ia keluar dari tempat itu lalu menemui Raja Żulkarnain, sedangkan raja tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada Nabi Khidr, tentang penemuan dan mandi di sumber air tersebut.
- Penyesalan pasukan Żul Qarnain
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Wahab bin Munabbah, dia berkata, bahwa Nabi Khidr adalah anak dari bibi Raja Żul Qarnain, dan Raja Żul Qarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu selama 40 hari, tiba-tiba tampak sinar seperti kilat dan sinar itu terlihat olehnya. Sinar itu berasal dari bumi yang berpasir merah dan terdengar oleh raja suara gemercik di bawah kaki kuda, kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il, lalu malaikat itu menjawab: “Gemercik ini adalah suara benda, apabila seseorang mengambilnya, niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambilnya, niscaya ia akan menyesal juga.”
Kemudian setelah mereka keluar dari tempat gelap itu, di antara pasukan ada yang membawa benda itu, namun hanya sedikit saja, dan ternyata benda tersebut adalah batu permata, yakut yang berwarna merah dan zamrud yang berwarna hijau. Maka pasukan yang mengambil benda itu menyesal, karena mereka hanya mengambil sedikit, demikianlah pula dengan pasukan yang tidak mengambilnya mereka juga menyesal.
Kota dan seluruh isinya membatu
As-Sa'di menceritakan bahwa setelah Żulkarnain mengelilingi berbagai negeri dan pernah memasuki kota Rass, disana ia menemukan raja, penduduk, pria, wanita, anak-anak, hewan-hewan, barang-barang, pepohonan, dan buah-buah, semuanya menjadi batu hitam, karena satu teriakan Malaikat Jibril. Penduduk ini biasa menggauli para wanitanya pada duburnya dan mereka juga tidak beriman kepada nabi mereka yaitu Hanzhalah bin Shafwan, dan mereka juga telah membunuh nabi tersebut.
Beberapa pendapat mengenai Żul Qornain
Diriwayatkan Waqi dari Israil dari Jabir dari Mujahid dari Abdullah bin Amr, dia berkata: “Żulkarnain seorang nabi”, diriwayatkan al-Hafid bin Asakir dari hadits Abi Muhammad bin Abi Nasr dari Abi Ishaq bin Ibrahim bin Muhammad bin Abi Duaib, berkata Muhammad bin Hamad, bercerita Abdu Razzaq dari Muammar dari Ibnu Abi Duaib dari Muqbiri dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah bersabda: Aku tidak tahu atau tidak, aku tidak tahu khudud itu menghapus dosa pelakunya atau tidak dan aku tidak tau Żul Qarnain itu seorang nabi atau bukan, dan ini garib dari sisi ini.
Berkata Ishaq bin Basyar dari Ustman bin as-Syaj dari Khusoif dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: “Żulkarnain adalah seorang raja yang sholeh, Allah meridhoi amalnya” dan memuji dalam kitabnya. Dia adalah orang yang ditolong, Khidir adalah menterinya, dan disebutkan bahwa Khidir adalah pemimpin tentaranya, dia orang yang diajak bermusyawarah oleh sang raja sebagai menterinya dalam rangka memperbaiki masyarakat saat itu.
Berkata sebagian ahli kitab, karena dia raja Persia dan Romawi, dan dikatakan: Karena dia sampai pada dua ujung matahari barat dan timur dan menguasai keduanya, dan ini menyerupai kesalahannya yaitu perkataan az-Zuhri. Berkata Hasan al-Bashri: Dia memiliki dua jalinan rambut yang melingkar maka dinamakan Żul karnain. Berkata Ishaq bin Abdillah bin Basyar dari Abdillah bin Ziyad bin Sam’an dari Umar bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata: Dia memanggil raja yang zalim kepada Allah kemudian memukul tanduknya, mematahkanya dan meremukkannya, maka dinamakan Żulkarnain.
Lihat pula
Referensi
- ^ Zulqarnain di Alhassanain.com
- ^ Al-Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir lebih jauh menjelaskan, Żul Qarnain adalah nama gelar atau julukan seorang penglima penakluk sekaligus raja saleh. Karena kesalehannya ia selalu mengajak manusia untuk menyembah Allah. Namun mereka ingkar, malah memukul tanduknya (Qarnun, yaitu rambut kepala yang diikat) sebelah kanan, hingga ia mati. Lalu Allah menghidupkannya kembali, dan ia pun kembali berdakwah. Tetapi sekali lagi tanduknya yang kiri dipukul, sehingga ia mati lagi. Kemudian Allah menghidupkannya kembali dan menjulukinya Żul Qarnain, pemilik dua tanduk, serta memberinya kekuasaan.
- ^ Ya’juj Ma’juj & Dzulqornain ditulis oleh Budi Yahya di Oaseimani.com.
- ^ Jejak Yakjuj Dan Makjuj oleh Wisnu Sasongko hal.85 di Google Books.
- ^ Al-Bidayah wa an-Nihayah, hal. 108, jilid 3.
- ^ Kitab Tafsir Ibnu Katsir, 3/105.
- ^ Kisah Dzul Qarnain, Nabi Khadr dan Malaikat Rofa'il mencari Air Kehidupan, diriwayatkan oleh Ats-tsa’Labi dari Ali. Kitab Baidai’iz, karangan Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas., halaman 166 – 168.
Pranala luar
- Dzulqarnain Bukanlah Alexander The Great
- Zulqarnain model penguasa adidaya
- Dzulqarnain bukan Alexander Agung di Asysyariah.com & Dzulqarnain bukan Alexander Agung di Majalah Asy Syariah Vol IV/2008.
- Zulkarnain, Sang Penakluk Yang Saleh (Bagian Pertama),
- Yajuj dan Majuj di 99sumber.com
- (Inggris) Why Zul-Qarnain of the Qur'an is not Alexander the great by Khalid Jan
- (Inggris) Zulqarnain in Alhassanain.com