Lompat ke isi

Suku Melayu Deli

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Melayu Deli
ملایو دلي
Pasangan Melayu Deli mengenakan pakaian adat Melayu Deli di Istana Maimun.
Daerah dengan populasi signifikan
Sumatera Utara
(terutama di Medan dan Deli Serdang)
Bahasa
Bahasa Melayu Deli
Agama
Mayoritas
Islam Suni
Kelompok etnik terkait

Melayu Deli (Jawi: ملایو دلي) adalah salah satu kelompok etnis Melayu yang menyebar dan menetap di pesisir timur Sumatera Utara; terutama bermukim di wilayah Kota Medan.[1]

Kebudayaan Melayu Deli dimulai sejak zaman Kesultanan Deli, yakni sebuah kerajaan Islam yang berdiri di pesisir timur Sumatera Utara pada tahun 1632—1946. Orang Melayu Deli dikenal dengan seni pantunnya yang terkenal hingga saat ini.[2]

Tempat bermukim

Masyarakat Melayu Deli sudah berabad-abad tinggal di sekitar pinggiran Sungai Deli yang mengalir di Kota Medan hingga ke pantai timur Sumatra atau lebih tepatnya bermuara di Selat Malaka.[3] Hingga pada akhirnya berkembangnya industri di Kota Medan membuat orang Melayu Deli banyak tinggal di sekitaran Kota Medan, Deli Tua, pesisir Sungai Deli, Sungai Babura, Sungai Labuhan, termasuk juga di Kabupaten Deli Serdang.[1]

Bahasa

Orang Melayu Deli menggunakan bahasa khas Melayu yang tidak jauh berbeda dengan bahasa Melayu pada umumnya. Termasuk tidak jauh berbeda dengan yang dipakai oleh orang Melayu Malaysia. Pengucapan bahasanya banyak diakhiri dengan huruf e (e pepet).[1]

Bahasa Melayu Deli Bahasa Indonesia
Aah Iya
Abah Abang (ada talian darah); di keluarga-keluarga tertentu dipergunakan untuk menyebut ayah
Acan sengaja mengusik atau mengejek
Acap-acap Setinggi
Aci Boleh; sah
Acik Panggilan untuk adik dari orang tua
Acu Menacungkan sesuatu
Agah Bercanda (biasanya dengan bayi)
Ageh Beri
Agham-agham Ikatan atau pegangan yg asal asalan
Aghi Kemarin; waktu yang sudah lewat
Aghok Hasut; provokasi
Agu Kocok; aduk supaya menyatu
Ajang Milik; kepunyaan
Ajat Ingin; hasrat
Ajok Tiru
Akor Cocok; harmonis
Alahai Aduhai (biasanya untuk mengekspresikan kekaguman)
Alak-alak Remaja usia kira-kira 11—15 tahun
Alang Sebutan untuk anak ketiga
Aleh Seandainya; mana tahu
Alip Permainan kanak-kanak, misalnya alip berondok, alip jongkok, dan lain sebagainya
Alip-alip Sebutan untuk buku belajar membaca huruf Arab hingga ke Juz Amma
Alu Kayu penumbuk untuk menumbuk padi
Ambai Jaring untuk menangkap ikan atau udang yg dipasang di tengah arus air dengan 2 tiang
Ambe Saya; aku
Ambek Ambil
Ambek pakan Ambil hati; menunjukkan seolah empati
Ampan Terpental karena mengenai sesuatu
Andak Sebutan untuk anak kelima
Andam Memotong atau mencukur sedikit rambut mempelai sebelum bersanding; cukur surai
Andong Nenek
Angah Sebutan untuk anak kedua
Angek Panas hati; iri
Anggah Pamer kekuatan atau kekayaan
Anggau Makhluk halus sejenis genderuwo
Anggok-anggai Kondisi mengangguk karena mengantuk; terkantuk
Angleh Cocok; serasi dalam hal pekerjaan atau kemitraan dalam kerja
Antah Kulit padi dalam tumpukan beras
Antok Bentur
Aok Iya; ya; iyalah
Apam balik Martabak manis
Api-api Benalu
Asak Dorong; desak
Atak Bagi-bagi
Atog Atau
Atok Orang tua dari ayah atau ibu
Awah Sistem bagi hasil antara pemilik dan petani
Awak Diri pribadi; diriku; dirimu
Ayak Serak; buyar
Ayoh Ayah
Ayong Tutur anak pertama (sulong; long; yong; iyong)

Agama

Masyarakat Melayu Deli dapat dikatakan hampir seluruhnya beragama Islam Sufi. Menurut orang Melayu Deli, orang Melayu beragama Islam, karena hampir seluruh adat-istiadat dan budaya Melayu berlandaskan agama Islam.

Diperkiraan suku Melayu Deli sebanyak 99,9% beragama Islam. Hanya sebanyak 0,1% saja yang beragama Kristen. Namun, dalam praktek keseharian, masih banyak orang Melayu Deli yang masih percaya hal-hal gaib, arwah gentayangan serta tempat-tempat keramat, yang dianggap dapat mempengaruhi kehidupan keseharian orang Melayu Deli tersebut.[1]

Mata pencarian

Masyarakat Melayu Deli pada umumnya bekerja sebagai petani dan biasanya ketika bercocok tanam masih menggunakan metode tradisional. Selain bertani, ada juga yang bekerja sebagai nelayan dan berdagang serta terdapat juga yang bekerja di sektor pemerintahan. Kemudian, tidak sedikit masyarakat Melayu Deli ini yang bekerja sebagai pegawai atau buruh di perkebunan sawit, karet, atau tembakau punya pemerintah ataupun punya pihak swasta atau perusahaan asing.[1]

Kesenian

Melayu Deli mempunyai kesenian khas yang hingga sekarang masih tetap dilestarikan baik itu berupa tarian, kesenian pantun dan kesenian musik.[4] Alat musik Melayu mencakup dua alat musik dari barat yaitu arkedon dan biola. Alat musik ini dipadukan dengan alat musik lokal seperti gendang, gambus, tambur, dan kompang.[5]

Salah satu kesenian yang ternama di etnis Melayu Deli adalah kesenian pantun Deli. Karya sastra pantun tersebut dapat dijumpai baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk lisan yang biasanya dibawakan ketika ada acara-acara atau upacara adat Melayu.[6]

Galeri


Referensi

  1. ^ a b c d e "Mau Tahu Sejarah Suku Melayu Deli". EKSISNEWS.COM. 16 Juli 2018. Diakses tanggal 29 Maret 2023. 
  2. ^ Armanda, Arie. "PANTUN MELAYU DELI BANG ZEIN". 
  3. ^ Sinaga, Nikson (8 Oktober 2021). "Budaya Melayu Deli Makin Terpinggirkan di Kota Medan". Kompas.id. Diakses tanggal 299 Maret 2023. 
  4. ^ Laudra, Dwi Chaya; Pauziah, Fadillah; Siburian, Nova Uli; Sibarani, Grace; Manalu, Samadam Boang; Ivanna, Julia (31 Agustus 2021). "Mengenal dan Melestarikan Budaya Melayu Deli di Kota Medan Sumatera Utara". Jotika Journal in Education (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 6–9. doi:10.56445/jje.v1i1.13. ISSN 2807-6788. 
  5. ^ SINAGA, NIKSON (8 Oktober 2021). "Budaya Melayu Deli Makin Terpinggirkan di Kota Medan". Kompas.id. Diakses tanggal 11 November 2023. 
  6. ^ https://core.ac.uk/download/pdf/328113428.pdf

Pranala luar